Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Udara Dalam Ruangan Parameter Kualitas Udara Dalam Ruangan a Parameter Fisik

standard tersebut adalah udara dimana tidak ada kontaminan pada konsentrasi yang membahayakan yang sudah ditetapkan oleh para ahli dimana sebesar 80 atau lebih para penghuni suatu gedung merasakan ketidakpuasaan dan ketidaknyamanan. Menurut Idham 2003 ada tiga syarat utama yang berhubungan dengan kualitas udara dalam suatu ruang atau Indoor Air Quality yaitu : 1. Level suhu atau panas dalam suatu ruang atau gedung masih dalam batas- batas yang dapat diterima. 2. Gas-gas hasil proses pernafasan dalam konsentrasi normal. 3. Kontaminan atau bahan-bahan pencemar udara berada di bawah level ambang batas kesehatan.

2.2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Udara Dalam Ruangan

Kualitas udara dalam ruang dapat dipengaruhi oleh gas karbon monoksida, radon, senyawa organik yang mudah menguap, partikulat, kontaminan mikroba jamur, bakteri atau massa atau energi stressor yang dapat menimbulkan kondisi yang merugikan kesehatan. Penggunaan ventilasi untuk mencairkan kontaminan merupakan metode utama untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruang gedung. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan adalah aktivitas penghuni ruangan, material bangunan, furniture dan peralatan yang ada di dalam ruang, kontaminasi pencemar dari luar ruang, pengaruh musim, suhu dan kelembaban udara dalam ruang serta ventilasi EPA, 1998. Universitas Sumatera Utara Sedangkan menurut US-EPA 1995 ada empat elemen yang berpengaruh dalam Indoor Air Quality yaitu : 1. Sumber yang merupakan asal dari dalam, luar atau dari sistem operasional mesin yang berada dalam ruangan. 2. Heating Ventilation and Air Conditioning System HVAC. 3. Media yaitu berupa udara. 4. Pekerja yang berada dalam ruangan tersebut mempunyai riwayat pernapasan atau alergi.

2.2.2. Parameter Kualitas Udara Dalam Ruangan a Parameter Fisik

a SuhuTemperatur Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan maskuler. Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20 saja yang dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan Mukono, 2000. Pada suhu udara yang panas dan lembab, makin tinggi kecepatan aliran udara malah akan makin membebani tenaga kerja. Pada tempat kerja dengan suhu udara yang panas maka akan menyebabkan proses pemerasan keringat. Beberapa hal buruk berkaitan dengan kondisi demikian dapat dialami oleh tenaga kerja. Suhu panas dapat mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan., mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris. Sedangkan suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suma’mur, 1996. Universitas Sumatera Utara Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja. Suhu ruangan harus antara 18 o C dan 24°C untuk orang sehat. Meskipun studi tentang Sick Building Syndrome tidak dapat memberikan gambaran suhu yang tepat hasil studi yang ada, karyawan dapat menunjukkan kinerja terbaik saat bekerja pada suhu antara 19 o C dan 20°C ASHRAE 2003b. Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja NIOSH merekomendasikan bahwa suhu tidak boleh melebihi 26°C untuk pria dan 24°C bagi perempuan. Dalam beberapa sumber, menurut Heryuni 1993 untuk lingkungan kerja disarankan mempunyai suhu kering 22°C-26°C dan suhu basah 21°C-24°C. Sedangkan menurut Mukono 1993, temperatur yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja adalah 23°C- 25°C. Dalam laporan yang berasal dari European Commision, menunjukkan bahwa suhu antara 20 dan 26°C merupakan suhu yang cocok bagi lingkungan kerja. b Kelembaban Udara Air bukan merupakan polutan, namun uap air merupakan pelarut berbagai polutan dan dapat mempengaruhi konsentrasi polutan di udara. Uap air dapat menumbuhkan dan mempertahankan mikroorganisme di udara dan juga dapat melepaskan senyawa-senyawa volatile yang berasal dari bahan bangunan seperti formaldehide, amonia dan senyawa lain yang mudah menguap, sehingga kelembaban yang tinggi melarutkan senyawa kimia lain lalu menjadi uap dan akan terpajan pada pekerja Fardiaz, 1992. Ruang yang lembab dan dinding yang basah akan sangat tidak nyaman dan mengganggu kesehatan manusia Pudjiastuti, 1998. Universitas Sumatera Utara Kelembaban udara adalah presentase jumlah kandungan air dalam udara Depkes RI, 2002. Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu : 1. Kelembaban absolut, yaitu berat uap air per unit volume udara. 2. Kelembaban nisbi relatif, yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur tersebut. Secara umum penilaian kelembaban dalam ruang dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam ruang kerja adalah 40-60 dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah 40 atau 60 Depkes RI, 2002. Kelembaban yang relatif rendah yaitu kurang dari 20 dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme Mukono, 2005. c Kecepatan Aliran Udara Kecepatan alir udara mempengaruhi gerakan udara dan pergantian udara dalam ruang. Besarnya berkisar antara 0,15 sampai dengan 1,5 meterdetik, dapat dikatakan nyaman. Kecepatan udara kurang dari 0,1 meterdetik atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara. Sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan kebisingan di dalam ruangan Arismunandar dan Saito, 2002. Tingkat kenyamanan panas dipengaruhi oleh kecepatan udara. Ketika pendinginan diperlukan, dapat dilakukan peningkatan kecepatan udara. Universitas Sumatera Utara Sementara ASHRAE sendiri mensyaratkan ventilation rate jumlah suplai udara dalam ruangan minimal 20 cfmorang dalam suatu gedung dan untuk ruangan khusus seperti ruangan merokok ventilation rate yang disyaratkan sebesar 60cfmorang EPA, 1998. Ventilation rate memang berpengaruh terhadap mitigasi kontaminan dalam ruangan selain juga suplai udara segar bagi penghuni gedung. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa ventilation rate menjadi krusial dalam pencegahan SBS. d Pencahayaan Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi disekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi. Selain itu penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan. Akibat-akibat penerangan yang buruk adalah : 1. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja. 2. Kelelahan mental. 3. Keluhan-keluhan pegal di daerah mata, dan sakit kepala sekitar mata. 4. Kerusakan alat penglihatan. 5. Meningkatnya kecelakaan Budiono dkk, 2003 Adapun pencahayaan yang kurang bisa memaksa mata untuk berakomodasi maksimum sedangkan pencahayaan yang terlalu kuat juga bisa memaksa mata untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk kedalamnya. Universitas Sumatera Utara Kedua kondisi ini pada akhirnya bisa menimbulkan kelelahan dan memicu gejala- gejala SBS lainnya. e Kebisingan Menurut KepMen N0. 48 Tahun 1996 kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan bisa menimbulkan sakit kepala, dan kesulitan berkonsentrasi. Hal ini berpotensi untuk menghasilkan berbagai keluhan termasuk gejala-gejala SBS. Kebisingan dapat berasal dari mesin-mesin industri, alat-alat perkantoran yang menimbulkan bunyi yang cukup tinggi, dan lain-lain. Untuk mencegah kemungkinan gangguan pada manusia terutama ketulian akibat bising noise induced hearing loss, maka telah ditetapkan batas pemaparan yang aman terhadap bising untuk jangka waktu tertentu, dan dikenal dengan sebutan Nilai Ambang Batas threshold limit value. Nilai ambang batas dimaksudkan sebagai batas konsentrasi dimana seseorang dapat terpapar dalam lingkungan kerjanya selama 8 jam perhari, 40 jam seminggu berulang-ulang kali tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan. f Bau Bau merupakan faktor kualitas udara yang penting. Bau dapat menjadi petunjuk keberadaan suatu zat kimia berbahaya seperti Hidrogen Sulfida, Ammoniak, dan lain-lain. Selain itu bau juga dihasilkan oleh berbagai proses biologi oleh mikroorganisme. Kondisi ruangan yang lembab dengan suhu tinggi Universitas Sumatera Utara dan aliran udara yang tenang biasanya menebarkan bau kurang sedap karena proses pembusukan oleh mikroorganisme Mukono, 2005. g Ventilasi Ventilasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menyebabkan terjadinya Sick Building Syndrome. Luas ventilasi ruangan yang kurang dari 10 menurut standard WHO atau ventilation rate kurang dari 20CFM OA memberikan risiko yang besar untuk terjadinya gejala SBS.. Ventilasi yang paling ideal untuk suatu ruangan apabila ventilasi dalam keadaan bersih, luas memenuhi syarat, sering dibuka, adanya cross ventilation sehingga tidak menyebabkan adanya dead space dalam ruangan. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan pencemaran udara merupakan salah satu sebab terbesar gejala SBS. Ventilasi dalam lingkungan kerja ditujukan untuk : 1. Mengatur kondisi kenyamanan ruangan. 2. Memperbaruhi udara dengan pencemaran udara ruangan pada batas normal. 3. Menjaga kebersihan udara dari kontaminasi berbahaya. b Parameter Kimia a. Karbon monoksida CO Karbon monoksida merupakan pencemaran udara yang paling besar dan umum dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahan- bahan yang digunakan sebagai bahan bakar secara tidak sempurna. Misalnya dari pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran sampah Soedomo, 2001. Universitas Sumatera Utara Pengaruh beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara CO dengan Hemoglobin Hb di dalam darah. Hb di dalam darah secara normal berfungsi dalam sistem transport untuk membawa oksigen dari paru-paru. Dengan adanya CO , Hb, dapat membentuk COHb. Jika terjadi demikian maka kemampuan darah untuk mentransport oksigen menjadi berkurang. Polusi udara oleh CO juga terjadi selama merokok. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terhisap tersebut mengakibatkan kadar COHb di dalam darah meningkat Fardiaz, 1992. Jika CO terhirup dapat mengakibatkan hal-hal sebgai berikut Kusnoputranto, 2002 : 1. Gangguan keseimbangan refleksi, sakit kepala, pusing, koma, kerusakan sel otak dengan keterpajanan CO selama 1 jam atau lebih dengan konsentrasi 50-100 ppm. 2. Menyebabkan sakit kepala yang cukup berat, pusing, koma, kerusakan sel otak dengan keterpajanan selama 2 jam dengan konsentrasi CO sebesar 250 ppm. 3. Keterpajanan CO selama 1 jam dengan konsentrasi 750 ppm menyebabkan kehilangan kesadaran, keterpajanan 3-4 jam menyebabkan kematian.

b. NO

Dokumen yang terkait

Hubungan Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara Dalam Ruang dan Faktor Demografi terhadap Kejadian Gejala Fisik Sick Building Syndrome (SBS) pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

1 18 175

Analisis Determinan Keluhan Sick Building Syndrome (SBS) Pada Pekerja Gedung PT Pelita Air Service Tahun 2016

14 66 165

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

1 5 15

Analisa Kualitas Fisik Dan Mikrobiologi Udara Ruangan Ber-AC Dan Keluhan Sick Building Syndrome Pada Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan Di Gedung Walikota Medan Tahun 2015

0 0 2

Analisa Kualitas Fisik Dan Mikrobiologi Udara Ruangan Ber-AC Dan Keluhan Sick Building Syndrome Pada Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan Di Gedung Walikota Medan Tahun 2015

0 0 7

Analisa Kualitas Fisik Dan Mikrobiologi Udara Ruangan Ber-AC Dan Keluhan Sick Building Syndrome Pada Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan Di Gedung Walikota Medan Tahun 2015

0 0 43

Analisa Kualitas Fisik Dan Mikrobiologi Udara Ruangan Ber-AC Dan Keluhan Sick Building Syndrome Pada Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan Di Gedung Walikota Medan Tahun 2015

0 0 4

Analisa Kualitas Fisik Dan Mikrobiologi Udara Ruangan Ber-AC Dan Keluhan Sick Building Syndrome Pada Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan Di Gedung Walikota Medan Tahun 2015

0 0 41

ANALISA KUALITAS FISIK DAN MIKROBIOLOGI UDARA RUANGAN BER-AC DAN KELUHAN SICK BUILDING SYNDROME PADA PEGAWAI BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAERAH KOTA MEDAN DI GEDUNG WALIKOTA MEDAN TAHUN 2015

0 0 12

PENGARUH KUALITAS UDARA RUANGAN BER – AC DI RSUD SIDOARJO TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN SICK BUILDING SYNDROME Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 196