Kedudukan kreditur separatis dalam hukum kepailitan

54 bahkan dapat minta seluruh haknya secara penuh dari kreditor separatis yang diambil dari hasil penjualan aset jaminan utang, baik jika dijual oleh kreditor separatis sendiri ataupun jika dijual oleh kurator Pasal 58 ayat 2 UUK. 70

2. Kedudukan kreditur separatis dalam hukum kepailitan

Yang dimaksud kreditur preferen dalam golongan secured creditors semata- mata karena sifat piutangnya oleh undang-undang diistimewakan untuk didahulukan pembayarannya. Dengan kedudukan istimewa ini, kreditur preferen berada diurutan atas sebelum kreditur konkuren atau unsecured creditors lainnya. Menurut Pasal 1133 KUH Perdata, seorang kreditur merupakan kreditur preferen apabila tagihan kreditur tersebut adalah merupakan: a. piutang yang berupa hak istimewa; b. piutang yang dijamin dengan hak gadai; c. piutang dijamin dengan hipotik. Setelah berlaku Undang-Undang Hak Tanggungan dan Undang-Undang Fidusia, maka selain kreditur yang memiliki piutang sebagaimana yang dimaksud dengan Pasal 1133 KUH Perdata, juga kreditur-kreditur yang dijamin dengan Hak Tanggungan dan hak fidusia termasuk kreditur separatis atau preferen. Kreditur separatis adalah kreditur yang memiliki hak agunan kebendaan seperti hak gadai, hipotik, Hak Tanggungan dan jaminan fidusia. Kedudukan kreditur separatis dipisahkan dari kreditur lainnya dalam pengeksekusian jaminan hutang. 70 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal. 51 Universitas Sumatera Utara 55 Kedudukan kreditur separatis diatur dalam dua tahap yaitu masa pra pailit dan setelah masa kreditur dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga paska pailit baik kepailitan yang timbul karena prosedur kepailitan maupun yang timbul dari penundaan kewajiban pembayaran utang. Kedudukan kreditur separatis dalam dua tahap itu yaitu: a. Kedudukan kreditur separatis pada periode pra pailit Kedudukan kreditur separatis dengan jelas diatur dalam Pasal 55 UUK, yaitu kreditur separatis dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan dalam Pasal 55 UUK ini konsisten dengan ketentuan perundangan lainnya yang mengatur tentang parate executie dari pemegang hak jaminan atas kebendaan seperti Hak Tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, kreditur pemegang ikatan panenan dan kreditur pemegang hak retensi. b. Kedudukan kreditur separatis periode pasca pernyataan pailit Kedudukan kreditur separatis pada periode pra pailit dengan pasca pailit pada dasarnya tetap mengacu pada Pasal 55 dan 244 ayat 1 UUK yaitu kreditur separatis ditempatkan di luar dari kepailitan debiturnya, karena sifat jaminan piutang yang dimilikinya memberi hak untuk mengeksekusi sendiri barang jaminan guna pelunasan piutangnya. Namun demikian, UUK juga mengatur kedudukan kreditur separatis pada periode setelah debitur pailit yaitu sebagai berikut: 1 Pasal 55 ayat 1 UUK mengakui hak separatis dari kreditur pemegang hak jaminan Hak Tanggungan, tetapi akan menjadi kontradiktif setelah melihat ketentuan pasal 56 ayat 1 UUK Universitas Sumatera Utara 56 yang menyatakan : Hak eksekusi kreditur sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat 1 dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. 2 Pasal 56 dan Pasal 246 UUK Kedua pasal tersebut dikenal juga sebagai ketentuan yang mengatur tentang automatic stay, yang diberlakukan bagi kreditur separatis setelah debitur dinyatakan pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang sementara ditetapkan. Berdasarkan ketentuan penangguhan eksekusi ini kreditur belum dapat mengeksekusi sendiri haknya selama 90 hari. 3 Pasal 59 UUK Dari ketentuan Pasal ini dilihat dari penafsiran gramatikal dengan kata harus merupakan ketentuan yang bersifat memaksa dan mengikat kreditur pemegang Hak Tanggungan, sehingga kreditur pemegang Hak Tanggungan tidak dapat menyimpanginya. Dengan demikian apabila setelah debitur sudah dinyatakan insolvensi, maka terhitung sejak hari itu juga kreditur pemegang Hak Tanggungan harus dapat rnenjual obyek Hak Tanggungan dengan tata cara sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 20 UUHT jo. Pasal 60 UUK. 4 Pasal 60 ayat 3 jo Pasal 189 ayat 5 UUK Apabila hasil penjualan barang jaminan piutang kreditur separatis tidak mencukupi untuk memenuhi pembayaran piutangnya, kreditur separatis dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut kepada kurator. Universitas Sumatera Utara 57 Konsekuensinya, kreditur separatis berubah menjadi kreditur konkuren tetapi hanya untuk kekurangan tagihan pembayarannya. Dengan demikian, kekurangan tagihan ini harus diajukan untuk dicocokan dalam rapat verifikasi. 5 Pasal 138 UUK Kreditur separatis yang dapat membuktikan bahwa kemungkinan sebagian dari piutangnya tersebut tidak dapat dilunasi dari hasil penjualan barang jaminan dapat menjadi kreditur konkuren atas bagian piutang yang tak dapat dilunasi tersebut. Ketentuan ini dibuat untuk mengantisipasi kemungkinan dari nilai jaminan kebendaan yang dimiliki oleh kreditur separatis kurang dari nilai piutang yang dimilikinya. 6 Pasal 149 ayat 1 jo Pasal 118 ayat 2 UUK Kreditur separatis pada prinsipnya tidak berhak mengeluarkan suara dalam rapat kreditur. Namun jika kreditur separatis telah melepaskan haknya sebagai kreditur separatis waiver menjadi kreditur konkuren, ia memiliki hak yang sama dengan kreditur konkuren lainnya, misalnya rencana perdamaian yang diajukan debitur tidak diterima kreditur. Kondisi seperti ini hanya akan terjadi dalam hal hak kreditur separatis untuk didahulukan dibantah dalam rapat verifikasi. Terhadap tagihan kreditur separatis yang dibantah ini, Pasal 118 ayat 2 menegaskan bahwa tagihannya harus dimasukan dalam daftar piutang yang diakui sementara. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, jelaslah bahwa kedudukan kreditur separatis tetap dijamin pembayarannya oleh UUK baik pada masa pra pailit maupun setelah debitur dinyatakan pailit. Bahkan jika tagihannya dibantah, tagihan tersebut Universitas Sumatera Utara 58 harus diakui secara bersyarat oleh kurator dalam rapat verifikasi dan dimasukan dalam daftar piutang yang diakui sementara. Demikian juga jika jaminan yang ada padanya tidak mencukupi untuk memenuhi pembayaran tagihannya, kreditur separatis dapat menjadi kreditur konkuren untuk kekurangan tagihannya tersebut tanpa kehilangan hak istimewanya untuk mengeksekusi sendiri barang jaminan yang ada padanya.

D. Hak Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Dalam Kepailitan

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam UUK dikenal adanya tiga golongan kreditur, salah satunya adalah kreditur separatis, yaitu kreditur pemegang hak benda jaminan, seperti halnya pemegang Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT. Oleh karena itu, putusan pernyataan pailit pada debitur tidak mempunyai pengaruh terhadap pemegang Hak Tanggungan, atau kreditur pemegang Hak Tanggungan dianggap sebagai kreditur istimewa. Berdasarkan asas yang melekat pada Hak Tanggungan, maka hak keutamaan sebagai kreditur preferen memberikan kedudukan untuk didahulukan pelunasan utangnya dibandingkan dengan kreditur lain. Hak Tanggungan juga memberikan hak separatis kepada pemegang Hak Tanggungan, dalam arti kreditur dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri hasil penjualan benda debitur. Perlindungan atas hak eksekutorial kreditur separatis telah ada sejak periode Stb. 1905 Nomor 217 jo Stb. 1906 No. 348 tentang faillissementsverordening selanjutnya disebut FV, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 1 dan 3 FV. Pengaturan tersebut masih tetap diikuti dalam Perpu nomor 1 Tahun 1998, UU No. 4 Universitas Sumatera Utara 59 Tahun 1998, maupun UU No.37 Tahun 2004. Dari sini nampak jelas, para pembentuk UUK memberikan penghormatan yang cukup tinggi terhadap eksistensi hukum jaminan, khususnya hak eksekutorial kreditur separatis. Pada masa Perpu Nomor 1 tahun 1998, diperkenalkan lembaga stay yaitu penangguhan pelaksanaan hak eksekutorial kreditur preferen selama 90 hari sejak putusan pernyataan pailit diucapkan. Meskipun secara prinsip kepailitan tidak menghalangi dilaksanakannya eksekusi atas jaminan preferen, kecuali untuk piutang yang dijaminkan dengan uang tunai, selama kurator dapat memberikan jaminan perlindungan yang wajar bagi kreditur, Pasal 56 ayat 1 memberikan hak kepada kurator untuk menangguhkan eksekusi untuk jangka waktu selama 90 hari terhitung sejak tanggal putusan pailit ditetapkan. Yang dimaksud dengan penangguhan eksekusi jaminan utang dalam hukum pailit adalah dalam masa-masa tertentu, sungguhpun hak untuk mengeksekusi jaminan utang ada ditangan kreditur preferen, tetapi dia tidak dapat mengeksekusinya. Jadi dia berada dalam “masa tunggu” untuk masa tertentu, setelah masa tunggu tersebut lewat, baru dibenarkan untuk mengeksekusi jaminan utangnya. Dalam prinsip pari passu prorata parte berarti bahwa harta kekayaan debitur pailit tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali jika antara para kreditur itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran Universitas Sumatera Utara 60 tagihannya. 71 Prinsip ini menekankan pada pembagian harta debitur untuk melunasi utang-utangnya terhadap kreditur secara lebih berkeadilan dengan cara sesuai dengan proporsinya pond-pond gewijs dan bukan dengan cara sama rata. Jika dalam prinsip paritas creditorium bertujuan untuk memberikan keadilan kepada semua kreditur tanpa pembedaan kondisinya terhadap harta kekayaan debitur kendatipun harta kekayaan debitur tidak berkaitan langsung dengan transaksi yang dilakukannya, maka prinsip pari passu prorata parte memberikan keadilan kepada kreditur dengan konsep keadilan proporsional, dimana kreditur yang memiliki piutang yang lebih besar, maka akan mendapatkan porsi pembayaran piutangnya dari debitur lebih besar dari kreditur yang memiliki piutang yang lebih kecil daripadanya. Seandainya kreditur disamaratakan kedudukannya tanpa melihat besar kecilnya piutang, maka akan menimbulkan suatu ketidakadilan sendiri. Ketidakadilan pembagian secara paritas creditorium dalam kepailitan akan muncul ketika harta kekayaan debitur pailit lebih kecil dari jumlah utang-utang debitur. Seandainya harta kekayaan debitur pailit lebih besar dari jumlah seluruh utang-utang debitur, maka penerapan prinsip pari passu prorata parte menjadi kurang relevan. Demikian pula penggunaan lembaga hukum kepailitan terhadap debitur yang memiliki aset lebih besar dari jumlah seluruh utang-utangnya adalah tidak tepat dan kurang memiliki relevansinya. Sejatinya kepailitan akan terjadi jika aktiva lebih kecil dari pasiva. Kepailitan adalah sarana untuk menghindari perebutan 71 Kartini Muljadi, Actio Paulina dan Pokok-Pokok Tentang Pengadilan Niaga, Bandung : Alumni, 2001, hal. 300 Universitas Sumatera Utara 61 harta debitur setelah debitur tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar utang- utangnya. Sejatinya pula kepailitan digunakan untuk melindungi kreditur yang lemah terhadap kreditur yang kuat dalam memperebutkan harta debitur. Sehingga pada hakikinya, prinsip pari passu prorata parte adalah inheren dengan lembaga kepailitan itu sendiri. Penggunaan prinsip paritas creditorium yang dilengkapi dengan prinsip pari passu prorata parte dalam konteks kepailitan juga masih memiliki kelemahan jika antara kreditur tidak sama kedudukannya bukan persoalan besar kecilnya piutang saja tetapi tidak sama kedudukannya karena ada sebagian kreditur yang memegang jaminan kebendaan danatau kreditur yang memiliki hak preferensi yang telah diberikan oleh undang-undang. Apabila kreditur yang memegang jaminan kebendaan disamakan dengan kreditur yang tidak memegang jaminan kebendaan adalah bentuk sebuah ketidakadilan. Bukankah maksud adanya lembaga jaminan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang jaminan tersebut. Jika pada akhirnya disamakan kedudukan hukumnya antara kreditur pemegang Hak Tanggungan dengan kreditur yang tidak memiliki jaminan kebendaan, maka adanya lembaga hukum jaminan menjadi tidak bermakna lagi. Demikian pula dengan kreditur yang oleh undang-undang diberikan keistimewaan yang berupa hak preferensi dalam pelunasan piutangnya jika kedudukannya disamakan dengan kreditur yang tidak diberikan preferensi oleh undang-undang, maka untuk apa undang-undang melakukan pengaturan terhadap kreditur-kreditur tertentu dapat memiliki kedudukan istimewa Universitas Sumatera Utara 62 dan karenanya memiliki preferensi dalam pembayaran terhadap piutang-piutangnya. Ketidak adilan seperti ini diberikan jalan keluar dengan adanya prinsip structured creditors ada yang menyebut dengan nama prinsip structured prorata. 72 Adapun prinsip structured creditors adalah prinsip yang mengklasifikasikan dan mengelompokan berbagai macam kreditur sesuai dengan kelasnya masing- masing. Dalam kepailitan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya kreditur diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: kreditur separatis, kreditur preferen, dan kreditur konkuren. Penstrukturan kreditor tersebut adalah memiliki makna tentang preferensi masing-masing kreditor tersebut atas harta debitor untuk memenuhi kewajiban utang terhadap para kreditornya tersebut. Pembagian kreditur menjadi tiga klasifikasi tersebut di atas berbeda dengan pembagian kreditur pada hukum perdata umum. Dalam hukum perdata umum pembedaan kreditur hanya dibedakan dari kreditur preferen dengan kreditur konkuren. Kreditur preferen dalam hukum perdata umum dapat mencakup kreditur yang memiliki hak jaminan kebendaan dan kreditur yang menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran piutangnya. Akan tetapi, di dalam kepailitan yang dimaksud dengan kreditur preferen hanya kreditur yang menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran piutangnya, seperti pemegang hak privilege, pemegang hak retensi dan lain sebagainya. Sedangkan kreditur yang memiliki jaminan kebendaan seperti halnya pemegang Hak Tanggungan dalam hukum kepailitan diklasifikasikan dengan sebutan kreditur separatis. 72 M. Hadi Shubhan, Op. Cit, hal. 31 Universitas Sumatera Utara 63 Ketiga prinsip tersebut di atas sangat penting baik dari segi hukum perikatan dan hukum jaminan maupun hukum kepailitan. Tidak adanya prinsip ini, maka pranata kepailitan menjadi tidak bermakna karena filosofi kepailitan adalah sebagai pranata untuk melakukan likuidasi terhadap aset debitur yang memiliki banyak debitur di mana tanpa adanya kepailitan maka, para debitur akan saling berebut baik yang secara sah maupun yang secara tidak sah sehingga menimbulkan suatu keadaan ketidakadilan baik terhadap debitur itu sendiri maupun terhadap kreditur khususnya kreditur yang masuk belakangan sehingga tidak mendapatkan bagian harta debitur untuk pembayaran utang-utang debitur. 73 Kreditur yang berkepentingan terhadap debitur tidak hanya kreditur konkuren saja melainkan juga kreditur pemegang hak jaminan kebendaan seperti Hak Tanggungan atau yang sering disebut kreditur separatis dan kreditur yang menurut ketentuan hukum harus didahulukan atau yang dalam hukum kepailitam kreditur preferen. Memang kreditur separatis sudah memegang jaminan Hak Tanggungan dan dapat mengeksekusi jaminan Hak Tanggungan yang dipegangnya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, akan tetapi kreditur pemegang Hak Tanggungan separatis tersebut masih memiliki kepentingan yang berupa sisa tagihan yang tidak cukup ditutup dengan eksekusi jaminan serta kepentingan mengenai keberlangsungan usaha debitur. 74 73 Ibid, hal. 33 74 Ibid, hal. 34 Universitas Sumatera Utara 64 Dengan demikian kedudukan kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam hukum kepailitan adalah sebagai kreditur separatis, yang didalam ketentuan Pasal 55 UUK mempunyai hak atas jaminan Hak Tanggungan itu seolah-olah terjadi kepailitan pada debitur. Selain itu juga sebelum terjadinya kepailitan, maka kreditur pemegang Hak Tanggungan ini juga berkemampuan untuk melakukan pailit terhadap debitur pemberi Hak Tanggungan tersebut. Jangka waktu penangguhan berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat dimulainya keadaan insolvensi. Kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan tersebut, hal ini telah diatur dalam Pasal 57 ayat 2 UUK. Permohonan harus diajukan dengan alasan-alasan yang masuk akal yang dapat dipertimbangkan oleh kurator yaitu misalnya bahwa telah ada calon pembeli yang sangat membutuhkan tanah tersebut dan pembeli itu bayar dengan harga tinggi. Kurator mempunyai hak untuk menyetujui permohonan kreditor tersebut. Hak kreditur untuk melawan penangguhan eksekusi yang ditetapkan oleh kurator, kreditur diberikan hak yaitu: 1. mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat-syarat penangguhan tersebut; 2. jika kurator menolak permohonan tersebut, pihak kreditur dapat mengajukan permohonan penangguhan atau atau perubahan terhadap syarat-syarat penangguhan tersebut kepada hakim pengawas; Universitas Sumatera Utara 65 3. terhadap putusan hakim pengawas, kreditur yang mengajukan permohonan tersebut, atau kurator dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan. 75 Putusan pengadilan tersebut merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat bagi kreditur maupun kurator. Terhadap putusan pengadilan tersebut tidak dapat diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Apabila kreditor menolak permohonan, kreditur atau pihak ketiga dapat mengajukan permohonan tersebut kepada hakim pengawas. Hakim pengawas dalam waktu paling lambat 1 satu hari setelah permohonan diterima, wajib memerintahkan kurator untuk segera memanggil dengan surat tercatat atau melalui kurir, kreditor dan pihak ketiga untuk didengar pada sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut. Hakim pengawas wajib memberikan penetapan atas permohonan dalam waktu paling lambat 10 sepuluh hari setelah permohonan diajukan kepada hakim pengawas 76 . Dalam memutuskan permohonan mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan, hakim pengawas mempertimbangkan: a. lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung; b. perlindungan kepentingan kreditor dan pihak ketiga dimaksud; c. kemungkinan terjadinya perdamaian; d. dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha debitor serta pemberesan pailit. Pasal 57 UUK. 75 Ahmad Yani Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 59 76 Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, Jakarta; PT. Sofmedia, 2010, hal. 116 Universitas Sumatera Utara 66 Selanjutnya penjelasan Pasal 57 ayat 6 menguraikan bahwa hal-hal yang perlu dipertimbangkan oleh hakim pengawas sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak menutup kemungkinan bagi hakim pengawas untuk mempertimbangkan hal- hal lain sepanjang memang perlu untuk mengamankan dan mengoptimalkan nilai harta pailit. Pengaturan tentang pengangkatan penangguhan diatur kembali dalam Pasal 58 UUK yang menentukan bahwa: 1 Penetapan hakim pengawas atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat 2 dapat berupa diangkatnya penangguhan untuk satu atau lebih kreditor, danatau menetapkan persyaratan tentang lamanya waktu penangguhan, dan atau tentang satu atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi oleh kreditor 2 Apabila hakim pengawas menolak untuk mengangkat atau mengubah persyaratan penangguhan tersebut, hakim pengawas wajib memerintahkan agar kurator memberikan perlindungan yang dianggap wajar untuk melindungi kepentingan pemohon 3 Terhadap penetapan hakim pengawas, kreditor atau pihak ketiga yang mengajukan permohonan atau kurator dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan dalam jangka waktu paling lambat 5 lima hari setelah putusan diucapkan, dan pengadilan wajib memutuskan perlawanan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 sepuluh hari setelah perlawanan tersebut diterima. 4 Terhadap putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak dapat diajukan upaya hukum apapun termasuk peninjauan kembali. Perlindungan yang dimaksud dalam Pasal 58 ayat 2 adalah perlindungan yang perlu diberikan untuk melindungi kepentingan kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan. Penjelasan Pasal 58 ayat 2 UUK. E. Hak kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama atas barang jaminan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan Kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam kedudukannya sebagai kreditur separatis pada prinsipnya mendapat kedudukan didahulukan dibandingkan dengan Universitas Sumatera Utara 67 kreditur-kreditur lainnya. Kedudukan didahulukan ini pada Pasal 1133 ayat 1 KUHPerdata dinyatakan bahwa “hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik”, dimana apabila debitur wanprestasi ingkar janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan akan mempunyai hak yang didahulukan dalam pelunasan piutangnya dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya yang bukan pemegang Hak Tanggungan. Menurut J. Satrio memberikan penjelasan tentang hak didahulukan disini adalah sebagai berikut : “didahulukan disini adalah didahulukan dalam mengambil pelunasan atas penjualan eksekusi benda hipotik Hak Tanggungan. Bahwa kedudukan “preferen” lebih didahulukan berkaitan dengan hasil eksekusi, akan tampak jelas kalau kita hubungkan dengan Pasal 1132 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa pada asasnya para kreditur berbagi pond’s-pond’s harta benda milik debitur. Dengan memperjanjikan dan memasang Hak Tanggungan-dulu hipotik- maka kreditur menjadi preferent atas hasil penjualan benda tertentu milik debitur atau milik pemberi jaminan yang diberikan sebagai jaminan khusus, dalam arti menyimpang dari asas Pasal 1132 tersebut di atas, ia berhak mengambil lebih dulu uang hasil hipotik”. 77 Apa yang dikatakan Satrio dapat disimpulkan bahwa yang menjadi unsur dari kedudukan yang diutamakan atau didahulukan dari kreditur pemegang Hak Tanggungan adalah berkaitan dengan pelunasan piutang kreditur pemegang Hak Tanggungan, dan cara pelunasannya yaitu dengan cara penjualan lelang terhadap tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan eksekusi Hak Tanggungan. Para kreditur separatis yang memegang hak jaminan atas kebendaan seperti pemegang Hak Tanggungan dapat menjalankan hak eksekusinya seakan-akan tidak 77 J. Satrio, Op. Cit, hal. 12 Universitas Sumatera Utara 68 terjadi kepailitan. Ketentuan ini adalah merupakan implementasi lebih lanjut dari prinsip structured prorata, dimana kreditur dan debitur pailit diklasifikasikan sesuai dengan kondisi masing-masing. Ratio Legis dari ketentuan ini adalah bahwa maksud diadakannya lembaga hukum jaminan adalah untuk memberikan preferensi bagi pemegang jaminan dalam pembayaran utang-utang debitur. Pemberian preferensi ini mutatis mutandis juga berlaku dalam kepailitan, karena kepailitan adalah operasionalisasi lebih lanjut dari Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. 78 Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan, segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu. Selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan, barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya, hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Namun demikian, pelaksanaan hak preferensi dari kreditur separatis ini ada pengaturan berbeda dengan pelaksanaan hak preferensi kreditur pemegang Hak Tanggungan ketika tidak dalam kepailitan. Ketentuan khusus tersebut adalah ketentuan mengenai masa tangguh stay dari eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh kurator setelah kreditur pemegang Hak Tanggungan diberi waktu dua bulan untuk menjual sendiri. 78 M. Hadi Shubhan, Op. Cit, hal. 172-173 Universitas Sumatera Utara 69 Ketentuan hak tangguh stay diatur dalam Pasal 56 ayat 2 UUK yang menentukan bahwa kreditur pemegang Hak Tanggungan separatis tersebut ditangguhkan haknya selama 90 hari untuk mengeksekusi benda jaminan Hak Tanggungan yang dipegangnya. Penangguhan eksekusi diberlakukan kepada semua kreditur separatis kecuali terhadap kreditur yang haknya timbul dari perjumpaan utang set-off serta terhadap kreditur pemegang piutang yang dijamin dengan uang tunai. Menurut Pasal 57 ayat 2 UUK, kreditur dapat memohon agar penangguhan eksekusi diangkat dimana permohonan itu disampaikan kepada kurator. Tujuan penangguhan eksekusi menurut penjelasan Pasal 56 ayat 1 UUK adalah untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, mengoptimalkan harta pailit atau untuk memungkinkan kurator melaksanakan fungsinya secara optimal. Akibat penangguhan eksekusi adalah sebagai berikut: a. selama penangguhan eksekusi berlangsung debitur tidak dapat dituntut ke pengadilan untuk melunasi utangnya; b. pihak kreditur separatis maupun pihak ketiga yang berkepentingan dengan harta debitur tidak dibenarkan mengeksekusi atau memohon sita atas barang jaminan tersebut; c. kurator dapat menggunakan atau menjual boedel pailit yang termasuk sebagai barang persediaan inventory atau barang-barang bergerak current asset meskipun harta tersebut dibebani dengan Hak Tanggungan. Ketentuan hukum yang menentukan terjadinya keadaan yang disebut standstill atau automatic stay, yaitu keadaan status aquo bagi debitor dan kreditur, Universitas Sumatera Utara 70 biasanya diberi oleh undang-undang bukan setelah debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan, tetapi justru selama berlangsungnya pemeriksaan pailit didaftarkan di pengadilan atau diberikan selama dilakukan negosiasi antara debitor dan para kreditur dalam rangka restrukturisasi utang. Setelah debitor dinyatakan pailit maka yang terjadi hanyalah likuidasi terhadap harta pailit. 79 Berdasarkan ketentuan dari Pasal 56 ayat 3 UUK, maka jelaslah bahwa penangguhan eksekusi dapat mengakibatkan kreditur separatis kehilangan hak atas suatu barang jaminan yang dimilikinya dalam hal terjadi penjualan oleh kurator. Penjelasan dari Pasal 56 ayat 3 UUK menyebutkan bahwa dengan dilakukannya pengalihan harta tersebut, maka hak kebendaan tersebut dianggap berakhir demi hukum. Dengan demikian dari pembahasan diatas di satu sisi menurut Pasal 55 UUK, bahwa setiap kreditur yang memegang Hak Tanggungan dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, sehingga dapat dikatakan menurut ketentuan hukum berdasarkan ketentuan Pasal 55 UUK kreditor pemegang Hak Tanggungan tidak terpengaruh oleh putusan pailit tersebut. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 55 UUK sejalan dengan ketentuan separatis pemegang Hak Tanggungan sebagaimana ditentukan oleh KUH Perdata. Akan tetapi, ketentuan Pasal 56 UUK dianggap bertentangan dengan UUHT, karena: 80 79 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan ; Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002, hal. 285 80 Ibid, hal. 284 Universitas Sumatera Utara 71 a. Pasal 56 menentukan bahwa hak eksekusi kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 1 dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur yang pailit atau kurator ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari terhitung sejak tanggal pailit ditetapkan. b. Pasal 56 justru tidak sejalan dengan hak separatis dari pemegang hak jaminan yang diakui oleh Pasal 55 tersebut c. Dari penjelasan Pasal 56 tersebut terlihat bahwa UUK tidak taat asas dan tidak konsisten d. Disatu sisi, Pasal 55 mengakui hak separatis kreditur preferen, tetapi di pihak lain ketentuan Pasal 56 justru mengingkari hak separatis tersebut karena menentukan bahwa barang yang dibebani hak agunan tersebut merupakan harta pailit. Jadi terlihat adanya ketidakkonsistenan antara Pasal 55 dan Pasal 56 UUK dalam kaitan dengan kreditur pemegang Hak Tanggungan, yang disatu sisi menyatakan tidak terjadi pengaruh terhadap kreditur pemegang Hak Tanggungan namun di sisi lain adanya ketentuan terhadap kreditur pemegang Hak Tanggungan untuk penangguhan eksekusi Hak Tanggungan. Namun demikian, menurut M. Hadi Shubhan 81 , filosofi ketentuan penangguhan ini adalah dalam praktik sering kali para pemegang Hak Tanggungan akan menjual benda jaminannya dengan harga jual cepat, di mana harga jual cepat adalah harga yang di bawah harga pasar. Strategi penjualan cepat dengan harga cepat ini adalah hanya demi memenuhi kepentingan kreditur pemegang Hak Tanggungan 81 M. Hadi Shubhan, Op. Cit, hal. 173 Universitas Sumatera Utara 72 saja. Sedangkan jika ditangguhkan selama 90 hari tersebut memberikan kesempatan pada kurator untuk memperoleh harga yang layak dan bahkan harga yang terbaik. Hal ini karena, pada dasarnya pemegang Hak Tanggungan memiliki hak preferensi atas benda jaminan sampai senilai piutangnya terhadap debitur, sehingga jika nilai likuidasi benda jaminan melebihi nilai piutang kreditur, maka sisa nilai likuidasi benda jaminan harus dikembalikan pada debitur. Dalam konteks kepailitan, maka jika terdapat nilai sisa likuidasi benda jaminan tersebut, maka sisa tersebut dimasukan dalam boedel pailit. Pengaturan yang demikian ini akan memberikan perlindungan hukum baik terhadap debitur pailit maupun kepada para kreditur lainnya, sementara kreditur pemegang Hak Tanggungan sama sekali tidak dirugikannya. Makna lainnya dari ketentuan hak tangguh ini adalah bahwa kurator berdiri diatas kepentingan semua pihak. Kurator hanya berpihak pada hukum, sehingga jika likuidasi benda jaminan dilakukan oleh kurator, maka diharapkan tidak akan merugikan semua pihak. Ditambah lagi, kurator senantiasa dalam supervisi dari hakim pengawas. Penggunaan atau penjualan harta pailit yang berada dalam pengawasan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitor tersebut dapat dilakukan sepanjang telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan. Dengan pengalihan harta yang bersangkutan, hak Universitas Sumatera Utara 73 kebendaan tersebut dianggap berakhir demi hukum. Bentuk-bentuk perlindungan itu antara lain dapat berupa: 82 a. ganti rugi atas terjadinya penurunan nilai harta pailit; b. hasil penjualan bersih; c. hak kebendaan pengganti; d. imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai lainnya. Hak tersebut diatas sengaja diberikan kepada kurator agar kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang berada dalam pengawasan kurator terlebih dahulu untuk memenuhi kewajibannya. Ini berarti tidak hanya kepentingan kreditur yang diutamakan melainkan juga agar kepentingan kelangsungan usaha debitor tetap terjaga. Ketentuan tersebut juga sejalan dengan rumusan Pasal 57 ayat 3 yang mengijinkan kurator, pada setiap waktu untuk membebaskan kebendaan yang menjadi jaminan, dengan membayar kepada kreditur pemegang hak tersebut suatu nilai terkecil antara harga pasar dari kebendaan yang diagunkan dan jumlah utang yang dijaminkan dengan kebendaan tersebut. Dalam hal ini jelas bahwa kurator diberikan hak yang penuh untuk menilai pemenuhan segala kewajiban debitor pailit kepada para kreditur, sekaligus untuk memelihara serta menjaga kepentingan keutuhan harta pailit bagi kepentingan bersama. 82 Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan; Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan, Bandung; CV. Mandar Maju, 1999, hal. 32 Universitas Sumatera Utara 74 Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri sebagai hak berdasarkan Pasal 6 UUHT merupakan hak yang demi hukum dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan, harus dibatasi dengan : 83 a. Pengaturan bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama dilarang melakukan pembelian langsung melalui lelang. Hal ini perlu demi melindungi kepentingan dari pemberi Hak Tanggungan dari tindakan sewenang-wenang pemegang Hak Tanggungan pertama. Lelang berdasarkan Pasal 6 ini, nilai limitharga limit ditentukan sendiri oleh pemegang Hak Tanggungan, karenanya jika hukum memungkinkan pemegang Hak Tanggungan pertama juga sebagai pembeli lelang, maka kewenangan yang berlebihan tersebut cenderung dapat disalahgunakan, karena pemegang Hak Tanggungan akan menentukan berapa besar harga dan akan membeli sendiri, kemudian dengan leluasa menjual kepada pihak lain dengan harga yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak memberi perlindungan akan hak debitorpemberi Hak Tanggungan memperoleh harga yang pantas atas agunannya dan memperoleh pelunasan hutang yang jumlahnya adil. b. Pengaturan bahwa nilai limitharga limit ditetapkan oleh apraisal independen. Penilaian oleh apraisal independen tanpa memiliki kepentingan atas kreditor dan debitor akan melindungi debitor dari kesewenangan penentuan nilai agunan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama dan memberi keadilan kepada debitor. UUK tidak memberikan batasan siapa yang dimaksud dengan kreditur separatis, kecuali sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 55 ayat 1 UUK yang 83 Purnama Tioria Sianturi, Op. Cit, hal. 81 Universitas Sumatera Utara 75 menyatakan bahwa: “dengan tetap memperhatikan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, Hak Tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan”. Berdasarkan ketentuan tersebut, yang dimaksud kreditur separatis adalah kreditur yang dapat melaksanakan hak-haknya seakan-akan tidak tagihan kreditur ada di luar kepailitan, di luar sitaan umum. Universitas Sumatera Utara 76

BAB III PELAKSANAAN HAK KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN

BERDASARKAN PASAL 59 UNDANG-UNDANG KEPAILITAN

A. Pengertian Insolvensi

Dalam salah satu kamus, insolvensi insolvency berarti : 1. Ketidaksanggupan untuk memenuhi kewajiban finansial ketika jatuh waktu seperti layaknya dalam bisnis, atau 2. Kelebihan kewajiban dibandingkan dengan asetnya dalam waktu tertentu. Dari pengertian di atas, maka apabila pada suatu saat seseorang tidak mempunyai banyak uang cash dibandingkan banyaknya hutang-hutangnya, atau apabila suatu ketika aset utamanya hilang dicuri orang atau hilang terbakar, maka tidak berarti pada saat tersebut dia dalam keadaan insolvensi. Tetapi keadaan kewajiban melebihi aset-asetnya haruslah berlangsung dalam suatu jangka waktu tertentu yang wajar reasonable time. Dalam istilah Undang-Undang Kepailitan insolvensi disebut sebagai keadaan tidak mampu membayar. Jadi insolvensi itu terjadi demi hukum jika tidak terjadi perdamaian dan harta pailit berada dalam keadaan tidak mampu membayar seluruh utang yang wajib dibayar Pasal 168 ayat 1 UUK. Istilah insolvensi dikenal dalam teori dan praktek, tetapi tidak secara tegas dinyatakan dalam undang-undang kepailitan. Insolvensi terbagi dalam dua kelompok: 1. technical insolvency: perusahaan yang gagal bayar utang, bila penyebabnya adalah kesulitan uang tunai yang bersifat sementara; 76 Universitas Sumatera Utara 77 2. bankruptcy insolvency: perusahaan yang gagal bayar utang, bila pada dasarnya fundamental bisnisnya memang jelek, artinya total uangnya sudah jauh melebihi nilai pasar yang wajar dari asetnya 84 Batasan insolvensi tersebut ditinjau dari segi penyebab gagalnya bayar utang yaitu kesulitan uang tunai atau total utang melebihi aset. Munir Fuady mengartikan insolvensi : 1. ketidaksanggupan untuk memenuhi kewajiban finansial ketika jatuh waktu seperti layaknya dalam bisnis, atau 2. kelebihan kewajiban dibandingkan dengan asetnya dalam waktu tertentu. Secara prosedural hukum positif, maka dalam suatu proses kepailitan harta pailit dianggap berada dalam keadaan tidak mampu membayar jika : 85 a. dalam rapat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian; b. jika perdamaian yang ditawarkan telah ditolak; c. pengesahan perdamaian tersebut telah pasti ditolak.

B. Pelaksanaan Hak Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang Kepailitan

Dalam praktek kepailitan yang terjadi di Indonesia, jarang sekali ditemui kreditor separatis yang melaksanakan sendiri hak eksekutorial terhadap jaminan kebendaan yang dimilikinya. Walaupun UUK memberikan peluang untuk itu, namun 84 Roy Simbel, Rahasia Pohon Duit dan Mesin Uang, 1999, hal. 115 85 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Bandung; PT. Citra Adityabakti, 1998, hal. 130 Universitas Sumatera Utara 78 kenyataannya tidak mudah diterapkan. Salah satu kendalanya karena jangka waktu pelaksanaan hak eksekutorial tersebut sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Dalam Pasal 59 ayat 1 UUK menyebutkan bahwa; “Kreditur pemegang Hak Tanggungan harus melaksanakan haknya mengeksekusi Hak Tanggungan dalam jangka waktu paling lambat 2 dua bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi”. Dilanjutkan dengan ketentuan Pasal 59 ayat 2 UUK yaitu: “Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1, kurator harus menuntut diserahkan benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185”. Dari ketentuan Pasal 59 ayat 1 dan ayat 2 UUK ini dilihat dari penafsiran gramatikal dengan kata harus merupakan ketentuan yang bersifat memaksa dan mengikat kreditur pemegang Hak Tanggungan, sehingga kreditur pemegang Hak Tanggungan tidak dapat menyimpanginya. Dengan demikian apabila setelah debitur sudah dinyatakan insolvensi, maka terhitung sejak hari itu juga kreditur pemegang Hak Tanggungan harus dapat rnenjual obyek Hak Tanggungan dengan tata cara sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 20 UUHT jo. Pasal 60 UUK. Penangguhan eksekusi jaminan utang dalam hukum pailit merupakan masa- masa tertentu dimana hak untuk mengeksekusi jaminan utang ada ditangan kreditor separatis, tetapi kreditor separatis tersebut tidak dapat mengeksekusinya. Jadi kreditor separatis berada dalam “masa tunggu” untuk masa tertentu, setelah masa tunggu itu lewat, maka kreditor separatis baru dibenarkan untuk mengeksekusi jaminan Universitas Sumatera Utara 79 utangnya. Penangguhan eksekusi jaminan utang terjadi karena hukum by the operation of law yang diatur dalam UUK, tanpa perlu dimintakan sebelumnya oleh kurator. Setelah debitur dinyatakan insolvensi kedudukan obyek Hak Tanggungan adalah sebagai harta di luar harta boedel pailit, akan tetapi hak eksekusi kreditur pemegang Hak Tanggungan terhadap obyek Hak Tanggungan dibatasi waktunya oleh ketentuan dalam UUK yang diambil alih oleh kurator setelah melewati jangka waktu 2 bulan . Dengan ketentuan Pasal 59 ayat I dan 2 UUK ini telah membatasi wewenang kreditur pemegang Hak Tanggungan untuk melaksanakan hak-haknya berdasarkan Pasal 20 ayat 1 UUHT. Bahkan Sutan Remy Sjahdeini beranggapan ketentuan tersebut sebagai ketentuan yang tidak mengakui keberadaan hak separatis dari pemegang Hak Tanggungan : “Ketentuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 56 ayat 3 dan Pasal 59, bukan saja rnenegaskan dan memperjelas sikap UUK yang tidak mengakui hak separatis dari kreditur pemegang hak jaminan termasuk pemegang Hak Tanggungan, karena memasukkan benda-benda yang dibebani hak jaminan sebagai harta pailit, tetapi juga sekaligus telah tidak mengakui dan merenggut hak kreditur pemegang hak jaminan untuk dapat mengeksekusi sendiri hak jaminannya, yaitu dengan cara menjual benda-benda yang telah dibebani Hak Jaminan itu.” 86 Apa yang dikemukakan oleh Sutan Remy Sjahdeini itu cukup beralasan apabila ditinjau bahwa, kepailitan yang dinyatakan oleh pengadilan identik dengan insolvensi, sehingga kepailitan adalah suatu keadaan dimana debitur sudah tidak 86 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hal. 298 Universitas Sumatera Utara 80 dapat membayar seluruh hutang-hutangnya insolvent. Kepentingan yang lebih besar dari suatu keadaan pailit, misalnya untuk perdamaian atau demi meningkatkan harta pailit tidak dibutuhkan lagi. Menurut Pasal 21 UUHT yang menentukan bahwa apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, maka pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan. Dengan demikian berarti bahwa Pasal 59 UUK mengambil dengan sewenang-wenang hak dari kreditur pemegang Hak Tanggungan yang dijamin oleh Undang-Undang Hak Tanggungan. Keadaan yang demikian menunjukkan adanya konflik norma yang menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku ekonomi khususnya pemegang hak jaminan antara UUK dengan UUHT yang mengatur tentang hak kreditur separatis. Hak-hak kreditur pemegang Hak Tanggungan telah dilindungi dengan UUHT. Secara tegas diatur dalam Pasal 20 ayat 1 UUHT , dengan dipertegas lagi dalam Pasal 21 UUHT, dimana dinyatakan bahwa kreditur pemegang Hak Tanggungan adalah kreditur separatis. Pelaksanaan eksekusi obyek Hak Tanggungan didasarkan pada dua peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan, yaitu eksekusi menurut pasal 20 ayat 1 huruf b UUHT dimana kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual obyek Hak Tanggungan berdasarkan kekuatan eksekutorial sertifikat Hak Tanggungan yang dipertegas dengan pasal 21 UUHT dimana apabila debitur pailit, kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap melaksanakan hak-haknya. Universitas Sumatera Utara 81 Dari Penjelasan diatas, maka apabila debitur cidera janji wanprestasi atau pailit, maka menurut UUHT, bahwa kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk melaksanakan eksekusi obyek Hak Tanggungan untuk pemenuhan piutangnya kepada debiturnya, sesuai dengan ciri dari pada Hak Tanggungan itu sendiri yaitu selalu mengikuti kemanapun obyek Hak Tanggungan itu berada, yang artinya bahwa kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak mengeksekusi obyek Hak Tanggungan walaupun berada dalam penguasaan kurator seolah-olah tidak terjadi kepailitan dengan berdasarkan kekuatan eksekutorial sertifikat Hak Tanggungan yang kekuatannya sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi pernyataan seolah-olah itu menimbulkan norma kabur, karena bisa diinpretasikan ganda, yang sudah barang tentu menimbulkan ketidak pastian hukum. Dengan terjadinya insolvensi terhadap debitur pailit, akan membawa beberapa konsekuensi hukum tertentu, yaitu sebagai berikut : 1. Harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kecuali yang menyebabkan penundaan eksekusi dan penundaan pembagian akan lebih menguntungkan. 2. Pada prinsipnya tidak ada rehabilitasi. Hal ini dikarenakan dalam hal insolvensi tidak terjadi perdamaian, dan aset debitur pailit justru lebih kecil dari kewajibannya. Sebagian praktisi hukum kepailitan berpendirian bahwa hak eksekusi kreditor separatis dimulai sejak debitor pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi hingga paling lambat 2 bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi. Artinya, kesempatan kreditor separatis melaksanakan hak eksekutorialnya hanya 2 bulan. Limitasi jangka Universitas Sumatera Utara 82 waktu ini, didasarkan pada penafsiran yang keliru, atau setidaknya pemahaman yang sepotong, terhadap Pasal 59 ayat 1 UUK. Selama debitor pailit belum dinyatakan dalam keadaan insolvensi, maka peluang tercapai perdamaian selalu terbuka. Dalam situasi yang demikian, rencana perdamaian yang diajukan debitor pailit atau investor baru, menjadi tidak ada artinya apabila kreditor separatis melaksanakan eksekusi terhadap jaminan kebendaan yang dimilikinya. Apalagi jika benda yang dieksekusi merupakan modal vital si debitor pailit untuk melaksanakan rencana perdamaian. Oleh karenanya, guna memperbesar peluang terjadinya perdamaian dan untuk menghindari adanya kreditor separatis yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya, maka hak eksekutorial kreditor separatis terhadap jaminan kebendaan yang dimilikinya baru dapat dilaksanakan setelah perdamaian tidak dimungkinkan lagi. Bila kreditor pemegang Hak Tanggungan telah melaksanakan haknya maka ia wajib memberikan pertanggungjawaban kepada kurator. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 60 UUK yang menentukan: “kreditor pemegang Hak Tanggungan yang melaksanakan haknya, wajib memberikan pertanggungjawaban kepada kurator tentang hasil penjualan benda yang menjadi agunan dan menyerahkan sisa hasil penjualan setelah dikurangi jumlah utang, bunga dan biaya kepada kurator. Atas tuntutan kurator atau kreditor yang diistimewakan yang kedudukannya lebih tinggi daripada kreditor pemegang Hak Tanggungan maka kreditor pemegang hak tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan. Dalam hal hasil penjulanan tidak cukup untuk melunasi piutang yang bersangkutan, kreditor pemegang hak tersebut dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit sebagai kreditor konkuren, setelah mengajukan permintaan pencocokan piutang”. Universitas Sumatera Utara 83

BAB IV PERMASALAHAN-PERMASALAHAN HUKUM YANG TIMBUL DALAM

PELELANGAN TERHADAP BOEDEL PAILIT YANG TERMASUK DALAM HAK TANGGUNGAN

A. Penjelasan Pasal 59 ayat 2 lebih luas dari norma

Pasal 59 ayat 2 UUK menyebutkan bahwa: “setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1, kurator harus menuntut diserahkan benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185”. Pembatasan waktu pelaksanaan hak eksekusi dari kreditur separatis sebagaimana ditentukan dalam Pasal 59 ayat 1 tersebut di samping tidak selaras dengan ketentuan Pasal 55 ayat 1 juga tidak sesuai dengan ketentuan hukum jaminan. Pasal 55 ayat 1 menegaskan bahwa kreditur separatis dapat mengeksekusi benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan, artinya pelaksanaan hak tersebut tidak terikat pada batasan waktu tertentu karena memang mengabaikan adanya kepailitan. Jika berpegang pada ketentuan tersebut, maka kreditur separatis tidak dapat melaksanakan haknya pada fase pertama kepailitan, bagaimana kalau pada saat itu utangnya sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Hal yang demikian tentu saja akan merugikan kreditur separatis. Sementara ketentuan tersebut tidak selaras dengan hukum jaminan karena pada haikikatnya jaminan itu dimaksudkan untuk menjamin pelunasan utang debitur manakala debitur tidak membayar setelah utangnya jatuh tempo dan dapat ditagih. Dengan demikian pelaksanaan hak eksekusi kreditur separatis itu diukur dengan utangnya sudah jatuh tempo atau belum. Jika utang sudah 83 Universitas Sumatera Utara 84 jatuh tempo maka kreditur akan melaksanakan eksekusi benda jaminan, sementara jika belum jatuh tempo maka akan menunggu hingga waktu jatuh tempo. Selanjutnya ketentuan Pasal 59 ayat 2 UUK ini dirasa memberatkan posisi kreditur separatis sebagai pemegang hak eksekusi yang harus didahulukan. Jangka waktu 2 bulan adalah rentang waktu yang relatif pendek untuk melakukan transaksi penjualan yang baik, untuk jaminan dengan nilai yang cukup tinggi, karena harus mencari calon pembeli yang betul-betul dapat diharapkan memberikan penawaran harga yang menguntungkan tidak saja bagi pemegang hak jaminan tetapi juga bagi debitur itu sendiri. Apabila jangka waktu tersebut lewat, kemudian kurator menuntut diserahkannya benda jaminan itu berarti mengurangi hak kreditur separatis untuk melaksanakan sendiri hak eksekusinya. Sistem hukum jaminan yang baik adalah hukum jaminan yang mengatur asas- asas dan norma-norma hukum yang tidak tumpang tindih atau bertentangan satu sama yang lainnya. Asas hukum dalam hukum jaminan harus berjalan secara harmonis dengan asas hukum yang ada pada bidang hukum jaminan kebendaan lainnya termasuk dengan hukum kepailitan. Ketidaksinkronan pengaturan asas-asas hukum jaminan dengan ketentuan dalam hukum kepailitan akan dapat menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan hukum jaminanan itu sendiri, terutama berkaitan dengan kedudukan benda jaminan dan proses hukumnya. Pada Pasal 59 ayat 2 menyatakan Hak Tanggungan dapat dilelang pada saat dimulainya insolvensi, sedangkan pada penjelasan Pasal 59 ayat 2 menyatakan bahwa Hak Tanggungan dapat dilelang setelah lewat 2 bulan. Dengan demikian Universitas Sumatera Utara 85 penjelasan pada Pasal 59 ayat 2 ini lebih luas dari norma yang ada sehingga menimbulkan ketidak pastian hukum. Seharusnya norma tidak dapat diperluas oleh penjelasan. B. Bank sebagai pemegang Hak Tanggungan mendaftarkan tagihan dengan jaminan atas nama pemegang saham atau pihak ketiga Sebelum membahas mengenai bank sebagai pemegang Hak Tanggungan mendaftarkan jaminan atas nama pemegang saham atau pihak ketiga maka perlu diketahui mengenai harta pailit.

1. Harta Pailit

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Hak Pekerja Atas Boedel Pailit Yang Sudah Dibebani Hak Tanggungan

0 52 147

Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan

1 41 80

Analisis Yuridis Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Akibat Hapusnya Hak Atas Tanah Yang Diagunkan Karena Hak Atas Tanah Yang Dibebani Hak Tanggungan.

6 135 78

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DIKAITKAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 19

0 0 13

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Dan Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penunda

0 2 14

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tah

0 0 22

Tinjauan Yuridis Terhadap Eksekusi Harta Pailit Melalui Lelang Oleh Kurator Yang Berasal Dari Objek Jaminan Hak Tanggungan Akibat Tidak Selesainya Eksekusi Oleh Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Berdas.

0 1 2

ANALISIS YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT BAGI DEBITOR TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN

0 0 14

TINJAUAN YURIDIS HAK PEKERJA ATAS BOEDEL PAILIT YANG SUDAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN

0 0 16

PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DALAM KEPAILITAN BERDASARKAN PELUNASAN UTANG KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DENGAN TENAGA KERJA TESIS

0 0 12