Patogenesis Manifestasi Klinis Demam Berdarah Dengue DBD .1 Pengertian Demam Berdarah

Sangat suka tinggal dan berkembangbiak di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah, Merupakan salah satu karakteristik dari nyamuk Aedes aegypti betina. Jumlah penderita DBD umumnya meningkat pada awal musim hujan yaitu antara September hingga Febuari, dimana banyak terdapat genangan air bersih di dalam benda-benda yang mampu menampung sisa air hujan. Di daerah urban berpenduduk padat, puncak penduduk terkena DBD adalah bulan Juni atau Juli. Karena itu, kesadaran manusia untuk membersihkan lingkungan menjadi salah satu upaya yang efektif dalam menekan laju penularan penyakit DBD.

2.5.4. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan Suhendro, 2006. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue dengue syok syndrome. Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral. Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan keparahan penyakit dengue sudah banyak dilakukan. Muntaz et al. 2006 dalam penelitiannya menemukan DEN-3 menyebabkan infeksi lebih parah dibandingkan serotipe lainnya. Hal ini Universitas Sumatera Utara dikaitkan dengan kemampuan virus untuk bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi. Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue 2006, ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue: 1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe primer dan sekunder DEN-1DEN-2 atau DEN-1DEN-3 dipandang memberi risiko yang tinggi untuk terkena dengue yang parah. 2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit. 3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder, maka keparahan dengue semakin meningkat. 4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Penelitian menunjukkan prevalensi DBD pada orang negroid diasosiasikan dengan insidensi yang rendah 2, sementara orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih tinggi 30.

2.5.5. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang mungkin timbul pasca infeksi virus dangue amat beragam mulai dari demam tidak spesifik, demam berdarah dangue DBD hingga yang terberat yaitu sindrom syok dangue. 1. Demam Berdarah Dengue Kasus demam berdarah dengue ditandai dengan empat menifestasi klinis yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah Hidayat R, 2008. Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan Universitas Sumatera Utara demam tinggi, mendadak 2-7 hari disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Fenomena patofisiologi yang utam yang menentukan beratnya penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dari demam berdarah adalah meningginya permeabilitas kapiler pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi, trobositopeni dan diathesis hemoragik Hidayat R, 2008. Masa kritis dari penyakit terjadinya fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi bervariasi dalam berat ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami shock Depkes RI, 2004. 2. Dengue Schok Syndrome Disfungsi sirkulasi pada DBD, dengue shock syndrome, biasanya terjadi sesudah hari 2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Ganguan perfusi ginjal ditandai oleh oliguria atau anuria dan gangguan perfusi susunan syaraf pusat ditandai oleh penurunan kesadaran. Hidayat R, 2008. Pada penderita penyakit DBD, dapat ditemukan gejala-gejala klinis dan kelainan laboratoris sebagai berikut : 1. Gejala Klinis a. Demam Tinggi Mendadak yang berlangsung selama 2 sampai 7 hari yang dapat mencapai 40 C. Demam sering disertai dengan gejala tidak spesifik seperti, Universitas Sumatera Utara tidak nafsu anoreksia, lemah badan malaise, nyeri sendi dan tulang serta rasa sakit di daerah belakang bola mata retoorbita dan wajah kemerah-merahan. b. Manifestasi perdarahan yaitu uji torniqiuet dan perdarahan spontan berbentuk pteki, purpra, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematimasis, dan melena. c. Hepatomegali pembesaran organ hati d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan syok yang dapat menyebabkan kematian. 2. Kriteria Laboratoris : a. Penurunan jumlah trombosit, trombositopenia ≤ 100.000mm 3 b. Persentase hematokrit 40 3. Derajat DBD : a. Derajat 1 : panas badan 5-7 hari, gejala umum tidak khas. b. Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai derajat spontan pada kulit dan atau perdarahan lainnya. c. Derajat 3 : ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah seperti, denyut nadi teraba lemah dan cepat 120xmenit, tekanan nadi menyempit kurang dari 20mmhg. DBD derajat 3 merupakan peringatan awal yang mengarah pada terjadinya renjatan syok. d. Derajat 4 : denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung 140xmenit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, tubuh berkeringat dan kulit membiru. DBD derajat 4 merupakan manifestasi syok yang sering kali berakhir dengan kematian. Universitas Sumatera Utara

2.5.6 Terapi dan Pengobatan bagi penderita DBD