pekerja mengalami luka berat, patah tulang, kecacatan hingga kematian Suma’mur, 2009.
5.1.2 Pemelesteran
Penilaian risiko tinggi high risk pada pemelesteran adalah : a.
Main frame scaffolding yang berat, bengkok dan berkarat lantai 7 dan 8 b.
Papan pijakan terbuat dari triplek lantai 6, 7 dan 8 c.
Berada di ketinggian 23,8 m lantai 7 dan 27,2 m lantai 8 d.
Papan pijakan licin karena banyak campuran semen yang tertumpah lantai 6, 7 dan 8
Sama halnya dengan pemasangan bata, pemelesteran juga menggunakan main frame yang memiliki kondisi yang sama, yaitu banyak yang sudah bengkok dan
berkarat. Jika main frame sudah bengkok dan berkarat maka akan mempengaruhi kekuatan scaffolding dalam menyangga pekerja ketika memplester. Main frame yang
bengkok dan berkarat maka akan mudah rapuh dan patah. Betapa pentingnya faktor scaffolding dalam proses pembangunan suatu
proyek, menyebabkan ketepatan pemilihan jenis scaffolding yang akan dipakai harus diperhatikan dengan baik, sebab jika tidak tepat maka akan dapat menyebabkan
kegagalan yang dapat berakibat pada pembengkakan biaya dan waktu. Salah satu kegagalan tersebut disebabkan oleh pemakaian kembali suatu scaffolding yang tidak
layak pakai dalam hal untuk mengurangi biaya proyek. Scaffolding yang tidak layak ini seperti berkarat, melengkung dan tidak lurus Wilshere, 1983.
Penggunaan scaffolding yang tidak layak dapat menimbulkan risiko terjatuh dan tertimpa main frame. Terlebih pekerja yang sedang memplester di lantai 7 dan 8
Universitas Sumatera Utara
yang sangat memungkinkan karena jumlah main frame yang digunakan jauh lebih banyak dan berada di ketinggian yang lebih tinggi yaitu 23,8 m dan 27,2 m.
Secara teori menurut Wilshere 1983, beban yang ditopang scaffolding tidak lebih berat dari tumpuannya, sehingga jika diletakkan pada permukaan dengan
kapasitas tinggi seperti beton atau baja, masalah tidak akan terjadi. Benda yang tipis apabila digunakan untuk menopang benda yang berat tentu akan cepat patah. Papan
pijakan yang diharuskan untuk digunakan adalah yang terbuat dari besi, baja atau logam yang kuat untuk menopang berat pekerja. Menggunakan triplek atau kayu yang
dapat menimbulkan risiko terjatuh. Hal ini sangat mungkin terjadi karena massa benda triplek tidak sebanding dengan massa benda pekerjanya sehingga
menyebabkan triplek yang sedang dipijaki pekerja dapat ambruk seketika. Terlebih yang ditopang triplek bukan hanya pekerja tetapi ditambah juga dengan perkakas
bangunan lainnya. Papan pijakan yang licin karena tumpahan campuran semen dapat
menimbulkan risiko terpleset. Risiko kecelakaan ini sangat memungkinkan terjadi karena semen, air, pasir yang telah bercampur banyak bertumpahan di papan pijakan
pekerja. Para pekerja juga banyak yang melakukan pencampuran di papan tersebut, ditambah lagi ketika memplester banyak semen yang tumpah karena posisi dinding
yang tegak sehingga ketika menempelkan semen ke bata banyak yang tumpah ke triplek. Campuran semen ini dapat membuat papan pijakan menjadi licin, terlebih
pekerja ada yang tidak memakai alas kaki dan ada yang memakai sandal. Semakin tinggi pekerja berada maka konsekuensi yang dialami pekerja akan
semakin berat. Terjatuhnya pekerja saat memplester dari lantai 7 dan 8 baik
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan kondisi main frame, papan yang digunakan untuk pijakan maupun karena terpleset akibat papan yang licin dapat menyebabkan konsekuensi sangat berat
berupa luka berat, kecacatan, patah tulang bahkan kematian. Kemudian terjatuh pekerja saat memplester dari lantai 6 dikarenakan papan pijakan dari triplek dan
terpleset akibat papan pijakan licin dapat menyebabkan pekerja mengalami luka serius dan harus kehilangan beberapa hari kerja. Tiap kecelakaan merupakan suatu
kerugian, yang antara lain tergambar dari pengeluaran dan besarnya biaya kecelakaan seperti biaya P3K, pengobatan dan perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan,
upah selama pekerja tidak mampu bekerja, kompensasi cacat dan biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan dan peralatan. Kecelakaan kerja juga menyebabkan
terhentinya proses pengoperasian dikarenakan harus menolong korban Suma’mur, 2009.
5.1.3 Pengacian