12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Tinjauan tentang Wisata Belajar
a. Definisi Wisata Belajar
Wisata diidentikkan sebagai kegiatan melepas penat dan kebosanan dari rutinitas sehari-hari. Selain hal tersebut, wisata juga dapat digunakan
sebagai sarana refreshing sekaligus membelajarkan bagi anak-anak jika direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Banyak istilah yang dapat
menggambarkan penggabungan antara wisata dan belajar, diantaranya karyawisata, studytour, wisata edukasi, outbound edukasi, outing class dan
lain-lainnya. Menurut Husamah 2013: 53, pembelajaran melalui wisata belajar merupakan sebuah proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa
dengan kegiatan mempelajari sumber belajar yang ada di luar kelas, dengan tujuan agar siswa memiliki wawasan yang luas tentang bahan ajar yang
dipelajari di dalam kelas. Sedangkan menurut Moeslichatoen 2007: 21, wisata belajar merupakan salah satu metode yang melaksanakan kegiatan
pengajaran dengan dunia luar secara langsung yang mendorong anak untuk memperoleh kesan yang sesuai dengan apa yang diamati.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa wisata belajar merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan diluar kelas atau
sekolah yang dilakukan dengan sengaja dan direncanakan untuk
13 memperkaya wawasan dan pengetahuan siswa dengan memanfaatkan
sumber belajar yang ada dilingkungan sekitar. Kegiatan pembelajaran model ini akan membawa siswa untuk berinteraksi langsung dengan
lingkungan sekitar sehingga siswa tidak hanya sekedar tahu teorinya saja tetapi dapat langsung mempraktekkan dan menerapkannya. Tugas guru
dalam proses ini adalah sebagai fasilitator dan konsultan ketika siswa menemukan kesulitan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Wisata belajar dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek di luar sekolah. Hal ini memungkinkan siswa untuk memperoleh
pengetahuan dan pengalaman baru yang mungkin tidak akan diperoleh ketika mereka melakukannya di dalam kelas. Ketika di kelas, pembelajaran
yang dilaksanakan hanya akan melibatkan indera penglihatan dan pendengaran saja. Namun ketika siswa diajak langsung mengunjungi hal
yang sedang mereka pelajari, siswa dapat melibatkan seluruh indera yang mereka miliki dalam upayanya bereksplorasi. Semakin banyak indera yang
terlibat dalam sebuah proses pembelajaran, maka semakin baik pula ingatan akan hal tersebut tersimpan dimemori siswa.
b. Tujuan Wisata Belajar
Banyak ahli yang telah mendefinisakan sekaligus memaparkan tujuan dari sebuah wisata belajar. Salah satunya yaitu Supriatna dalam
Humasah 2013: 54 yang menguraikan tujuan dari wisata belajar sebagai berikut:
14 1
Sebagai pembanding antara teori yang dipelajari siswa dikelas dengan keadaan atau praktek nyatanya di lapangan.
2 Untuk menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar. Kejenuhan
yang terjadi saat proses pembelajaran menyebabkan materi yang disampaikan oleh guru tidak akan dipahami dan diserap dengan
optimal oleh siswa. 3
Sebagai rekreasi belajar. Untuk menumbukhan motivasi siswa agar lebih giat lagi dalam mengikuti proses pembelajaran.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa wisata belajar merupakan sebuah kegiatan pengayaan pembelajaran yang
digunakan untuk mengeluarkan siswa dari kejenuhannya terhadap interaksi dalam kelas dengan tujuan agar siswa mampu kembali optimal dalam
menyerap materi yang disampaikan oleh guru dalam proses belajar mengajar dikemudian hari. Wisata belajar juga bertujuan untuk
mengembangkan kreativitas siswa, sehingga mampu memecahkan masalah yang dihadapi secara mandiri dan percaya diri.
c. Program Wisata Belajar
Wisata belajar sebagai salah satu variasi metode pembelajaran guna menghindari kejenuhan siswa, dapat dilakukan diberbagai tempat
menyesuaikan kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai dari proses pembelajaran yang dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Isjoni
dalam Muchsin 2013: 3 yang menyatakan wisata belajar sebagai cara
15 mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau
objek di luar sekolah seperti pabrik, bengkel, peternakan, dan museum. Pernyataan
diatas membuktikan
program wisata
belajar dapat diselenggarakan tidak terbatas dalam lingkungan lembaga persekolahan
semata. Wisata belajar sebagai sebuah program pembelajaran dapat diselenggarakan diberbagai tempat, asal direncanakan dan dipersiapkan
secara matang. Program wisata belajar merupakan kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan dengan memadukan unsur edukatif dan rekreatif. Menurut Aditya 2015: 9 program wisata belajar merupakan program yang dapat
mendorong siswa untuk berpikir kreatif dengan bersumber pada pengetahuan-pengetahuan
baru yang
diperoleh siswa
dengan mengalaminya langsung sehingga lebih mudah diingat dan dipahami. Dari
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa program wisata belajar merupakan program pembelajaran yang menggabungkan unsur edukatif dan
rekreatif, dapat dilakukan diberbagai tempat serta dapat mendorong siswa untuk berpikir kreatif bersumber pada pengalaman yang didapatkannya
secara langsung. d.
Kelebihan dan Kekurangan Wisata Belajar Menurut Husamah 2013: 54, terdapat sisi positif bagi seorang siswa
yang mengikuti kegiatan wisata belajar yaitu:
16 1
Kegiatan belajar mengajar lebih bermakna sebab siswa memperolehnya dengan mengalaminya secara langsung;
2 Membangkitkan sisi eksporatif siswa dalam usahanya menyelesaikan
sesuatu; 3
Memperlihatkan kondisi
nyata di
lapangan dengan
mengintegrasikannya dengan pengajaran di dalam kelas sehingga menciptakan kepribadian yang komplit baik bagi guru maupun siswa;
4 Memperbanyak pengetahuan dan wawasan yang diperoleh siswa baik
di dalam maupun luar kelas; 5
Memberikan kesenangan siswa terhadap alam sekitarnya. Dari sekian banyak kelebihan yang diperoleh siswa dengan
mengikuti wisata belajar, terdapat beberapa kekurangan dari kegiatan ini. Menurut Husamah 2013: 55, kekurangan dari kegiatan wisata belajar
yaitu: 1
Persiapan harus matang dan cenderung memakan waktu yang cukup lama;
2 Biaya yang relatif tinggi dan sarana prasarana yang relatif banyak;
3 Persiapan yang kurang matang akan memperngaruhi hasil yang
diperoleh dari kegiatan; 4
Resiko yang cukup besar dengan membawa siswa yang jumlahnya banyak ke lingkungan luar kelas.
17 Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sebagai
salah satu kegiatan pembelajaran, wisata belajar memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari kegiatan wisata belajar banyak yang dapat
langsung dirasakan siswa maupun guru ketika kegiatan tersebut berlangsung. Sedangkan untuk kekurangan yang dimiliki oleh kegiatan
wisata belajar dapat ditanggulangi dengan perencanaan dan persiapan yang matang sebelum kegiatan akan dilaksanakan.
2. Tinjauan tentang Aksesibilitas Program
a. Definisi Aksesibilitas
Aksesibilitas berasal dari kata dasar akses access dalam bahasa inggris yang berarti jalan masuk. Aksesibilitasaccessibility berarti hal
yang mudah dicapai. Artinya, aksesibilitas tidak hanya melihat faktor ketersediaan saja, tetapi juga kemudahan dalam mencapai ketersediaan
tersebut. Secara umum, aksesibilitas erat kaitannya dengan ilmu geografi dan pelayanan bagi orang-orang berkebutuhan khusus. Hal ini sesuai
dengan definisi Tamin dalam Miro, 2009:18 yang berpendapat bahwa aksesibilitas adalah mudahnya suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi
lainnya lewat jaringan transportasi yang ada, berupa prasarana jalan dan alat angkut yang bergerak diatasnya. Pendapat tersebut mendefinisikan
aksesibilitas dalam kaitannya dengan konsep keterjangkauan sebuah lokasi dengan berbagai macam faktor pertimbangan.
18 Dalam definisi lain, aksesibilitas dapat pula diartikan sebagai
kemudahan atau keterjangkauan terhadap suatu objek. Menurut Bambang Susantono 2004: 24 aksesibilitas merupakan suatu ukuran potensial atau
kemudahan orang untuk mencapai tujuan dalam suatu perjalanan. Oleh karena itu, tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi, sarana dan
prasarana penghubung. Tingkat aksesibilitas sebuah daerah juga memperngaruhi tingkat mobilitas penduduknya baik dari luar ke dalam
ataupun sebaliknya. Daerah seperti kawasan perumahan di tengah kota akan memiliki mobilitas penduduk yang tinggi jika dibandingkan dengan
kawasan pedesaan di bawah kaki pegunungan dikarenakan akses terhadap fasilitas dan sarana prasarana yang mendukung.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas memiliki konteks makna yang luas. Aksesibilitas merupakan
level kemudahan dan keterjangkauan terhadap suatu objek dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang mempengaruhinya seperti: jarak,
waktu, kondisi sarana prasarana, biaya, informasi dan pihak-pihak yang memiliki akses di dalamnya. Secara singkat aksesibilitas juga dapat
diartikan sebagai seperangkat komponen yang dapat mempermudah jalannya sebuah proses.
b. Program Edukasi di KRKB Gembira Loka
KRKB Gembira Loka merupakan salah satu lembaga konservasi ex- situ yang ada di Provinsi DIY. Menurut peraturan Menteri Kehutanan No.
19 P.31Menhut-II2012 tentang lembaga konservasi, lembaga konservasi ex-
situ adalah konservasi tumbuhan danatau satwa yang dilakukan diluar habitat aslinya. KRKB Gembira Loka sebagai lembaga konservasi ex-situ
memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai tempat penelitian, edukasi, dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Tirtodiprojo 2008: 44 yang menyatakan
bahwa konsep Gembira Loka yang naturalistik, adalah sebagai wadah kegiatan rekreasi alami yang fungsi dan tujuannya sebagai tempat rekreasi,
konservasi, penelitian dan edukasi, perkembangan ilmu zoology dan botani di Indonesia dan kesadaran masyarakat dalam merawat, menjaga dan
melindungi flora dan fauna. Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa KRKB Gembira Loka sebagai lembaga yang bergerak
dibidang konservasi khususnya konservasi ex-situ memiliki tiga fungsi penting yang harus dijalankan disamping fungsinya sebagai pusat
konservasi flora dan fauna yaitu fungsi pendidikan, fungsi penelitian, dan fungsi rekreasi.
Salah satu dari ketiga fungsi tersebut yaitu fungsi edukasi. Fungsi edukasi menjadi penting adanya mengingat adanya fungsi ini menjadikan
lembaga konservasi juga bertanggungjawab dalam mendidik generasi penerus agar dapat peduli terhadap lingkungan dan kelestarian satwa.
Sebagai upaya dalam merealisasikan fungsi edukasi yang diemban, KRKB Gembira Loka membuat program-program edukatif namun dengan konsep
yang menyenangkan yaitu Pembelajaran Luar Sekolah PLS GL zoo dan Satwa Masuk Sekolah SMS. Pada penelitian ini, peneliti mengambil titik
20 fokus pada satu program edukasi yang diselenggarakan KRKB
GembiraLoka yaitu program PLS GL zoo mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki. Program PLS GL zoo dirancang khusus untuk pelajar mulai
dari tingkat TK hingga SMA sebagai salah satu upaya dalam pengenalan flora dan fauna serta pendidikan konservatif. Selain sebagai realisasi dari
lembaga konservatif yang memiliki fungsi edukasi, program PLS GL zoo ini juga merupakan program CSR atau program sosial kemasyarakatan.
Program CSR ini merupakan program sebagai implementasi tanggung jawab sosial yang dimiliki badan usaha atau perusahaan terhadap
masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu, program ini tidak berorientasi kepada keuntungan semata.
c. Komponen program PLS GL zoo
Komponen merupakan bagian-bagian dari sebuah sistem yang memiliki peran dalam berlangsungnya sebuah proses. Sedangkan yang
dimaksud komponen pembelajaran yaitu kumpulan dari beberapa itemhal yang memiliki peran dan tugas masing-masing namun berhubungan antara
satu dengan yang lainnya. Komponen program PLS GL zoo mengacu pada komponen pembelajaran pada umumnya. Menurut Sumiati dan Asra 2009:
3 komponen pembelajaran dibagi dalam tiga kategori utama yaitu guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa
interaksi antara ketiga komponen tersebut juga melibatkan metode, media pembelajaran dan penataan lingkungan belajar sehingga tercapai situasi
pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran.
21 Dari komponen pembelajaran yang telah diuraikan diatas, komponen
program PLS GL zoo memiliki sedikit perbedaan baik dalam hal istilah maupun itemnya. Secara rinci, komponen program PLS GL zoo meliputi
tujuan program, pemandu, peserta program, materiisi, media pembelajaran, strategi pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar. Dalam komponen program
PLS GL zoo tidak terdapat kurikulum yang baku, namun pemberian materi, pemilihan media, dan strategi yang digunakan disesuaikan dengan tingkatan
perkembangan peserta baik dari segi usia maupun jenjang kelas yaitu dari PAUD hingga SMA.
d. Aksesibilitas program PLS GL zoo
Aksesibilitas merupakan suatu konsep yang luas dan fleksibel. Menurut Derek Halden Consultancy 2004 dalam jurnalnya menyebutkan
bahwa pemahaman mengenai aksesibilitas dapat dicirikan melalui tiga kategori pertanyaan yaitu:
1 Siapa atau dimana – aksesibilitas adalah bagian dari orang, atau
tempat; 2
Apa peluang yang akan dicapai – meliputi fungsi dan aktivitas yang ada di dalamnya, atau sumber daya termasuk orang-orang yang
memungkinkan orang dapat memenuhi kebutuhannya; 3
Bagaimana – faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akses terhadap suatu objek.
22 Dalam kaitannya dengan sebuah program khususnya program jasa,
aksesibilitas berarti segala komponen yang seharusnya terlibat dalam proses berjalannya program agar program tersebut dapat berjalan dengan lancar
dan sesuai tujuan serta sasaran dari program itu sendiri dengan melihat berbagai aspek untuk dipertimbangkan. Aksesibilitas program dalam kaitan
dengan program PLS GL zoo sendiri terdiri dari: 1 pihak-pihak yang memiliki akses di dalam program PLS GL zoo baik sebagai konsumen
maupun pelaksana kegiatan, 2 pelaksanaan program, 3 strategi dan kebijakan yang ambil dalam rangka memperluas aksesibilitas yang dimiliki,
4 fakor-faktor pendukung dan penghambat yang berkaitan dengan aksesibilitas program PLS GL zoo.
3. Tinjauan tentang Pembelajaran Luar Sekolah
a. Definisi Pembelajaran
Menurut Trianto 2010:17, pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks dan tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Menurut
Corey dalam Syaiful Sagala, 2011:61 pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Dari
kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak mengerti menjadi mengerti
yang dilakukan berdasarkan pada interaksi antara pengembangan dan
23 pengalaman yang dimiliki sehingga dapat pula merubah tingkah laku
individu tersebut. Kegiatan pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai
komunikasi dua arah antara orang yang tahu dan orang yang tidak tahu. Dalam dunia persekolahan, kegiatan pembelajaran diidentikkan sebagai
proses belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didiknya didalam kelas. Hal tersebut menyebabkan timbulnya pandangan
bahwa sumber belajar utama yaitu seorang pendidik. Hal tersebut menyebabkan kegiatan pembelajaran berubah menjadi proses transfer
pengetahuan pendidik ke peserta didik semata. Padahal sebenarnya masih banyak sumber belajar lain disekitar peserta didik yang dapat digunakan
guna memperkaya dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. b.
Tujuan Pembelajaran Sifatnya yang disengaja dan terstruktur, menyebabkan sebuah
pembelajaran pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai. Menurut H. Daryanto 2005: 58 definisi dari tujuan pembelajaran yaitu tujuan yang
menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan
dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan berdasarkan pertimbangan yang matang
dan kesesuaiannya dengan komponen pendidikan yang lainnya. Dalam arti lain, tujuan pembelajaran merupakan garis akhir yang harus dicapai ketika
sebuah pembelajaran dapat dikatakan berhasil.
24 Pendapat serupa disampaikan oleh Wina 2008: 86 yang
mendefinisikan tujuan pembelajaran sebagai kemampuan kompetensi atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh setiap siswa setelah
mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Perumusan tujuan pembelajaran penting adanya karena dapat dijadikan tolak ukur yang nyata
dari keberhasilan dari proses pembelajaran dalam membentuk pola pikir dan tingkah laku siswa didik. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai juga
menentukan langkah-langkah yang akan diambil sekolah maupun pendidik dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Dari kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk mempermudah siswa dalam memperoleh pengetahuan dan pola pikir baru melalui rumusan yang
terperinci dan nyata sehingga pencapaian yang diraih dapat diukur secara nyata.
c. Pengertian Pembelajaran Luar Sekolah
Pembelajaran luar sekolah merupakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan diluar ruangan atau sekolah dengan memanfaatkan media
pembelajaran yang dapat mendukung terjadinya proses belajar. Dalam prosesnya kegiatan ini memcampurkan proses pendidikan nonformal ke
dalam pendidikan formal guna memperoleh metode pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Menurut Undang-undang nomor 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Lebih lanjut juga
25 dijelaskan mengenai pengertian pendidikan nonformal yaitu sebagai jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Oleh karena itu, pembelajaran luar sekolah
merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga formal namun dengan perspektif nonformal.
Proses pembelajaran luar sekolah menekankan pada penggalian informasi dan pengetahuan secara mandiri oleh peserta didik. Hal ini
dilakukan agar peserta didik memiliki ruang untuk bereksplorasi dan berkreasi terhadap apa-apa yang mereka temukan dilapangan. Pembelajaran
model ini memungkinkan peserta didik untuk mengalami dan merasakan langsung, sehingga tidak hanya aspek kognitifnya saja yang akan
berkembang, tetapi afektif dan psikomotoriknya juga. Kegiatan pembelajaran luar sekolah memanfaatkan lingkungan sekiatr sebagai
sumber belajar guna memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Dalam hal ini, peneliti berfokus pada kegiatan pembelajaran luar sekolah yang
diselenggarakan di kebun binatang khususnya KRKB Gembira Loka. Kegiatan pembelajaran tersebut meliputi: bina suasana, pojok kreatif,
mengenal satwa tour the zoo, dan pengulasan kembali recalling. d.
Jenis-jenis Pembelajaran Luar Sekolah Sebagai salah satu metode pembelajaran, pembelajaran luar sekolah
dalam pelaksanaannya memiliki banyak jenis dan variasi. Menurut Agus 2016: 50 yang dimaksud sebagai metode pembelajaran yaitu cara yang
26 digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk tujuan pembelajaran. Diantara banyak jenis pembelajaran luar sekolah yang ada, peneliti akan
menguraikan tiga jenis pembelajaran luar sekolah yang paling banyak dilaksanakan, yaitu:
1 Outing class
Outing class merupakan salah satu metode pembelajaran yang mulai popular khususnya dalam pendidikan anak usia dasar.
Pembelajaran outing class adalah suatu pembelajaran yang dilaksanakan di luar ruangan kelas atau sekolah yang bertujuan
membekali keterampilan anak didik dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki Lenterahati. 2012 dalam Wijilestari 2013: 11. Dalam
metode pembelajaran semacam ini, memungkinkan seorang pendidik dan peserta didik untuk membangun kedekatan yang lebih intim antar
satu sama lain. Pembelajaran outing class dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran.
Menurut Komarudin dalam Husamah, 2013: 19 outing class merupakan aktivitas yang dilakukan di luar sekolah yang berisi kegiatan
di luar kelas atau sekolah dan berada di lingkungan luar seperti bermain di lingkungan sekolah, taman, sawah, dan kegiatan yang sifatnya
petualangan serta dapat mengembangkan aspek pengetahuan yang relevan. Peserta didik akan lebih mudah dalam memahami sebuah
27 konsep
pengetahuan ketika
mereka mengerjakan
sambil mempraktekkan. Semakin banyak panca indera yang berinteraksi dalam
sebuah pembelajaran, makan akan semakin baik pula pengetahuan tersebut disimpan oleh memori peserta didik.
Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa outing class bukan semata-mata kegiatan memindahkan lokasi belajar
mengajar dari kelas ke alam bebas. Namun, perlu adanya upaya agar siswa dapat menyatu dengan alam dan melakukan beberapa aktivitas
yang bermuara pada perubahan tingkah laku dan penambahan pengetahuan yang dimiliki. Aktivitas yang dilakukan dapat berupa
olahraga, outbound, studi kasus, eksplorasi, pengamatan, dan lain-lain. Harapannya, siswa mampu menyikapi masalah yang dihadapi dengan
kritis dan menyelesaikannya secara mandiri dengan belajar pada lingkungan sekitarnya.
2 Field Trip
Field trip ialah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah
untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, bengkel mobil, toserba, dan sebagainya Asmani 2010: 150.
Field trip adalah sebuah metode pembelajaran yang menggabungkan antara rekreasi dan belajar. Dalam proses field trip, peserta didik akan
dapat menggunakan semua hal yang ada di lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar.
28 Pendapat lain disampaikan oleh Syaiful Sagala 2006: 214 yang
menyebutkan metode field trip sebagai pesiar ekskursi yang dilakukan oleh para peserta didik untuk melengkapi pengalaman belajar tertentu
dan merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah. Metode field trip sengaja dimasukkan kedalam kurikulum sekolah sebagai salah satu
cara untuk menetralisir kejenuhan siswa akan proses belajar mengajar di dalam kelas yang cenderung monoton dan membosankan. Metode
pembelajaran field trip juga dapat digunakan sebagai ajang peserta didik untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang di dapatnya di kelas
dengan kehidupan nyata. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode field
trip merupakan metode penyampaian materi dengan cara membawa langsung siswa ke obyek di luar kelas atau di lingkungan yang
berdekatan dengan sekolah agar siswa mendapatkan pengalaman belajar langsung dan dapat mengintegrasikan pengetahuan yang di dapatnya di
kelas ke dalam kehidupan nyata. 3
Outbound Menurut Muchlisin 2009: 11 outbound adalah usaha olah diri
olah pikir dan fisik yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja dan prestasi dalam rangka
melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi secara lebih baik lagi. Outbound bukan hanya bermakna kegiatan diluar, namun lebih dari itu
29 dimana peserta diajak untuk membuat terobosan-terobosan baru dan
diajak untuk berfikir kreatif. Menurut Djamaludin 2007: 2 dalam dunia pendidikan sudah banyak lembaga yang menerapkan metode outbound
dalam proses pengajarannya karena dinilai memberikan kontribusi positif terhadap kesuksesan belajar. Hal tersebut dikarenakan dalam
proses outbound, peserta dituntut untuk dapat mandiri dalam menggali potensi yang dimiliki dalam suasana yang menyenangkan namun penuh
tantangan sehingga muncul sebagai pribadi yang tangguh dan siap menghadapi masa depan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa outbound adalah kegiatan pembelajaran yang berada diluar ruangan atau luar
sekolah dengan tujuan meningkatkan dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki melalui beberapa rangkaian kegiatanpermainan. Bentuk
kegiatan outbound dapat berupa simulasi situasi dalam organisasi yang dikemas dengan bentuk permainan kreatif, rekreatif, dan edukatif baik
secara individual
maupun kelompok
dengan tujuan
untuk mengembangkan potensi diri baik secara individu maupun kelompok.
e. Langkah-langkah Pembelajaran Luar Sekolah
Langkah merupakan tahapan yang harus dilaksanakan secara berurutan agar dapat mencapai tujuan atau maksud tertentu. Langkah-
langkah Pembelajaran luar sekolah disusun guna mempermudah dan memperlancar proses berjalannya kegiatan. Langkah-langkah pembelajaran
30 luar sekolah dalam kajian ini akan difokuskan pada pelaksanaan program
PLS GL zoo. Program PLS GL zoo merupakan program pendampingan yang dilakukan mahasiswa Jurusan PLS FIP UNY terhadap siswa siswi usia
sekolah dasar yang mengikuti program PLS di KRKB Gembira loka. Menurut Rokhmah 2012: 4, pendamping adalah perorangan atau
lembaga yang melakukan pendampingan, dimana antara kedua belah pihak pendamping dan didampingi terjadi kesetaraan, kemitraan, kerjasama, dan
kebersamaan tanpa ada batas golongan kelas atau status sosial yang tajam. Sedangkan yang dimaksud sebagai pendampingan yaitu suatu kegiatan yang
disengaja dilaksanakan secara sistematis dan sesuai aturan karena pembelajaran tersebut terjadi ditempat kerja, dan pekerjaanya sesuai dengan
apa yang dikerjakan. Istiningsih, 2008: 85 Program PLS GL zoo terdiri atas 3 tahapan pendampingan yaitu yang
meliputi: 1
Perencanaan Menurut Hamzah 2006: 2 perencanaan adalah kegiatan memilih,
menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Menurut Majid 2008: 15 perencanaan merupakan
penyusunan langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, perencanaan
dibuat berdasarkan kebutuhan yang ada dan disusun dengan sistematis serta mudah dipahami.
31 Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan kegiatan perencanaan
yaitu kegiatan awal yang digunakan untuk membuat langkah sistematis guna mencapai tujuan yang diharapkan berdasarkan pada kebutuhan
yang ada. Perencanaan memegang peranan penting dalam sebuah program ataupun kegiatan. Perencanaan digunakan untuk menjabarkan
rangkaian langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melaksanakan program. Perencanaan juga digunakan sebagai garis batas agar
pelaksanaan kegiatanprogram dapat tersusun secara sistematis dan mencapai tujuan yang diinginkan. Diharapkan dengan perencanaan
yang matang, maka kegiatanprogram yang akan dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan.
Kegiatan perencanaan dalam program PLS GL zoo selanjutnya dilanjutkan dengan persiapan materi, media pembelajaran, dan SDM
pendamping. Materi dan media pembelajaran yang dipersiapkan disesuaikan dengan tahapan perkembangan siswa siswi sasaran
kegiatan. Hal ini agar materi yang disampaikan selama kegiatan dapat diterima dengan baik oleh sasaran. Penyampaian materi dilaksanakan
dengan metode belajar dan bermain. Sedangkan untuk SDM pendamping merupakan mahasiswa aktif jurusan PLS FIP UNY yang
mendapatkan izin pengalihan perkuliahan pada hari itu. Jumlah pendamping yang diterjunkan disesuaikan dengan jumlah siswa siswi
sasaran. Biasanya seorang pendamping diberikan tugas untuk memandu 15-20 orang siswa yang tergabung dalam 1 kelompok.
32 2
Pelaksanaan Rencana yang telah disusun selanjutnya diimplementasikan dalam
bentuk pelaksanaan kegiatan. Kegiatan pelaksanaan yang didahului dengan perencanaan yang matang dimaksudkan untuk meminimalkan
hambatan yang mungkin ditemui dan menemukan alternatif solusinya. Menurut Sujarwo 2013: 38 guna mencapai tujuan yang hendak
dicapai, fasilitator pendamping hendaknya memiliki kemampuan untuk memilih metode, media, alat evaluasi pembelajaran, dan
memanfaatkannya secara tepat. Dalam program PLS GL zoo ini, tahapan pelaksanaan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a Pengondisian peserta
Kegiatan pengondisian peserta didahului dengan penyambutan peserta dan guru pendamping. Selanjutnya peserta dikondisikan
dengan berbaris sesuai dengan kelas atau kelompok masing-masing. Kegiatan ini bertujuan sebagai langkah perkenalan awal dalam
upayanya membentuk kedekatan antara peserta dan pendamping. Kedekatan yang terjalin antar peserta dan pendamping akan
mempermudah pendamping dalam memberikan penjelasan dan arahan selama program PLS GL zoo berlangsung.
b Bina suasana
Kegiatan bina suasana diisi dengan perkenalan pendamping, permainan-permainan dan pembacaan peraturan selama program
33 berlangsung. Menurut Sujarwo 2013: 37 perkenalan menjadi
sangat penting adanya guna membangun hubungan yang hangat antar fasilitator pemandu dan peserta didik. Permainan yang
dilaksanakan dalam tahap bina suasana ini berisi permainan- permainan kecil yang selain menyenangkan namun juga terdapat
nilai yang terkandung didalamnya. Permainan yang dilakukan biasanya merupakan permainan yang dapat melatih koordinasi gerak
dan otak peserta program. Agar suasana hangat dapat terbangun diantara peserta dan pendamping, permainan juga diiringi lagu dan
tanya jawab di dalamnya. c
Pojok Kreatif Pojok kreatif merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk
menumbuhkan kreativitas peserta program. Pojok kreatif menggunakan media pembelajaran yang dapat menunjang proses
pelaksanaan kegiatan. Pojok kreatif disesuaikan dengan tingkatan perkembangan peserta sasaran. Pengelompokan usia dan pojok
kreatif yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: kelompok usia PAUDTK hingga sekolah dasar kelas 1-2 menggunakan media
mewarnai mahkota gajah; kelompok usia kelas 3-4 sekolah dasar menggunakan gantungan kunci satwa sebagai pojok kreatifnya; dan
kelas 5-6 sekolah dasar hingga SMP menggunakan tabel pengelompokan binatang yang harus diisi sesuai petunjuk dan
arahan pendamping. Kegiatan pojok kreatif ini merupakan salah satu
34 nilai tambah yang sengaja diadakan guna menunjang kegiatan
wisata belajar di KRKB Gembira loka. d
Tour the zoo Kegiatan ini berisi kepemanduan dan penjelasan mengenai
satwa-satwa yang ada di kebun binatang. Dalam kegiatan ini siswa bebas
mengeksplorasi sumber-sumber
belajar yang
ada disekitarnya. Jika di dalam kelas, siswa hanya mampu melihat
gambar, membayangkan dan berimajinasi tentang bentuk fisik satwa, dalam kegiatan ini siswa dapat secara langsung mengamati
dan bereksplorasi secara mandiri. Tugas pendamping dalam kegiatan ini adalah sebagai fasilitator dan konsultan ketika siswa
menemukan masalah dalam eksplorasinya. Selain bentuk fisik satwa, dengan bantuan guru dan pendamping, siswa juga dapat
belajar mengenai karakteristik satwa yang juga dapat digunakan sebagai sumber belajar siswa. Kegiatan tour the zoo ini
menggunakan langkah-langkah yang selain dapat menambah wawasan dan pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan rasa cinta
kasih terhadap sesama dan cinta lingkungan dalam diri peserta program.
3 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan
35 menyajikan informasi tentang suatu program yang digunakan sebagai
dasar membuat keputusan dan menyusun program selanjutnya Eko, 2009: 6. Sedangkan menurut Sudaryono 2012: 41 evaluasi kaitannya
dengan sebuah program bertujuan untuk mengetahui pencapaian target program dan digunakan untuk menentukan seberapa jauh target program
pengajaran tercapai. Tolak ukur yang digunakan yaitu tujuan awal yang tertera dalam perencanaan dari penyelenggaraan program itu sendiri.
Kesimpulannya, evaluasi merupakan pengumpulan data dan fakta mengenai pelaksanaan program beserta hambatan-hambatan yang
ditemui untuk dapat dicarikan alternatif solusi guna pengembangan program. Tingkat kesesuaian antara hasil evaluasi dan tujuan awal
menentukan berhasil tidaknya sebuah programkegiatan dilaksanakan. Dalam kaitannya dengan program PLS GL zoo, evaluasi dilaksanakan
melalui kegiatan yang disebut recalling. Recalling berisi pengulasan kembali apa-apa yang sudah dialami dan dapatkan oleh peserta program
selama berkeliling kebun binatang. Pengulasan kembali dilakukan dengan metode bercerita dan sharing pengalaman antar peserta
program. Dari kegiatan tukar cerita inilah akan timbul budaya diskusi dan saling menghargai sejak anak usia dini. Recalling berfungsi untuk
mengetahui seberapa banyak peserta memahami materi yang telah diberikan oleh pemandu selama pelaksanaan progam PLS GL zoo
Sujarwo dalam JPPM, 4 1, 2017, 90-100.
36 Selain itu, evaluasi program secara keseluruhan yang dilaksanakan
diakhir periode program juga turut diselenggarakan guna perbaikan dan pengembangan program kearah yang lebih baik lagi. Kegiatan evaluasi
ini diikuti oleh seluruh pihak yang terlibat dalam program PLS GL zoo. Harapan dari adanya kegiatan ini yaitu seluruh pihak dapat terlibat
langsung dalam pengembangan dan pengambilan kebijakan mengenai program PLS GL zoo kedepannya.
4. Tinjauan tentang Pendidikan Luar Sekolah
a. Definisi Pendidikan Luar Sekolah
Menurut Marzuki 2010: 93 Pendidikan Luar Sekolah adalah semua pendidikan baik disengaja atau tidak, dirancang atau tidak, diorganisasikan
atau tidak, yang berlangsung diluar sekolah atau universitas. Menurut Hamojoyo dalam Kamil 2011: 14, Pendidikan Luar Sekolah dalam
kaitannya sebagai pendidikan nonformal merupakan usaha yang terorganisir secara sistematis dan berkelanjutan di luar sistem formal,
melalui hubungan sosial yang digunakan untuk membimbing individu, kelompok maupun masyarakat agar memiliki cita-cita guna meningkatkan
taraf hidup untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Pendidikan nonformal merupakan salah satu dari tiga jalur pendidikan selain pendidikan formal
atau biasa dikenal dengan pendidikan sekolahan dan pendidikan informal atau pendidikan dalam keluarga dan lingkungan sekitar. Walaupun bersifat
nonformal namun pendidikan nonformal tetap memiliki tahapan
37 penyelenggaraan yang jelas mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga
tahap evaluasi guna keberhasilan proses pembelajaran. Pendidikan luar sekolah juga meliputi pendidikan informal. Namun
terdapat perbedaan diantara keduanya yaitu jika pendidikan nonformal memiliki standarisasi dan terstruktur maka pendidikan informal adalah
pendidikan yang tidak terstruktur dan bahkan pelaksanaannya terkadang terjadi tanpa disadari. Namun, keduanya merupakan pendidikan yang dapat
berlangsung sepanjang hayat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Marzuki 2010: 137 dalam bukunya “Pendidikan Non Formal” yang menyatakan
pendidikan informal sebagai proses belajar yang berlangsung sepanjang hayat dan terjadi pada setiap individu.
Menurut Sihombing 2001: 1 sebelum pendidikan yang bernama sekolah ada, Pendidikan luar sekolah sudah lebih dulu ada. Hal ini terbukti
dengan adanya upaya transfer ilmupengetahuan secara turun temurun. Banyak hal yang diberikan orangtua kepada anaknya dilakukan melalui
kegiatan yang sifatnya tidak formal, merupakan bukti adanya pendidikan luar sekolah jauh sebelum pendidikan sekolahan. Pendidikan luar sekolah
lebih banyak berfokus kepada masyarakat secara langsung. Hal ini menyebabkan pendidikan luar sekolah memiliki banyak variasi,
pengembangan dalam pelaksanaan programnya dan tidak terbatas ruang dan waktu. Pendidikan luar sekolah lebih menonjolkan aspek kebermanfaatan
langsung yang dapat diperoleh peserta didiknya setelah mengikuti pendidikan tersebut. Oleh karena itu, kebanyakan pendidikan luar sekolah
38 lebih menitikberatkan pembelajarannya pada pengembangan keterampilan
dan pemberdayaan masyarakat. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, danatau pelengkap pendidikan formal guna mendukung pendidikan sepanjang hayat. Contoh dari beberapa program
pendidikan nonformal yang sudah banyak ditemukan yaitu pendidikan kejar paket, Taman Pendidikan Al-Quran TPA, lembaga pelatihan kerja, kursus,
bimbingan belajar, dan masih banyak lainnya. Lain program lain pula sasarannya, lain pula metode yang digunakan. Begitulah karakteristik
pendidikan nonformal yang dianggap lebih sesuai dengan keadaan dan kebutuhan dari sasarannya.
b. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah
Menurut Sudjana 2004: 47 pendidikan luar sekolah memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai
yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan secara efektif dan efisien di lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat,
dan bahkan negaranya. Pendidikan luar sekolah berupaya menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas guna mencapai kehidupan masa
depan yang lebih baik dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Oleh karena sifatnya yang fleksibel, maka pendidikan luar sekolah dianggap
39 mampu menyentuh lapisan paling bawah masyarakat yang selama ini
dianggap sebagai kaum yang tidak berdaya. Sejalan dengan pendapat diatas, tujuan pendidikan luar sekolah juga
tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 Bab II pasal 2 yang berbunyi :
1 Melayani Warga Belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang
sendini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya;
2 Membina Warga Belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan ketingkat yng lebih tinggi;
3 Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi
dalam jalur pendidikan sekolah. Kesimpulannya, pendidikan luar sekolah merupakan upaya yang
diselenggarakan guna meningkatkan kualitas sumber daya semaksimal mungkin dengan tujuan agar masyarakat mampu mengoptimalkan potensi
yang dimiliki dalam rangka meningkatkan atau mewujudkan kesejahteraan sosialnya maupun negaranya.
5. Tinjauan tentang Kebun Binatang
a. Pengertian Kebun binatang
Kebun binatang merupakan tempat dimana binatang dipelihara dalam lingkungan buatan sehingga dapat dipertunjukkan ke khalayak ramai.
40 Menurut Abdullah kebun binatang merupakan taman stwa yang artunya
tempat atau wadah dengan fungsi utama konservasi ex-situ yang melakukan usaha perawatan dan penangkaran berbagai jenis satwa dalam rangka
membentuk dan mengembangkan habitat baru sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam dalam Jurnal Biologi Edukasi Online JBE, 2010.
Selain fungsinya sebagai tempat untuk konservasi seperti yang telah dijelaskan diatas, kebun binatang juga dapat pula dimanfaatkan sebagai
sarana memperoleh ilmu pengetahuan dan rekreasi. Oleh karena itu, kebun binatang sebagai lembaga konservasi mempunyai fungsi lebih dari sekedar
pengembangbiakan dan pelestarian flora serta fauna. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.31Menhut-II2012 tentang
lembaga konservasi yang menyebutkan bahwa kebun binatang sebagai lembaga konservasi juga memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan,
peragaan, penitipan sementara, sumber indukan dan cadangan genetik untuk mendukung populasi in-situ, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan kebun binatang
merupakan tempat konservasi flora maupun fauna yang juga memiliki fungsi sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan. Segala sesuatu yang
tersedia di kebun binatang dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki individu.
Kegiatan yang berlangsung didalamnya bukan hanya yang sifatnya rekreatif saja, namun juga edukatif bagi pengunjung dan masyarakat pada umumnya.
41 b.
Wisata Belajar di Kebun Binatang Menurut Surakhmad dalam Suryaningsih 2012: 5 perjalanan wisata
dalam rangka belajar merupakan bentuk pengalaman yang tidak pernah dapat diabaikan begitu saja, karena karyawisata sesungguhnya memberikan
kesempatan pengalaman kongkrit secara terpimpin. Kegiatan wisata belajar merupakan salah satu alternatif pilihan kegiatan untuk mengoptimalkan
penyampaian materi pembelajaran oleh pendidik. Pengoptimalan tersebut dikarenakan adanya integrasi materi pelajaran yang didapat siswa di kelas,
dengan pengalaman langsung yang didapat siswa ketika melakukan wisata belajar. Hal inilah yang mendasari pentingnya kegiatan wisata belajar
diinternalisasikan dalam kurikulum persekolahan. Metode pembelajaran secara langsung dan nyata memiliki daya
rangsang terhadap kreativitas anak lebih baik jika dibandingkan pembelajaran monoton yang terjadi di kelas. Menurut Aditya 2015: 14
penggunaan metode pembelajaran yang berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar akan meningkatkan daya kreativitas anak. Hal tersebut
berhubungan langsung dengan proses dan kemapuan siswa dalam menyerap pengetahuan yang disampaikan oleh pendidik.
Kebun binatang dianggap mampu menyediakan sarana pendidikan penunjang kegiatan pembelajaran luar sekolah. Di kebun binatang, siswa
dapat bukan hanya mendapat sumber belajar dari binatang saja, proses interaksi dan sosialisasi yang terjadi antar pengunjung, pedangan, dan lain-
lain dapat pula dijadikan sumber belajar untuk menumbuhkan kepekaan
42 sosial siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohani 1990: 19 yang
menyebutkan bahwa sumber belajar siswa tidak hanya terbatas pada apa yang disampaikan guru dan ada dalam buku tetapi diperlukan faktor
penunjang lain seperti metode, media, dan fasilitas-fasilitas lain termasuk lingkungan belajar.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa wisata belajar di kebun binatang merupakan sarana rekreasi yang sekaligus dapat
membelajarkan bagi anak-anak untuk mengoptimalkan perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik melalui kegiatan yang
menyenangkan dan membelajarkan. c.
Fungsi Wisata Belajar di Kebun Binatang Menurut Pringle dalam Lai 2012: 91 kegiatan belajar di kebun
binatang memungkinkan anak-anak untuk mengembangkan pengetahuan tentang binatang dan kesadaran lingkungan dalam upayanya menuju
lingkungan yang aman untuk mendorong pengembangan keterampilan sosial. Artinya, anak-anak dapat memanfaatkan lingkungan kebun binatang
sebagai sumber belajarnya dan memperoleh pengetahuan dan pengalaman sekaligus dari kegiatannya tersebut. Dari kegiatan eksploratif itulah,
perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak akan dapat berjalan dengan seimbang. Selain ketiga aspek perkembangan tersebut, sisi
positif lain yaitu anak-anak akan terbiasa kreatif dan mandiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
43 Wisata belajar dikebun binatang sebagai salah satu alternatif metode
pembelajaran yang dapat diintegrasikan kedalam kurikulum sekolah mengingat pentingnya kegiatan sejenis guna meningkatkan pengetahuan
dan wawasan yang dimiliki siswa. Menurut Moeslichatoen 2007: 72, anak yang dibawa ke kebun binatang akan memperoleh pemahaman penuh
tentang bermacam kehidupan fauna yang ada ditempat tersebut sehingga dapat menciptakan sikap mencintai binatang. Tidak terbatas pada
mempelajari bentuk fisiknya saja, lebih lanjut anak-anak dengan arahan guru ataupun pendamping pun dapat belajar mengenai karakteristik
binatang. Karakteristik binatang dapat pula dijadikan sebagai sumber belajar tentang karakter bagi anak-anak. Karakter binatang misalnya gajah
yang setia, merpati yang sehidup semati dengan pasangannya, dan karakter- karakter binatang lainnya dapat diajarkan kepada anak sehingga anak dapat
membedakan karakter yang baik dan buruk dengan melihat karakter yang dimiliki binatang.
B. Penelitian yang Relevan