ALLOXAN TINJAUAN PUSTAKA A. DIABETES MELITUS

Langerhans, perubahan inti, penimbunan lemak, fibrosis pulau Langerhans, kalsifikasi pulau Langerhans, infiltrasi sel-sel radang pada pulau Langerhans insulinitis, amyloidosis, hialinisasi, dan kemungkinan regenerasi sel pada pulau Langerhans. Menurut Gepts 1981, penurunan sel beta terjadi hingga 90 dari keadaan normal pada diabetes melitus tipe 1, dan penurunan terjadi sebanyak 50-60 dari keadaan normal pada diabetes melitus tipe 2.

F. ALLOXAN

Hewan seperti tikus, kelinci maupun monyet telah digunakan secara luas sebagai hewan model dalam penelitian diabetes melitus. Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan hewan model dapat menggambarkan dengan baik berbagai keadaan diabetes pada manusia, baik dari aspek fisiologi maupun morfologi. Selain itu, hewan model juga merupakan sarana yang baik untuk memanipulasi beberapa keadaan yang tidak memungkinkan dilakukan pada manusia Andayani, 2003. Rane dan Reddy seperti dikutip oleh Andayani 2003 menyatakan bahwa diabetes eksperimental pada hewan model dapat terjadi melalui beberapa cara diantaranya dengan pankreatektomi ataupun dengan menggunakan bahan kimia diabetogenik, seperti alloxan dan streptozotosin dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β pankreas, sehingga menghasilkan keadaan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu etiologi dari IDDM. Alloxan 2,4,5,6-tetraoksipirimidine;5,6-dioksiurasil pertama kali ditemukan oleh Brugnatelli tahun 1818, tetapi Dunn et al seperti yang dikutip oleh Cooperstein dan Watkins 1981 melaporkan adanya toksisitas alloxan terhadap sel β, dimana alloxan dosis tinggi yang disuntikkan ke dalam tubuh kelinci mampu menimbulkan kematian sel-sel pulau Langerhans pada kelinci. Lukens seperti yang dikutip oleh Cooperstein dan Watkins 1981 kemudian melaporkan bahwa hewan percobaan seperti tikus dan kelinci yang disuntik alloxan mengalami kondisi hiperglikemik permanen, walaupun tidak dapat bertahan hidup lama untuk menderita diabetes. Dosis pemberian alloxan bervariasi tergantung pada spesies, nutrisi dan rute pemberian. Dosis pemberian alloxan pada tikus umunya berkisar antara 70-120 mgkg bobot tubuh tikus Szkudelski, 2001. Struktur kimia alloxan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Struktur kimia Alloxan Akumulasi alloxan dalam tubuh meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit jantung, multiple sclerosis, arthritis, kanker payudara dan kolon, serta diabetes. Dosis pemberian alloxan bervariasi tergantung pada spesies, nutrisi, dan rute pemberiannya Szkudelski, 2001. Injeksi alloxan akan mempengaruhi kadar glukosa darah, yang apabila diplotkan dalam kurva, terbagi atas tiga fase. Fase pertama, yaitu 1-4 jam setelah injeksi, adalah terjadinya hiperglikemia. Kemudian diikuti dengan hipoglikemia pada selang waktu 6-12 jam setelah injeksi. Akhirnya pada fase ketiga terjadi hiperglikemia permanen, yaitu pada 12-24 jam setelah induksi Cooperstein dan Watkins, 1981. Pengaruh alloxan di dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh kadar thiol dalam darah semakin tinggi kadar thiol, maka pengaruh alloxan akan semakin rendah, genetik, tempat dan cara pemberian, lama pemberian, serta umur hewan percobaan. Afinitas alloxan terhadap komponen sel yang memiliki gugus thiol, gluthation tereduksi GSH, sistein, dan kelompok protein termasuk enzim bergugus thiol, sangat tinggi. Glukokinase merupakan suatu enzim yang mengandung gugus thiol dan berperan penting dalam sekresi insulin dengan induksi glukosa. Dengan demikian, glukokinase sangat mudah bereaksi dengan alloxan membentuk ikatan disulfida dan menyebabkan inaktivasi enzim Szkudelski, 2001. O O O O C C C N N C H H Reduksi alloxan akan menghasilkan asam dialurat disertai adanya radikal oksigen O 2 • yang menghadirkan hidrogen peroksida H 2 O 2 . Adanya reaksi Fenton dengan logam bebas seperti Fe akan dapat menghasilkan radikal hidroksil yang sangat reaktif. Radikal bebas yang terjadi merusak sel β pankreas sehingga mengganggu produksi insulin Andayani, 2003.

G. ANALISIS HISTOLOGI