Unsur-Unsur Tindak Pidana Untitled Document

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Terdiri atas 2 dua bagian, yaitu unsur subjektif dan unsur obejktif. Unsur- unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana adalah: a Kesengajaan atau ketidaksengajaan dolus atau culpa. b Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging. c Macam-macam maksud atau oogmerk. d Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad. e Perasaan takut atau wees. Sedangkan unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah: a Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid. b Kualitas dari si pelaku. c Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. Lamintang, 1997 : 194

B. Tindak Pidana Perbankan 1. Pengertian Tindak Pidana Perbankan

Pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan ialah tindak pidana yang terjadi di kalangan dunia perbankan, baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan maupun dalam perundang-undangan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan istilah tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang hanya diatur dalam undang-undang perbankan, yang sifatnya intern. Beberapa kalangan berpendapat bahwa pengertian tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan tidak perlu dibedakan mengingat tindak pidana perbankan merupakan kejahatan atau delik umum yang dilakukan di dalam lembaga perbankan. Menurut Anwar dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di Bidang Perbankan membedakan pengertian tindak pidana perbankan dengan tindak pidana di bidang perbankan. Perbedaan tersebut didasarkan pada perlakuan peraturan terhadap perbuatan-perbuatan yang telah melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank. Selanjutnya dikatakan bahwa tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan- ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Tidak pidana di bidang perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha pokok bank, terhadap perbuatan mana dapat diperlakukan peraturan-peraturan pidana di luar Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992, seperti KUHP, Peraturan Hukum Pidana Khusus, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971, Undang-Undang Nomor 11 PNPS Tahun 1963, dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 Tentang Lalu Lintas Devisa. Dari pengertian tersebut di atas maka dapat disimpulkan terdapat 2 dua pengertian yaitu: a Tindak pidana perbankan adalah setiap perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan. b Tindak pidana di bidang perbankan adalah setiap perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan , KUHP dan Peraturan Hukum Pidana Khusus seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 11 PNPS Tahun 1963 Tentang Subversi dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1995 tentang Tindak Pidana Ekonomi. Dalam hal kejahatan di bidang lalu lintas pembayaran giral dan peredaran uang, maka untuk pemalsuan warkat bank dapat digunakan Pasal 263 KUHP pemalsuan surat atau dalam tindak pidana di bidang perbankan yang bersifat penipuan dapat digunakan Pasal 378 KUHP. Ketentuan-ketentuan ini perlu dibedakan dalam Undang-Undang Pokok Bank karena secara khusus memuat larangan-larangan dalam usaha perbankan yaitu yang menyangkut izin usaha dan ketentuan tentang keuangan nasabah. Menurut Sudarto, Undang-Undang Pokok Perbankan dapat digolongkan dalam peraturan peraturan perundang-undangan di bidang hukum administrasi yang memuat sanksi-sanksi pidana. Peraturan perundang-undangan ini harus dibedakan dengan Undang-Undang yang menurut hukum pidana khusus seperti Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Ketiga undang-undang ini dapat dikatakan sebagai undang-undang tindak pidana ekonomi, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana subversi. Oleh karena itu, Undang-undang tentang Pokok- Pokok Perbankan dapat juga dikatakan sebagai undang-undang tindak pidana di bidang perbankan. Hukum pidana harus memberikan perlindungan terhadap korban perbuatan tersebut. Meskipun ketentuan-ketentuan hukum pidana dalam hal ini masih terbatas. Tindak pidana di bidang perbankan adalah segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun sarana. Tindak pidana perbankan merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh bank. Tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dimana para pelanggar dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang- Undang itu. Istilah tindak pidana perbankan menunjuk bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan dalam menjalankan fungsi dan usahanya sebagai bank berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992. Kejahatan perbankan baik secara kualitatif maupun kuantitatif menunjukkan tendensi yang meningkat, oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk menangkal terjadinya kejahatan di bidang perbankan. Perspektif tindak pidana di bidang perbankan hingga saat ini modus operandinya mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dipengaruhi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan kebijaksanaan pemerintah dalam pengaturan kegiatan bank. Tindak pidana yang menggunakan kartu kredit dapat pula terjadi dengan cara memalsukan kartu kredit dengan bantuan pejabat bank menyerahkan kartu kredit hasil curian dan memalsukan tanda tangan pemegang sah kartu kredit tersebut. Sedangkan pelaku tindak pidana di bidang perbankan yang menggunakan cara-cara yang lain secara pasti belum dapat diungkapkan atau ditemukan, namun dalam tindak pidana tersebut palaku berusaha mempengamhi oknum atau pejabat bank untuk bersedia membantu dalam rangka melakukan tindak pidananya. Penyidikan kejahatan perbankan cukup meyulitkan karena selain diperlukan tambahan kemampuan dan pengetahuan dari petugas penyidik terutama yang berkaitan dengan penggunaan peralatan elektronik yang canggih juga diperlukan penyempurnaan hukum dalam ketentuan pidana yang berlaku. Faktor-faktor yang dipandang sebagai conditio sine quanon terhadap timbulnya tindak pidana di bidang perbankan adalah faktor yuridis dan faktor non yuridis. Faktor yuridis antara lain berupa pranata atau perangkat hukum yang ada, dipandang belum mampu untuk mengantisipasi aparat penegak hukum dalam menghadapi fenomena tindak pidana di bidang perbankan. Hal tersebut disebabkan adanya ketidaksamaan persepsi di antara aparat penegak hukum dalam menerapkan ketentuan KUHP dan UU di luar KUHP, sehingga dapat menjadi penyebab terhambatnya usaha penaggulangan tindak pidana perbankan. Sedang faktor non yuridis lebih mencerminkan faktor yang bersifat sosiokultural baik di kalangan penegak hukum maupun masyarakat pada umumnya.

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Perbankan