Multikolinieritas Heterokedastisitas Normalitas Uji Asumsi Persyaratan Regresi Linear Berganda

tidak ada satupun X yang mempengaruhi Y. Jika dijabarkan lebih lanjut; F hitung F tabel maka Ho diterima, artinya faktor X secara bersama tidak berpengaruh nyata terhadap Y F hitung F tabel maka Ho ditolak, artinya minimal ada satu faktor X yang berpengaruh nyata terhadap Y.

3.4.7. Uji Asumsi Persyaratan Regresi Linear Berganda

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara peubah bebas Singgih, 1999. Untuk menggunakan regresi linear berganda sebagai alat analisis perlu dilakukan uji persyaratan terlebih dahulu. Salah satu asumsi model regresi linear berganda adalah tidak terdapat korelasi yang sempurna atau korelasi tidak sempurna tetapi relatif sangat tinggi pada variabel- variabel bebasnya independen. Menurut Singgih 1999, dalam membuat suatu persamaan regresi linier berganda diperlukan beberapa asumsi mendasar. Asumsi tersebut antara lain :

3.4.7.1. Multikolinieritas

Uji asumsi mengenai Multikolinearitas ini dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji ada tidaknya hubungan yang linear antara variabel bebas independen satu dengan variabel bebas yang lainnya. Adanya hubungan linear antara variabel independen akan menimbulkan kesulitan dalam memisahkan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya. Uji asumsi multikolinieritas yaitu menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar peubah bebas. Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinieritas. Kolinier ganda Multikolinierity merupakan hubungan linier yang sama kuat antara peubah-peubah bebas dalam persamaan regresi berganda. Adanya kolinier berganda ini menyebabkan pendugaan koefisien menjadi tidak stabil Chaterjee, 1977. Pendeteksian terjadinya suatu kolinier ganda, dapat dilihat pada hasil VIF Variance Inflation Factors. Nilai VIF ini diperoleh dari persamaan : 2 1 1 j R VIF − = ……...…..……………………..……..11 Keterangan : R j 2 = Koefisien determinasi dari regresi peubah bebas ke-j dengan semua peubah lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan bahwa peubah tersebut berkolinier ganda Myers, 1990. Adanya kolinier ganda dalam model akan mengakibatkan Jollite, 1986 : 1. Penduga koefisien regresinya menjadi tidak nyata walaupun nilai R j 2 nya tinggi. 2. Nilai-nilai dengan koefisien regresi menjadi sangat sensitive terhadap perubahan data. 3. Dengan motode kuadrat terkecil, penduga koefisien regresi mempunyai simpangan baku yang sangat besar.

3.4.7.2. Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas hal ini dimaksudkan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan ragam residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika ragam residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika ragam berbeda, disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya heterokedastisitas Singgih, 1999.

3.4.7.3. Normalitas

Kenormalan data diperlukan dalam analisis regresi berganda, hal ini disebabkan metode ini merupakan salah satu metode analisis parametrik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Salah satu metode yang digunakan untuk menguji kenormalan data adalah Metode Kolmogorov Smirnov. Dalam Metode Kolmogorov Smirnov , penerimaan H mengindikasikan bahwa data yang dianalisis tersebar normal. Rumus Uji Kolmogorov Smirnov adalah : 4 2 2 n m n m D Max + × × × = χ .............................................12 Keterangan : m = Kelompok data 1 n = Kelompok data 2 D = Perbedaan maksimal kelompok data Sumber: Singgih. 1999 Uji Normalitas yaitu menguji apakah dalam sebuah model regresi, peubah respon, peubah bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal Singgih, 1999.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.

Gambaran Umum Instansi Dinas Perhubungan DISHUB Pemerintah Kabupaten PEMKAB Bogor, sejak Jaman Pemerintahan Hindia Belanda masalah lalu lintas ditangani oleh “DEPARTEMEN WEG VERKEER EN WATER STAAT”. Sebagai aturan hukum dan aturan pelaksanaannnya diatur dalam “WEG VERKEER ORDONANTIE” WVO, Stat Blad Nomor : 86 Tahun 1933. Pada tahun 1942 sd 1945 Departemen yang mengatur lalu lintas, tidak berjalan dikarenakan adanya perang kemerdekaan. Pada tahun 1950, diaktifkan kembali dibawah kendali “DEPARTEMEN LALU LINTAS DAN PENGAIRAN NEGARA”. Pada tahun 1957, lahirlah Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Atas dasar hal tersebut terbentuklah DJAWATAN LALU LINTAS DJALAN LLD yang dilaksanakan di 10 Propinsi Pulau Jawa dan Sumatera. Kemudian pada tahun 1958 Terbit Peraturan Pemerintah Nomor : 16 Tahun 1958 yang mengatur tentang penyerahan sebagian urusan Tugas Bidang lalu lintas kepada Daerah Tingkat I. Pada tahun 1965 lahirlah Undang-Undang Nomor : 3 tahun 1965 yang biasa dikenal dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya UULLAJR, sejak lahirnya UULLAJR tanggal 1 april 1965, maka WVO 1933 tidak berlaku lagi. Dengan Peraturan Daerah Tingkat I Nomor: 2OP.040PDTahun 1978 tanggal 27 Juli 1978 terbentuklah Dinas LLAJ Prop DT. I Jawa Barat yang disahkan dengan SK. Menteri dalam Negeri Nomor : 061.55675 tanggal 17 Maret 1980. Dengan Perda Tingkat I Nomor : 8 Tahun 1984 lahirlah Cabang-cabang Dinas di wilayah kabupaten dan kotamadya. Pada Tahun 1990 lahir Peraturan Pemerintahan Nomor : 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan sebagian Urusan di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II. Atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor : 22 tahun 1990, maka dibentuklah Dinas LLAJ Kabupaten DT. II Bogor dengan Perda Tingkat II Bogor Nomor : 7 Tahun 1995. Tahun 1999 lahir Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, yakni Undang-Undang Nomor : 22 Tahun 1999, atas dasar UU tersebut