peningkatan jumlah perusahaan yang bergerak di bidang industri akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja untuk sektor industri itu sendiri.
Berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya maka variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah besarnya
Upah Riil yang diterima pekerja, nilai Investasi Riil yang dimiliki oleh sektor industri, besarnya PDRB riil, dan Jumlah perusahaan industri yang ada di Kota Bogor untuk
setiap tahunnya, serta Dummy Krisis. Berdasarkan dari uraian diatas, maka fungsi ekonomi dari tingkat penyerapan
tenaga kerja sektor industri adalah sebagai berikut: PT
t
= f U Riil
t
, I Riil
t
, PDRB Riil
t
,UU
t
, DK
t
2.8 dimana:
PT
t
= Jumlah tenaga kerja yang diserap pada sektor industri orang U Riil
t
= Nilai upah riil untuk sektor industri rupiah I Riil
t
= Investasi riil pada sektor industri rupiah PDRB Riil
t
= PDRB riil pada sektor industri rupiah UU
t
= Jumlah unit usaha unit DK
t
= Dummy krisis
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang penyerapan tenaga kerja pernah dilakukan oleh Suzana 1990 dalam tulisannya yang berjudul Peranan Sektor Tersier dalam Penyerapan
Tenaga Kerja di Sulawesi Utara, menyimpulkan bahwa sektor primer A merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar di Sulawesi Utara. Namun, proporsinya
terhadap total kesempatan kerja ternyata menurun dari 68,28 persen pada tahun 1971 menjadi 58,28 persen pada tahun 1985. Sebaliknya sektor sekunder M mengalami
kenaikan dari 6,84 persen pada tahun 1971 menjadi 11,13 persen pada tahun 1985. Kenaikan kesempatan kerja di sektor ini sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah yang
mengharapkan pengembangan sektor ini sebagai penunjang sektor pertanian. Seperti halnya sektor sekunder M maka sektor tersier S pula mengalami
kenaikan dari 24,90 persen pada tahun 1971 menjadi 30,59 persen pada tahun 1985. Hal ini menunjukkan bahwa di Sulawesi Utara pada dua dekade terakhir telah terjadi
pergeseran kesempatan kerja dari sektor primer A ke sektor sekunder M dan tersier S. Sektor sekunder M pada periode 1971-1985 mempunyai pertumbuhan kesempatan
kerja yang paling tinggi kemudian disusul sektor tersier S dan primer A. Selain itu, sektor sekunder merupakan sektor yang baik dalam penyerapan tenaga kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Fazrian 2005 yang berjudul ”Peran Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Kota Bogor” menjelaskan bahwa jenis agroindustri yang terdapat di Kota Bogor merupakan industri yang mengolah hasil sumberdaya utama dari sektor
pertanian. Hal ini dilihat dari komoditas hasil pertanian yang umum banyak ditanam para petani seperti kopi, kacang kedelai, padi, dan sebagainya. Peranan tenaga kerja dan
modal dalam upaya peningkatan produksi agroindustri sangat menentukan. Hal ini dapat dilihat dari koefisien regresi untuk komoditas ubi kayu dan tahu. Pengujian hipotesis
secara keseluruhan baik penyerapan tenaga kerja maupun modal terhadap komoditi ubi kayu dan tahu cukup signifikan. Ini bisa dilihat dari uji F-hit dimana nilai F-hit untuk
ubi kayu dan tahu lebih besar dari F tabel-nya F-hit ubi kayu = 358,23, F-tabel 2,06, F- hit tahu =36,68, F-tabel =2,09 untuk taraf nyata 5 persen. Berdasarkan koefisien
peubah bebas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja di sektor agroindustri mampu terserap dalam jumlah yang cukup banyak.
Menurut Octivaningsih 2006 dalam ”Analisis Pengaruh Nilai Upah Minimum Kabupaten terhadap Investasi, Penyerapan Tenaga Kerja, dan PDRB di Kabupaten
Bogor”, menyatakan bahwa besarnya penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur sangat dipengaruhi oleh nilai UMK. Nilai UMK berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur di Kabupaten Bogor. Peningkatan nilai UMK di sektor manufaktur sebesar 1 persen akan menurunkan penyerapan tenaga kerja
sektor manufaktur sebesar 0,61047 persen. Nilai UMK tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor non manufaktur di Kabupaten Bogor. Kondisi
ini terjadi karena pada sektor non manufaktur di Kabupaten Bogor, para pekerja bersedia bekerja pada berapapun tingkat upah agar kebutuhan hidup mereka dapat
tercukupi. Pengaruh nilai UMK terhadap PDRB di Kabupaten Bogor jika dilihat dari pengaruh nilai UMK terhadap penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur dan non
manufaktur adalah negatif. Hal tersebut dikarenakan nilai dugaan parameter UMK sektor non manufaktur tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor non
manufaktur. Penelitian terdahulu membahas tentang peranan sektor agroindustri, sektor
tersier maupun sektor manufaktur terhadap penyerapan tenaga kerja, serta membahas tentang dampak yang terjadi akibat adanya upah minimum regional terhadap
penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, penelitian ini lebih membahas pada : 2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja untuk sektor industri dan dengan menambahkan variabel jumlah perusahaan industri di Kota Bogor,
3. Melihat faktor yang lebih berpengaruh terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja
sektor industri di Kota Bogor,
4. Lingkupnya hanya pada sektor industri yang ada di Kota Bogor, dimana Kota
Bogor memiliki karakteristik yang berbeda dengan Kabupaten Bogor.
2.6. Pemikiran Penelitian