Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
sering kali terdapat kecenderungan bahwa komisaris seringkali melakukan intervensi terhadap direksi dalam menjalankan tugasnya. Disisi lain, kedudukan
direksi biasanya sangat mendominasi, dalam artian direksi tidak memberi informasi yang cukup kepada komisaris. Kendala lain yang cukup menghambat
adalah lemahnya kompetensi dan integritas komisaris itu sendiri. Hal ini terjadi karena pengangkatan dewan komisaris tidak berdasarkan kompetensi yang
sesuai. Sehingga, pada akhirnya nilai perusahaan sendirilah yang akan terancam, karena kredibilitas perusahaan akan dipertanyakan oleh para investor.
Struktur kepemilikan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya
perusahaan dan pada akhirnya berpengaruh pada pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini
disebabkan karena adanya kontrol yang dimiliki Wahyudi, 2006 dalam Suyanti, 2010. Jensen dan Mecking 1976 dalam Badjuri 2011 menemukan bahwa
kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan manajer dengan
pemegang saham. Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka manajemen akan lebih giat dan lebih leluasa dalam membuat
kebijakan. Namun sayangnya, kepemilikan manajerial di Indonesia hanyalah minoritas saja, tidak lebih dari 5, sehingga ini yang menjadi alasan mengapa
kepemilikan manajerial sangat kecil pengaruhnya pada kinerja perusahaan, berbeda halnya ketika kepemilikan manajerial di luar negeri, yang
kepemilikannya bisa sampai 30.
Struktur kepemilikan institusional sendiri adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank, dana
pensiun, dan
asset management
Koh, 2003; Veronica dan Bachtiar 2005 dalam Badjuri, 2011. Kepemilikan institusional yang tinggi memberikan peluang
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga akan memperkecil peluang manajer melakukan tindakan yang menyimpang.
Penelitian Arif 2006 dalam Badjuri 2011 mengatakan bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar lebih dari 5 mengindikasikan
kemampuannya untuk memonitor manajemen. Pernyataan Black 2001 dalam Sukamulja 2004 menemukan bahwa
pengaruh praktik
good corporate governance
terhadap nilai perusahaan akan lebih kuat di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Hal tersebut
dikarenakan oleh lebih bervariasinya praktik
corporate governance
di negara berkembang dibanding negara maju.
McKinsey 2002 dalam Sukamulja 2004 melakukan penelitian bahwa perusahaan yang melaksanakan
corporate governance
yang baik akan membuat nilai perusahaan meningkat dimata investor, bahkan investor bersedia membayar premium antara 18 sampai 27,
diatas harga normal. Sehingga banyak perusahaan berlomba-lomba untuk memaksimalkan nilai perusahaannya. Namun, kendalanya adalah muncul
konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham yang disebut
agency problem.
Salah satu penyebab
agency problem
adalah manajer lebih mengutamakan kepentingan pribadinya dan pemegang saham beranggapan
kepentingan manajer ini akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga
menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham yang pada akhirnya akan menurunkan nilai perusahaan. Hal ini
tidak akan terjadi jika dalam operasinya perusahaan menerapkan
good corporate governance.
Menurut Franklin Plewa, Jr dan George T.Frieddlob 1993 sekitas 85 persen dari semua perusahaan menghitung ROI dari berbagai segmen bisnis
sebagai bagian dari proses penilaian kinerja. Para manajer menyakini ROI karena ROI memperhatikan baik-baik besaran investasi maupun kegiatan yang
menghasilkan labanya. Kemampuan manajer dalam mengelola aset dalam investasi yang akan menghasilkan laba bagi perusahaan mempunyai peran
penting terhadap kinerja perusahaan untuk meningkatkan keuntungan, sehingga rasio ROI dapat dijadikan indikator dalam menilai kinerja perusahaan dalam hal
ini untuk menilai pengaruhnya terhadap nilai perusahaan yang tercermin pada harga saham. Investor turut berkepentingan terhadap tingkat ROI dalam
berinvestasi karena dengan melihat rasio ROI maka akan terlihat kinerja perusahaan. Apabila kinerja perusahaan baik dan menghasilkan laba bersih yang
tinggi atas penggunaan total aset perusahaan secara optimal maka dapat mempengaruhi nilai dari perusahaan.
Tidak dipungkiri bahwa pertumbuhuan dan peningkatan nilai perusahaan merupakan hal yang paling diharapkan dari perusahaan dan para
stakeholder
. Pertumbuhan perusahaan menurut Smith dan Watts 1992 dapat diproksikan
dengan berbagai macam kombinasi nilai set kesempatan investasi. Set kesempatan investasi perusahaan merupakan komponen penting dari nilai pasar.
Hal ini disebabkan set kesempatan investasi atau
investment opportunity set
IOS dari suatu perusahaan mempengaruhi cara pandang manajer, pemilik, investor, dan kreditor terhadap perusahaan. IOS sendiri merupakan keputusan
investasi yang melakukan kombinasi antara aktiva yang dimiliki
a ssets in place
dengan pilihan atau opsi investasi dimasa yang akan datang, dimana pada akhirnya hal tersebut akan mempengaruhi nilai perusahaan.
Penelitian
investment opportunity set
IOS dan
corporate governance
yang peneliti angkat dalam satu model untuk melihat pengaruhnya terhadap nilai perusahan merupakan hasil pengembangan dari penelitian sebelumnya.
Penelitian tentang hubungan
good corporate governance
manajemen dilakukan oleh Suyanti 2010 menentukan bahwa kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional berpengaruh pada nilai perusahaan. Sedangkan dalam penelitian Nazir 2009 menyebutkan bahwa kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional dan jumlah komite audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan
corporate governance
dan nilai perusahaan belum konklusif. Penelitian ini berguna untuk menemukan jawaban atas hubungan tersebut dengan mempertimbangkan faktor set
kesempatan investasi sebagai variabel independen. Sedangkan untuk objek penelitian penulis memilih perusahaan manufaktur karena dengan perusahaan
manufaktur yang terdiri dari sembilan sektor, dan perusahaan manufaktur terdiri dari 3 gabungan sektor industri yaitu
basic industry and chemical, miscellaneous industry
, dan
consumer goods industry
akan dapat terlihat bervariasinya data yang diperoleh.
Pada penelitian kali ini p enulis mengambil judul “Pengaruh
Investment Opportunity Set
IOS, Kepemilikan Institusional, Komisaris Independen, dan
Return on Investment
ROI terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013
”