127
2. Pelaksana kebijakan
Menurut pengamatan peneliti belum memiliki komitmen yang memadai untuk melaksanakan tugasnya masing-masing sesuai dengan Pedoman Teknis
Pelaksanaan Bantuan. Hal ini terlihat dari kenyataan di lapangan bahwa yang membuat laporan pertanggungjawaban itu adalah pendamping itu sendiri, yang
seharusnya laporan pertanggungjawaban dibuat oleh penerima bantuan di bantu oleh pendamping, dan pendamping membuat laporan hasil pelaksanaan
dampingannya kepada Dinas Sosial Kabupaten, Dinas Sosial Provinsi, dan Kementerian Sosial.
Dalam hal monitoring dan evaluasi yang seharusnya dilaksanakan oleh Kementerian Sosial dan sepenuhnya dibantu oleh Dinas Sosial Provinsi dan
Kabupaten, agar proses pelaksanaannya sesuasi dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, namun kenyataannya dilapangan Dinas Sosial Provinsi dan Dinas
Sosial Kabupaten tidak pernah turun langsung ke lapangan untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Hal ini menyebabkan ada beberapa hal yang terjadi yang
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti kelompok yang tidak pernah terbentuk, dana yang tidak pernah di terima penerima bantuan, sehingga yang
terjadi penerima bantuan tidak mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya dan hanya menerima apa adanya dari pendamping tanpa ikut
terlibat dalam prosesnya. Demikian juga dalam keterlibatan aparat desa setempat. Dinas sama sekali
tidak melibatkan mereka. Padahal aparat desa adalah lembaga resmi negara yang paling dekat dengan kelompok sasaran, sehingga mereka dapat memantau
Universitas Sumatera Utara
128 perkembangannya setiap saat. Dalam hal ini informan 2 mengatakan bahwa peran
kepala desa dan kepala dusun hanya dalam hal pendataan. Setelah itu tidak ada lagi keterlibatan mereka. Pendampingan tidak ada, pemantauan juga sudah ada
dari pendamping. Pendampingan dan pemantauan kelompok semestinya tidak boleh hanya
mengandalkan peran pendamping, apalagi jika tingkat komitmennya relatif rendah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan informan 3 dan 4 yang menyatakan
bahwa pendamping tidak pernah turun dalam proses pembangunan. Agar dapat berjalan dengan baik, implementasi kebijakan harus didukung
oleh personil yang profesional dan mempunyai komitmen terhadap kebijakan tersebut. Hal ini tidak terlihat pada implementasi kebijakan pemberian bantuan
RS-RTLH di Kecamatan Pantai Labu. Teori Grindle dalam implementasi kebijakan menyebutkan bahwa
manakala pelaksanaan program memiliki kemampuan dan dukungan yang dibutuhkan oleh kebijakan, maka tingkat keberhasilannya akan tinggi. Oleh
karena itu rendahnya komitmen petugas dalam implementasi pemberian bantuan RS-RTLH di Kecamatan Pantai Labu tentu saja hal ini menjadi faktor penghambat
pelaksanaan program.
3. Sumber Daya yang disediakan