Perumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian. Penelitian Terdahulu

4 menyalurkan bantuan kepada masyarakat. Selanjutnya anggota pelaksana P2KP tidak mendampingi warga untuk membuka usaha mereka. Kemudian juga dinilai lepas tangan setelah mereka menerima bantuan khususnya pinjaman modal. Selain itu modal yang dipinjamkan tidak mencukupi untuk membantu perekonomian masyarakat karena begitu kecil. Mengacu pada realitas dan kondisi riil masyarakat secara umum, maka kondisi Kecamatan Tanjung Morawa merupakan salah satu daerah yang mendapatkan bantuan dana program P2KP, yang salah satu desanya yang mendapatkan bantuan program P2KP adalah Desa Dagang Kelambir. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah di atas dengan mengambil judul mengenai “Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP Studi Kasus pada Desa Dagang Kelambir Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.”

I.2 Perumusan Masalah.

Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan terarah dan tepat sasaran, maka perumusan masalah harus dirumuskan dengan jelas. Berdasarkan judul penelitian di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ? 2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam implementasi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ? Universitas Sumatera Utara 5

I.3 Tujuan Penelitian.

Adapun penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk menjelaskan implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk menjelaskan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

I.4 Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menganalisis gejala-gejala sosial yang muncul di masyarakat dan kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris dalam pemecahan masalah, perumusan kebijakan, dan penyusunan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di masa yang akan datang. 3. Bagi masyarakat, untuk dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Administrasi Negara mengenai pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP melalui proses pemberdayaan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 6 4. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan ke depan dalam menetapkan kebijakan khususnya dalam kebijakan-kebijakan yang bersinggungan dengan masalah kemiskinan.

I.5 Kerangka Teori

I.5.1 Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologis, istilah kebijakan publik atau policy berasal dari bahasa Yunani ”polis” berarti negara kota yang kemudian masuk ke dalam bahasa Latin menjadi ”politia” yang berarti negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris ”policie” yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah administrasi pemerintahan. William N. Dunn 2000 ; 22-25 Secara umum, istilah ”kebijakan” atau ”policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Budi Winarno 2002 ; 14 Untuk keperluan analisis ada beberapa batasan kebijakan publik yang dapat digunakan salah satunya menurut Robert Eyestone, ia mengatakan kebijakan publik dapat didefenisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Batasan lain diberikan oleh Thomas R. Dye yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah yang untuk dilakukan dan tidak untuk dilakukan. Konsep kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini mengandung makna bahwa kebijakan publik tersebut dibuat oleh pemerintah, bukan swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak untuk dilakukan oleh badan pemerintah. Ibid ; 2 Universitas Sumatera Utara 7 Harrold Laswell dan Abraham Kaplan memandang kebijakan publik tersebut hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Ini berarti kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada di dalam masyarakat. AG Subarsono, Ibid ; 3 Batasan lain juga disebutkan oleh James Anderson, ia mengatakan bahwa kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor yang mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan publik ini kemudian mempunyai beberapa implikasi yakni ; Pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan. Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan- keputusan sendiri. Ketiga, kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah. Keempat, kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif atau negatif. Secara positif, kebijakan mungkin mencakup bentuk tindakan pemerintah yang jelas untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mungkin mencakup suatu keputusan oleh pejabat- pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang melibatkan pemerintah. Budi Winarno, Ibid ; 16-18 Menurut Charles O. Jones, 1991, 269 kebijakan adalah keputusan- Universitas Sumatera Utara 8 keputusan pemerintah untuk memecahkan masalah yang diutarakan atau dapat juga kebijakan diartikan sebagai suatu keputusan untuk mengakhiri atau menjawab pertanyaan yang diajukan kepada kita. Penekanan aktivitas birokrasi pemerintah pada proses kebijakan publik lebih pada tahapan implementasi dengan menginterprestasikan kebijaksananan menjadi program, proyek dan aktivitas. Tangkilisan, 2003. Hal 2-3 Menurut Charles O Jones, bahwa kebijakan publik terdiri dari komponen- komponen yaitu : 1. Goal atau tujuan yang diinginkan. 2. Plans atau proposal yaitu pengertian yang spesipik untuk mencapai tujuan. 3. Programs yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan. 4. Decision atau keputusan yaitu tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program. 5. Efek yaitu akibat dari program baik yang sengaja atua tidak sengaja. Meskipun terdapat berbagai defenisi kebijakan publik yang telah dikemukakan diatas, namun dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah suatu serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan dan berorientasi pada tujuan dan kepentingan masyarakat.

I.5.2 Tahapan Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses dan variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik Universitas Sumatera Utara 9 membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahapan. Seperti tahapan-tahapan kebijakan publik yang dikemukakan oleh William N. Dunn berikut ini. 1998 ; 24-25 1. Tahap penyusunan agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama. Penyusunan Agenda Agenda Setting Formulasi Kebijakan Policy Formulation Adopsi Kebijakan Policy Adoption Implementasi Kebijakan Policy Implementation Evaluasi Kebijakan Policy Evaluation Bagan I.1 : Tahapan Kebijakan Publik 2. Tahap formulasi kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian Universitas Sumatera Utara 10 dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif kebijakan. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan ‘bermain’ untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. Tahapan kebijakan publik juga dapat kita lihat dari pandangan Ripley 1985 berikut ini : AG Subarsono Ibid ; 11 Bagan I.2 : Tahapan Kebijakan Publik Menurut Ripley 3. Tahap adopsi kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. Penyusunan Agenda Formulasi Kebijakan Implementasi Kebijakan Agenda Pemerintah Kebijakan Tindakan Kebijakan Evaluasi terhadap implementasi, kinerja dan dampak kebijakan Kebijakan Baru Kinerja dan Dampak Kebijakan Universitas Sumatera Utara 11 4. Tahap implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber daya finansial dan manusia. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. 5. Tahap penilaian kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan. I.5.2 Implementasi Kebijakan I.5.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Menurut James P. Lester dan Joseph Stewart, implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang sangat luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan Universitas Sumatera Utara 12 yang diinginkan. Budi Winarno, Ibid ; hal 101 Batasan lain mengenai implementasi kebijakan juga disebutkan oleh Van Meter dan Van Horn Winarno, 2008;146 mengemukakan implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan –tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Menurut James P. Lester dan Joseph Stewart, implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang sangat luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Dari beberapa defenisi implementasi kebijakan publik yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa implementasi kebijakan publik adalah pelaksaan kebijakan oleh mesin-mesin administrasi negara dalam mengatasi masalah.

I.5.2.2 Model-Model Implementasi Kebijakan

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Kita akan melihat beberapa teori implementasi kebijakan sebagai berikut : Menurut George C. Edwards III 1980, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni : a komunikasi, b sumberdaya, c disposisi dan d struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain. AG Subarsono, Ibid ; hal 90-92 Universitas Sumatera Utara 13 a. Komunikasi Syarat pertama dalam pelaksanaan kebijakan yang efektif adalah bahwa yang melaksanakan tugas tersebut mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Jadi, ada suatu kejelasan tentang apa yang harus mereka lakukan. Selanjutnya dalam komunikasi perlu adanya konsistensi dari aspek komunikasi yaitu bagaimana penetralisiran tugas dan fungsi tertentu yang akan dilakukan. Agar implementasi menjadi efektif maka mereka yang mempunyai tanggung jawab untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya mereka lakukan. Sukses tidaknya implementasi yang dilihat dari aspek komunikasi adalah bagaimanaa pentransmisian tugas atau fungsi tertentu yang akan dilakukan. b. Sumber daya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, serta sumber daya finansial. Komunikasi Sumberdaya Implementasi Disposisi Struktur Birokrasi Bagan I.3 : Faktor Penentu Implementasi Menurut Edward III Universitas Sumatera Utara 14 c. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan makan maka menjadi tidak efektif. d. Struktur birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan kebijakan. Salah satu dari aspek stuktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi standar standart operating prosedures atau SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor yang bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderungh melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur brirokrasi yang rumit dan kompleks ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Dalam pandangan Weimer dan Vining Subarsono. 2005;103, ada tiga 3 kelompok variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program yaitu : a. Suatu kebijakan yang ditetapkan dapat mendapat dukungan teoritis b. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan c. Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat Universitas Sumatera Utara 15 kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn 1975 ada enam 6 variabel yang mempengaruhi implementasi, yakni : a ukuran dan tujuan kebijakan, b sumberdaya, c komunikasi, d karakteristik agen pelaksana, e disposisi implementor, dan f kondisi sosial, ekonomi dan politik. AG. Subarsono, Ibid ; hal 99 – 101 a. Ukuran dan tujuan kebijakan Standar dan tujuan kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan tujuan kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen. b. Sumberdaya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia human resources maupun sumberdaya non-manusia non-human resources. c. Komunikasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi untuk keberhasilan suatu program. Universitas Sumatera Utara 16 Bagan I.4 : Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn d. Karakteristik agen pelaksana Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. e. Disposisi implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga 3 hal yang penting, yakni : 1 respon implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, 2 kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan dan 3 intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. f. Kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat Komunikasi antar organisasi kegiatan pelaksanaan Ukuran dan tujuan kebijakan Karakteristik badan pelaksana Sumberdaya Lingkungan ekonomi, sosial dan politik Disposisi pelaksana Kinerja implementasi Universitas Sumatera Utara 17 mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok- kelompok kepentingan memberi dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. Keberhasilan menurut Merilee S Grindle 1980 dipengaruhi oleh dua 2 variabel besar, yakni isi kebijakan content of policy dan lingkungan implementasi context of implementation. AG. Subarsono, Ibid ; hal 93 Variabel isi kebijakan mencakup : a sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, b jenis manfaat yang diterima oleh target group, c sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, d apakah letak sebuah program sudah tepat, e apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci dan f apakah sebuah program didukung oleh sebuah sumberdaya yang memadai. Sedangkan variabel lingkungan mencakup : a seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, b karakteristik institusidan rejim yang sedang berkuasa dan c tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Demikian juga menurut Mazmanian dan Sabatier 1983, ada tiga 3 kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni : AG. Subarsono, Ibid ; hal 94 a. Variabel independent, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan Universitas Sumatera Utara 18 keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. b. Variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana dan perekrutan pejabat pelaksanaan dan keterbukaan kepada pihak luar. c. Variabel dependent, yaitu pemahaman dari lembagabadan pelaksana dalam bentuk kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata dan kebijakan yang bersifat mendasar. Sedangkan menurut Jones 1994;296 menyebutkan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah disyahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat, dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor. Selanjutnya Jones mengatakan apakah suatu program terimplementasikan dengan efektif atau dapat diukur dengan standar penilaian yaitu : 1. Organisasi yaitu : merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan. Setiap organisasi harus memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas. 2. Interpretasi yaitu : mereka yang bertanggung jawab yang dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang telah dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Universitas Sumatera Utara 19 3. Penerapan yaitu : adanya prosedur kerja dan program yang jelas, tujuan dan sasaran yang jelas serta pengawasan terhadap pelaksanaan program. Dengan demikian, implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut agar tujuan dari program tersebut dapat berjalan efektif dan efisien. Implementasi yang sesuai dengan penelitian ini adalah sebagaimana yang dimaksudkan menurut teori Van Meter dan Van Horn dengan menggunakan enam variabel yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, disposisi implementor dan kondisi sosial, ekonomi dan politik. I.5.3 Konsep Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP I.5.3.1 Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan P2KP Masalah kemiskinan di Indonesia tidak hanya melanda wilayah pedesaan, tetapi juga di wilayah perkotaan. Khusus di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum kondisi masyarakat miskinnya adalah tidak adanya prasarana dan sarana dasar perumahan dan pemukiman yang memadai, serta kualitas lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni. Kemiskinan merupakan persoalan struktural dan multidimensional yang mencakup politik, sosial, aset dan lain-lain. Karakteristik kemiskinan tersebut, serta krisis ekonomi yang terjadi, telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki ke arah pengokohan kelembagaan Universitas Sumatera Utara 20 masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka. Di samping itu, keberdayaan semacam itu diharapkan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan warga miskin di tingkat lokal, baik dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Berdasarkan karakteristik kemiskinan di kawasan perkotaan tersebut, model program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi- dimensi politik, sosial, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, model program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP diharapkan mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya ataupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP merupakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.

I.5.3.2 Pendekatan dan Tujuan Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan P2KP

Visi dan Misi Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 21 1. Visi program P2KP adalah terwujudnya masyarakat madani yang maju, mandiri, sejahtera dalam lingkungan yang sehat dan produktif. 2. Misi program P2KP adalah membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan pemukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan. Prinsip-prinsip dan Nilai-nilai yang melandasi program P2KP adalah sebagai berikut : a Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan Good Governance : 1. Demokrasi musyawarah 2. Partisipasi aktif berperan serta 3. Transparansi keterbukaan 4. Akuntabilitas tanggung gugat 5. Desentralisasi pembagian wewenang b Prinsip-Prinsip Universal Universal Berkelanjutan Tridaya : 1. Perlindungan Lingkungan Environmental Protection. Dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindunganpemeliharaan lingkungan, baik lingkungan alami maupuin lingkungan buatan termasuk perumahan dan permukiman yang harus layak, aman dan produktif serta meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. 2. Pengembangan Masyarakat Social Development. Tiap langkah P2KP Universitas Sumatera Utara 22 harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat menciptakan masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarakat ini juga berarti upaya untuk meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluangakses dalam programkegiatan setempat. 3. Pengembangan Ekonomi Economic Development; dalam upaya menyerasikan kesejahteraan material, maka upaya-upaya kearah peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat miskin dan atau penganggur pelu mendapat porsi khusus termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan akses ke sumberdaya kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial. Pedoman P2KP

I.5.3.3 Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP

Pada dasarnya kelompok sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP mencakup 4 empat sasaran utama yakni masyarakat, pemerintah daerah dan para penerima manfaat program baik kelompok maupun perorangan.

I.5.3.4 Strategi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan P2KP

Strategi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP Universitas Sumatera Utara 23 adalah mendorong gerakan masyarakat untuk keberdayaan dan kemandirian dalam penanggulangan kemiskinan dengan jalan : 1. Mendorong tumbuh dan berkembangnya prakarsa, partisipasi masyarakat, dan transparansi. Sehingga proses transformasi sosial dari masyarakat tidak berdayamiskin menuju masyarakat berdaya. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dan organisasi yang berakar di masyarakat, khususnya dalam membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber daya kunci yang disediakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP melalui bantuan langsung masyarakat BLM, secara transparan dan akuntabilitas. 3. Menjalin sinergi penanggulangan kemiskinan sebagai gerakan masyarakat melalui kemitraan antar pelaku pembangunan. 4. Mendorong tumbuhnya kepedulian berbagai pihak sebagai upaya pengendalian sosial kontrol sosial terhadap keberhasilan program penanggulangan kemiskinan http:www.p2kp.org240408.

I.5.3.5 Siklus Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan P2KP

1. Refleksi Kemiskinan : refleksi kemiskinan dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat terhadap akar penyebab masalah kemiskinan. Kesadaran kritis ini penting dilakukan karena selama ini masyarakat menjadi “objek”, seringkali masyarakat diajak untuk melakukan berbagai upaya pemecahan masalah tanpa mengetahui dan menyadari masalah yang sebenarnya. Dalam pelaksanaannya, dua hal yang harus dilakukan yaitu olah rasa dan olah pikir. Olah pikir merupakan analisis kritis terhadap Universitas Sumatera Utara 24 permasalahan kemiskinan yang dihadapi masyarakat, untuk membuka mekanisme-mekanisme yang selama ini sering tidak tergali dan tersembunyi di dalamnya. 2. Pemetaan swadaya : pemetaan swadaya adalah proses identifikasi kebutuhan masyarakat yang dilakukan dengan cara antara lain : a. Menggali informasi, bagaimana kondisi nyata dari masalah-masalah yang dikemukakan dan dirumuskan pada saat refleksi kemiskinan sosial, ekonomi, lingkungan, kelembagaan, dan kepemimpinan. Masalah-masalah tersebut harus didukung oleh data dan fakta sehingga diperlukan proses penelitian untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. b. Mengkaji, informasi dan fakta yang sudah didapatkan dianalisa dan dikaji secara bersamaan. c. Merumuskan masalah, pada tahapan ini masalah yang sudah ditemukan disepakati bersama dikelompokkan kemudian dianalisis hubungan sebab akibatnya dengan kembali membuat pohon masalah. 3. Pembangunan badan keswadayaan masyarakat BKM, siklus ini merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat terhadap adanya organisasi masyarakat warga yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur yang dimotori oleh pemimpin yang mempunyai kriteria yang sudah ditetapkan oleh masyarakat. Posisi organisasi masyarakat warga ini di peroleh dari di luar institusi pemerintah, di luar institusi militer, di luar institusi agama, di luar institusi pekerjaan atau usaha dan di luar institusi keluarga yang dipimpin oleh pemimpin kolektif yang beranggotakan 9 sampai 11 orang, Universitas Sumatera Utara 25 dan kolektif ini secara generik diberi nama badan keswadayaan masyarakat BKM. 4. Pengembangan kelompok swadaya masyarakat KSM, adalah kelompok sosial pada tingkat akar rumput, yang mempunyai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, ekonomi dan pemeliharaan lingkungan. 5. Program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM- Pronangkis, adalah perencanaan partisipatif warga untuk mengembangkan program penanggulangan kemiskinan, baik jangka pendek selama satu tahun atau jangka panjang menengah selama tiga tahun. 6. Sinergi program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM Pronangkis dengan Perencanaan Pembangunan Daerah, setelah masyarakat mempunyai program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM pronangkis tentu ini bisa menjadi bagian dari perencanaan program kelurahan. Artinya program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM Pronangkis harus diperjuangkan oleh badan keswadayaan masyarakat BKM agar menjadi bagian dari proses perencanaan kelurahan melalui Musrenbang. Agar program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM Pronangkis bisa diakomodir dalam perencanaan pembangunan daerah, badan keswadayaan masyarakat BKM juga dapat langsung mempresentasikan program kepada Dinas-dinas terkait dalam proses perencanaan strategis satuan kerja perangkat daerah Renstra SKPD. 7. Pelaksanaan program dan pemantauan program, program yang telah disusun akan dilaksanakan oleh warga masyarakat sesuai dengan Universitas Sumatera Utara 26 penanggung jawab masing-masing sub program. Kegiatan ini bisa dilaksanakan oleh panitia pembangunan prasarana, kelompok swadaya masyarakat KSM yang difasilitasi oleh relawan yang tergabung dalam unit-unit pengelola pada badan keswadayaan masyarakat BKM. Selain keterlibatan seluruh warga secara khusus badan keswadayaan masyarakat BKM, unit-unit pengelola dan relawan akan melakukan pemantauan untuk mengetahui bagaimana jalannya kegiatan yang dilakukan oleh panitia, kelompok swadaya masyarakat KSM dan lembaga lainnya. 8. Evaluasi program, evaluasi program dilakukan dengan dua cara yaitu, evaluasi rutin pada saat program sedang berjalan, untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan program harus diperbaiki. Kemudian evaluasi akhir program atau disebut review program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM Pronangkis, kelembagaan, keuangan dan evaluasi lainnya sesuai dengan kebutuhan. Jurnal Pedoman Umum P2KP-3, Maret 2007

I.5.4 Kemiskinan.

I.5.4.1 Pengertian Kemiskinan.

Secara umum terdapat beberapa definisi kemiskinan dan kriteria garis kemiskinan yang digunakan saat ini sehingga mengakibatkan perbedaan strategi penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan. Kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi Bappenas, 2002. Kemiskinan meliputi dimensi politik, sosial budaya dan Universitas Sumatera Utara 27 psikologi, ekonomi dan akses terhadap aset. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti : sandang, pangan, papan, afeksi, keamanan, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan lain-lain. Menurut Randy dan Riant Nugroho 2007 : 77, kemiskinan di Indonesia dipandang sebagai kemiskinan budaya dan kemiskinan struktural. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa kemiskinan bukanlah ketentuan atau takdir Tuhan, bukan pula salah kita, tetapi proses pemiskinan adalah suatu bencana buatan manusia karena akibat dari suatu kebijakan. Mansour Fakih, 2003 : 1. Dengan kata lain, bertambahnya masyarakat miskin diakibatkan dari suatu proses, kebijakan, dan institusi ataupun mekanisme. Akan tetapi, persoalan kemiskinan yang dihadapi oleh kaum miskin tidaklah sesederhanan itu. Menurut Mansour Fakih 2003, 12 bahwa persoalan kemiskinan tidak hanya berakar dalam lingkungan kebijakan Negara yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah tetapi juga diperkuat dengan telah dilucutinya Negara sebagai pelindung rakyat dan telah dilucutinya konsep Negara dalam proses mensejahterakan rakyat, seperti pencabutan subsidi dan hilangnya berbagai sistem perlindungan jaminan sosial akibat adanya mekanisme persaingan bebas dalam perdagangan bebas serta globalisasi, yang menyebabkan Negara mengabaikan tugas utamanya sebagai pelindung hak-hak rakyat. Namun, ada yang berpendapat penyebab kemiskinan itu dikarenakan beberapa hal yaitu : 1. Dilihat dari kajian kepemimpinan : yang menyebabkan kemiskinan karena orang yang tidak baik dan murni. Pemimpin yang hanya memikirkan dirinya sendiri, keluarga, dan golongan atau kelompok pemimpin tersebut Universitas Sumatera Utara 28 berasal, mendahulukan kepentingan individu dari pada masyarakat sehingga timbul ketidakadilan.. 2. Dilihat dari kajian kelembagaan : insitusi pengambil keputusan yang tidak mampu menerapkan nilai-nilai universal kemanusiaan. 3. Dilihat dari kajian kebijakan : adanya kebijakan yang tidak berpihak atau adil. 4. Dilihat dari berbagai kajian masalah ekonomi, sosial dan lingkungan politik, yang tidak membuka akses kepada kaum miskin dan kurangnya partisipasi. Ekonomi yang tidak memihak, tidak ada kesempatan, tidak ada akses untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat sehingga tidak memperoleh akses dalam berpartisipasi dalam pembangunan. Sosial yang segregatif, marginalisasi, internalisasi budaya miskin, serta banyaknya lingkungan kumuh dan ilegal. http: www.p2kp.org280408.

I.5.4.2 Indikator Kemiskinan.

Menurut rumusan konkrit yang dibuat oleh Bappenas, indikator- indikator kemiskinan sebagai berikut : 1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan. 2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan. 3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan 4. Terbatasnya kesempatan kerja dan lemahnya perlindungan terhadap aset usaha serta perbedaan upah, dan lemahnya perlindungan tenaga kerja. 5. Terbatasnya layanan perumahan sanitasi. 6. Terbatasnya air bersih. Universitas Sumatera Utara 29 Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. 8. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam. 9. Lemahnya jaminan rasa aman. 10. Lemahnya partisipasi 11. Besarnya beban kependudukan. Sedangkan, menurut Emil Salim Supriatna, 2000:124 bahwa ada lima karakteristik penduduk miskin yaitu : 1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. 2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi. 3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. 4. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas. 5. Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

I.5.5 Pemberdayaan Masyarakat

Pendekatan pemberdayaan merupakan suatu model dalam pengembangan masyarakat dimana proses perubahannya menempatkan kreativitas dan prakarsa masyarakat yang sadar dan terbina sebagai titik tolak. Kaitannya dengan pembangunan, ini berarti mengutamakan manusia dalam proses pembangunan yang selama ini hanya dijadikan objek. Sebagai pelaku utama masyarakat dilibatkan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan dengan intensitas keterlibatan sampai pada tingkat pengambilan keputusan Sekretariat P2KP, 1999 dalam Menurut Tjandraningsih dan Tjondronegoro Rahayu 2001. dalam Rahayu 2001, Universitas Sumatera Utara 30 Pemberdayaan pada awalnya merupakan istilah yang digunakan dikalangan LSM untuk menunjuk pada upaya untuk memperkuat masyarakat baik secara social, ekonomi dan politik. Intinya adalah mebuat masyarakat mempunyai posisi tawar sehingga dapat menjadi pelaku dalam proses pembangunan yang aktif dan tidak hanya menjadi objek pembangunan. Kelompok masyarakat bawah yang lemah dan serba kekurangan dalam mutu dan taraf hidup, keterampilan,dsb. Kondisi ini membuat masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan. Dalam upaya pengentasan kemiskinan, diperlukan kebijaksanaan, komitmen dan kegiatan yang dapat memerangi kemiskinan dan keterbelakangan. Lebih dari itu satu sikap yang bersumber pada pandangan bahwa mengatasi masalah kemiskinan tidak memperlakukan orang miskin sekaedar sebagai objek dari upaya-upaya penanggulangan, tetapi harus memperlakuakn mereka sebagai subjek. Hal ini bersumber pada keyakinan bahwa betapapun miskin seseorang bukannya tidak mempunyai apa-apa sama sekali, melainkan mereka mempunyai sesuatu walaupun sedikit. Dan jika sesuatu yang mereka miliki tersebut dihimpun dalam suatu wadah kebersamaan yang mereka percaya dan hormati, maka mereka akan mampu mengatasi masalah- masalah yang mereka hadapi dengan kekuatan sendiri yang mereka miliki. Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab kegagalan dalam pogram-program penanggulangan kemiskinan yang ada pada saat ini adalah diabaikannya faktor pemberdayaan masyarakat lokal. Maka dalam program P2KP ini pemberdayaan masyarakat lokal menjadi faktor utama. Universitas Sumatera Utara 31 Pemberdayaan masyarakat dan institusi lokal sebagai strategi dalam pelaksanaan P2KP mengandung dua unsur, yakni kemandirian dan partisipasi. Pemerintah menganggap perlu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin perkotaan melalui P2KP. Kegiatan ini tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat yang kini kita alami, namun juga bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat yang menguat bagi perkembangan masyarakat di masa mendatang, pemberdayaan masyarakat yang berakar dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri.

I.5.6 Partisipasi Masyarakat

Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongnya memberikan sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggung jawab bersama mereka Yusran 2006;11 Defenisi ini mengandung tiga gagasan penting. Pertama, pasrtisipasi lebih merupakan keterlibatan mental maupun emosional ketimbang kegiatan otot semata-mata. Keterlibatan diri, dari pada sekedar keahlian, merupakan produk ingatan dan emosi. Masyarakat mengetahui bahwa pemimpin mereka seorang otorat yang tidak menginginkan gagasan mereka. Masyarakat tidak melibatkan diri pada situasi seperti ini. Kedua, mendorong adanya dukungan. Individu diberi kesempatan untuk menciptakan prakarsa dan kreatifitas demi tujuan kelompok. Dengan cara ini partisipasi berbeda dengan perizinan yang hanya menggunakan kreativitas dan gagasan pemimpin yang menyodorkan idenya kepada kelompok Universitas Sumatera Utara 32 demi kebenaran. Partisipasi membutuhkan lebih dari sekedar kebenaran yang siap diputuskan. Ketiga, mendorong masyarakat untuk menerima tanggung jawab untuk suatu kegiatan. Karena mereka melibatkan diri dalam kelompok mereka juga ingin melihat pekerjaannya berhasil. Dengan membuat dirinya bertanggung jawab, mereka akan memperoleh rasa kebebasan sebagai seorang individu yang membuat keputusan sendiri meskipun dipengaruhi lingkungan kelompoknya. Partisipasi Masyarakat merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh perorangan maupun secara kelompok atau masyarakat. Untuk menyatukan kepentingan ketertarikan mereka terhadap organisasi atau masyarakat yang bergabung dalam rangka pencapaian tujuan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat umum ikut serta dengan pemerintah memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar dan menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai pengikutsertaan atau pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Dikatakan telah berpartisipasi apabila mereka telah terlibat secara utuh dalam proses pelaksanaan pembanguna baik secara fisik maupun mental.

1.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang mengangkat masalah implementasi program penanggulangan kemiskinan memang sudah banyak dilakukan para peneliti terdahulu, maka dalam penelitian ini akan diangkat hasil-hasil penelitian terdahulu yang mengangkat topik mirip dengan penelitian ini yaitu : Universitas Sumatera Utara 33 1. Implementasi Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP Studi Kasus di Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik Semarang 2007. Dalam penelitian terdahulu dalam judul penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang profil kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung, implementasi program pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung dan Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan program pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung. Metode penelitian adalah metode deskriptif persentase, yaitu membuat pencandraan deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta- fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu yang dilengkapi dengan penggambaran secara persentase atau tabel. Hasil penelitian yang di dapatkan dalam judul penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Profil keluarga miskin di Kelurahan Pudak Payung menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga miskin bekerja sebagai pedagang dan tukang becak dengan tingkat pendidikan tamat SD. 2. Implementasi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di Kelurahan Pudak Payung berjalan lancar dengan jumlah KSM yang semakin bertambah 3. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanan P2KP di Kelurahan Pudak Payung yaitu masih adanya sumber daya manusia dan sumber daya finansial yang kurang memadai dan juga Kelompok Swadaya Masyarakat KSM yang bermasalah kredit macet. Universitas Sumatera Utara 34 2. Analisis Penanggulangan Kemiskinan Melalui Implementasi Program P2KP di Kota Semarang Studi Kasus di Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan 2006. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisi pemanfaatan dana pinjaman dan pendampingan teknis program P2KP di wilayah Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang dalam rangka pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera. Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis korelasi dan uji beda dengan variabel dependen pendapatan usaha dan simpanan usaha. Sedangkan variabel independennya pendampingan dan pinjaman modal. Hasil penelitian yang di dapatkan dalam judul penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Faskel dalam melaksanakan tugas kegiatan pendampingan efektif, yang berarti kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh Faskel dapat meningkatkan usaha peserta program P2KP. 2. Ada hubungan positif antara pendampingan dengan pendapatan usaha. 3. Ada hubungan positif antara pendapatan usaha dengan simpanan usaha. 4. Ada hubungan positif antara pinjaman modal dengan pendapatan usaha. 5. Telah terjadi peningkatan pendapatan dan simpanan usaha dalam kurun waktu 6 bulan sebelum dan sesudah program berlangsung pendapatan usaha dari rata-rata per bulan.

3. Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di

Universitas Sumatera Utara