Mata pencaharian masyarakat 1970-2000

2.4 Mata pencaharian masyarakat 1970-2000

Sumber pendapatan masyarakat dan perekonomian pada tahun 1970 daerah Sibolga umumnya bersumber dari kegiatan sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, industri, hasil hutan, perdagangan. Sedangkan sektor lainnya seperti jasa buruh angkutan dan bangunan relatif sedikit jumlahnya. 85 Pada periode 1970an sektor pertanian tanaman pangan yang di usahakan di wilayah Sibolga terdiri dari pertanian lahan sawah,tanah keringtanaman holtikultura dan tanaman buah-buahan. Masyarakat banyak menanam padi untuk memenuhi kebutuhan akan pangan Sibolga namun tidak hanya itu saja produksi tanaman pangan lainnya seperti jagung, umbi- umbian juga di tanam. Produksi yang menonjol di luar padi adalah ubi kayu atau singkong. Sementara itu masyarakat juga menanam jenis holti kultura seperti kacang panjang, ketimun, terong, cabai, bayam, dan kangkung 86 Masyarakat Sibolga banyak bergantung pada perkebunan sebagai mata percahariannya. Jenis komoditi perkebunan yang diusahakan penduduk Sibolga terdiri dari tanaman karet, kelapa, cengkeh, kopi, nilam, pala, kulit manis, dan coklat. Hasil perkebunan ini di jual rakyat dan sebagian di ekspor ke daerah lain seperti Medan dan Rantau Parapat. . Pada masa pendudukan Belanda, Pemerintah kolonial mendirikan perkebunan di wilayah Sibolga. Banyak dari masyarakat Sibolga di pekerjakan sebagai kuli perkebunan. Setelah kemerdekaan sampai pada tahun 1970 perkebunan masih merupakan sumber pendapatan masyarakat Sibolga. Hal ini terlihat dari banyaknya bermunculan perkebunan rakyat. 85 Wawancara dengan Efendi Silalahi, 19 Oktober 2013 di Sibolga 86 Hamid Panggabean, op.cit, hlm.177 Universitas Sumatera Utara Selain itu masyarakat Sibolga banyak juga bermata pecaharian sebagai peternak. Potensi peternakan yang menonjol di Sibolga terdiri dari sapi, kerbau, kambing, babi, dan ayam ras. Kegiatan peternakan ini diusahakan dan produksinya masih terbatas untuk kebutuhan setempat. Selain itu banyak juga msyarakat Sibolga memilih bermata pencaharian sebagai pedagang, usaha masyarakat Sibolga ini terbatas pada usaha toko eceran, perdagangan lokal maupun antar kota. Namun semakin lama perdagangan ini semakin meningkat. Masyarakat Sibolga banyak yang mengekspor karet, kemenyan dan rotan 87 Pada awal 1970an masyarakat Sibolga sangat mengandalkan potensi kekayaan bahari, banyak dari masyarakat yang bekerja sebagai nelayan menetap di pesisir pantai. Para nelayan ini biasanya menangkap jenis ikan tertentu seperti Tuna untuk di ekspor ke Singapura, Malaysia dan Australia. Mereka memilih untuk menetap dipesisir pantai agar lebih gampang untuk kelaut . 88 . Biasanya para nelayan ini harus merentangkan jala mereka atau berangkat melaut dipagi hari ketika matahari belum terbit. Karena itulah mereka memilih untuk tinggal lebih dekat dengan pesisir pantai. Bahkan kegiatan pengeringan ikan mulai dilakukan mereka pada tahun 1960-an sampai sekarang 89 87 Wawancara dengan Tiurma Tampunolon, 24 Oktober 2013 di Sibolga . Ikan-ikan kering ini juga dieskpor kedaerah lain seperti Medan, Balige, dan Jakarta. Dunia kelautan memang mewarnai corak kehidupan masyarakat dan kebudayaan dikota Sibolga. Dapat kita lihat dari tata cara berpakaian, ekonomi, dan mata pencaharian yang digeluti sehar-hari yaitu seperti yang dijelaskan diatas sebagai nelayan. Hal ini sangat jelas menggambarkan keterkaitan masyarakatnya dengan dunia laut. Masyarakat Sibolga juga mengekspor hasil laut dan hasil bumi. 88 Mona Manalu, op.cit, hlm.65 89 Wawancara dengan Ani Hutagalung, 9 Oktober 2013 di Sibolga Universitas Sumatera Utara Mata pencarian sebagian kecil masyarakat Sibolga pada tahun 1970 bergerak dibidang pemerintahan, kesehatan biasanya meliputi para wanita, dan guru. Mereka yang bekerja dipemerintahan biasanya mendapat pendidikan pada jaman Belanda dan Jepang yang memiliki keahlian khusus. Pada tahun 1980-an, sumber penghasilan masyarakat Sibolga masih tetap sama dengan tahun 1970-an. Masyarakat Sibolga masih bekerja sebagai nelayan, pedagang, petani dan masih mengekspor hasil laut dan hasil bumi sebagai salah satu penghasilan mereka. Namun pada tahun 1980-an ini sudah terlihat gejala penurunan ekspor untuk skala global. Salah satu indikasi penurunan adalah semakin sepi dari pengunjung atau pengguna jasa transit, juga pemakaian pukat harimau dan bahan peledak mulai dilarang oleh pemerintah. Selain itu hambatan lain dalam pemancingan ikan berasal dari alam laut. Para nelayan sering kali terkecoh karena diatas permukaan air selintas tenang, tetapi arus bawah gumpalan- gumpalan ombak sering kali datang tiba-tiba dan membahayakan para nelayan ini 90 Para nelayan tidak mendapat hasil yang cukup banyak untuk diekspor. Karena untuk memenuhi kebutuhan akan ikan di Kota Sibolga pun hanya sebatas mencukupi. Nelayan tidak lagi menjual ikan hasil tangkapan mereka untuk diekspor ke Singapura, Malaysia dan Australia. Hal ini juga berimbas kepada pedagang ikan kering. Pemasok ikan mereka mulai membatasi kuota ikan yang akan dibeli. Sehingga ikan kering untuk dieskpor jumlahnya menurun bahkan terkadang para pedagang ikan kering ini hanya menjual ikan mereka sekitar Sibolga saja. . 90 Wawancara dengan Mangantar Rupa Situmorang, 26 Oktober 2013 di Sibolga. Universitas Sumatera Utara Ditahun 1980-an ini masyarakat Sibolga masih enggan untuk bekerja di instansi pemerintahan. Hal ini dikarenakan kecilnya gaji yang mereka terima. Masyarakat Sibolga merasa bekerja di instansi pemerintahan tidak dapat mensejahterakan hidup keluarga sehingga hidup hanya pas-pasan 91 Menurut data statistik tahun 1990-an presentasi pekerja nelayan di seluruh kawasan Sibolga menurun drastis hanya 6,46 sementara itu petani sebanyak 78. Hal ini terlihat sangat ganjil mengingat Sibolga terkenal kaya akan hasil lautnya. Padahal lahan pertanian termasuk areal yang tidak terlalu luas. Karena itu hutan ditebas untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan atau membuka areal persawahan di rawa yang langsung berbatasan dengan hutan bakau dan Pantai. . Pendapatan sebagai nelayan dan petani jauh lebih besar dibandingkans eorang pegawai negeri. Pekerjaan nelayan hanya selisih sedikit dengan buruh. Fenomena tahun-tahun berikutnya sekitar tahun 1991-1998 justru orang-orang dari Tapanuli Utara yang sering disebut sebagai orang Julu pegunungan malah banyak menjadi nelayan. Mereka menjadi pekerja utama sebagai perpanjangan tangan para cukong 92 dan anak buah kapal penarik jala. Sedangkan masyarakat Sibolga yang masih bekerja sebagai nelayan paling mengoperasikan kapal-kapal pukat cincin yang umumnya milik cukong-cukong dari Tanjung balai 93 Padahal perairan Sibolga kaya akan hasil laut, bahkan merupakan salah satu pelabuhan ikan terpenting dibagian barat Pantai Sumatera. Komposisi kerancuan pembagian bidang lapangan pekerjaan dapat dilihat sebagai berikut : - Petani 78, - Nelayan 6,46, - . 91 Wawancara dengan Dandung Tanjung, 18 Oktober 2013 di Sibolga 92 Cukong adalah pengusaha pemilik perusahaan dan modal besar 93 Wawancara dengan Bariton Manalu, 27 Oktober 2013 di Sibolga Universitas Sumatera Utara Pedagang 5,64, Pegawai Negeri dan ABRI 2,24, Buruh 5,90, dan lain-lain 1,28. 94 Peralihan masyarakat Sibolga dari nelayan menjadi petani diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu faktor keselamatan yang lebih terjamin dibandingkan harus menjadi nelayan yang diterpa gelombang dan ombak, faktor ekonomi yaitu pendapatan yang dihasilkan tidak menentu jika saat terang bulan dan badai maka para nelayan ini tidak melaut guna menghindari resiko yang tidak diinginkan, dan terakhir menjadi seorang petani terlihat lebih santai dan bisa berkumpul bersama keluarga untuk menggarap lahan dan memanen. Melihat hal ini, pemerintah telah mengadakan bantuan-bantuan kapal dan alat tangkap ikan yang lebih modern, namun hasilnya tidak mengalami kemajuan. Masyarakat Sibolga masih enggan untuk melaut dan lebih memilih menjadi petani 95 Faktor lain yang membuat masyarakat tidak lagi memilih menjadi nelayan adalah adanya pandangan dari masyarakat yang menganggap bahwa nelayan merupakan orang- orang yang putus sekolah atau memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Oleh karena pandangan masyarakat ini, banyak para nelayan memilih untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, agar tidak memilih pekerjaan sebagai nelayan. Pekerjaan nelayan hanya akan dilirik oleh masyakarat yang tidak memiliki skill dibidang lain. Akibatnya semakin sedikit masyarakat yang melirik pekerjaan sebagai nelayan . 96 Memasuki tahun 2000 masyarakat Sibolga mulai melirik instansi Pemerintahan. Masyarakat Sibolga mulai berprofesi sebagai abdi Negara. Bidang pekerjaan ini dilirik karena masyarakat Sibolga menganggap pekerjaan ini memiliki jaminan masa tua. . 94 Sumber: bpssibolga:httpsumut.bps.go.idsibolga diunggah pada tanggal 23 Oktober 2013 95 Wawancara dengan Dangdung Tanjung, 18 Oktober 2013 di Sibolga 96 Wawancara dengan Tepa Hutabarat, 18 Oktober 2013 di Sibolga Universitas Sumatera Utara Masyarakat yang bekerja pada pemerintah akan mendapat pensiun dimasa tuanya nanti. Para generasi muda dipersiapkan untuk menjadi abdi negara. Begitu juga dengan instansi kemiliteran dan kepolisian. Masyarakat Sibolga mulai menganggap pekerjaan nelayan memiliki hasil yang tidak menetap. Begitu juga dengan pertanian, buruh dan pedagang. Pekerja nelayan semakin menurun karena pekerjaan ini hanya dilakoni oleh masyarakat yang kurang mampu. 97 Perkembangan selanjutnya, banyak dari para petani menjual sawah mereka untuk menjadikan anaknya sebagai Pegawai Negeri, TNI atau Polisi. 97 Wawancara dengan Timo Manalu, 21 Oktober 2013 di Sibolga Universitas Sumatera Utara

BAB III KEDATANGAN ETNIS BATAK TOBA KE SIBOLGA