Keadaan dan Suasana Panti Karya Kota Yogyakarta

b. Keadaan Penghuni Panti Karya Panti Karya Kota Yogyakarta memiliki klien berjumlah 54 orang, tetapi dari waktu ke waktu selalu menunjukkan perubahan. Banyak sedikitnya klien tergantung dari minat warga masyarakat yang kurang mampu untuk menyerahkan diri, hasil rasia, pindahan dari panti lain atau penyerahan dari dinas sosial yang lain. Gelandangan dan tuna wisma berasal dari berbagai latar belakang dan karakteristik yang berbeda serta masalah yang berbeda-beda. Secara lebih lengkap data mengenai gelandangan ada di lampiran. Melalui panti ini diharapkan adanya perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik, maju, dan sejahtera. Dengan demikian upaya pembinaan terhadap tuna wisma dan gelandangan merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuannya untuk mengatasi masalah sosialnya serta hidup lebih baik kondisinya. Untuk kepercayaan atau agama yang dianut oleh klien di Panti Karya Kota Yogyakarta untuk bulan Januari ini kebanyakan beragama Islam, meskipun panti karya tidak mengkhususkan untuk yang beragama Islam saja tetapi secara kebetulan untuk kepercayaan atau agama lain tidak ada. Perbedaan daerah asal tidak mempengaruhi pola pembinaan di Panti Karya Kota Yogyakarta. Pola pembinaan yang diberikan semua sama, tetapi metode penyampaiannya yang mungkin berbeda. Pada 44 prinsipnya panti tidak membedakan dan menutup diri bagi orang-orang yang mengalami hambatan sosial ekonomi untuk ditampung, dirawat, dididik serta direhabilitasikan agar mereka dapat hidup kembali di masyarakat secara layak. Mengenai tingkat pendidikan dimana pendidikan merupakan faktor yang cukup menentukan di dalam kehidupan, karena dengan memiliki pendidikan yang baik dan semakin tinggi maka dapat diharapkan seseorang akan lebih mampu mengatasi permasalahan dirinya dan masyarakat sehingga akan membantu mewujudkan kehidupan masa depan yang lebih baik. c. Dasar Panti Karya Kota Yogyakarta 1 Dasar Negara : Pancasila 2 Konstitusional : UUD 1945 a Pasal 27 ayat 2 Tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. b Pasal 34 Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. 3 Struktural : TAP MPR No II MPR1988 tentang GBHN. 4 Teknis : Profesi Pekerja Sosial. 45 d. Prosedur menjadi Warga Panti Karya Menurut petunjuk teknis penyelenggaraan panti karya 2007: 12 syarat menjadi penghuni panti adalah : 1 Penyerahan dari panti asuhan serendah-rendahnya 21 tahun. 2 Penyerahan dari panti persinggahan setelah melalui seleksi. 3 Penyerahan dari Kepala Desa atau masyarakat desa. 4 Penyerahan dari hasil rasia. 5 Penyerahan dari kepolisian atau instansi pemerintah daerah. 6 Menyerahkan diri dengan dilengkapi surat-surat tertentu melalui Dinas Sosial.

B. Misi Pembinaan Gelandangan dan Tuna Wisma

Pembinaan mental, sosial, jasmani, dan ketrampilan sebagai salah satu komponen yang telah disepakati pengembangannya di panti karya adalah sangat erat hubungannya dengan peningkatan peran panti karya sebagai lembaga sosial. Petunjuk Teknis, 2007: 4. Apalagi kalau diingat bahwa negara Indonesia sedang membangun. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dalam pembangunan disegala tingkat dan kejuruan. Dengan demikian pembinaan yang bermuatan pendidikan mental, sosial, jasmani, dan ketrampilan diharapkan akan terdapat keseimbangan antara pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotor yang secara integral merupakan pengembangan pada diri klien. Paling tidak dengan adanya pembinaan, dapat dijadikan modal untuk menjadi manusia yang mandiri. Diharapkan sesudah tamat dari panti, mereka mampu menerapkan ketrampilannya atau bahkan dapat menciptakan lapangan kerja sendiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain apalagi kembali hidup menggelandang. 46 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Pak Tri Pekerja Sosial kepada penulis, ketika menjawab sekitar tujuan dari pembinaan, “Pihak panti menginginkan klien tidak menjadi beban masyarakat setelah tamat dari pembinaan…. tetapi masih sangat sulit membina gelandangan murni asli dari razia” Harapan dari pekerja sosial adalah kemandirian klien setelah tamat dari pembinaan dan bersamaan dengan penguasaan ketrampilan tertentu. Makna yang diperoleh dengan adanya pembinaan di panti karya ini merupakan merupakan bukti bahwa panti karya telah mampu mengembangkan dirinya sebagai lembaga sosial dan mengembangkan kreatifitas klien berdasarkan bakat dan minat yang dimiliki klien sehingga mereka dapat hidup mandiri.

C. Deskripsi Hasil Penelitian

Pembangunan bidang kesejahteraan sosial sebagai salah satu aspek pembangunan nasional, merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembangunan lainnya dan merupakan bagian integral dalam keseluruhan pembangunan nasional Indonesia. Pembangunan bidang kesejahteraan sosial di Indonesia diarahkan kepada upaya yang dilaksanakan untuk mewujudkan suatu masyarakat berkesejahteraan sosial, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 47 Di dalam Undang-U ndang Dasar 1945 pasal 34 tercantum “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Hal ini mengandung pengertian bahwa upaya kesejahteraan sosial, fakir miskin merupakan tanggung jawab negara, yaitu tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama. Dalam melaksanakan tanggung jawab mengenai masalah-masalah kemiskinan, pemerintah dan masyarakat mempunyai peranan yang berlainan, tetapi saling melengkapi. Demikian juga dalam menangani masalah tuna wisma dan fakir miskin. Ditinjau dari permasalahan, tampak tuna wisma dan gelandangan sebagai subyek dari kemiskinan memerlukan penanganan yang komprehensif dari berbagai segi. Sampai saat ini telah banyak usaha penanganan gelandangan dan tuna wisma dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat. Salah satunya melalui pembinaan di Panti Karya Kota Yogyakarta. Pembinaan gelandangan dan tuna wisma yang diselenggarakan oleh panti ini merupakan salah satu solusi untuk mengantisipasi agar gelandangan dan tuna wisma tersebut tidak sampai menambah problem sosial yang baru. Di Panti Karya Kota Yog yakarta tersebut mereka mempunyai kesempatan untuk menimba pengetahuan dan ketrampilan serta memperoleh pelayanan dan perawatan yang diperlukan. Keberadaan panti karya seolah merupakan motivator untuk memperoleh kesiapan dalam kemandirian. Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Mbok Hrj 45 tahun salah satu penghuni Panti Karya Kota Yogayakarta wanita asli Gunung Kidul ini mengakui: 48 “Kulo sampun dangu nderek wonten mriki, nggih kinten-kinten gangsal tahun. Sakderenge kulo mlebet panti mriki, kulo kalian simah lan anak kulo wonten Kalimantan dados transmigran. Nanging simah kulo remenipun royal, teras kulo purek mantuk dhateng kampong, nanging kulo sampun mboten gadah sinten-sinten. Awit kulo sampun mboten gadah sanak kadang kulo lan setunggal anak kulo ingkang kulo beto dipun titipaken wonten mriki kalian Bapak Kepala Dusun nggen kulo. ” Saya sudah lama disini, kira-kira 5 tahun. Sebelum saya masuk panti ini, saya tinggal bersama suami dan anak saya di Kalimantan menjadi transmigaran. Tetapi suami saya orangnya royal, kemudian saya pulang ke kampung halaman, tetapi saya tidak mempunyai sanak saudara, saya dan anak saya dititipkan dipanti ini oleh Bapak Kepala Desa. Cerita yang diungkapkan oleh Mbok Hrj tersebut menggambarkan seorang yang terpaksa masuk ke Panti Karya karena sudah tidak memiliki saudara lagi. Sebenarnya dia mengaku meski perawatan di panti sudah sangat memadai, namun seandainya dia masih hidup bersama keluarganya dia akan lebih senang. Bahkan dia sangat menyesali perbuatannya yang telah meninggalkan suami dan kedua anaknya. Tekadnya seakarang ini adalah membesarkan anak yang dia bawa. Untuk kehidupan selanjutnya dia menyerahkan kepada anaknya sekarang masih sekolah di Sekolah Dasar. Cerita dari Mak Ish 33 tahun wanita setengah tua yang sudah sejak tahun 1999 tinggal di panti mengatakan : “Saya sudah lama lho mas ikut bapak panti. Saya tidak mau dipindah ke panti Wreda. Saya sudah pasrah, hidup atau mati saya disini saja. Pokoknya saya betah disini saja….temannya banyak…tetapi kalau ada yang mengajak transmigran saya mau- mau saja”. Dari pengakuan Mak Ish memang tampak bahwa panti dalam memberikan waktu penampungan sangat fleksibel yaitu melihat situasi dan kondisi, tidak terpaku pada ketentuan yang ada dan kaku. Hal ini mengingat 49