Tabel 2. Prosedur analisis kolesterol lengkap Parameter
Total Kolesterol
Trigliserida HDL LDL
Sampel
Serum tidak
hemolisis Serum
tidak hemolisis
Serum tidak
hemolisis Serum
tidak hemolisis
Volume μl
10 10 100
500
Metode
Kolorimetrik, Panjang
gelombang 546 nm
Kolorimetrik, Panjang
gelombang 546 nm
Precipitat, Panjang
gelombang 546 nm
Direct Precipitat,
Panjang gelombang
546 nm
Suhu
o
C 25-30 25-30 30 30
i. Analisis hemoglobin terglikosilasi HbA
1c
Analisis hemoglobin terglikosilasi dilakukan dengan mengirim sampel darah ke laboratorium klinik. Analisis hemoglobin terglikosilasi
dilakukan dengan metode sebagai berikut : Sampel
: Darah EDTA Metode :
High Performance Liquid Chromatography HPLC
Persiapan hemolysat Pembacaan glikohemoglobin secara spektrofotometri
Panjang gelombang 415 nm
j. Analisis histologi jaringan pankreas
Analisis histologi jaringan pankreas dilakukan untuk melihat perubahan pada pulau Langerhans. Analisis histologi dilakukan dengan
pembuatan preparat dari organ pankreas seluruh tikus perlakuan. Pembuatan preparat tersebut dilakukan dalam delapan tahap, yaitu
pengambilan sampel, pengawetan, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, pencetakan, pemotongan dan pewarnaan.
1 Pengambilan sampel sampling
Sampel berupa jaringan pankreas tikus perlakuan diambil saat pembedahan. Setelah dilakukan dislocatio cervicalis, tikus dibedah
dan diambil pankreasnya. Pankreas kemudian dicuci dalam NaCl 0.9 dan dimasukkan ke dalam larutan fiksatif Bouin.
2 Pengawetan fiksasi
Pengawetan dilakukan dalam larutan fiksatif Bouin selama 24 jam sejak jaringan pankreas dimasukkan. Larutan Bouin dibuat satu
hingga dua jam sebelum dilakukan pengambilan sampel. Larutan Bouin dibuat dari campuran asam pikrat jenuh, formalin p.a dan asam
asetat glasial dengan perbandingan 15 : 5 : 1. setelah 24 jam dalam larutan Bouin, pankreas dipindahkan ke dalam alkohol 70 untuk
menghentikan proses pengawetan. Fase penghentian ini disebut juga sebagai stopping point. Dalam fase ini pankreas sudah terfiksasi
sempurna dan siap untuk dilakukan tahap selanjutnya.
3 Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan untuk menarik air secara perlahan-lahan dari dalam jaringan. Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan larutan
alkohol bertingkat. Dalam persiapan dehidrasi, jaringan pankreas yang berada pada fase stopping point dalam alkohol 70 dipotong
melintang dengan ukuran ketebalan ± 0.3 mm menggunakan silet. Kemudian potongan jaringan pankreas tersebut dimasukkan ke dalam
tissue cassete , dan dilakukan perendaman dalam alkohol bertingkat,
dimulai dari alkohol 80 selama 24 jam, kemudian dipindahkan dalam alkohol 90 selama 24 jam, larutan alkohol 95 selama 12-
24 jam, alkohol absolut I selama 1 jam, alkohol absolut II selama 1 jam, dan alkohol absolut III selama 1 jam.
4 Penjernihan Clearing
Penjernihan merupakan tahapan lanjutan dari dehidrasi yang dilakukan secara serta merta. Tahap ini dilakukan untuk
menjernihkan dan menghilangkan sisa alkohol dari dalam jaringan pankreas. Setelah perendaman dalam alkohol absolut III, penjernihan
segera dilakukan dengan perendaman dalam xylol I dan xylol II masing-masing selama 1 jam, dan xylol III selama 30 menit pada
suhu ruang dan 30 menit pada oven yang bersuhu 65
o
C.
5 Infiltrasi parafin
Infiltrasi parafin dilakukan untuk memudahkan pemotongan. Parafin larut dalam xylol, sehingga dalam infiltrasi diharapkan agar
xylol yang telah masuk ke seluruh bagian jaringan dapat digantikan oleh parafin yang akan memudahkan proses pemotongan. Potongan
pankreas yang berada dalam xylol III dikeluarkan dari tissue cassete untuk dimasukkan ke dalam parafin cair I parafin cair II, dan parafin
cair III secara berurutan masing-masing selama 1 jam dalam oven 65
o
C. Setelah infiltrasi parafin selesai, jaringan dapat dicetak embedding.
6 Pencetakan dalam parafin embedding
Embedding dilakukan untuk mencetak jaringan sebelum
dilakukan pemotongan. Embedding dilakukan dengan alat Tissue Embedding Console
Gambar 6. Jaringan pankreas yang sebelumnya terdapat dalam parafin cair III dimasukkan kedalam cetakan pagoda
yang telah diberi gliserin dan diisi dengan parafin cair hingga cembung. Peletakan jaringan pankreas dilakukan sedemikian rupa
agar permukaan yang rata terdapat di dasar. Setelah parafin agak mengeras, jaringan pankreas yang di-embedding masing-masing
diberi label menggunakan kertas film.
Gambar 6. Tissue Embedding Console
Cetakan pagoda yang telah berisi parafin dan potongan pankreas kemudian didinginkan hingga mengeras, dengan diapungkan diatas
wadah yang berisi air dingin. Setelah benar-benar mengeras dan warna parafinnya berubah menjadi lebih putih, cetakan pagoda yang
terapung dibiarkan tenggelam hingga dilakukan pelepasan parafin dan organ dari cetakan.
Setelah lepas dari cetakan, potongan parafin yang telah dicetak dalam parafin dipotong individual membentuk blok dengan sisi-sisi
dibuat seperti piramida. Blok ini kemudian ditempelkan diatas balok
kayu berukuran 3 cm x 1 cm x 1 cm yang telah diberi label dengan
pensil. Blok yang telah ditempelkan diatas balok kayu disimpan dalam
refrigerator untuk persiapan pemotongan dengan mikrotom.
7 Pemotongan sectioning
Blok parafin yang berisi jaringan pankreas dan telah ditempelkan pada balok kayu kemudian dipotong menggunakan mikrotom
Gambar 7. Pemotongan awal dilakukan dengan ketebalan 10 mikron untuk memperoleh pita dengan irisan seluruh permukaan
potongan pankreas. Pemotongan awal ini disebut juga sebagai trimming
. Pemotongan berikutnya dilakukan dengan ketebalan 4 mikron. Hasil potongan kemudian diapungkan dalam akuades dan
dibentangkan dalam air hangat bersuhu 35-40
o
C. Potongan jaringan yang baik dipilih, lalu ditempelkan pada gelas objek dan disimpan
dalam inkubator selama semalam. Potongan ini kemudian siap untuk diwarnai.
Gambar 7. Mikrotom 8 Pewarnaan staining
Pewarnaan yang dilakukan dalam penelitian adalah pewarnaan hematoksilin-eosin dan pewarnaan imunohistokimia terhadap insulin.
Proses pewarnaan hematoksilin-eosin diawali dengan tahap deparafinasi. Tahap ini dilakukan dengan merendam gelas objek yang
berisi potongan jaringan pankreas preparat dalam xylol III selama 3 menit. Xylol II selama 3 menit dan xylol I selama 5 menit. Preparat
kemudian direhidrasi dengan perendaman dalam alkohol absolut I, II, III, alkohol 95 , alkohol 90 dan alkohol 80 masing-masing
selama 3 menit dan dalam alkohol 70 selama 5 menit. Preparat kemudian direndam dalam air kran selama 15 menit dan
dalam akuades selama 10 menit. Preparat kemudian dicelupkan dalam pewarna hematoksilin selama 2-5 detik. Setelah itu, preparat
direndam dalam air kran selama 1-2 menit dan dipindahkan dalam akuades. Preparat kemudian diamati dengan mikroskop, jika
warnanya terlalu pucat, pencelupan dalam hematoksilin diulang kembali. Preparat dengan warna yang baik direndam dalam akuades
selama 5-10 menit. Preparat kemudian diwarnai dengan eosin selama 5 menit. Setelah direndam dalam akuades, preparat kemudian
didehidrasi sebagai tahap akhir. Dehidrasi dilakukan dengan pencelupan dalam alkohol 70, 80, 90
dan 95 , masing-masing sebanyak 3 celupan, alkohol absolut I, II, III selama 1, 2 dan 5 menit. Preparat kemudian diamati kembali
dengan mikroskop untuk melihat kekontrasan warna eosin. Jika warna eosin kurang pekat, pewarnaan diulang kembali. Jika warna
telah dinilai baik, dilakukan pencelupan preparat dalam xylol I dan II masing-masing sebanyak 3 celupan, kemudian dalam xylol 3 selama
5 menit. Tahap terakhir adalah mounting, yaitu penempelan gelas penutup di atas preparat dengan entelan atau DPX mountax sebagai
perekatnya. Preparat siap diamati. Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk mendeteksi sel
penghasil insulin. Seperti pada pewarnaan hematoksilin-eosin, pewarnaan imunohistokimia diawali dengan deparafinasi. Preparat
direndam dalam xylol III selama 3 menit. Xylol II selama 3 menit dan xylol I selama 5 menit. Preparat kemudian juga diberi perlakuan
rehidrasi dengan perendaman dalam alkohol absolut I, II, III, alkohol 95 , alkohol 90 dan alkohol 80 masing-masing selama 3 menit
dan dalam alkohol 70 selama 5 menit. Preparat kemudian direndam dalam air bebas ion deionized
water selama 10-15 menit. Selanjutnya preparat direndam dalam
larutan H
2
O
2
dalam metanol 1 : 100 selama 15 menit. Preparat direndam dalam air bebas ion dan PBS masing-masing selama 3 x 10
menit. Preparat kemudian diletakkan dalam kotak preparat dan ditetesi serum normal 10 dalam PBS 50-60
μl per preparat. Preparat kemudian diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 60 menit. Setelah inkubasi, preparat dicuci PBS selama 3 x 5 menit.
Preparat kemudian ditetesi antiinsulin dalam PBS 1 : 1000 sebanyak 50-60
μl per preparat dan diinkubasi dalam refrigerator selama semalam. Keesokan harinya, preparat dicuci dalam PBS sebanyak 3 x
10 menit. Preparat kemudian ditetesi DAKO envision peroxidase yang telah diencerkan dengan PBS DAKO : PBS = 3 : 1, 50-60
μl per preparat.
Setelah ditetesi DAKO, preparat diinkubasi dalam ruang gelap bersuhu 37
o
C selama 60 menit. Preparat kemudian dicuci PBS selama 3 x 5 menit. Selanjutnya preparat ditetesi sebanyak 50-60
μl larutan 10 mg DAB diaminobenzidine dan 50
μl H
2
O
2
dalam 50 ml Tris buffer. DAB dibiarkan bereaksi dalam keadaan gelap selama 25-
30 menit. Reaksi diamati dengan mikroskop, jika hasilnya positif preparat lalu dicuci air bebas ion selama 2 x 5 menit. Reaksi positif
ditunjukkan dengan pembentukan warna coklat pada sel-sel . Reaksi tersebut berjalan sebagai berikut :
DAB + H
2
O
2
endapan coklat + H
2
O Selanjutnya, dilakukan dehidrasi terhadap preparat. Dehidrasi
dilakukan dengan pencelupan dalam alkohol 70 , 80 , 90 , 95 , absolut I, II, masing-masing sebanyak 2 celupan dan dalam
alkohol absolut III selama 1 menit. Penjernihan kemudian dilakukan dengan pencelupan preparat dalam xylol I, II dan III masing-masing
sebanyak 2 celupan. Tahap terakhir adalah mounting, yaitu penempelan gelas penutup di atas preparat dengan entelan atau DPX
mountax sebagai perekatnya. Preparat pun siap diamati.
k. Pengamatan dan pemotretan