59
7. Peran DPRD dalam Pengawasan Kinerja
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD belum membuat kriteria kinerja untuk mengukur kinerja eksekutif. Hal ini menunjukkan bahwa peran DPRD masih
lemah dalam pengukuran kinerja. Padahal DPRD memiliki bargaining power yang besar dalam membuat kontrak kerja performance contract dengan eksekutif.
Evaluasi kinerja yang dilakukakn dewan masih sebatas pada evaluasi fisik dengan membandingkan jumlah dana yang diserap dengan dana yang telah
dianggarkan. Pengawasan kinerja yang dilakukan dewan antara laian hanya sebatas melakukan pengecekan ke lapangan untuk memperoleh data mengenai hasil suatu
proyek dan mencocokkan dengan anggaran. Peran dewan saat ini yang sudah dilaksanakan adalah melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan membuat skala
prioritas.
8. Publikasi Indikator Kinerja
Publikasi akan indikator kinerja belum dilakukan secara luas kepada masyarakat. Publikasi hanya sebatas pada internal Pemda dan DPRD. Hal ini
menunjukkan transparansi kinerja belum berjalan dengan baik di pemerintah daerah. Informasi yang dibuat oleh pemerintah daerah masih berorientasi pada pemberian
informasi kepada pemerintah pusat, sedangkan informasi kepada publik dalam bentuk publikasi indikator kinerja belum banyak dilakukan. LAKIP terutama dilaporkan
kepada pemerintah pusat bukan kepada masyarakat. Indikator kinerja baru digunakan untuk perbandingan dengan kinerja tahun sebelumnya, belum digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
60
membandingkan kinerja dengan pemerintah daerah untuk unit kerja yang sama atau dengan sektor swasta.
9. Keterkaitan Pengukuran Kinerja dengan Pemberian Reward
Pengukuran kinerja sebenarnya dapat menjadi instrumen langsung sebagai indikator prestasi dari pegawai pemerintah. Tetapi pemberian reward yang dimaksud
tidak diberlakukan dalam pemerintahan. Hal ini tidak didukung dalam penerapannya karena sistem pemerintahan yang bersifat sosial dan pengabdian. Pemberian reward
sebenarnya dapat sebagai pemacu terciptanya good governance.
10. Frekuensi Pengukuran Kinerja