Sibolga pada Masa Kolonial

dalam kawasan kota Sibolga antara lain, Sungai Aek Doras, Sungai Sihopo-hopo, Sungai Muara Baiyon, dan Sungai Aek Horsik. 30

2.2 Sibolga pada Masa Kolonial

Setelah mengalami kehancuran sebagai akibat perang Napoleon yang bertahun-tahun dan isolasi ekonomi, maka Negeri Belanda kehilangan sebagian besar perdagangannya dan pelayarannya. Peranannya sebagai Pasar penimbun barang mundur. Ditanah jajahan pedagang-pedagang Belanda tidak mampu bersaing dengan pedagang-pedagang Inggris. Hal ini mengakibatkan depresi ekonomi. Untuk menyelamatkan perdagangan dan industri Nasionalnya diadakan perjanjian Traktat London. Setelah Perjanjian ditandatangani 1824, kota-kota disepanjang pantai pesisir barat Sumatera jatuh ke tangan Belanda termasuk Sibolga. Traktat London menyelamatkan kedudukan mereka dipantai barat Sumatera yang dulu dikuasai sebagian oleh Inggris 31 . Traktat London membuat Inggris memilih menguasai Selat Malaka dan Pantai lainnya sebelah Timur Sumatera. Dalam perjanjian ini Inggris menyerahkan daerah di Pesisir Barat Sumatera yaitu : Fort Marlborough Bengkulu, Poncan, Natal dan Tapian Nauli Sibolga. Setelah menduduki Sibolga kolonial terus melakukan perubahan. Karena Sibolga merupakan kota pelabuhan yang cukup ramai, mulailah mereka memfokuskan kegiatan seputar Sibolga 32 Pada masa pemerintahan Belanda, Sibolga mengalami perkembangan sangat pesat, terutama setelah dijadikannya Sibolga menjadi ibu Kota Keresidenan. Hanya dalam beberapa . 30 Erwin J. V Nababan, Tekong Studi Deskriptif Terhadap Sumber Daya Alam Pesisir Pada Masyarakat Sibolga, Medan : Tanpa Penerbit, 2009, hlm. 35 31 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992, hlm. 10 32 Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka, 1975, hlm.6 Universitas Sumatera Utara tahun saja Sibolga berubah menjadi sentrum Tapian Nauli. Pelabuhannya menyedot banyak kapal niaga pelayaran antar negara dan pulau. Mereka membangun pelabuhan di Sibolga guna memperlancar pemasukan. Pantai Barat Sumatera termasuk pulau-pulau Nias, semuanya dilebur menjadi satu unit keresidenan Tapanuli dengan pusatnya Sibolga. Guna memenuhi kebutuhan tenaga pegawai yang berpengalaman di keresidenan baru akan dimutasi karyawan terampil dari kantor pegawai kolonial di Air Bangis tangga1 7 Desember 1842 Sibolga secara resmi menjadi keresidenan 33 . Setelah Sibolga ditetapkan menjadi Ibukota Keresidenan Tapanuli, kota ini berfungsi sebagai kota transit barang perdagangan hampir dari seluruh kawasan Tapanuli untuk dikirim ke kawasan lainnya bahkan keluar negeri. Tidaklah mengherankan jika penduduk dari kawasan lain mengadakan urbanisasi ke kota ini amatlah besar. Dalam waktu singkat saja Sibolga telah menjadi kota pelabuhan yang amat ramai. 34 Periode antara tahun 1838-1842 setelah Belanda membuka jalan dari Sibolga hingga Portibi Tapanuli Selatan dan pada saat itu Sumatera Barat sudah meningkat menjadi “gouvernement”Propinsi dan Tapanuli menjadi salah satu residen nya, dimana dengan Beslit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 7 Desember 1842 ditetapkan Sibolga menjadi ibukota Residen Tapanuli yang dipimpin oleh seorang afdelinghoofd kepala daerah. Afdeling dibawah keresidenan Tapanuli : afdeling Singkil, afdeling Barus, afdeling Mandailing, afdeling Natal, afdeling Angkola, afdeling Nias, dan afdeling Sibolga 35 Wilayah yang termasuk distrik afdeling Sibolga ialah : Sibolga, Tapian Nauli, Badiri, Sarudik, Kolang, Tukka, Sai Ni Huta, dan pulau–pulau kecil di depan teluk Tapian Nauli. Setiap afdeling dipimpin oleh afdelinghoofd dibantu kepala kuria. Disamping itu, setiap . 33 Hari jadi Sibolga, Pemko Sibolga, 1998, hlm.13 34 Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Sejarah Perkembangan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Medan: Tanpa Penerbit, 1993, hlm.130 35 Sulistilawati, Sejarah Perkembangan Al-wasliyah di Sibolga, Medan: Tanpa Penerbit, 2012, hlm.16 Universitas Sumatera Utara distrik di kepalai oleh seorang districhoofd Demang. Dalam proses selanjutnya, afdeling dibagi menjadi onder afdeling Sibolga dan onder afdeling Batang Toru. Lantas untuk memudahkan roda pemerintahan, onder afdeling Sibolga dibagi lagi menjadi 5 kuria yaitu Kuria Kolang, Kuria Unte Mungkur, Kuria Tapian Nauli, Kuria Sibolga, Kuria Sarudik 36 Perubahan dilakukan lagi pada tahun 1846 karena berbagai hambatan dan kendala dengan garis komando yang tidak flesibel maka perubahan dilakukan dengan memberlakukan Afdeling Sibolga en Ommelanden, yakni Sibolga dan daerah takluknya: afdeling Sibolga, afdeling Barus, afdeling Nias, dan afdeling Singkil. Selanjutnya di tahun 1871 Belanda menghapuskan sistem pemerintahan Raja-RajaKepala Kuria dan diganti oleh Demang tetapi sebagian masyarakat masih menganggap RajaKepala kuria sebagai pemangku adat yang sah. . Oleh karena situasi politik yang memaksa akhirnya tahun 1885 berlangsung hingga 1906, ibukota residen Tapanuli dipindahkan ke Padang Sidempuan. Berdasarkan staatsblad No. 428 Tahun 1905, dipisahkan pulalah Tapanuli dari Sumatera Barat beralih menjadi dibawah Gubernur Sumatera yang berkedudukan di Medan yang membagi wilayah Keresidenan Tapanuli dalam 5 afdeling, yaitu : afdeling Natal dan Batang Natal, afdeling Sibolga dan Batang Toru, afdeling Padangsidimpuan, afdeling Nias, afdeling Tanah Batak. 37 Afdeling Sibolga diperintah oleh seorang controleur dengan wilayah meliputi 13 Kakuriaan dan masing-masing dipimpin oleh kepala Kuria. Pada saat itu onder afdeling Barus masih termasuk afdeling Tanah Batak. Dengan keluarnya Staatsblad No. 93 Tahun 1933 maka sebagian onder afdeling Barus digabung ke afdeling Sibolga dan sebagian lagi masuk afdeling dataran-dataran tinggi Toba 38 36 Erwin J. V Nababan, op.cit, hlm. 19 . Selanjutnya dengan Staatsblad No. 563 Tahun 37 Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, op.cit, hlm. 131 38 M.Solly Lubis, ‘Sibolga dan sekeping sejarahnya’ , hari jadi Sibolga, Pemko Sibolga, 1998 hlm. 16 Universitas Sumatera Utara 1937 onder afdeling Barus keseluruhannya dimasukkan ke afdeling Sibolga dimana berdasarkan Staatsblad tersebut keresidenan-keresidenan Tapanuli dibagi atas 4 Afdeling, yaitu: afdeling Sibolga, afdeling Nias, afdeling Sidempuan, afdeling Tanah Batak. Yang termasuk afdeling Sibolga adalah : onder distrik Sibolga, onder distrik Lumut, onder sistrik Barus. Sedang Sorkam berada dalam lingkungan onder Distrik Barus. Kemudian tiap onder Distrik membawahi beberapa negara yang disebut Negeri hoofd. Negeri-negeri ini terdiri dari beberapa kampung yang yang dipimpin seorang kepala yang disebut Kampung hoofd dan juga diangkat sama dengan pengangkatan Negeri hoofd. Tugas Utama Negeri dan Kampung hoofd memelihara keamanan dan ketertiban memungut pajak BlastingRodi dari penduduk negeri 39 Daerah Tingkat II Tapanuli Tengah adalah pencerminan dari pembagian wilayah yang diatur dengan Staatsblad No. 563 tahun 1937 tersebut diatas. Sibolga memang potensial menjadi pelabuhan kapal-kapal dagang baik milik pemerintah Hindia Belanda maupun bangsa Eropa lainnya, atau sebagian dari pembangunan sarana pelayaran nasional. Sedangkan untuk kepentingan pertahanan militer, Sibolga dipandang strategis, khususnya menghalau serangan dari utara . 40 Pada zaman Belanda sesuai dengan sifat kolonialnya, terdapat rasialisme dalam pendidikan rakyat Indonesia, terutama pendidikan dasarnya. Pemberian pendidikan kepada rakyat Indonesia khususnya di Sibolga oleh Belanda adalah agar dapat membantu mereka sebagai pegawai kecil seperti Juru tulis, klerk atau komis. . 39 Elisa Tinambunan, Masuknya Zending Protestan di Tapanuli Utara, Medan: Tanpa Penerbit, 2011, hlm. 16 40 Hari jadi Sibolga, op.cit hlm.12 Universitas Sumatera Utara Pada zaman kolonial, pemerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah Gouverment orang Batak menyebutnya Sikola Gubernemen di seluruh keresidenan Tapanuli, tetapi tidak sampai kedesa-desa, hanya di negeri-negeri atau yang dianggap kota. Terdapat empat macam pendidikan dasar pada zaman kolonial, yaitu: ELS, untuk anak-anak Belanda atau anak-anak IndonesiaCina yang telah dipersamakan kedudukannya dengan Belanda. Kemudian pendidikan HIS, untuk anak-anak Indonesia kelas menengah atas, baik pegawai negeri maupun pengusaha dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan HCS, untuk anak- anak Cina kelas menengah ke atas dengan bahasa Belanda sebagai pengantar. Sekolah Kampung Rakyat volkschool dengan masa belajar tiga tahun, bagi anak-anak pribumi baik dikota maupun dikampung-kampung. Sekolah kampung lima tahun vervolgschool untuk anak-anak pribumi atau untuk orang Melayu dan tidak mempelajari bahasa Belanda. Anak- anak lulusan volkschool dapat menyambung ke vervolgschool masuk kelas 4. Sekolah Swasta yang terdiri dari HIS Pasrtikular, yang dibangun oleh Abdul Munip 41 Sementara itu perekonomian pada masa Kolonial ditunjang oleh monopoli perdagangan disepanjang Pantai Barat Sumatera. Untuk memajukan perdagangan ini pembangunan pelabuhan pun dilakukan. Sehingga perekonomian Sibolga banyak berpusat pada perdagangan. Namun tidak hanya dari perdagangan saja, Belanda juga membuka perkebunan di Sibolga. Banyak rakyat dari Sibolga di pekerjakan sebagai kuli perkebunan. . Banyak anak- anak Sibolga yang tidak diterima di HIS Pemerintah masuk ke HIS Partikular, Christelyke HIS, yang dibangun oleh organisasi Agama Protestant, Rooms Katholike ke HIS, yang dibangun oleh organisasi agama Katolik dan Sekolah Cina yang dibangun oleh masyarakat Cina di Sibolga. 41 B.A Simanjuntak, Kemajuan Pendidikan dan Cita Kemerdekaan di Tanah Batak 1861-1940, Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen, 1986, hlm.324 Universitas Sumatera Utara Pembukaan perkebunan ini juga melatarbelakangi kedatangan suku etnik lain ke Sibolga seperti Jawa dan Bugis. Mereka didatangkan sebagai kuli kontrak karena ketiadaan tenaga kerja yang mencukupi di Sibolga. Sehingga sumber penghasilan rakyat dan pendapatan pemerintah adalah dari perkebunan karet rakyat, ordeneming Belanda, perikanan, dan perdagangan antar pulau dipantai barat Sumatera. 42

2.3 Sibolga Pada Masa Pendudukan Jepang