terjadinya „exploitation de l‟homme par l‟homme‟ atau eksploitasi manusia oleh
manusia lain. Kondisi tersebut bertentangan dengan formulasi Trisakti yakni berdikari
dibidang ekonomi, yang menekankan sentralnya peran negara-bangsa sebagai instrumen utama serta berpegang pada prinsip usaha bersama atas asas
kekeluargaan. Pledoi “Indonesia Menggugat” Soekarno juga menjadi sebuah
cetak biru bagi gagasan Trisakti, khususnya mengenai pemahaman akan kelahiran sebuah bangsa baru yang merdeka. Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara
merupakan sebuah entitas sendiri, yang terbentuk karena menolak kesewenang- wenangan terjadi.
Karakteristik pemikiran Soekarno lainnya, yakni non-kooperatif juga dapat dilihat dalam Trisakti. Gagasan Trisakti menjadikan kedaulatan serta kemandirian
sebagai fondasi utama sebuah bangsa yang merdeka. Oleh karena itu sifat kooperatif Indonesia diwujudkan dalam bentuk kooperasi dengan syarat.
Trisakti tidak menghalang-halangi kerjasama dengan negara-bangsa lain dalam konteks politik maupun ekonomi. Negara memiliki kebebasan untuk
menentukan negara-negara mana saja yang dapat atau tidak dapat bekerja sama dengan syarat kerjasama tersebut tidak bersifat imperialistik
dan tanpa harus bergantung nasib kepada bangsa lain.
2.1.2. Trisakti sebagai Tahapan Revolusi
Universitas Sumatera Utara
Soekarno dalam pemikirannya mengenai cita-cita kemerdekaan Indonesia memiliki pandangan bahwa terwujudnya sebuah kemerdekaan merupakan wujud
dari selesainya sebuah revolusi. Revolusi bagi Soekarno merupakan sebuah kepastian sejarah dan merupakan hal yang terjadi secara berkesinambungan.
Dala m tulisannya yang berjudul “Djalannya Revolusi Kita” atau disingkat
menjadi “Djarek”, Soekarno mengamini ucapan Lenin pemimpin gerakan komunis dari Rusia yang mengatakan bahwa tanpa teori revolusioner, tidak akan
ada gerakan revolusioner
39
. Soekarno kemudian menerjemahkan hal tersebut dengan rumusan “tanpa adanya ideologi dan konsepsi nasional yang dirumuskan
secara tegas dan jelas, kemerdekaan indonesia tidak mungkin dapat diperjuangkan dan dibina”
40
. Soekarno mengatakan revolusi selesai apabila cita-cita kemerdekaan sudah
terealisasi atau terwujud. Kemerdekaan diartikan sebagai sebuah kelanjutan dari revolusi indonesia yang berkesinambungan. Revolusi tidak berhenti pada fase
mendobrak tatanan yang sudah mapan, akan tetapi juga harus dibarengi dengan tindakan membangun. Hal inlah yang disinyalir menjadi akar perbedaan soekarno
dengan Hatta. Mohammad Hatta menganggap bahwa revolusi sudah selesai, sedangkan Soekarno masih gandrung akan revolusi
41
. Landasan pemikiran mengenai teori revolusioner untuk melanjutkan cita-cita
kemerdekaan Indonesia ini kemudian di tuliskan Soekarno ke dalam Panca
39
Paharizal. Op. Cit.. Hal. 50
40
Ibid. Hal. 52
41
Kasenda, Peter. Op. Cit. Februari 2014. Hal. 70.
Universitas Sumatera Utara
Azimat Revolusi Indonesia. Panca Azimat Revolusi yang di deklarasikan oleh Soekarno merupakan analisis Soekarno terhadap tahapan-tahapan Revolusi yang
di hadapi Indonesia. Keniscayaan Soekarno akan sebuah „revolusi yang terus-terusan menjebol
dan tidak berhenti‟ mendasari ini. Panca Azimat Revolusi pertama kali di deklarasikan oleh Soekarno dalam pidatonya yang berjudul “BERDIKARI”.
Pidato ini sendiri disampaikan pada 17 Agustus 1965. Soekarno mengatakan: “Panca azimat adalah pengejawantahan daripada jiwa nasional kita,
konsepsi nasional kita yang terbentuk disepanjang sejarah 40 tahun lamanya... Azimat Nasakomlah yang lahir terlebih dahulu, dalam tahun
1926, karena persatuan nasakom itulah sesungguhnya senjata kita yang paling ampuh, dulu untuk merebut, sekarang untuk mengkonsolidir
kemerdekaan nasional. Azimat kedua adalah azimat Pancasila, yang lahir pada
bulan Juni
1945...ketika itu
opgave terpokok
adalah menemukansuatu dasar negara, dan maka itulah lahir Pancasila. Azimat
ketiga adalah azimat manipolusdek, yang baru lahir 14 tahun lamanya mengalami masa republik merdeka, azimat yang berupa program umum
revolusi, yang inti sarinya tidak boleh dimodulir atau diamendir. Azimat keempat adalah azimat Trisakti yang baru lahir tahun lalu... azimat kelima
adalah azimat berdikari, yang terutama tahun ini aku canangkan.
42
“ Panca azimat sebagai konsepsi nasional Indonesia dijabarkan kedalam lima
gagasan yakni Nasakom, Pancasila, Manipol-Usdek, Trisakti dan Berdikari.
I. Nasionalis, Agamis, dan Komunis Nasakom.
Pada azimat pertama yaitu Nasakom, Soekarno menekankan kebutuhan penggalangan persatuan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Hal ini
jauh-jauh hari sudah berada dalam pemikiran Soekarno yaitu tahun 1926, tepatnya
42
Ir. Soekarno. Op. Cit. 2015. Jilid II. Hal. 695.
Universitas Sumatera Utara
dalam tulisan Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Soekarno melihat kondisi Indonesia pada saat itu dalam konteks situasi terjajah dan ketiadaan kekuatan
untuk melawan penjajah mencoba menggali kekuatan gerakan-gerakan yang tersedia untuk mengentaskan kondisi tersebut.
Filsafat yang mendominasi pergerakan-pergerakan di Indonesia pada saat itu adalah sintesis dari tiga ketegangan yaitu 1 prinsip-prinsip nasionalis
revolusioner yang diprakarsai oleh PNI 2 sosialisme elektis yang disodorkan oleeh Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir; dan 3 sosialisme religius yang
berakar tahunan sejak Sjarekat Islam SI. Penyimpangan-penyimpangan dari filsafat sosialisme ini berasal dari kelompok komunis stalinis dan kelompok
komunis nasionalis sayap kiri Tan Malaka
43
. Hal ini yang kemudian di identifikasi oleh Soekarno didalam gerakan-gerakan berbasis Nasionalis, Agamis, dan
Komunis. Dalam Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme Soekarno menyoroti
permasalahan perbedaan Ideologi ataupun adanya ambisi-ambisi pribadi daripada dunia pergerakan politik pada tahun 1920-an. Soekarno menyoroti perpecahan
antara Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia PKI yang saling serang satu sama lain dan dianggapnya justru menghancurkan gerakan nasionalisme Indonesia
pada saat itu
44
.
43
Kasenda, Peter. Op. Cit. April 2014. Hal. 25.
44
Kasenda, Peter. Op. Cit. Februari 2014. Hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
Mengacu kepada filsafat setiap gerakan-gerakan pada masa itu, Soekarno menyerukan perlu terjadi kerjasama yang lebih erat antara ketiga golongan
“besar” di atas untuk bersatu mengusir pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal ini ditambah lagi dengan kesamaan diantara gerakan-gerakan tersebut yang anti
terhadap kolonialisme belanda. Adanya kesamaan persepsi terhadap kolonialisme menjadi alasan kuat agar diperlukannya persatuan antar gerakan-gerakan tersebut.
Obsesi persatuan tersebut digali Soekarno bersumber dari budi nurani manusia yang paling mendasar yaitu keinginan untuk bebas dari segala
penindasan dan ketidak adilan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Soekarno: “... Untuk Islamis sejati, maka dengan lekas saja teranglah baginya bahwa
tak layaklah ia memusuhi paham Marxisme yang melawan peraturan Meerwarde itu, sebab ia tak lupa pula bahwa Islam yang sejati juga
memerangi peraturan itu; ia tak lupa bahwa Islam yang sejati melarang keras akan perbuatan memakan riba dan memungut bunga. Ia mengerti
bahwa riba ini pada hakikatnya tiada lain daripada meerwaarde-nya paham Marxisme itu
45
. ”
“… kaum Marxis harus ingat, bahwa pergerakannya itu, tak boleh tidak, pastilah menumbuhkan rasa nasionalisme di hati sanubari kaum buruh
Indonesia, oleh karena modal di Indonesia kebanyakan adalah modal asing
… dan menumbuhkan suatu keinginan pada nationalemacht politiek dari rakyat sendiri
46
. ”
“… dengan jalan yang jauh kurang sempurna, kita mencoba membuktikan bahwa paham Nasionalisme, Islamisme, Marxsisme itu dalam negeri
jajahan pada beberapa bagian menutupi ssatu sama lain...tetapi kita yakin bahwa kita dengan terang-benderang menunjukkan kemauan kita menjadi
satu. Kita yakin bahwa pemimpin-pemimpin Indonesia semuanya insaf bahwa persatuan yang membawa kita ke arah ke-besar-an dan ke-
merdeka-an.
47
. ”
45
Ir. Soekarno. 2015. Jilid I. Op. Cit. Hal. 14.
46
Ibid. Hal. 24.
47
Ibid. Hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
Titik fokus dalam tulisan “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” yang
menitikberatkan kepada penggalangan persatuan ketiga kelompok diatas tergolong gagasan yang berani. Tak jarang kesan utopis dialamatkan kepada
Soekarno akan gagasannya tersebut mengingat ketegangan antara ketiga kelompok mencapai titik jenuh.
Hal ini yang pada kemudian hari di coba lagi oleh Soekarno untuk diterapkan dalam Pemerintahan Negara Indonesia. Pada masa Demokrasi
Terpimpin, Soekarno mencetuskan kembali semangat persatuan ketiga golongan tersebut dalam konsep politik NASAKOM, yang merupakan akronim dari
Nasionalis, Agamis, dan Komunis. Gagasan ini mengandung makna bahwa PNI untuk Nasionalisme, NU untuk agama, dan PKI untuk komunisme, ketiga
kekuatan politik dalam pemerintahan saat itu untuk dapat sama-sama berperan dalam pemerintahan di setiap tingkatan, sehingga akan menghasilkan suatu sitem
yang antara lain akan didasarkan pada koalisi-koalisi kekuatan-kekuatan politik yang berpusat di Jawa.
II. Pancasila
Pancasila merupakan hasil pemikiran Soekarno yang ia gali dari keluhuran budi Bangsa Indonesia. Kelahiran Pancasila pada 1 Juni 1945 yang sebelumnya
telah di usulkan Soekarno dalam sidang BPUPKI memicu perdebatan alot diantara kalangan nasionalis muslim yang menginginkan Islam sebagai dasar
negara dengan nasionalis sekuler yang menolak hal tersebut. Pancasila sebagai
Universitas Sumatera Utara
sebuah ideologi dan sebagai falsafah dasar negara Indonesia menandakan kegandrungan Soekarno akan sebuah persatuan.
Pancasila merupakan usaha Soekarno untuk mewujudkan sintesis dari persatuan dalam bentuk nyata. Pancasila sebagai sebuah pemikiran berakar dari
Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi yang pada tahun 1932 disebutkan Soekarno sebagai Marhaenisme.
Marhaenisme adalah prinsip yang menghendaki suatu struktur dan tertib sosial yang melayani kaum Marhaen dalam segala hal. Marhaenisme juga
dipahami sebagai cara perjuangan dan sekaligus juga prinsipnya yang bertujuan mengusir setiap bentuk kapitalisme dan imperialisme
48
. Soekarno mengatakan:
“Dua dasar pertama...kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras menjadi satu. Itulah yang dahulu saya namakan sosio-nasionalisme. Demikian juga, ....
politieke-economische democratie, yaitu politieke democratie dengan sociale rechtsvaadigheid... dapat diperas menjadi satu dinamakan sosio-demokrasi. Yang
terakhir adalah kepercayaan kepada Tuhan. Jadi, yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, dan Ketuhanan
49
.”
Selanjutnya, Soekarno mengatakan bahwa ketiga dasar tersebut dapat diperas menjadi satu prinsip saja yaitu gotong royong. Hal ini dikatakan Soekarno
“...Jikalau saya peras lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya perkataan Gotong Royong
50
.” Gotong royong yang merupakan hasil dari “perasan” kelima sila dalam
pancasila bermakna dalam suatu kerja sama ada lebih dari satu orang yang terlibat
48
Kasenda, Peter. Op.Cit. Februari 2014. Hal. 121
49
Ibid. Hal. 120.
50
Ibid. Hal. 121.
Universitas Sumatera Utara
dalam suatu pekerjaan; kerja memerdekakan Indonesia, kerja membangun bangsa, kerja menyelesaikan revolusi Indonesia dan kerja mensejahterakan rakyat
Indonesia. Keterlibatan lebih dari satu orang inilah yang kemudian memunculkan
kenyataan bahwa antara satu orang dengan orang lainnya saling berbeda-beda baik secara fisik maupun jalan fikiran. Justru karena perbedaan-perbedaan inilah
orang-orang saling bekerjasama. Gotong royong memiliki pemaknaan kebangsaan orang-orang yang saling
berbeda dan persatuan internasionalismeperikemanusiaan untuk menciptakan kesejahteraan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Agar kerja sama
mereka dapat berjalan dengan baik, maka harus ada komponen demokrasi di dalamnya permusyawaratanperwakilan dan dilandasi oleh keyakinan terhadap
nilai perikemanusiaan yang terkandung di dalam agama mereka masing-masing. Prinsip-prinsip Pancasila menggambarkan keinginan Soekarno untuk
membentuk suatu dasar ideologi yang bisa menyatukan berbagai golongan di Indonesia. Pada dasarnya Pancasila bisa dilihat sebagai program perjuangan
progresif anti-kolonial dan anti-imperialis sebagaimana telah digagas lama oleh Soekarno. Ideologi yang dirumuskan menjadi pancasila tersebut menjawab
harapan rakyat Indonesia, yaitu kemerdekaan, pembebasan dari penjajahan,
Universitas Sumatera Utara
dicapainya persamaan hak dengan negara-negara lain dan ditegakkan nya kedaulatan nasional
51
.
III. Manipol USDEK
Manipol USDEK dicanangkan oleh Soekarno pertama kali pada pidato 17 Agustus 1959. Manipol USDEK menandai sebuah awal baru pemerintahan
Indonesia pada saat itu, yakni dengan diterapkannya pemerintahan yang sentralistik dalam Demokrasi Terpimpin, yang menggantikan Demokrasi
Parlementer yang telah diterapkan dari 1950-1959. Peralihan dari Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin di dasari
oleh ketidaksenangan Soekarno terhadap Demokrasi Parlementer. Soekarno menilai demokrasi Barat cara lain ia menyebutkan Demokrasi Parlementer yang
bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan negara, sehingga dianggap menjauhkan Indonesia ke tujuan masyarakat yang adil dan makmur.
Menurut Soekarno, penerapan sistem demokrasi barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia.
Soekarno menyoroti jumlah partai politik yang jumlahnya terlalu banyak 40 Partai pada saat itu yang disinyalir memicu ketidakstabilan tersebut. Hal ini yang
kemudian menjadi titik tekan Soekarno untuk dibubarkan.
51
Kusuma Djaya, Ashad. 2014. Soekarno: Perempuan dan Revolusi: Sebuah Biografi Politik dan Intelektual. Bantul: Kreasi Wacana. Hal. 156.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu Soekarno menilai demokrasi Liberal memiliki muatan Nekolim karena terlalu kompromistis dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh bangsa-
bangsa asing melalui perjanjian-perjanjian internasional. Hal ini dikhawatirkan bisa menyebabkan terkikisnya rasa nasionalisme dan jiwa revolusi.
Faktor lainnya kegagalan era demokrasi parlementer adalah ketiadaan semangat yang revolusioner dalam merumuskan langkah strategis di bidang
politik dan ekonomi sejak 1950. Karena itu, harus dikembalikan lagi ke dasar pemikiran pendirian Republik Indonesia pada 1945, yaitu semangat yang
menggelora dalam melakukan tindakan-tindakan yang revolusioner. Semboyan “Revolusi belum selesai” menjadi wacana baru untuk menciptakan satu tatanan
ekonomi nasional. Disinilah Soekarno kembali menyuarakan pentingnya melanjutkan revolusi dengan jalan demokrasi dan ekonomi terpimpin dalam
menjalankan kepemerintahan
52
. Peralihan dari sistem pemerintahan parlementer ke demokrasi terpimpin
yang cenderung terpusat pada sosok Soekarno dipengaruhi oleh pemikiran Soekarno yang berpijak pada Marhaenis Marxis. Pada masa itu terlihat secara
jelas pengaruh marxis mengingat Soekarno membicarakan mengenai Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi. Soekarno mengatakan pembangunan politik
hendaknya sejalan dengan pembangunan ekonomi, dimana seseorang yang
52
Iman Toto Kahardjo. Op. Cit. Hal. 29.
Universitas Sumatera Utara
mengecap kebebasan politik, seharusnya mengecap kesejahteraan sosial. Karena itu, soekarno tidak menyetujui terjadinya Demokrasi Parlementer
53
. Atas dasar itu kemudian Bung Karno mengembangkan Manifesto Politik
Manipol dan USDEK Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia sebagai
kerangka dasar membangun Sosialisme Indonesia. Hal tersebut dikatakan sebagai manifesto karena pada pendeklarasian tersebut Soekarno mengucapkan berbagai
persoalan pokok program-program revolusi dan pedoman bagi pelaksanaan revolusi Indonesia.
Soekarno mengemukakan bahwa revolusi yang terjadi di Indonesia, terhitung semenjak tahun 1945 sampai saat itu, tahun 1959, adalah revolusi yang
terjadi secara bertingkat. Indonesia menurut Soekarno telah melewati fase awal dari revolusi, yakni physical revolution yang terjadi pada 1945-1950, dan juga
telah melewati fase survival yang terjadi pada rentang tahun 1950-1955. Tahapan selanjutnya, tahapan tertinggi dari revolusi adalah menyelesaikan revolusi, artinya
pada tahapan inilah rakyat indonesia memasuki periode revolusi sosial-ekonomi, untuk mencapai tujuan akhir, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan
makmur, tata-tentrem-kerta-raharja
54
. Dalam penilaian Soekarno, untuk menyelesaikan revolusi atau mewujudkan
kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya tersebut haruslah ada perjuangan
53
Kasenda, Peter. Op. Cit. Februari 2014. Hal. 92.
54
Paharizal, Op. Cit. Hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
untuk mewujudkannya. Tahap awal yang harus dilakukan adalah mempersiapkan bekal dan alat-alat untuk mewujudkannya. Bekal dan alat inilah yang oleh
Soekarno diistilahkan dengan investment atau modal nasional. Ada tujuh komponen yang ditunjukkan oleh Soekarno sebagai modal nasional untuk
menyelesaikan revolusi. Ketujuh komponen tersebut adalah: 1.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai penjelmaan jiwa Pancasila. 2.
Hasil dari segenap pikiran dan hasil kerja rakyat Indonesia, terhitung semenjak 1945 sampai dengan detik ini.
3. Pertumbuhan dan kekuatan ekonomi yang berada di bawah pengawasan
nasional. 4.
Aparatur pembela negara militer, penegak hukum polisi, dan administrasi pemerintahan yang berkomitmen menyelesaikan revolusi
Indonesia. 5.
Memberdayakan potensi rakyat Indonesia yang selalu bertambah jumlahnya untuk memperkuat perekonomian nasional.
6. Kepercayaan pada kemampuan dan keuletan bangsa sendiri.
7. Memanfaatkan kekayaan alam yang sangat berlimpah untuk kepentingan
mensejahterakan rakyat indonesia. Selain berfokus pada pembangunan internal Indonesia, Soekarno dalam
Manipol-Usdek semakin memantapkan posisi Indonesia untuk menolak kehadiran Nekolim, yang direpresentasikan dalam bentuk perjanjian-perjanjian internasional
Universitas Sumatera Utara
di bidang politik, maupun ekonomi yang dinilai tidak sesuai dengan jiwa sosio- nasionalisme Indonesia.
IV. Trisakti
Trisakti kali pertama dimunculkan Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1964 dalam pidatonya yang berjudul
“Tahun Vivere Pericoloso”. Soekarno dalam pidatonya menyampaikan bahwa telah memformulasikan Trisakti sebagai jalan
revolusi bangsa Indonesia. Gencarnya ancaman kapitalisme liberal untuk masuk ke dalam sistem
pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan, terkhusus pada masa demokrasi parlementer menuntut perubahan Indonesia agar dapat survive sebagai sebuah
bangsa dan melanjutkan cita-cita revolusi. Soekarno kemudian menggagas Trisakti, sebagai pola pembangunan nasional yang bertumpu pada kemandirian.
Prinsip kemandirian telah dirumuskan oleh Soekarno jauh hari sebelum Indonesia merdeka, didalam surat pembelaannya yang kemudian hari terkenal
dengan Pledoi Indonesia Menggugat di depan pengadilan kolonial pada 16 Juni 1930.
“…
kekuasaan politik, kemerdekaan, hanyalah bisa didatangkan oleh usaha rakyat Indonesia sendiri Kaum imperialisme sudah semustinya menghalangi
kami; dari sistem imperialisme, yang hidupnya daripada penjajahan itu, kami tak harus mengharapkan sokongan memberhentikan penjajahan itu. Nasib kami
adalah di dalam genggaman kami sendiri; keselamatan kami adalah di dalam kemauan kami sendiri, di dalam tekad kami sendiri, didalam kebiasaan kami
sendiri, di dalam usaha kami sendiri. Semboyan kami tidaklah meminta-minta, tidaklah mengemis, tidaklah mendiacancy
…tetapi seboyan kami haruslah
Universitas Sumatera Utara
noncooperation, lebih benar: selfhelp. Zelferwerkelijking, selfrehance Sebagai yang kami lambangkan dengan perlambang kepala banteng
55
”
Setahun setelah pidato kenegaraannya tanggal 17 Agustus 1964, Soekarno kembali menekankan pentingnya Trisakti sebagai sebuah konsepsi nasional
Indonesia. Gagasan Trisakti kembali diutarakan Soekarno dalam pidato nya yang berjudul BERDIKARI, pada tanggal 17 Agustus 1965.
Trisakti sebagai sebuah gagasan merupakan harapan Soekarno mengenai tahapan sejarah bangsa, yang disebutnya dengan “Revolusi Belum Selesai”.
Secara fisik, Indonesia telah berhasil melakukan revolusi dan memperoleh kemerdekaannya. Akan tetapi dengan ancaman Nekolim yang sedang
mendominasi dalam sendi-sendi kehidupan politik maupun ekonomi dunia, dapat menjadikan bangsa Indonesia secara hegemonik terjajah.
Dipandang sebagai suatu gagasan, maka perlu adanya identifikasi dan verifikasi atas pembenaran-pembenaran pengetahuan di dalam gagasan trisakti.
Trisakti sendiri memiliki pengertian tiga prinsip kemandirian berbangsa dan bernegara. Dalam pidato TAVIP, Trisakti dijadikan sebagi garis besar haluan
negara dan harus dipenuhi oleh bansa indonesia bila ingin menjadi masyarakat adil dan makmur. Sebagi garis besar haluan negara, tentunya di dalam trisakti
terdapat pengetahuan atau konsepsi tentang bagaimana wujud dan rumusan tiga prinsip tersebut.
55
Paharizal. Op. Cit. Hal. 74.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip pertama Trisakti adalah berdaulat dalam politik. Berdaulat politik sendiri mempunyai pengertian pengakuan utuh atas kekuasaan tertinggi.
Kekuasaan ini memiliki kaitan dengan pengakuan kemerdekaan oleh negara lain. Secara teoritis, pengakuan kemerdekaan oleh negara lain di bedakan menjadi dua,
yaitu de jure dan de facto. Kemerdekaan de jure, yaitu adanya pengakuan terhadap suatu negara secara
resmi dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara internasional, sementara kemerdekaan de facto berarti diakui oleh negara lain mengingat sudah
terpenuhinya unsur-unsur pembentuk suatu negara seperti mempunyai batas-batas wilayah, pemimpin yang memerintah dan rakyat yang diperintah.
Pengakuan secara de facto dan de jure terhadap Indonesia pada saat itu nyatanya tidak mengendurkan rongrongan dari negara-negara asing untuk
mengganggu kedaulatan politik Indonesia. Bentuk-bentuk rongorongan asing ini antara lain perseteruan dengan Belanda dalam pembebasan Irian Barat serta
konflik dengan Malaysia. Penolakan Belanda untuk mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia
sesuai kesepakatan dalam Konfrensi Meja Bundar tahun 1949 merupakan bentuk pelanggaran terhadap kedaulatan negara Indonesia. Soekarno menilai hal ini
merupakan bentuk dari Nekolim yang berusaha untuk menjadikan Irian Barat sebagai negara boneka. Diplomasi paksaan Soekarno, pada tahun 1962 pada
akhirnya berhasil mengembalikan Irian Barat ke kekuasaan Indonesia. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
merupakan bentuk dari upaya Soekarno untuk mewujudkan kedaulatan politik Indonesia yang diancam oleh Nekolim.
Konfrontasi dengan Malaysia, menurut Soekarno merupakan bukti bahwa pengaruh Nekolim di negara-negara dunia ketiga sangat kuat. Keterlibatan Inggris
terkait kepentingan ekonominya di wilayah Brunei, Sarawak, serta Sabah, berujung pada dukungannya untuk peleburan wilayah tersebut kedalam Federasi
Malaysia. Kondisi ini menurut Soekarno selain melanggar perjanjian Manila juga membahayakan revolusi Indonesia.
Penolakan Indonesia ditunjukkan dengan sikap politik Soekarno yang menyatakan “ganyang Malaysia”. Dengan prinsip anti Nekolimnya, penolakan
Indonesia terhadap Malaysia berlanjut pada sikap Soekarno yang mengancam akan kerluar dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-
Bangsa apabila “negara boneka” Malaysia dijadikan anggota Dewan keamanan PBB
56
. Bentuk-bentuk intervensi lain yang mengancam kedaulatan politik Indonesia
diwujudkan Belanda dibantu dengan sekutu-sekutunya seperti AS, Inggris, Perancis, dan lain-lain, ikut meruntuhkan kedaulatan RI melalui sabotase-sabotase
pada ekonomi dalam negeri yang mengakibatkan krisis. Disisi lain juga, mereka turut membiayai militer Belanda yang sedang berkonfrontasi dengan Indonesia
dalam masalah Irian Barat.
56
Ashad Kusuma Djaya. Op.Cit. Hal. 294.
Universitas Sumatera Utara
Selain pengakuan akan kedaulatan politik, Soekarno juga menilai diperlukannya sebuah terobosan baru dalam pemikiran perpolitikan luar negeri
saat itu. Hal ini dilihat Soekarno dengan mengerucutnya konstelasi ideologi di dunia kedalam dua kutub besar, yakni Blok Barat dan Blok Timur. Menurut
Soekarno, kebijakan antikomunisme yang dijalankan Barat untuk membendung pengaruh Uni Soviet merupakan pemasungan terhadap penolakan hak kesetaraan
semua bangsa di dunia dalam bersuara. Berangkat dari kondisi tersebut, Soekarno kemudian menginisiasi sebuah
kerjasama baru antara negara-negara dunia ketiga yang baru saja melepaskan diri dari kolonialisme, hal tersebut dibuktikan dengan dibentuknya Gerakan Non Blok
GNB. Persepsi Soekarno mengenai Gerakan Non Blok GNB, yakni memberdayakan dunia ketiga untuk mengikis ketimpangan antara negara-negara
kaya dengan yang miskin
57
. Hal ini masih dianggap relevan mengingat banyaknya forum kerjasama
politik dan ekonomi internasional yang dibentuk tetapi masih gagal menutup kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin, seperti Dialog Utara-Selatan
atau G-15. Sampai saat ini pun, PBB masih belum melepaskan diri dari genggaman kepentingan-kepentingan negara-negara Barat di Dewan Keamanan.
Prinsip kedua adalah berdikari dalam bidang ekonomi. Sebagi prinsip kedua Trisakti tidak dapat dipisahkan dengan kedaulatan politik. Dengan adanya
57
Kasenda, Peter. Op. Cit. April 2014. Hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
pengakuan atas kedaulatan wilayah maka bangsa Indonesia memiliki hak pula untuk mengelola sumber daya ekonomi yang ada tanpa ketergantungan pada
bangsa lain. Hal ini diungkapkan soekarno yakni “untuk membangun suatu negara yang demokratis, maka satu ekonomi merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi
merdeka, tak mungki n kita mencapai kemerdekaan”.
Berdikari ekonomi merupakan ekonomi yang dihasilkan kekuatan sendiri, baik dari sumber bahan, tenaga, keahlian, hingga sampai pada persoalan produksi,
distribusi dan pasar. Oleh karena itu berdikari ekonomi memiliki dasar kerakyatan yakni percaya dengan kedaulatan bangsa sendiri untuk mengelola ekonomi.
Sejalan dengan pandangannya dalam bidang politik, Soekarno juga mengkritik kapitalisme di bidang ekonomi yang tidak sesuai dengan cita-cita
masyarakat Indonesia yang menjadi idaman Soekarno. Kapitalisme menurut Soekarno adalah suatu pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang
memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi. Di satu pihak, pemilik alat produksi telah terjadi akumulasi, sentralisasi, dan konsentrasi kapital, sedangkan
di pihak lain terjadi proses pemiskinan
58
. Imperialisme menurut Soekarno adalah suatu nafsu. Suatu sistem yang
menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa atau negeri lain. Imperialisme bagi soekarno telah menyebabkan bangsanya yang begitu subur, kaya, dan indah
memiliki penduduk yang menjadi gembel. Kolonialisme bisa diartikan sebagai
58
Peter Kasenda. April 2014. Op. Cit. Hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
anak kelahiran dari sistem imperialisme, dan imperialisme merupakan tingkatan tertinggi dari kapitalisme.
Penekanan pada kemandirian ekonomi juga ditunjukkan dengan penolakan terhadap ketergantungan pada bangsa lain. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik
Soekarno yang cenderung non-kooperatif dalam bidang ekonomi. Soekarno bahkan pernah mengutuk Amerika Serikan dengan ungkapannya yang terkenal
yaitu “go to hell with your aid”. Ungkapan tersebut disampaikan di depan
khalayak untuk mengomentari bantuan Amerika pada khususnya dan bantuan asing pada umumnya
59
. Prinsip terakhir adalah kepribadian dalam bidang kebudayaan. Kepribadian
disini dimaknai sebagai suatu identitas berkenaan dengan individu maupun kelompok, suku atau bangsa yang memiliki khas kebudayaan. Oleh karena itu,
konteks dari gagasan trisakti disini adalah kepribadian bangsa yang lahir dari akar kebudayaan sendiri.
“...tahun 1957 penyakit-penyakit itu menonjol lagi, sehingga perlu peringatan- peringatan itu dikemukakan dengan cara yang lebih tandas dan lebih tajam,
bahkan perlu kita membongkar segala norma-norma yang sampai sekian masih kita pakai: Bongkar, buang free fight liberalism Bongkar Ganti dia dengan
“demokrasi terpimpin” Bongkar bongkar jiwa rohani kita, bongkar mental,
Ada “Gerakan Hidup Baru”, - adakan revolusi mental Bongkar Adakan pandangan baru, bongkar,
jangan mandek, tetapi “majulah terus berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945”,-majulah terus
60
”
Ide-ide mengenai berkepribadian dalam budaya kemudian dapat dilihat dalam gagasan Soekarno mengenai revolusi mental. Revolusi mental pertama
59
Ashad Kusuma Djaya. Loc. Cit.
60
Ir. Soekarno. 2015. Jilid II. Op. Cit. Hal. 348.
Universitas Sumatera Utara
sekali digaungkan oleh Soekarno pada tahun 1957, ketika revolusi Indonesia sedang mandek sementara tujuan revolusi itu belum tercapai. Beberapa faktor
yang menyebabkan mandeknya revolusi tersebut antara lain
61
: 1.
Terjadinya penurunan semangan dan jiwa revolusioner para pelaku revolusi, baik rakyat maupun pemimpin nasional.
2. Banyak pemimpin politik Indonesia yang masih mengidap penyakit
mental warisan kolonial, seperti “hollands denken” gaya berpikir
meniru penjajah Belanda. Penyakit itu mencegah para pemimpin tersebut mengambil sikap progressif dan tindakan revolusioner dalam
rangka menuntaskan revolusi nasional. Sementara itu dampak dari praktek kolonialisme selama ratusan tahun memunculkan mentalitas
„nrimo‟ dan kehilangan kepercayaan diri inferiority complex di hadapan penjajah dalam diri rakyat Indonesia.
3. Terjadinya „penyelewengan-penyelewengan‟ di lapangan ekonomi,
politik, dan kebudayaan. Hal ini dipicu oleh penyakit mental rendah diri dan tidak percaya diri dengan kemampuan sendiri. Kondisi ini dipicu
oleh alam berpikir liberal, statis, dan textbook-thinkers berpikir berdasarkan apa yang dituliskan dalam buku-buku.
Esensi dari revolusi mental Soekarno adalah perombakan cara berpikir, cara kerjaberjuang, dan cara hidup agar selaras dengan semangat kemajuan dan
61
http:www.berdikarionline.combungkarnoisme20140707revolusimentalalabungkarno.html diakses pada
hari Senin, 24 Agustus 2015 pada pukul 13.15 WIB.
Universitas Sumatera Utara
tuntutan revolusi nasional. Perombakan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup mempunyai dua tujuan besar: pertama, menanamkan rasa percaya diri pada diri
sendiri dan kemampuan sendiri; dan kedua, menanamkan optimisme di kalangan rakyat dalam menghadapi rintangan dan kesulitan-kesulitan bermasyarakat dan
bernegara. Praksis dari revolusi mental diimplementasikan Soekarno dalam bentuk
“Gerakan Hidup Baru”. Gerakan Hidup Baru adalah penggalangan rakyat untuk membuang semua gaya hidup lama, yang tidak sesuai dengan semangat kemajuan
dan tuntutan revolusi. Gaya hidup rakyat Indonesia juga menjadi titik tekan dalam gagasan ini, seperti upaya menghentikan impor barang-barang kebutuhan hidup
dari luar negeri, penghargaan terhadap produksi nasional, dan membangkitkan kesadaran berproduksi.
2.2. Sejarah Nawacita