Sinus Paranasal Anatomi Hidung .1 Nasus Ekternus

petrosus profundus bergabung dengan serabut saraf parasimpatis yaitu N. petrosus superfisialis mayor membentuk N. vidianus yang berjalan didalam kanalis pterigoideus. Saraf ini tidak mengadakan sinapsis didalamganglion sfenopalatina, dan kemudian diteruskan oleh cabang palatine mayor ke pembuluh darah pada mukosa hidung. Saraf simpatis secara dominan mempunyai peranan penting terhadap sistem vaskuler hidung dan sangat sedikit mempengaruhi kelenjar. b. Serabut saraf preganglion parasimpatis kolinergik. Berasal dari ganglion genikulatum dan pusatnya adalah di nukleus salivatorius superior di medula oblongata. Sebagai n. pterosus superfisialismayor berjalan menuju ganglion sfenopalatina dan mengadakan sinapsisdidalam ganglion tersebut. Serabut-serabut post ganglion menyebarmenuju mukosa hidung. Peranan saraf parasimpatis ini terutama terhadapjaringan kelenjar yang menyebabkan sekresi hidung yang encer danvasodilatasi jaringan erektil. Pemotongan N. vidianus akan menghilangkan impuls sekretomotorik parasimpatis pada mukosa hidung, sehingga rinoreakan berkurang sedangkan sensasi hidung tidak akan terganggu. Nervus olfaktorius penciuman turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbusolfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu padamukosa olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung Dhingra, 2007 dan Soetjipto 2007.

2.1.6 Sinus Paranasal

Sinus paranasal adalah rongga berisi udara yang berbatasan langsung dengan rongga hidung. Bagian lateralnya merupakan sinus maksila antrum dan sel-sel dari sinus etmoid, sebelah kranial adalah sinus frontal, dan sebelah dorsal adalah sinus sphenoid. Sinus sphenoid terletak tepat di depan klivus dan atap nasofaring. Sinus paranasal juga dilapisi dengan epitel berambut-getar. Lendir yang dibentuk di dalam sinus paranasal dialirkan ke dalam meatus nasalis. Alirannya dimulai dari sinus frontal, sel etmoid anterior, dan sinus maksila Universitas Sumatera Utara kemudian masuk ke meatus-medius. Sedangkan aliran dari sel etmoid posterior dan sinus sfenoid masuk ke meatus superior. Aliran yang menuju ke dalam meatus inferior hanya masuk melalui duktus nasolakrimalis. Secara klinis, bagian yang penting ialah bagian depan-tengah meatus medius yang sempit, yang disebut kompleks ostiomeatal. Daerah ini penting karena hampir semua lubang saluran dari sinus paranasal terdapat di sana Broek, 2010. Sinus maksilaris terletak di dalam korpus maksilaris. Sinus ini berbentuk piramid dengan basis membentuk dinding lateral hidung dan apex di dalam prosesus zygomatikus maksila. Atap di bentuk oleh dasar orbita, sedangkan dasar dibentuk oleh prosessus alveolaris. Akar premolar pertama dan kedua serta molar ketiga, dan kadang-kadang akar kaninus menonjol ke dalam sinus. Sinus maksilaris bermuara kedalam meatus nasi medius melalui hiatus semilunaris. Karena sinus ethmoidalis anterior dan sinus frontalis bermuara ke dalam infundibulum, kemudian ke hiatus semilunaris. Membran mukosa sinus maksilaris dipersarafi oleh N. alveolaris superior dan N. infraorbital Snell, 2006: 805. Sinus frontal adalah sinus yang paling bervariasi dalam ukuran dan bentuk. Secara embriologik, sinus frontal mungkin dikenal sebagai sebuah sel etmoidalis anterior. Ukurannya tergantung pada derajat pneumatisasi, mungkin tidak ada sama sekali 5 dan biasanya dibagi atau dibatasi dengan sebuah septum intersinus Prasetyo, 2012. Pada fetus usia 4 bulan, perkembangan sinus frontal yang berasal dari resesus frontal dapat dilihat. Dari bagian yang paling secara berangsur-angsur mengalami pneumatisasi, menghasilkan sinus frontal yang ukurannya bervariasi. Saat lahir, sinus frontal kecil dan pada foto X-ray sulit dibedakan dari sel etmoid anterior yang lain. Berbeda dengan pneumatisasi sinus maksilaris yang cepat, proses pneumatisasi sinus frontal secara inisial sangat lambat. Meskipun begitu, pneumatisasinya akan tampak jelas pada gambaran CT- scan pada akhir tahun usia pertama. Saat usia 5 tahun, pneumatisasi akan meluas secara superior dan pada usia 12 tahun sinus sudah tampak besar. Pneumatisasi mungkin akan berlanjut selama masa remaja. Bentuk sinus dan resesus frontal merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan variasi Stammbergeret al, 2008. Universitas Sumatera Utara Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tinggi x 2,4 cm lebar x 2 cm dalamnya. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk Soetjipto, 2010. Sinus sfenoid merupakan sinus paranasal yang terletak paling posterior Prasetyo, 2012. Sinus sfenoid mulai dapat dikenal pada sekitar bulan ketiga intrauterin sebagai sebuah evaginasi dari resesus sfenoetmoidal dan kemudian menjadi sebuah rongga kecil berukuran 2 x 2 x 1.5 mm pada bayi baru lahir. Pada usia 3 tahun, pneumatisasi tulang sfenoid berkembang dan pada usia 7 tahun mencapai dasar sella. Ukuran sinus sfenoid adalah 2 cm tinggi x 1,7 lebar x 2,3 dalamnya. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml Soetjipto, 2010. Pada orang dewasa, derajat pneumatisasinya berubah-ubah dan keasimetrisan menjadi hal utama yang harus diperhatikan Stammbergeret al, 2008. Sebelah superior sinus sfenoid terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofise, sebelah inferiornya adalah atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan pada sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons Soetjiptoet al, 2010. Sinus ethmoidalis terdapat di dalam os ethmoidalis, di antara hidung dan orbita. Sinus ini terpisah dari orbita oleh selapis tipis tulang, sehingga infeksi dengan mudah menjalar dari sinus ke dalam orbita. Sinus ini terbagi atas tiga kelompok: anterior, media, dan posterior. Kelompok anterior bermuara kedalam infundibulum; kelompok media bermuara ke dalam meatus nasi medius, pada atau di atas bulla ethmoidalis dan kelompok posterior bermuara ke dalam meatus nasi superior. Membran mukosa dipersarafi oleh N. ethmoidalis anterior dan posterior Snell 2006: 805.

2.2 Fisiologi Sistem Penciuman