Metode Teknik Penghitungan Garis Kemiskinan

23 Selanjutnya GKM j tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga: å å = = = 52 1 52 1 k jkp k jkp jp K V HK , K jkp = kalori dari komoditi k di daerah j provinsi p. jp HK = Harga rata-rata kalori di daerah j provinsi p. 2100 ´ = jp jp K H GKM , GKM = Kebutuhan minimum makanan di daerah j, yaitu yang menghasilkan enerji setara dengan 2100 kilokalorikapita hari j = Daerah perkotaanperdesan p = Provinsi p GKNM merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Nilai kebutuhan minimum per komoditisub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditisub-kelompok terhadap total pengeluaran komoditi sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil SPKKD 2004, yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibandingkan data Susenas modul konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non-makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut: kjp n k kj jp V r GKNM å = = 1 , GKNM jp = Pengeluaran minimum non-makanan atau garis kemiskinan non-makanan daerah j kotadesa dan provinsi p. V kjp = Nilai pengeluaran per komoditisub-kelompok non- makanan daerah j dan provinsi p dari Susenas modul konsumsi. r kj = Rasio pengeluaran komoditi sub-kelompok non- makanan k menurut daerah hasil SPKKD 2004 dan daerah j kota+desa. k = Jenis komoditi non-makanan terpilih. J = Daerah perkotaan atau perdesaan. p = Provinsi perkotaan atau perdesaan. 24 Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin PM. Persentase penduduk miskin di suatu provinsi dihitung dengan: p p p P PM PM = × 100 PM p = Penduduk miskin di provinsi p. PM p = Jumlah penduduk miskin di provinsi p. P p = Jumlah penduduk di provinsi p. Penduduk miskin untuk level nasional merupakan jumlah dari penduduk miskin provinsi atau: å = = n p p I PM PM 1 , PM I = Penduduk miskin Indonesia. PM p = Penduduk miskin provinsi p. n = Jumlah provinsi. Persentase penduduk miskin nasional adalah: I I I P PM PM = ×100 PM I = Persentase penduduk miskin secara nasional. PM p = Jumlah penduduk miskin secara nasional. P I = Jumlah penduduk Indonesia. Sementara itu yang disebut penduduk sangat miskin SM adalah penduduk yang pengeluaran untuk konsumsinya 0,8 GK GK= Garis Kemiskinan.

3.4. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam publikasi ini adalah analisis deskriptif dalam bentuk tabel dan gambargrafik. Analisis deskriptif merupakan suatu teknik analisis sederhana tetapi dapat menjelaskan hubungan antar variabel. Analisis deskriptif digunakan untuk mempermudah dalam penjelasan atau penafsiran keadaan suatu hal secara umum dengan membaca tabel atau grafik. Pada publikasi ini analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum konsisi sosial ekonomi rumah tangga sasaran PPLS 2011 berdasarkan variabel-variabel yang telah dipilih. Sehingga informasi mengenai kondisi sosial ekonomi rumah tangga sasaran akan dapat diperoleh guna kepentingan lebih lanj ut. 25

BAB IV KONDISI KEMISKINAN MAKRO INDONESIA

4.1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Makro di Indonesia, 1999-2011

Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia pada periode 1999-2011 ditunjukkan pada Gambar 4.1. Tingkat kemiskinan mencakup besaran jumlah dan persentase dari penduduk miskin. Pada periode tersebut perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia relatif berfluktuasi dari tahun ke tahun. Gambar 4.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, 1999-2011 Pada periode 1999-2005 terlihat adanya tren penurunan, meskipun jumlah penduduk miskin pada tahun 2002 mengalami sedikit kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2001. Secara absolut jumlah penurunan penduduk miskin pada periode 1999-2005 sebesar 12,87 juta jiwa, yaitu 47,97 juta jiwa pada tahun 1999 menjadi 35,10 juta jiwa tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari sebesar 23,43 persen pada tahun 1999 menjadi 15,97 persen pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 terjadi kenaikan baik secara absolut maupun relatif yaitu masing-masing sebesar 39,30 juta jiwa dan 17,75 persen dibanding dengan keadaan tahun 2005. Kenaikan harga bahan bakar minyak BBM diindikasikan menjadi salah satu faktor penyebab naiknya angka kemiskinan pada tahun 2006 tersebut. Penurunan tingkat kemiskinan kembali terjadi pada periode 2006-2011. Pada periode 2006-2011 jumlah penduduk miskin turun sebanyak 9,28 juta jiwa, yaitu dari sebesar 39,30 juta jiwa pada tahun 2006 menjadi sebesar 30,02 juta jiwa pada tahun 2011. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 17,75 persen pada tahun 2006 menjadi 12,49 persen pada tahun 2011. Penaggulangan kemiskinan secara sinergis dan sistematis harus dilakukan agar seluruh warga negara mampu menikmati kehidupan yang bermartabat. Pada era Kabinet Indonesia Bersatu KIB I, pemerintah menetapkan penanggulangan