BAB III KEDATANGAN ETNIS BATAK TOBA KE SIBOLGA
3.1 Migrasi Batak Toba ke Sibolga
Secara alamiah masyarakat dan kebudayaan akan selalu mengalami perubahan, baik perubahan secara fisik maupun perubahan secara pengetahuan dalam masyarakatnya.
Perubahan secara fisik menyangkut perubahan-perubahan pertambahan jumlah dan komposisi penduduk secara kelahiran maupun migrasi
98
. Migrasi telah ada sejak eksistensi manusia diatas permukaan bumi. Pada jaman dahulu tingkat migrasi justru sangat tinggi
karena penduduk masih hidup sebagai pengembara. Di Indonesia gelombang besar arus migrasi pernah terjadi, seperti di Sumatera Timur pada masa kolonial Belanda. Pembukaan
perkebunan tembakau oleh orang-orang Belanda pada akhir abad ke-19 telah menuntun adanya arus migrasi yang besar ke wilayah Sumatera Timur.
99
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik atau negara ataupun batas administrasi atau
batas bagian dalam suatu negara
100
98
Bambang Rudito, Adaptasi Sosial Budaya: Beberapa Kasus di Sumatera Barat, Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas, 1991, hlm.3
. Pendapat lain menyebutkan migrasi adalah perpindahan penduduk yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai gerak pindah penduduk dari satu
tempat ke tempat lain dengan maksud untuk mengadu nasib. Menurut Everett Lee motivasi utama untuk berpindah adalah motif ekonomi, yang berkembang karena adanya ketimpangan
99
Usman Pelly ed., Sejarah Sosial Kodya Medan Jakarta: Depdikbud, 1984 hlm. 2
100
Rukmadi, Migrasi Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman, Jakarta: CV Rajawali, 1984, hlm.4
Universitas Sumatera Utara
ekonomi antara berbagai daerah. Oleh karena itu pengerahan penduduk cenderung ke kota yang memiliki kekuatan yang relatif diharapkan dapat memenuhi pamrih ekonominya.
101
Pada kenyataannya migrasi tidak hanya terjadi karena alasan ekonomi, banyak faktor lain yang menyebabkan migrasi itu antara lain kebudayaan, kemiskinan, pendidikan dan lain
sebagainya. Berikut beberapa faktor lain yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu:
1 Faktor-faktor yang terdapat didaerah asal,
2 Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan,
3 Rintangan-rintangan yang menghambat, 4 Faktor-faktor pribadi.
102
Di tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal, dan menarik orang luar untuk pindah ke tempat tersebut; dan sejumlah faktor negatif
yang mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut; dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalarn keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan
yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi
103
Rintangan-rintangan itu antara lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan jarak ini selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangan-rintangan tersebut
mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang yang hendak pindah. Orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang
sebagai hal yang berat yang menghalangi orang untuk pindah. Faktor dalam pribadi .
101
Everett Lee, A Theory of Migration, www.http:family.jrank.orgpages1170Migration-Theories- Migration.com
102
Ida Bagus Mantra Kasto, Analisa Migrasi Indonesia, Jakarta: Biro Pusat Statistik, 1984, hlm.18
103
Saut Hamonangan, Migrasi Orang Batak Toba ke Dairi, Medan: Tanpa Penerbit, 2006, hlm. 15
Universitas Sumatera Utara
mempunyai peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan faktor utama, karena pada akhirnya kembali pada tanggapan
seseorang tentang faktor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya
104
Pembukaan perkebunan secara besar-besaran di Sumatera Timur juga mempengaruhi arah migrasi orang Batak Toba pegunungan ini. Perkembangan pembangunan sejak awal
abad ke 19 telah membawa pengaruh atas perubahan besar pola-pola demografi, khususnya di Sumatera Timur. Orang-orang Batak dari Tapanuli umumnya dan Batak Toba khususnya
mulai memasuki perkebunan di Langkat, Deli dan Serdang untuk mencari pekerjaan. Tetapi mereka agak sulit menerobos ke sana karena jarak yang cukup jauh. Perjalanan dari Tapanuli
ke Tanah Deli memerlukan waktu sampai sepuluh hari. Mereka menempuh route perjalanan yang panjang.
.
105
Di Indonesia, orang Batak Toba dikenal sebagai imigran. Mereka terkenal sebagai imigran yang sukses. Batak Toba merupakan kelompok terbesar dari sub etnis Batak dan
mempunyai posisi sentral dalam kultur Batak. Diluar tanah Batak, orang Batak Toba sering disamakan dengan Batak pada umumnya
106
Orang Batak Toba tinggal di sekitar Danau Toba dan bagian selatan Danau Toba,yang menurut daerah administratif Negara Kesatuan Republik Indonesia masuk dalam kabupaten
Tapunuli Utara. Di sebelah Barat Danau Toba terletak gunung Pusuk Buhit, gunung yang suci untuk orang Batak Toba sebab menurut mite penciptaan dikaki gunung inilah si
.
104
Ida Bagus, op.cit, hlm.25
105
B.A Simanjuntak, Pemikiran Tentang Batak, Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen, 1986, hlm.331
106
Togar Nainggolan, Batak Toba di Jakarta, Medan: Penerbit Bina Media, 2006, hlm. 61
Universitas Sumatera Utara
Rajabatak, manusia pertama Batak mendirikan huta
107
nya, yaitu sianjur Mula-mula yang menjadi awal kampung semua orang Batak.
108
Orang Batak Toba hidup dari pertanian, terutama sawah. Berabad-abad lamanya mereka mengusahakan pertanian sawah dengan irigasi. Maka tidak heran kalau orang Batak
berdiam dilembah-lembah dan sekitar Danau Toba sebab disanalah terdapat air yang perlu untuk sawah dan tanahnya yang subur. Migrasi orang Batak Toba telah lama ada. Walaupun
tidak dalam jumlah yang banyak dan tujuan tempat migrasi mereka adalah daerah-daerah sub Batak lainnya, yaitu Dairi dan Silindung. Migrasi untuk orang Batak Toba adalah mekanisme
utama untuk mendirikan kelompok marga yang baru dan strategi untuk mengurangi penduduk
109
Sibolga merupakan kota yang terletak di Teluk Tapian Nauli ini memiliki daerah laut yang cukup luas. Sehingga potensial sebagai daerah penghasil garam dan hasil-hasil laut
lainnya. Sibolga juga memiliki lahan yang cukup untuk bertani walaupun tidak seluas daerah kelautannya. Orang-orang Batak Toba yang memerlukan hasil-hasil laut banyak datang
kedaerah ini untuk melakukan barter. Seiring dengan proses barter ini terdapat 1 marga yang melakukan migrasi ke Sibolga
.
110
Orang Batak Toba yang pertama kali bermigrasi ke Sibolga merupakan orang Batak Toba yang bermukim di Silindung. Masyarakat dari Toba Silindung pertama sekali menamai
hamparan wilayah baru sebagai Siboga Sibolga. Seperti dijelaskan diatas, orang Batak Toba hidup dari pertanian, sehingga pada saat itu mereka memerlukan ikan, garam dan rempah-
.
107
Huta merupakan bahasa Batak yang memiliki arti Kampung.
108
Sitor Situmorang, Toba Na Sae, Medan : Pustaka Sinar Harapan, 1993, hlm.16
109
O.H.S Purba, Migran Batak Toba di luar Tapanuli Utara: Suatu Deskripsi, Medan: Penerbit Monora, 1998, hlm.1
110
Wawancara dengan Ibnu Tamil Hasibuan, 25 November 2013 di Sibolga
Universitas Sumatera Utara
rempah dari daerah pantai. Sebaliknya, masyarakat pesisir pantai memerlukan hasil petanian seperti buah-buahan, sayuran dan hasil hutan lainnya. Mereka melakukan barter dengan hasil
hutan yang mereka peroleh dengan garam dan lain-lain. Makin lama makin banyak orang hilir mudik dan menetap di pesisir pantai. Migrasi orang Batak Toba ini dikarenakan faktor
daerah Sibolga yang dekat dengan pesisir, kemudian lahan Sibolga masih cukup untuk melakukan kegiatan bertani
111
Pada tahun 1700-an, pada saat terjadinya perdagangan yang dilakukan antara orang- orang pedalaman dan masyarakat pesisir pantai Sibolga, seorang Ompu Hurinjom
Hutagalung yang berasal dari Silindung membentuk suatu permukimam di daerah Simaminggir. Simaminggir merupakan suatu kawasan yang dekat dengan Bonan Dolok yang
terletak 10 km dari sebelah utara Sibolga. Tempat tersebut berada pada ketinggian 1.266 meter di atas permukaan laut sehingga secara langsung dapat melihat ke Teluk Tapian Nauli.
Pada akhirnya tempat tersebut berfungsi sebagai tempat persinggahan bagi orang yang melakukan perjalanan dari Silindung ke Pantai Barat. Perpindahan keluarga Hutagalung ini
disebabkan didaerah Silindung lahan untuk bertani telah cukup menyempit karena sebagian besar orang Batak dari Silindung hidup dari bertani sehingga marga Hutagalung ini merasa
perlu membuka Huta yang baru .
112
Semenjak Ompu Datu Hurinjom bermukim di Simaninggir, kawasan teluk Tapian Nauli diwarnai dengan perdagangan secara paksa antara penduduk dengan pihak Inggris yang
berkembang menjadi perang. Kemudian Ompu Datu Hurinjom memindahkan pemukiman mendekati teluk, yaitu di Simare-Mare salah satu daerah di kecamatan sibolga kota di
.
111
Tengku Luckman Sinar, Lintasan Sejarah Sibolga dan Pantai Barat Sumatera Utara, Waspada 23 Juni 1981
112
Robert Siahaan, Tata Letak Pemukiman orang Pesisir Sibolga, Medan: Tanpa Penerbit, 2002, hlm.8
Universitas Sumatera Utara
bawah kaki Dolok Simarbarimbing dan terus melakukan perlawanan terhadap pihak Inggris yang memonopoli perdagangan di teluk Tapian Nauli
113
Untuk menjamin keperluan garam maka cucu Datu Horinjom yang dikenal sebagai Tuanku Dorong membuka perkampungan baru di sekitar aliran sungai Aek Doras sungai di
wilayah kecamatan Sibolga kota dan menetap disana. Tempat yang mereka diami bersama istri boru Simatupang dan hula-hula panggabean membangun huta kediaman di Mela. Posisi
Mela sekarang dapat digambarkan kira-kira tiga kilometer di Utara Sibolga ke arah Barus. Tahun 1700 orang Batak telah mendirikan “kerajaan Sibolga” dengan rajanya yang pertama
bermarga Hutagalung yaitu Raja Luka Hutagalung. Pada waktu itu marga Hutagalung merupakan raja pertama Etnik Batak. Raja Hutagalung banyak membawa unsur-unsur adat
Batak Toba ke pesisir pantai barat Sumatera .
114
Keluarga Raja Luka Hutagalung bermukim dibukit-bukit dan membuka areal pertanian simare-mare, sekarang merupakan pusat pemerintahan kota Sibolga. Ketika itu
lahan pertanian di Simare-mare relatif sempit dan dikelilingi rawa-rawa. Memang sebagian besar wilayah Sibolga merupakan pulau-pulau yang tersebar di Teluk Tapian Nauli
sedangkan sisanya merupakan daratan rawa. Keluarga Hutagalung ini memasuki kawasan Sibolga melalui jalan setapak ditengah semak belukar diantara pantai Barat dan Toba.
Rombangan pertama kali datang dari arah Silindung membawa rempah-rempah untuk kemudian ditukar barter dengan garam dipelabuhan pantai teluk Tapian Nauli
.
115
113
Raja Ja’far Hutagalung, “Sibolga Nama Legendaris Seorang Pejuang,” Hari Jadi Sibolga, Pemko Sibolga, 1998, hlm. 64
.
114
U. T Sipahutar ‘Perhitungan Jadinya Kota Sibolga’ , Hari Jadi Sibolga , Pemko Sibolga, 1998. hlm : 10
115
Tengku Luckman Sinar, op.cit
Universitas Sumatera Utara
Barang-barang dagang seperti sayur-mayur, rempah-rempah dan hasil ternak dibawa dengan kuda sedangkan pemiliknya berjalan kaki, mengiring dari belakang. Istilah yang tepat
disebut hoda boban
116
. Parade hoda boban kemudian membuka jalur baru pembukaan lahan
dan membuka huta. Huta ini biasanya digunakan untuk tempat persinggahan ketika para pedagang hendak beristirahat. Hutagalung yang merintis pemukiman baru ini kemudian
banyak diikuti oleh masyarakat Batak lainnya dari golongan marga : Hutabarat, Batubara, Lumbantobing, Panggabean, Pohan, Nadeak, Simatupang, Pasaribu, Situmorang dan
Tambunan. Masyarakat Batak dengan cepat beranak pinak. Hal ini menyebabkan semakin berkembangnnya masyarakat Batak yang bermukim di Sibolga.
117
3.2 Keberadaan Etnis Lain
Seperti diterangkan pada bab sebelumnya, Sibolga merupakan kota majemuk yang didiami beberapa etnis lain. Banyak dari suku bangsa lainnya datang dan menetap di wilayah
Sibolga. Berikut beberapa etnis yang mendiami wilayah kotamadya Sibolga.
BATAK TOBA
Suku bangsa Batak merupakan salah satu suku penduduk kawasan pantai Barat Sumatera. Daerah budaya suku bangsa ini terdapat dikawasan bagian Utara pantai Barat yang
identik dengan Residentie Tapanuli. Kehadiran suku bangsa ini mempunyai arti besar dalam kegiatan perdagangan di kawasan pantai Barat. Hubungan suku Batak dengan dunia luar
memang melalui perdagangan yaitu menjual hasil-hasil daerah Batak dan membeli barang-
116
Hoda boban merupakan bahasa Batak Toba yang memiliki arti kuda beban.
117
Wawancara dengan DH. Sikumbang, 23 Agustus 2013 di Sibolga
Universitas Sumatera Utara
barang yang dibutuhkan daerah ini.
118
Membicarakan perpindahan orang Batak Toba dari pedalaman tidak dapat dilepaskan pertambahan jumlah penduduk yang sangat pesat. Hal ini menimbulkan tekanan terhadap
lahan pertanian dan perkampungan. Banyak dari masyarakat Batak Toba ini membuka huta baru diluar dari huta lamanya. Terlebih lagi seorang raja huta tidak akan membiarkan anak-
anaknya sebagai benalu dikampung karena hal ini akan menurunkan wibawanya. Oleh karena itu mereka akan mendorong anak-anaknya untuk membangun kampung baru.
Begitu juga dengan hubungan derah Batak dengan Sibolga.
119
Batak Toba mulai menghuni daerah Sibolga di tahun 1700an. Batak Toba pertama yang bermukim di Sibolga berasal dari Silindung bernama Dorong bermarga Hutagalung.
Silindung sendiri jika, ditarik garis pembagian wilayah berada dibawah kekuasaan danau Toba. Silindung masuk masuk menjadi satu pembagian wilayah yang mandiri setingkat
dengan Samosir, Humbang, dan Toba Holbung
120
Sejak masuknya marga Hutagalung ke daerah Sibolga, orang-orang Silindung mulai berdatangan ke Sibolga dan secara bergerombol bermukim dibagian Sibolga Utara. Oleh
karena berbagai persoalan hidup, mulailah mereka menyebar mencari lahan-lahan yang lebih menghasilkan keberbagai penjuru Sibolga. Marga-marga Batak yang kemudian menghuni
Sibolga adalah Hutagalung, Simatupang, Panggabean, Hutabarat, Pohan, Batubara, Nadeak, Pasaribu, dan Tambunan
.
121
Tahun 1700 berdirilah kerajaan Sibolga dengan rajanya dari marga Hutagalung. Tentu saja tidak mengherankan, oleh karena pada saat itu, sistem kerajaan memungkinkan mereka
.
118
Gusti Asnan, op.cit, hlm. 39
119
Wawancara dengan Manguji Nababan, 11 Desember 2013 di Medan
120
U.T Sipahutar, op.cit, hlm.10
121
Wawancara dengan Zulkifli, 20 September 2013 di Sibolga
Universitas Sumatera Utara
untuk ekspansi dan betahan hidup demi tanah garapan. Masyarakat Batak Toba yang sudah dibekali dengan prinsip demokrasi Sianjur mula-mula pastilah mengilhami keberadaan para
perantau untuk membentuk suatu sistem pemerintahan yang memungkinkan mengatur tata cara adat, ibadah dan cocok tanam
122
Masyarakat Batak berkembang dan etnik ini menjadi bagian klan yang cepat menancapkan kuku kekuasaan, sehingga oleh para sejarawan terkemuka di gambarkan, Batak
di Sibolga berkembang dengan begitu cepat, sampai akhirnya memuncukkan beberapa unsur kekuatan baru di sekitarnya, berwujud kerajaan. Misalnya untuk contoh adalah adanya
kerajaan Poriaha yang memerintah begitu arif dimasanya .
123
Selain etnik Batak di puak Toba, Batak Angkola dan Mandailing juga banyak bermukin di Tapanuli Tengah. Kedatangan Batak Angkola dan Mandailing menjalar secara
alami. Kedua puak ini sejak mulai pertamanya memang menduduki basis perbatasan antara Sumatera Utara dan Sumatera Barat, seperti di Padangsidempuan, Padang bolak, dan Sipirok.
Batak Angkola dan Mandailing dalam karakternya banyak di pengaruhi oleh budaya Minangkabau, yang mengambil garis keturunan ibu matrialchat dan banyak di pengaruhi
oleh iklim agama Islam sampai kepada ekspansi perang Paderi, pimpinan tuanku Imam Bojol dan tuanku Tambusai dari tanah Minangkabau. Pejuang tuanku Imam Bonjol sempat
membuka jalur ke arah Tapanuli di bawah Tambusai. Pengaruh budaya dan keagamaan inilah yang membuat dua puak Batak Angkola dan Mandailing berani tampil beda di pentas etnik
.
122
Sulistilawati, Sejarah Perkembangan Pendidikan Al-wasliyah di Sibolga, Medan: Tanpa Penerbit, 2012, hlm.16
123
Panitia Hari Jadi Kota Sibolga ke-307, Sibolga Dalam Lintasan Sejarah, 2007, dalam makalah tanggal 2 April 2007, hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
Batak
124
Beberapa argumen lain mengenai beragamnya marga – marga batak di Sibolga juga terkadang di tafsirkan orang sebagai sesuatu yang asin. Misalnya adanya persamaan beberapa
marga batak dengan klan di Minangkabau seperti Tanjung, Kalang dan Ujung. Masing- masing marga memiliki kejelasan asal-usul misalnya Tandjung, dalam tarombo silsilah
Batak di kenal sebagai keturunan raja Batak Pasaribu keturunan saribu Raja anak Raja uti. Namun persamaan ini bukan sesuatu kelainan yang memiliki unsur permanen, melainkan satu
heterogenisasi yang saling memperkaya masing-masing unsur istiadat Batak dan Minangkabau
. Namun, kehebatan keberadaan Batak dari berbagai puak dan agamakepercayaan tak mengurangi sifat kekeluargaan di Sibolga. Batak dalam sejarahnya di Sibolga, turut adil
dalam menegakkan eksistensi agama dan persatuan nasional.
125
. Semakin bertambahnya jumlah orang Batak toba di Sibolga juga dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah Belanda. Pada tahun 1900-an, pemerintah kolonial Belanda tidak melarang adanya perpindahan ke wilayah keresidenan Tapanuli. Selain itu tanahnya subur
dan dan datar ke arah tepi laut menarik orang Batak Toba menetap disana untuk membuka tanah pertanian.
126
MINANGKABAU
Etnis Minangkabau merupakan suatu bentuk masyarakat yang menjalankan proses migrasi yang mereka sebut dengan merantau bermigrasi ke rantau. Merantau dan
124
Wawancara dengan L. Simbolon, 23 Agustus 2013 di Sibolga
125
Wawancara dengan Sabirin Tanjung, 30 Agustus 2013 di Sibolga
126
O.H.S Purba, Migrasi Spontan Batak Toba Marserak Sebab, Motip dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi Toba, Medan: Penerbit Monora, 1997, hlm.124
Universitas Sumatera Utara
Minangkabau memang dua kata yang tak terpisahkan. Merantau adalah hal yang sangat penting bagi kaum pria Minangkabau, budaya merantau juga merupakan tuntutan adat serta
dampak dari sistem matrilineal yang mereka anut
127
Budaya merantau telah melekat dari generasi ke generasi pada masyarakat Minangkabau yang terkadang dilatar belakangi oleh kemiskinan. Tidak menutup
kemungkinan bahwa hampir semua manusia pernah melakukan gerak pindah sebagai upaya untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Orang Minangkabau
mendorong kaum muda mereka untuk merantau, namun ketika mereka kembali dari daerah rantau, mereka harus membawa sesuatu , harta atau pengetahuan sebagai simbol berhasilnya
misi mereka. .
128
Keadaan politik yang tidak stabil di beberapa kota penting di Sumatera Barat, turut menentukan arah penyebaran penduduk Minangkabau di sekitar pantai barat. Etnik
Minangkabau, salah satu turut di terjang pertikaian perang Paderi, sehingga membuka peluang baru untuk memasuki daerah pantai dan semenanjung hingga tiba di beberapa pulau
di Sibolga dan berbaur dengan masyarakat Sibolga.
129
Kategori pembaruan ini juga turut menyerap aspek etnik Batak yang berpadu di Sibolga. Misalnya, dengan adanya beberapa warna etnik Batak yang sudah lama bermukin di
Barus dan Sorkam antara lain Tanjung di klaim bagian dari masyarakat Padang. Tidak dapat di sanggah, jika datangnya Minangkabau ke Sibolga membonceng beberapa warga asli
masyarakat Padang seperti Chaniago. Namun, beberapa sosiolog moderat menyebut, Tanjung
127
Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau Yogyakarta: UGM Press, 1984 hlm. 2
128
Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, Jakarta: Pusataka LP3ES, 1994, hlm.12
129
Mochtar Naim, Ibid,
Universitas Sumatera Utara
di padang dan Tanjung di Sibolga hanya sekedar persamaan nama. Perkembangan agama Islam di pesisir dan kontrasnya perkembangan agama Kristen di Tapanuli Utara kemudian
semakin mempersamar, dimanakah sebenarnya posisi tanjung saat ini, sebab umumnya Batak marga Tanjung yang tinggal di Sorkam menganut agama Islam .
Datangnya Minangkabau bukan merupakan akhir dari perkembangan etnik Melayu di Sibolga. Sebab jauh sebelum perang Paderi, masyarakat Paderi dari generasi terdahulu telah
sampai di Tapanuli Tengah daerah sebelah Selatan Sibolga melalui penyebaran yang bersifat otomatis kependudukan. Kerajaan Sorkam dan kerajaan Baderi, tercatat sebagai dua
kerajaan yang dikuasai oleh Melayu. Minangkabau dewasa ini banyak yang memilih sebagai nelayan yang pada umumnya berdiam di tepi pantai.
130
JAWA
Titik awal dari persebaran suku Jawa ke pulau-pulau lain adalah dilaksanakan program kolonialisasi yaitu perpindahan penduduk dari daerah Kedu, Jawa Tengah ke
Gedong Tataan, lampung pada tahun 1905. Program Kolonisasi ini merupakan salah satu dari tiga program politik ethis yaitu perbaikan pendidikan, irigasi dan usaha pemindahan
penduduk keluar pulau Jawa.
131
Bersamaan dengan program kolonisasi terdapat usaha lain untuk memindahkan penduduk dari Jawa ke Sumatera Timur sebagai kuli kontrak. Perkembangan perkebunan
yang demikian pesat pada masa kolonial Belanda mengakibatkan Sumatera Timur menjadi lahan subur bagi tumbuh berkembangnya modal besar dari berbagai negara yang
130
Wawancara dengan Syamsir Tanjung, 27 Agustus 2013 di Sibolga
131
Ida Bagus, op.cit, hlm.38
Universitas Sumatera Utara
diinfestasikan ke wilayah ini. Tembakau Deli sebagai tanaman utama memiliki kualitas yang tinggi untuk bahan cerutu. Kualitas yang tinggi tersebut mendorong jumlah perkebunan
sehingga jumlah perkebunan makin hari makin membesar yang kemudian mencapai ratusan perkebunan sebelum tahun 1900-an
132
Berpuluh-puluh ribu tenaga kerja didatangkan dari Jawa untuk berbagai perkebunan di Sumatera Timur. Mereka disebar ke berbagai wilayah Sumatera Timur termasuk Sibolga.
Upaya ini dilakukan karena kurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Suku Jawa pertama sekali datang dan tinggal di Sibolga, pada masa penjajahan.
Kolonial Belanda memegang peranan besar dalam menentukan arah hidup mereka di pulau Sumatera, karena mereka dibawa dari Pulau Jawa untuk dipekerjakan diperkebunan-
perkebunan. Mereka dikategorikan selaku buruh yang baik dan tekun. Kedatangan mereka secara berkelompok yang kebanyakan berasal dari Jawa Tengah
.
133
Kemudian, masyarakat Jawa berkembang dan bergabung dengan para pendatang baru lain dari Jawa, yakni orang-orang transmigran. Paguyuban etnik Jawa dengan nama
Pujakesuma Putera Jawa Kelahiran Sumatera, berfungsi bukan saja sebagai sarana informasi dan silaturahmi, tapi juga melestarikan seni dan kebudayaan Jawa seperti Wayang, gending
dan gamelan .
134
.
132
Suprayitno, Mencoba Lagi Menjadi Indonesia Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2001 hlm. 20.
133
Andi F Sianipar, Transmigrasi Buruh Perkebunan di Simalungun 1932-1980, Medan: Tanpa Penerbit, 1996, hlm.34
134
Wawancara dengan Efendy Fuad, 9 September 2013 di Sibolga
Universitas Sumatera Utara
BUGIS
Orang-orag Bugis didatangkan oleh Pemerintah Belanda sebagai tahanan Kolonial. Mereka diperlukan sebagai lawan yang kalah perang dan tentu harus patuh pada keinginan
sang penakluk. Aturan main yang diberlakukan untuk mereka pun sangat ketat. Bidang garapan untuk tawanan orang-orang Bugis, oleh Belanda dikhususkan membuka jalan-jalan
pionir jalan perintis ke berbagai daerah yang belum pernah disinggahi oleh siapa pun
135
. Karena tidak gampang membuka jalan, apalagi harus menyesuaikan dengan kebutuhan
pertahanan dan keamanan penjajah, maka diperlukan ketelitian, skill dan kelebihan lain. Suku Bugis dikenal sebagai suku yang dinamis, keras, pemberani, dan raja lautan yang ditakuti
sejak dulu. Orang Bugis sebagai masyarakat yang tangguh dalam dunia pelayaran dan dekat dengan alam laut, tentulah disadari oleh Belanda dalam konteks persamaannya dengan pantai
Barat. Melihat hal ini, garapan yang ruwet mengenai jalur penghubung laut dan darat diperuntukkan bagi orang-orang Bugis
136
Penampungan untuk para orang-orang Bugis ini orang rantai mengikuti lokasi yang akan dibangun. Mereka yang mengerjakan bangunan jalan kearah Padang Sidempuan
ditampung didaerah Lumut, yang membangun jalan kearah Tarutung ditampung di Bonan Dolok, dan yang membangun jalan ke arah Barus ditampung di Panakalan. Sementara itu
orang-orang kurungan ini yang membuka hutan dan mengeringkan rawa dan daratan Sibolga ditampung di Pulau Poncan.
.
137
135
Hamid Panggabean, Bunga Rampai Tapian-Nauli, Jakarta: Tapian-Nauli-Tujuh Sekawan. 1995, hlm.184
136
Ida Bagus, op.cit, hlm.39
137
Wawancara dengan Rosalina Simanjuntak, 30 Agustus 2013 di Sibolga
Universitas Sumatera Utara
Setelah kemerdekaan, banyak dari orang-orang Bugis ini memilih untuk tetap tinggal di Sibolga. Faktor lain dari penyebab semakin banyaknya orang Bugis migrasi ke daerah lain
termasuk Sibolga adalah faktor ekonomi dan keamanan. Situasi daerah suku Bugis terus menerus dilanda peperangan dan kekacauan sementara jumlah sawah terutama di daerah
Bone dan Pare-pare tidak mencukupi buat kehidupan mereka
138
ACEH
. Kemudian hari orang-orang Bugis seperti halnya etnik lain semakin banyak dan semakin memberi warna pada
keberadaan etnik lain di Sibolga.
Orang Aceh telah lama tiba di Sibolga. Diperkirakan ketika Sibolga dan sekitarnya masuk wilayah kekuasaan Monarki Barus Raya dimasa lampau. Kota Sibolga beberapa tahun
silam juga pernah menjadi pintu pelayaran Aceh dipantai Barat. Hubungan kerajaan-kerajaan kecil di pantai Barat Sumatera dengan Kerajaan Aceh sudah menjadi senyawa dengan
masanya
139
Orang-orang Aceh dulunya melakukan pelayaran dan memiliki hubungan dagang
dengan masyarakat yang ada di Barus
.
140
138
Ahdi Makmur, Migran Toraja di Tombang, Jakarta: PT Pustaka Grafika Kita, 1988, hlm.200
. Banyak dari mereka yang tinggal dan menetap di Barus. Sebagian dari mereka menikahi penduduk stetempat. Serta sekaligus menyebarkan
agama Islam. Sehingga masyarakat Aceh ini telah lama ada dikawasan Sibolga. Masyarakat Aceh ini juga merupakan pelopor menyebarnya ajaran agama Islam pada masyarakat pesisir
139
Habibuddin Pasaribu, Mengoeak tabir Bandar Toea Doenia Baroes Kota Sejarah dan Perdagangan, Sibolga: Tanpa Penerbit 2007, hlm.15
140
Barus merupakan salah satu wilayah yang terdapat dikawasan Teluk Tapian Nauli dan dulunya
menjadi kota pelabuhan diawal tahun 700an. Barus juga merupakan kota yang banyak menghasilkan kamper, kemenyan dan rempah-rempah. Karena letaknya yang dekat dengan pantai maka Barus sering disinggahi para
saudagar asing untuk membeli rempah-rempah atau sekedar tempat persinggahan beristirahat.
Universitas Sumatera Utara
Sibolga. Banyak dari orang Aceh ini yang bekerja sebagai nelayan. Mereka juga bermukim disekitar pantai. Namun, ada juga sebagian dari mereka yang memilih sebagai pedagang ikan
asin dan membuka tempat pengeringan ikan
141
Interaksi terjadi pada antar suku. Namun, tidak menyebabkan perubahan yang cukup signifikan. Misalnya saja, pada orang-orang Bugis, mereka cenderung mencari pasangan
hidupdari satu suku sehingga dapat mempertahankan keberadaan etnis mereka di tanah rantau. Orang-orang Bugis ini juga membangun suatu wilayah sendiri yang disebut Kampung
Bugis. .
3.3 Islamisasi Di Sibolga
Keadaan Geografis dan wilayah yang dimiliki oleh bangsa ini, telah membentuk keragaman dan perbedaan struktur masyarakatnya. Secara sederhana, keragaman ini
ditunjukkan oleh tiga jenis kelompok masyarakat yang berkembang di seluruh wilayah Nusantara. Kelompok pertama, adalah masyarakat yang hidup di daerah-daerah pedalaman
dan kawasan-kawasan pegunungan terpencil. Masyarakat in biasanya memiliki kepercayaan animisme dan komitmen kesukuannya sangat kuat. Kelompok kedua, adalah masyarakat
yang hidup di sepanjang garis pesisir, dimana jalur-jalur perdagangan laut telah memudahkan mereka untuk dapat mengenal dan bertukar kebudayaan dengan dunia luar. Sedangkan
kelompok ketiga, adalah masyarakat yang dipengaruhi oleh struktur budaya keraton. Pada umunya, kelompok masyarakat ini hidup dalam sebuah kota di sekitar kawasan istana yang
141
Pemko Sibolga, Keberagaman Etnik Kota Sibolga, Sibolga : Tanpa Penerbit, 2007, hlm. 19
Universitas Sumatera Utara
mudah dijangkau. Sehingga memungkinkan mereka disebut kelompok elite yang memiliki kebudayaan tinggi.
142
Dari ketiga jenis masyarakat diatas, Islam datang pertama kali ke bumi Nusantara melalui masyarakat kelompok kedua, yakni masyarakat yang hidup di sekitar daerah Pesisir.
Sebab, pola perdagangan yang terdapat di jalur-jalur pantai itu, telah berkembang menjadi pola hubungan timbal-balik dan pertukaran budaya antara masyarakat Pesisir dengan para
pedagang asing. Oleh karena itu, adalah sebuah kenyataan sejarah yang tidak bisa dipungkiri bahwa pola hubungan perdagangan di sekitar daerah-daerah pantai itu, telah mengenalkan
Islam sebagai agama kultural yang disebarkan dengan jalan damai, tanpa ada tendensi kekuasaan ataupun politik tertentu.
143
Begitu juga dengan masuknya Islam ke Barus, Poncan dan Sibolga. Kota pelabuhan Barus yang menghadap ke Samudera Hindia merupakan salah satu kota pelabuhan dan
penghasil rempah-rempah sejak permulaan abad masehi. Dari sinilah kemudian para pedagang yang juga menyebarkan agama Islam berlabuh dan kemudian berniaga kepulau-
pulau lain di Nusantara. Sebagai Bandar, Barus telah berkembang cukup lama. Sebuah buku sastra India kuno, Kathasaritsagara, menyebut nama kapuadvipa yang dapat diartikan sebagai
Barus
144
Sejak abad ke-6 Masehi, kamper dikenal diberbagai kawasan dari Negeri Cina sampai ke kawasan Laut Tengah. Hal ini dapat dilihat dari tercatat nya nama Barousai dalam sejarah
Dinasti Liang, raja-raja Cina Selatan yang memerintah pada abad ke-6 M. Prasasti Tamil .
142
Alwi Shihab, Membendung Arus, Bandung: Mizan, 1998, hlm.15
143
Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-linguistik dan Geo-Politik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009, hlm. 385
144
Habibuddin Pasaribu, op.cit. hlm. 1
Universitas Sumatera Utara
mencatat bahwa Barus pada awal ke-11 M merupakan sebuah perdagangan Internasional karena mengekspor kamper dari kawasan pedalamannya keseluruh kawasan yang dikenal
pada jaman itu
145
Barus yang merupakan kota pelabuhan banyak mendapat kunjungan dari para pedagang-pedagang lain, baik dari arab, Cina, India dan dari dalam Nusantara itu sendiri.
Para pedagang arab ini berlabuh sekaligus menyebarkan agama Islam. Bahkan, Barus disebut-sebut sebagai tempat pertama kali masuknya Islam dikawasan Nusantara. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya makam-makam tua yang bertuliskan huruf-huruf Arab dan Persia yang ditemukan pada makam-makam dipedalaman Barus. Makam-makam ini ada
yang berangka tahun 602 H di kompleks makam bukit Hasan .
146
. Pada abad ke-9 M nama Barus telah muncul dalam teks berbahasa Arab atau Persia dengan nama Fanrus dan ini
membuktikan hubungan erat antara kedua kawasan tersebut. Orang Arab pernah menetap dan datang di Barus karena tertarik perdagangan yang dikembangkan oleh para pedagang
India
147
Sejalan dengan perkembangan Islam di Indonesia kedatangan Kaum Sufi telah ada sejak abad ke 13 M. Tetapi perkembangannya yang nyata terutama di Indonesia Sumatera
dan Jawa dengan ajaran-ajarannya baru nampak sekitar abad ke 16-17 M. Pada saat perkembangan Islam ini, Barus telah lebih dulu mengenal dan mendapat ajaran-ajaran agama
Islam. Namun, masyarakat Barus tidak banyak yang menganut agama Islam. Hal ini terkait . Melihat hal ini tentu saja para pedagang Arab ini tinggal dan menyebarkan agama
Islam, baik melalui perdagangan dan pernikahan dengan orang-orang Barus.
145
Claude Gulliot, Lobu Tua Sejarah Awal Barus, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002, hlm. 4
146
Aris Sutrisno, Kerajaan Barus Kota Wisata yang Menyimpan Misteri Tapanuli, Sibolga: Tanpa Penerbit, 2008, hlm. 28
147
Claude Gulliot, Barus Seribu Tahun yang Lalu, Jakarta: Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Forum Jakarta-Paris, 2008, hlm.44
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan yang telah dimiliki masyarakat Barus sebelum Islam dan masuknya agama Kristen di Barus sekte Nestorian dari Constantunopel, sebuah aliran yang dipelopori oleh
Nestorius abad ke-7
148
Agama Islam dan ajarannya semakin menyebar lewat pedagang-pedagang dari Aceh. Barus pada tahun 1770-an tidak lagi merupakan pusat pelabuhan. Pada masa pendudukan
Belanda, kota pelabuhan telah dialamatkan kepada Pulau Poncan. Pulau Poncan ini sudah menjadi tujuan terpenting para pedagang karena dianggap sebagai gudang penyangga suplai
rempah-rempah untuk Eropa dan para pedagang dari luar maupun dalam Nusantara .
149
Pengaruh Islam yang terdapat di Pulau Poncan ini berasal dari orang Aceh dan pedagang Minang. Orang Aceh menyebarkan agama Islam dengan menduduki pulau Poncan.
Poncan dan Barus pada tahun 1601 telah berada dalam kekuasaan Kesulatanan Aceh. Masyarakat pulau Poncan menerima ajaran agama Islam dengan terbuka. Sehingga banyak
dari masyarakat poncan ini menjadi agama Islam dan mendapat gelar Datuk .
150
Setelah Aceh dapat dikalahkan oleh Inggris maka Pulau Poncan diambil alih oleh Inggris. Namun, melalui perjanjian Traktat London 13 Agustus 1814, Inggris terpaksa
mengembalikan Nusantara kepada Belanda. Termasuk kawasan pantai Barat Sumatera. Daerah pantai Barat Sumatera yang diterima Pemerintah Hindia Belanda mancakup kawasan
yang merentangdari Singkel di Utara hingga Croe di Selatan .
151
148
Pidato Dr. TB. Simatupang, Konperensi Gereja dan Masyarakat Wilayah Sumut 1970-1980, Pematang Siantar, Harian SIB.
.
149
Aris Sutrisno, op.cit, hlm.32
150
Wawancara dengan Ilham Hamid, 24 November 2013 di Sibolga
151
Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera, Jogjakarta: Penerbit Ombak, 2007, hlm.69
Universitas Sumatera Utara
Poncan yang merupakan salah satu kawasan pantai Barat Sumatera jatuh ketangan Belanda dan merupakan kekuasaan Belanda. Segala kegiatan perdagangan dilakukan di Pulau
Poncan dan menjadi gudang senjata Belanda. Kegiatan perdagangan semakin hari semakin ramai. Pulau Poncan yang memiliki luas yang tidak luas, tidak cukup menampung kapal-
kapal dagang yang berlabuh. Kepadatan penduduk dipulau Poncan telah membuat Belanda untuk memindahkan pusat perdagangan dan pelabuhan ke Sibolga dan mendirikan
keresidenan di Sibolga. Masyarakat Poncan juga ikut berpindah dengan membawa ajaran agama Islam. Sementara itu Sibolga telah dihuni oleh Batak yang datang dari Silindung pada
tahun1700 dan menetap di Sibolga dengan mendirikan Raja Huta
152
Setelah Sibolga dibuka sebagai kota pelabuhan yang baru, pada waktu bersamaan tengah terjadi pergolakan sosial yang bisa membahayakan kedudukan Belanda di kota
Padang. Kaum Paderi tengah mengadakan pembaruan dalam kehidupan beragama dan menginginkan adanya perubahan sosial kemasyarakatan. Gerakan Paderi merupakan konflik
antara ulama pembaharu Minangkabau Kaum Paderi dengan pemuka tradisional golongan adat. Konflik ini terjadi sejak permulaan abad ke-19 antara tahun 1785-1838
.
153
152
Sulistilawati, op.cit, hlm.20
. Kaum Paderi ingin mengadakan pembaharuan dalam praktik-praktik keagamaan serta juga dalam
lapangan sosial kemasyarakatan. Golongan pembaharu ingin membersihkan agama dari unsur adat dan hal-hal bid’ah yang tidak relevan dengan ajaran agama Islam. Keinginan
sekelompok umat Islam ini mengkoversi penduduk setempat ke aliran Islamnya sendiri. Disamping itu gerakan ini juga mempunyai tujuan untuk menempatkan kaum agama pada
153
Gusti Asnan, op.cit, hlm. 70
Universitas Sumatera Utara
posisi yang lebih strategis, baik secara sosial dan politik ditengah masyarakat Minangkabau. Perang ini mengakibatkan perluasan kontrol politik Belanda atas Sumatera Barat
154
Oleh karena Belanda ingin memperkuat kekuasaannya kembali di Sumatera Barat maka Belanda memerangi kaum Paderi yang telah menguasai daerah Minangkabau sewaktu
Belanda datang kembali pada tahun 1819. Belanda menganggap seluruh wilayah Nusantara sudah berada dibawah kekuasaan Belanda semenjak tahun 1800. Perang itu berlangsung
sekitar 16 tahun dan berakhir dengan kemenangan Belanda. .
155
Dengan didudukinya Benteng Bonjol serta daerah Bonjol dan sekitarnya pada tahun 1837 dan dengan dibunagnya Tuanku Imam Bonjol ke luar daerah Sumatera Barat, maka
lumpuhlan seluruh kekuatan Sumatera Barat dalam menentang Belanda. Akibatnya semenjak awal abad ke-19 dominasi Politik Belanda tertanam semakin kuat dan kokoh dihampir
seluruh daerah Sumatera Barat. Dominasi Politik itu dijadikan Belanda sebagai landasan untuk perkembangan perekonomian Belanda dan Penetrasi kebudayaan Barat di Sumatera
Barat.
156
Selama perang berlangsung, banyak dari masyarakat pribumi yang tidak pro pada kedua kubu yang bermasalah mencari daerah lain untuk menghindari konflik-konflik yang
terjadi. Masyarakat Minangkabau turun ke daerah pantai Barat Sumatera lainnya, yaitu melalui Angkola, Mandailing dan Sibolga. Banyak dari masyarakat ini yang tinggal menetap
154
Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996, hlm.6
155
Bambang Suwondo, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatera Barat, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Penelitian dan Pencatatan
Kebudayaan daerah, 19771978, hlm.11
156
Bambang Suwondo, Ibid,.
Universitas Sumatera Utara
didaerah-daerah baru. Khususnya di Sibolga para pendatang dari Minangkabau ini menetap sekaligus mengajarkan kehidupan umat Islam
157
.
3.4 Konversi Agama
Selain dari keberagaman etnis, kota Sibolga juga memiliki keberagaman agama yang di anut masyarakatnya. Sebelum pengaruh Hindu Budha dan Islam masuk kewilayah ini, baik
penduduk pedalaman maupun penduduk panatai masih menganutb kepercayaan yang bersifat animisme. Kepercayaan penduduk pedalaman Batak Toba. Sekitar tahun 1858 masyarakat
Kuria Siboga masih menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang, sedangkan orang– orang yang tinggal di pulau-pulau sekitar teluk Tapian Nauli sudah beragama Islam, yang
masuk melalui pantai Barus
158
Islam mulai tersebar di Indonesia melalui Sumatera Utara pada abad ke 13 dan ke 14. Dengan masuknya Islam ke Sumatera Utara maka berakhirlah pengaruh Hindu Budha. Orang
Batak di pedalaman Sumatera mengisolasi diri dari para pedagang-pedagang Islam. Namun, para pedagang-pedagang Islam ini berhasil mengislamkan daerah pantai dan sebagaian
pedalaman Sumatera. Seperti Minangkabau di Selatan, Aceh di Utara, dan Melayu dipantai Timur dan Barat. Dari masuknya Islam hingga abad ke 18 secara umum dapat dikatakan
bahwa dunia Batak menutup diri. Memang ada sedikit hubungan dagang dengan Islam baik dipantai Timur maupun Barat
.
159
Tetapi pada awal abad ke 19 terjadilah invansi Islam ke tanah Batak oleh orang Minangkabau. Pada waktu perang Paderi 1820-1837 daerah Batak bagian Selatan dan Utara
.
157
Wawancara dengan Rusdin Tanjung, 25 November 2013 di Sibolga
158
Habibuddin Pasaribu, op.cit, hlm.21
159
Dieter Valon, Napak Tilas Ingwer Ludwig Nommensen, Pematang Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2006, hlm. 29
Universitas Sumatera Utara
menjadi Islam Angkola dan Mandailing. Kaum Paderi mulai menyebarkan agama Islam pada daerah-daerah baru.
160
Oleh karena orang Batak Toba yang hidup di Sibolga berada pada perbatasan antara Batak dan Melayu. Maka banyak dari mereka yang mengikuti orang-orang Melayu dan
menjadi muslim. Mereka menyebut diri sebagai Batak Toba Islam. Penyebaran agama Islam yang secara baik sangat mudah diterima oleh sebagian masyarakat dari suku Batak Toba ini.
Terlebih lagi ketika sebagian daerah Batak telah menjadi Islam yaitu Angkola dan Mandailing
161
Seperti yang diterangkan sebelumnya, masyarakat Toba menganut kepercayaan animisme. Penganut kepercayaan ini menyembah semua benda yang dianggap ada begu
roh-nya, seperti sumur, hutan, rumah dan batu besar. Suku Batak mengadakan pemujaan terhadap kekuatan gaib dan arwah nenek moyang dan dapat dilakukan secara langsung atau
dengan perantara “pawang” datu = orang sakti. Pawang merupakan orang yang sangat disegani dikalangan masyarakat. Selain memimpin upacara pemujaan, seorang pawang
menentukan adanya hari baik dan hari buruk serta menentukan pantangan tabu yang harus ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Agama mereka biasa disebut sebagai
Parmalim .
162
160
J.S. Hasibuan, Batak, Jakarta: PT. Jayakarta Agung Offset, 1985, hlm.236
. Setelah masuknya Islam di Sibolga, kepercayaan terhadap ‘malim’ mulai bergeser. Penduduk Batak yang tinggal didaerah pantai Barat banyak yang memeluk agama
Islam. Mereka mulai meninggalkan adat istiadat atau hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam. Untuk contoh masyarakat batak Toba yang Islam tidak lagi melakukan
161
Wawancara dengan Sutrasno Pasaribu, 22 Agustus 2013 di Sibolga
162
Maruli Tua Siahaan, Kepercayaan Ugamo Malim. Studi Antropologi tentang Kepercayaan Masyarakat Batak Toba di Desa Naga Timbul Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Tapanuli Utara, Medan:
Tanpa Penerbit, 1995, hlm.26
Universitas Sumatera Utara
penyembahan sebagai rasa hormat pada kuburan leluhur mereka. Karena hal ini bertentangan dengan agama Islam dan dianggap sebagai tindakan berhala.
Perkawinan orang Batak Toba dengan Melayu juga turut andil dalam perubahan kepercayaan yang mereka anut. Banyak dari mereka yang menikah dengan anak Datuk dan
menjadi Islam. Lelaki Melayu yang mengambil wanita Batak Toba mendidik anak-anak mereka dalam budaya Melayu bernafaskan Islam. Sehingga dapat kita temui orang Batak
Toba yang identik dengan Protestan menganut agama Islam. Hal ini dikarenakan pembauran yang telah terjadi antar suku Melayu dan Batak Toba.
163
163
Wawancara dengan Radjoki Nainggolan, 16 Agustus 2013 di Sibolga
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KEBUDAYAAN MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA