Mekanisme Kerja Penggunaan Antibiotik

spektrum luas dan aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob Katzung, et al., 2007.

2.1.4 Mekanisme Kerja

Antimikroba diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia dan mekanismekerjanya, sebagai berikut: a. antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, termasuk golongan β-laktam misalnya, penisilin, sefalosporin, dan carbapenem danbahan lainnya seperti cycloserine, vankomisin, dan bacitracin. b. antibiotik yang bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme, meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa intraseluler, termasuk deterjen seperti polimiksin, anti jamur poliena misalnya, nistatin dan amfoterisin B yang mengikat sterol dinding sel, dan daptomycin lipopeptide. c. antibiotik yang mengganggu fungsi subunit ribosom 30S atau 50S untuk menghambat sintesis protein secara reversibel, yang pada umumnya merupakan bakteriostatik misalnya, kloramfenikol, tetrasiklin,eritromisin, klindamisin, streptogramin, dan linezolid. d. antibiotik berikatan pada subunit ribosom 30S dan mengganggu sintesis protein, yang pada umumnya adalah bakterisida Misalnya, aminoglikosida. Universitas Sumatera Utara e. antibiotik yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti rifamycin misalnya, rifampisin dan rifabutin yang menghambat enzim RNA polimerase dan kuinolon yang menghambat enzim topoisomerase. f. Antimetabolit, seperti trimetoprim dan sulfonamid, yang menahan enzim - enzim penting dari metabolisme folat Goodman Gillman, 2005.

2.1.5 Penggunaan Antibiotik

Berdasarkan penggunaannya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan pada pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau definitif. Terapi empiris merupakan terapi inisial yang diberikan pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya, sedangkan terapi definitif merupakan terapi yang diberikan pada kasus infeksi yang telah diketahui kuman penyebabnya berdasarkan hasil laboratorium mikrobiologi. Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan pada jaringan tubuh dengan dugaan kuat akan terkena infeksi, seperti pada operasi pembedahan. Antibiotik profilaksis biasanya diberikan secara intravena. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, 2010 antibiotik hanya dapat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan bakteri dan tidak bermanfaat untuk mengobati penyakit akibat virus seperti flu atau batuk. Antibiotik harus diambil dengan preskripsi dokter.Dosis dan lama penggunaan yang ditetapkan harus dipatuhi walaupun telah merasa sehat. Selain itu, antibiotik tidak boleh disimpan untuk kegunaan penyakit lain pada masa akan datang dan tidak boleh dikongsi bersama orang lain walaupun gejala penyakit adalah sama. Strategi terapi dengan antibiotik ditentukan oleh karakteristik fenomena infeksi, Universitas Sumatera Utara lokasi infeksi, pengenalan penyebab infeksi, kondisi fisiopatologik penderita, serta pengetahuan yang menyeluruh tentang antibiotik yang tersedia dalam arsenal terapi. Berikut ini berbagai faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang tercapainya sasaran penggunaan antibiotik Wattimena, 1991: a. Aktivitas antimikroba b. Efektivitas dan efisiensi proses farmakokinetik c. Toksisitas antibiotik d. Reaksi karena modifikasi flora alamiah tuan rumah e. Penggunaan kombinasi antibiotik f. Pola penanganan infeksi Hal-hal yang perlu diperhatikan bagi Pengguna Obat Antibakteri : a. jangan sembarangan membeli antibiotik tanpa resep dokter b. ikuti petunjuk takarannya, jangan mengurangi atau menambahnya c. habiskan obat sesuai jumlah dalam resep dokter umumnyaminimal 3 sampai 4 hari d. laporkan kepada dokter yang memeriksa apabila sedang hamil,menyusui, atau alergi terhadap antibiotik tertentu biasanyagolongan Penisilin e. apabila setelah digunakan antibiotiknya timbul gejala alergi, atauinfeksi tidak kurang, konsultasikan lagi ke dokter Widodo, 2004. 2.1.6 Resistensi Antibiotik Resistensi antimikrobial merupakan resistensi mikroorganisme terhadap obat antimikroba yang sebelumnya sensitif. Organisme yang Universitas Sumatera Utara resisten termasuk bakteri, virus, dan beberapa parasit mampu menahan serangan obat antimikroba, seperti antibiotik, antivirus, dan lainnya, sehingga standar pengobatan menjadi tidak efektif dan infeksi tetap persisten dan mungkin menyebar Goodman Gillman, 2005. Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang salah, dan perkembangan dari suatu mikroorganisme itu sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi atau gen resistensi yang didapat.Ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaanantibiotik merupakan penyebab paling utama menyebarnya mikroorganismeresisten. Contohnya, pada pasien yang tidak mengkonsumsi antibiotik yang telahdiresepkan oleh dokternya, atau ketika kualitas antibiotik yang diberikan buruk WHO., 2012. Konsekuensi yang ditimbulkan akibat adanya resistensi antibiotik yang paling utama adalah peningkatan jumlah bakteri yang mengalami resistensi terhadap pengobatan lini pertama. Konsekuensi ini akan semakin memberat. Dari konsekuensi tersebut, maka akibatnya adalah penyakit pasien akan lebih memanjang, sehingga risiko komplikasi dan kematian juga akan meningkat. Ketidakmampuan antibiotik dalam mengobati infeksi ini akan terjadi dalam periode waktu yang cukup panjang dimana, selama itu pula, orang yang sedang mengalami infeksi tersebut dapat menularkan infeksinya ke orang lain, dengan bagitu, bakteri akan semakin menyebar luas. Karena kegagalan pengobatan lini pertama ini, dokter akan terpaksa memberikan Universitas Sumatera Utara peresepan terhadap antibiotik yang lebih poten dengan harga yang lebih tinggi serta efek samping yang lebih banyak. Banyak factor yang seharusnya dapat menjadi pertimbangan karena resistensi antimicrobial ini. Dapat disimpulkan, resistensi dapat mengakibatkan banyak hal, termasuk peningkatan biaya terkait dengan lamanya kesembuhan penyakit, biaya dan waktu yang terbuang untuk menunggu hasil uji laboratorium tambahan, serta masalah dalam pengobatan dan hospitalisasi Beuke, C.C., 2011.

2.1.7 Efek Samping Antibiotik