124 pelaksananya secara tegas. Meskipun demikian dalam hal dukungan dana masih
dirasa belum cukup, namun telah tegas menguraikan sumber pembiayaan, besaran dana, dan mekanisme pencairan. Dana operasional dalam kebijakan ini disebutkan
didukung dari dana APBN. Meskipun tujuan, sasaran, dan rencana aksi telah tersusun dengan baik,
namun hasil penelitian dilapangan menunjukkan fakta bahwa implementasi program bantuan RS-RTLH di Kecamatan Pantai Labu banyak mengalami
hambatan. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam implementasi kebijakan tersebut adalah :
a. Variabel isi kebijakan content of policy
1. Kedudukan pengambil keputusan
Jika ditinjau dari proses rekrutmen keluarga miskin calon penerima bantuan, keputusan akhir di tingkat kabupaten sebenarnya berada pada Dinas
Sosial melalui Kepala Bidang Bantuan Sosial dan kasinya. Instansi ini mempunya kewenangan penuh untuk merekomendasikan nama-nama yang akan mendapat
bantuan ke provinsi. Namun pada kenyataannya kewenangan ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam proses pendataan, dinas justru menyerahkan
kewenangannya kepada pendamping kecamatan TKSK. Hal ini diakui oleh seluruh penerima bantuan RS-RTLH yang diwawancarai. Akibat penyerahan
wewenang yang tanpa kontrol memadai ini menyebabkan faktor subyektif pendamping menjadi dominan, akibatnya adalah terjadinya salah sasaran dalam
penentuan siapa yang lebih layak mendapat bantuan. Beberapa indikasi yang membuktikan hal tersebut adalah dalam wawancara dengan informan 4,
Universitas Sumatera Utara
125 menyebutkan bahwa ada penerima bantuan yang sebenarnya memiliki rumah yang
layak, namun mendapatkan bantuan juga karena rumahnya yang satunya lagi tidak layak. Hal ini tentu sudah menyalahi aturan dan seharusnya tidak mendapat
rekomendasi. Hal ini sebenarnya tidak dibantah oleh pendamping, namun pendamping tetap menganggap kejadian ini hanya sekedar kelalaian, dan
cenderung menyalahkan kepala desa yang bersangkutan. Dalam wawancara, pendamping masih mengangap sejauh ini program bantuan RS-RTLH sudah tepat
sasaran. Hal yang sama juga terjadi pada rekrutmen pendamping TKSK. Pada
dasarnya pendamping untuk program UEP, Sarling, dan RS-RTLH sudah ditentukan dari Kementerian Sosial sebanyak 5 orang, namun menurut keterangan
informan 2 pendamping dikarenakan pendamping dari Kementerian Sosial masih baru sehingga masih minim data dan pengetahuan di Kecamatan Pantai
Labu, maka dirinya yang mengambil alih seluruh kontrol sebagai pendamping. Dalam hal rekrutmen pendamping TKSK ini tidal melalui mekanisme yang
memadai. Hal ini terjadi karena Dinas Sosial Kabupaten, Dinas Sosial Provinsi, dan Kementerian Sosial hanya menerima saja usulan dari tingkat Kecamatan.
Pada sisi lain, kegiatan RS-RTLH sebenarnya menekankan pada kebersamaan dari seluruh anggota kelompok penerima bantuan, baik dalam
keputusan pembelian material, pencairan dana bantuan hingga tahap pembangunanrehabilitasi. Dengan kebersamaan tersebut diharapkan semangat
gotong-royong dimasyarakat dapat dibangkitkan kembali serta seluruh anggota
Universitas Sumatera Utara
126 kelompok penerima bantuan menjadi subjek yang bertanggung jawab sepenuhnya
atas tindakan-tindakan kelompok. Pada kenyataannya, proses pengambilan keputusan dalam program RS-
RTLH di Kecamatan Pantai Labu di ambil alih oleh pendamping TKSK, bahkan kelompok yang dimaksud tidak pernah dibentuk. Meskipun dalam wawancara
informan 1 dan informan 2 menyebutkan bahwa penerima bantuan membentuk kelompok tiap desa, dana akan dicairkan melalui rekening kelompok, dan
kelompok yang melaksanakan tahap-tahap pembangunan mulai dari pencairan dana, pembelian material, hingga membangun oleh kelompok itu sendiri.
Kenyataan yang terjadi di lapangan tidaklah demikian. Informan 3 dan informan 4 menyebutkan dalam wawancara, bahwa mereka tidak pernah membuat kelompok,
tidak pernah menerima uang, tidak pernah ikut bertukang membangun dalam program RS-RTLH ini dengan alasan sudah ada tukang dari dinas dan memang
sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk bertukang. Pada proses pengambilan keputusan penentuan calon penerima bantuan,
penetapan pendamping TKSK, dan penentuan material pembangunan dan proses pembangunan yang seharusnya dibentuk kelompok, tidak memenuhi standar
mekanisme yang telah ditetapkan menyebabkan proses implementasi kegiatan tidak berjalan efektif. Akibatnya keputusan yang diambil tidak sesuai harapan
karena sangat bergantung pada kepentingan pengambil keputusan dan situasi setempat. Hal ini sesuai pendapat Grindle
Universitas Sumatera Utara
127
2. Pelaksana kebijakan