4
menyalurkan bantuan kepada masyarakat. Selanjutnya anggota pelaksana P2KP tidak mendampingi warga untuk membuka usaha mereka. Kemudian juga dinilai
lepas tangan setelah mereka menerima bantuan khususnya pinjaman modal. Selain itu modal yang dipinjamkan tidak mencukupi untuk membantu
perekonomian masyarakat karena begitu kecil. Mengacu pada realitas dan kondisi riil masyarakat secara umum, maka
kondisi Kecamatan Tanjung Morawa merupakan salah satu daerah yang mendapatkan bantuan dana program P2KP, yang salah satu desanya yang
mendapatkan bantuan program P2KP adalah Desa Dagang Kelambir. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
masalah di atas dengan mengambil judul mengenai “Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP Studi Kasus pada
Desa Dagang Kelambir Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.”
I.2 Perumusan Masalah.
Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan terarah dan tepat sasaran, maka perumusan masalah harus dirumuskan dengan jelas. Berdasarkan judul
penelitian di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli
Serdang ? 2.
Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam implementasi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di Kecamatan Tanjung
Morawa Kabupaten Deli Serdang ?
Universitas Sumatera Utara
5
I.3 Tujuan Penelitian.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk menjelaskan implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di Kecamatan Tanjung Morawa
Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk menjelaskan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
I.4 Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menganalisis gejala-gejala sosial yang muncul
di masyarakat dan kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris dalam pemecahan masalah, perumusan kebijakan, dan penyusunan
program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di masa yang akan datang.
3. Bagi masyarakat, untuk dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang
Administrasi Negara mengenai pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP melalui proses
pemberdayaan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
6
4. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan ke depan dalam menetapkan kebijakan khususnya dalam kebijakan-kebijakan
yang bersinggungan dengan masalah kemiskinan.
I.5 Kerangka Teori
I.5.1 Pengertian Kebijakan Publik
Secara etimologis, istilah kebijakan publik atau policy berasal dari bahasa Yunani ”polis” berarti negara kota yang kemudian masuk ke dalam bahasa Latin
menjadi ”politia” yang berarti negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris ”policie” yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah
administrasi pemerintahan. William N. Dunn 2000 ; 22-25 Secara umum, istilah ”kebijakan” atau ”policy” dipergunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah atau sejumlah aktor dalam suatu bidang
kegiatan tertentu. Budi Winarno 2002 ; 14 Untuk keperluan analisis ada beberapa batasan kebijakan publik yang
dapat digunakan salah satunya menurut Robert Eyestone, ia mengatakan kebijakan publik dapat didefenisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah
dengan lingkungannya. Batasan lain diberikan oleh Thomas R. Dye yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah
yang untuk dilakukan dan tidak untuk dilakukan. Konsep kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini mengandung makna bahwa kebijakan publik
tersebut dibuat oleh pemerintah, bukan swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak untuk dilakukan oleh badan pemerintah.
Ibid ; 2
Universitas Sumatera Utara
7
Harrold Laswell dan Abraham Kaplan memandang kebijakan publik tersebut hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada
dalam masyarakat. Ini berarti kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada di dalam masyarakat. AG
Subarsono, Ibid ; 3 Batasan lain juga disebutkan oleh James Anderson, ia mengatakan bahwa
kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor yang mengatasi suatu masalah atau suatu
persoalan. Konsep kebijakan publik ini kemudian mempunyai beberapa implikasi yakni ; Pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan
publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan. Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang
dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan- keputusan sendiri. Ketiga, kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh
pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh
pemerintah. Keempat, kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif atau negatif. Secara positif, kebijakan mungkin mencakup bentuk
tindakan pemerintah yang jelas untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mungkin mencakup suatu keputusan oleh pejabat-
pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang melibatkan pemerintah. Budi
Winarno, Ibid ; 16-18 Menurut Charles O. Jones, 1991, 269 kebijakan adalah keputusan-
Universitas Sumatera Utara
8
keputusan pemerintah untuk memecahkan masalah yang diutarakan atau dapat juga kebijakan diartikan sebagai suatu keputusan untuk mengakhiri atau
menjawab pertanyaan yang diajukan kepada kita. Penekanan aktivitas birokrasi pemerintah pada proses kebijakan publik lebih pada tahapan implementasi
dengan menginterprestasikan kebijaksananan menjadi program, proyek dan aktivitas. Tangkilisan, 2003. Hal 2-3
Menurut Charles O Jones, bahwa kebijakan publik terdiri dari komponen- komponen yaitu :
1. Goal atau tujuan yang diinginkan. 2. Plans atau proposal yaitu pengertian yang spesipik untuk mencapai tujuan.
3. Programs yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan. 4. Decision atau keputusan yaitu tindakan untuk menentukan tujuan, membuat
rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program. 5. Efek yaitu akibat dari program baik yang sengaja atua tidak sengaja.
Meskipun terdapat berbagai defenisi kebijakan publik yang telah dikemukakan diatas, namun dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebijakan
publik adalah suatu serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan dan berorientasi pada tujuan dan
kepentingan masyarakat.
I.5.2 Tahapan Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses dan variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,
beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik
Universitas Sumatera Utara
9
membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahapan. Seperti tahapan-tahapan kebijakan publik yang dikemukakan oleh
William N. Dunn berikut ini. 1998 ; 24-25
1. Tahap penyusunan agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah
masuk ke agenda para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan
masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama. Penyusunan Agenda Agenda Setting
Formulasi Kebijakan Policy Formulation
Adopsi Kebijakan Policy Adoption
Implementasi Kebijakan Policy Implementation
Evaluasi Kebijakan Policy Evaluation
Bagan I.1 : Tahapan Kebijakan Publik
2. Tahap formulasi kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian
Universitas Sumatera Utara
10
dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif kebijakan. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah
untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang
diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan ‘bermain’ untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
Tahapan kebijakan publik juga dapat kita lihat dari pandangan Ripley 1985 berikut ini : AG Subarsono Ibid ; 11
Bagan I.2 : Tahapan Kebijakan Publik Menurut Ripley
3. Tahap adopsi kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus
kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesus antara direktur lembaga
atau keputusan peradilan.
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Agenda Pemerintah
Kebijakan Tindakan
Kebijakan Evaluasi
terhadap implementasi,
kinerja dan dampak
kebijakan Kebijakan Baru
Kinerja dan Dampak
Kebijakan
Universitas Sumatera Utara
11
4. Tahap implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus
diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah
diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber daya finansial dan manusia. Beberapa implementasi kebijakan mendapat
dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.
5. Tahap penilaian kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang
diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang
menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.
I.5.2 Implementasi Kebijakan I.5.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan
Menurut James P. Lester dan Joseph Stewart, implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang sangat luas, merupakan alat administrasi
hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan
Universitas Sumatera Utara
12
yang diinginkan. Budi Winarno, Ibid ; hal 101 Batasan lain mengenai implementasi kebijakan juga disebutkan oleh Van
Meter dan Van Horn Winarno, 2008;146 mengemukakan implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu
atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan –tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.
Menurut James P. Lester dan Joseph Stewart, implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang sangat luas, merupakan alat administrasi
hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan
yang diinginkan. Dari beberapa defenisi implementasi kebijakan publik yang telah
dikemukakan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa implementasi kebijakan publik adalah pelaksaan kebijakan oleh mesin-mesin administrasi
negara dalam mengatasi masalah.
I.5.2.2 Model-Model Implementasi Kebijakan
Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan
satu sama lain. Kita akan melihat beberapa teori implementasi kebijakan sebagai berikut :
Menurut George C. Edwards III 1980, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni : a komunikasi, b sumberdaya, c
disposisi dan d struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain. AG Subarsono, Ibid ; hal 90-92
Universitas Sumatera Utara
13
a. Komunikasi Syarat pertama dalam pelaksanaan kebijakan yang efektif adalah bahwa
yang melaksanakan tugas tersebut mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Jadi, ada suatu kejelasan tentang apa yang harus mereka
lakukan. Selanjutnya dalam komunikasi perlu adanya konsistensi dari aspek komunikasi yaitu bagaimana penetralisiran tugas dan fungsi
tertentu yang akan dilakukan. Agar implementasi menjadi efektif maka mereka yang mempunyai tanggung jawab untuk mengimplementasikan
sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya mereka lakukan. Sukses tidaknya implementasi yang dilihat dari aspek komunikasi
adalah bagaimanaa pentransmisian tugas atau fungsi tertentu yang akan dilakukan.
b. Sumber daya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan dengan jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya
tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, serta sumber daya finansial.
Komunikasi Sumberdaya
Implementasi Disposisi
Struktur Birokrasi Bagan I.3 : Faktor Penentu Implementasi Menurut Edward III
Universitas Sumatera Utara
14
c. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan
kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang
berbeda dengan pembuat kebijakan makan maka menjadi tidak efektif. d. Struktur birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan kebijakan.
Salah satu dari aspek stuktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi standar standart operating prosedures atau
SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor yang bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderungh melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur brirokrasi yang rumit dan kompleks ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas
organisasi tidak fleksibel. Dalam pandangan Weimer dan Vining Subarsono. 2005;103, ada tiga
3 kelompok variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program yaitu :
a. Suatu kebijakan yang ditetapkan dapat mendapat dukungan teoritis b. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan mempengaruhi
keberhasilan implementasi suatu kebijakan c. Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat
Universitas Sumatera Utara
15
kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn 1975 ada enam 6 variabel yang
mempengaruhi implementasi, yakni : a ukuran dan tujuan kebijakan, b sumberdaya, c komunikasi, d karakteristik agen pelaksana, e disposisi
implementor, dan f kondisi sosial, ekonomi dan politik. AG. Subarsono, Ibid ; hal 99 – 101
a. Ukuran dan tujuan kebijakan Standar dan tujuan kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisir. Apabila standar dan tujuan kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen.
b. Sumberdaya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya
manusia human resources maupun sumberdaya non-manusia non-human resources.
c. Komunikasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan
koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi untuk keberhasilan suatu program.
Universitas Sumatera Utara
16
Bagan I.4 : Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn
d. Karakteristik agen pelaksana Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur
birokrasi, norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.
e. Disposisi implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga 3 hal yang penting, yakni : 1
respon implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, 2 kognisi, yakni
pemahamannya terhadap kebijakan dan 3 intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
f. Kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat
Komunikasi antar organisasi kegiatan
pelaksanaan Ukuran dan
tujuan kebijakan Karakteristik badan
pelaksana
Sumberdaya Lingkungan ekonomi,
sosial dan politik Disposisi
pelaksana Kinerja
implementasi
Universitas Sumatera Utara
17
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok- kelompok kepentingan memberi dukungan bagi implementasi kebijakan,
karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik
mendukung implementasi kebijakan. Keberhasilan menurut Merilee S Grindle 1980 dipengaruhi oleh dua 2
variabel besar, yakni isi kebijakan content of policy dan lingkungan
implementasi context of implementation. AG. Subarsono, Ibid ; hal 93
Variabel isi kebijakan mencakup : a sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, b jenis
manfaat yang diterima oleh target group, c sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, d apakah letak sebuah program sudah tepat,
e apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci dan f apakah sebuah program didukung oleh sebuah sumberdaya yang
memadai. Sedangkan variabel lingkungan mencakup : a seberapa besar
kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, b karakteristik institusidan rejim yang sedang
berkuasa dan c tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Demikian juga menurut Mazmanian dan Sabatier 1983, ada tiga 3
kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni : AG. Subarsono, Ibid ; hal 94
a. Variabel independent, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
18
keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. b. Variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk
menstruktur proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana dan
perekrutan pejabat pelaksanaan dan keterbukaan kepada pihak luar. c. Variabel dependent, yaitu pemahaman dari lembagabadan pelaksana
dalam bentuk kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata dan kebijakan yang bersifat mendasar.
Sedangkan menurut Jones 1994;296 menyebutkan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah
disyahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat, dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga
eksekutor. Selanjutnya Jones
mengatakan apakah
suatu program
terimplementasikan dengan efektif atau dapat diukur dengan standar penilaian yaitu :
1. Organisasi yaitu : merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan. Setiap organisasi harus memiliki
struktur organisasi, sumber daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas.
2. Interpretasi yaitu : mereka yang bertanggung jawab yang dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang
berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang telah dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang.
Universitas Sumatera Utara
19
3. Penerapan yaitu : adanya prosedur kerja dan program yang jelas, tujuan dan sasaran yang jelas serta pengawasan terhadap pelaksanaan program.
Dengan demikian, implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara
menjalankan perubahan tersebut agar tujuan dari program tersebut dapat berjalan efektif dan efisien.
Implementasi yang sesuai dengan penelitian ini adalah sebagaimana yang dimaksudkan menurut teori Van Meter dan Van Horn dengan menggunakan
enam variabel yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, disposisi implementor dan kondisi sosial, ekonomi
dan politik.
I.5.3 Konsep Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP I.5.3.1 Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan Di
Perkotaan P2KP
Masalah kemiskinan di Indonesia tidak hanya melanda wilayah pedesaan, tetapi juga di wilayah perkotaan. Khusus di wilayah perkotaan, salah satu ciri
umum kondisi masyarakat miskinnya adalah tidak adanya prasarana dan sarana dasar perumahan dan pemukiman yang memadai, serta kualitas lingkungan yang
kumuh dan tidak layak huni. Kemiskinan merupakan persoalan struktural dan multidimensional yang mencakup politik, sosial, aset dan lain-lain. Karakteristik
kemiskinan tersebut, serta krisis ekonomi yang terjadi, telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan
kemiskinan selama ini perlu diperbaiki ke arah pengokohan kelembagaan
Universitas Sumatera Utara
20
masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka
membangun organisasi masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan
aspirasi serta kebutuhan mereka. Di samping itu, keberdayaan semacam itu diharapkan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan upaya pemberdayaan warga miskin di tingkat lokal, baik dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.
Berdasarkan karakteristik kemiskinan di kawasan perkotaan tersebut, model program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP diharapkan
mampu memberikan kontribusi bagi penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan
dimensi- dimensi politik, sosial, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, model program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP diharapkan mampu
menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya ataupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan
keputusan. Dengan demikian, program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP merupakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
I.5.3.2 Pendekatan dan Tujuan Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan P2KP
Visi dan Misi Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
21
1. Visi program P2KP adalah terwujudnya masyarakat madani yang maju, mandiri, sejahtera dalam lingkungan yang sehat dan produktif.
2. Misi program P2KP adalah membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok
peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan pemukiman yang tertata, sehat, produktif
dan berkelanjutan. Prinsip-prinsip dan Nilai-nilai yang melandasi program P2KP adalah
sebagai berikut : a Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan Good Governance :
1. Demokrasi musyawarah 2. Partisipasi aktif berperan serta
3. Transparansi keterbukaan 4. Akuntabilitas tanggung gugat
5. Desentralisasi pembagian wewenang b Prinsip-Prinsip Universal Universal Berkelanjutan Tridaya :
1. Perlindungan Lingkungan Environmental Protection. Dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang
menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan pelaksanaan
kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindunganpemeliharaan lingkungan, baik lingkungan alami maupuin lingkungan buatan
termasuk perumahan dan permukiman yang harus layak, aman dan produktif serta meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
2. Pengembangan Masyarakat Social Development. Tiap langkah P2KP
Universitas Sumatera Utara
22
harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat menciptakan masyarakat
efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan.
Pengembangan masyarakat ini juga berarti upaya untuk meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat
yang rentan dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluangakses dalam programkegiatan setempat.
3. Pengembangan Ekonomi Economic Development; dalam upaya menyerasikan kesejahteraan material, maka upaya-upaya kearah
peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat miskin dan atau penganggur pelu mendapat porsi khusus termasuk upaya untuk
mengembangkan peluang usaha dan akses ke sumberdaya kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak
lingkungan fisik dan sosial. Pedoman P2KP
I.5.3.3 Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP
Pada dasarnya kelompok sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP mencakup 4 empat sasaran utama yakni masyarakat,
pemerintah daerah dan para penerima manfaat program baik kelompok maupun perorangan.
I.5.3.4 Strategi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan P2KP
Strategi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP
Universitas Sumatera Utara
23
adalah mendorong gerakan masyarakat untuk keberdayaan dan kemandirian dalam penanggulangan kemiskinan dengan jalan :
1. Mendorong tumbuh dan berkembangnya prakarsa, partisipasi masyarakat, dan transparansi. Sehingga proses transformasi sosial dari masyarakat tidak
berdayamiskin menuju masyarakat berdaya. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dan organisasi yang berakar di
masyarakat, khususnya dalam membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber daya kunci yang disediakan program penanggulangan kemiskinan di
perkotaan P2KP melalui bantuan langsung masyarakat BLM, secara transparan dan akuntabilitas.
3. Menjalin sinergi penanggulangan kemiskinan sebagai gerakan masyarakat melalui kemitraan antar pelaku pembangunan.
4. Mendorong tumbuhnya kepedulian berbagai pihak sebagai upaya pengendalian sosial kontrol sosial terhadap keberhasilan program
penanggulangan kemiskinan http:www.p2kp.org240408.
I.5.3.5 Siklus Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan P2KP
1. Refleksi Kemiskinan : refleksi kemiskinan dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat terhadap akar penyebab masalah kemiskinan.
Kesadaran kritis ini penting dilakukan karena selama ini masyarakat menjadi “objek”, seringkali masyarakat diajak untuk melakukan berbagai
upaya pemecahan masalah tanpa mengetahui dan menyadari masalah yang sebenarnya. Dalam pelaksanaannya, dua hal yang harus dilakukan yaitu
olah rasa dan olah pikir. Olah pikir merupakan analisis kritis terhadap
Universitas Sumatera Utara
24
permasalahan kemiskinan yang dihadapi masyarakat, untuk membuka mekanisme-mekanisme yang selama ini sering tidak tergali dan
tersembunyi di dalamnya. 2. Pemetaan swadaya : pemetaan swadaya adalah proses identifikasi
kebutuhan masyarakat yang dilakukan dengan cara antara lain : a. Menggali informasi, bagaimana kondisi nyata dari masalah-masalah
yang dikemukakan dan dirumuskan pada saat refleksi kemiskinan sosial, ekonomi, lingkungan, kelembagaan, dan kepemimpinan.
Masalah-masalah tersebut harus didukung oleh data dan fakta sehingga diperlukan proses penelitian untuk mengumpulkan
informasi yang diperlukan. b. Mengkaji, informasi dan fakta yang sudah didapatkan dianalisa dan
dikaji secara bersamaan. c. Merumuskan masalah, pada tahapan ini masalah yang sudah
ditemukan disepakati bersama dikelompokkan kemudian dianalisis hubungan sebab akibatnya dengan kembali membuat pohon masalah.
3. Pembangunan badan keswadayaan masyarakat BKM, siklus ini merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat terhadap adanya organisasi
masyarakat warga yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur yang dimotori oleh pemimpin yang mempunyai kriteria yang sudah ditetapkan oleh
masyarakat. Posisi organisasi masyarakat warga ini di peroleh dari di luar institusi pemerintah, di luar institusi militer, di luar institusi agama, di
luar institusi pekerjaan atau usaha dan di luar institusi keluarga yang dipimpin oleh pemimpin kolektif yang beranggotakan 9 sampai 11 orang,
Universitas Sumatera Utara
25
dan kolektif ini secara generik diberi nama badan keswadayaan masyarakat BKM.
4. Pengembangan kelompok swadaya masyarakat KSM, adalah kelompok sosial pada tingkat akar rumput, yang mempunyai kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan, ekonomi dan pemeliharaan lingkungan. 5. Program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM-
Pronangkis, adalah perencanaan partisipatif warga untuk mengembangkan program penanggulangan kemiskinan, baik jangka pendek selama satu
tahun atau jangka panjang menengah selama tiga tahun. 6. Sinergi program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan
PJM Pronangkis dengan Perencanaan Pembangunan Daerah, setelah masyarakat
mempunyai program jangka menengah
program penanggulangan kemiskinan PJM pronangkis tentu ini bisa menjadi
bagian dari perencanaan program kelurahan. Artinya program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM Pronangkis harus
diperjuangkan oleh badan keswadayaan masyarakat BKM agar menjadi bagian dari proses perencanaan kelurahan melalui Musrenbang. Agar
program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan PJM Pronangkis bisa diakomodir dalam perencanaan pembangunan daerah,
badan keswadayaan masyarakat BKM juga dapat langsung mempresentasikan program kepada Dinas-dinas terkait dalam proses
perencanaan strategis satuan kerja perangkat daerah Renstra SKPD. 7. Pelaksanaan program dan pemantauan program, program yang telah
disusun akan dilaksanakan oleh warga masyarakat sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
26
penanggung jawab masing-masing sub program. Kegiatan ini bisa dilaksanakan oleh panitia pembangunan prasarana, kelompok swadaya
masyarakat KSM yang difasilitasi oleh relawan yang tergabung dalam unit-unit pengelola pada badan keswadayaan masyarakat BKM. Selain
keterlibatan seluruh warga secara khusus badan keswadayaan masyarakat BKM, unit-unit pengelola dan relawan akan melakukan pemantauan
untuk mengetahui bagaimana jalannya kegiatan yang dilakukan oleh panitia, kelompok swadaya masyarakat KSM dan lembaga lainnya.
8. Evaluasi program, evaluasi program dilakukan dengan dua cara yaitu, evaluasi rutin pada saat program sedang berjalan, untuk mengetahui
apakah dalam pelaksanaan program harus diperbaiki. Kemudian evaluasi akhir program atau disebut review program jangka menengah program
penanggulangan kemiskinan PJM Pronangkis, kelembagaan, keuangan dan evaluasi lainnya sesuai dengan kebutuhan. Jurnal Pedoman Umum
P2KP-3, Maret 2007
I.5.4 Kemiskinan.
I.5.4.1 Pengertian Kemiskinan.
Secara umum terdapat beberapa definisi kemiskinan dan kriteria garis kemiskinan yang digunakan saat ini sehingga mengakibatkan perbedaan strategi
penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan. Kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu
menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi Bappenas, 2002. Kemiskinan meliputi dimensi politik, sosial budaya dan
Universitas Sumatera Utara
27
psikologi, ekonomi dan akses terhadap aset. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti : sandang, pangan, papan, afeksi,
keamanan, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan lain-lain. Menurut Randy dan Riant Nugroho 2007 : 77, kemiskinan di Indonesia
dipandang sebagai kemiskinan budaya dan kemiskinan struktural. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa kemiskinan bukanlah ketentuan atau takdir
Tuhan, bukan pula salah kita, tetapi proses pemiskinan adalah suatu bencana buatan manusia karena akibat dari suatu kebijakan. Mansour Fakih, 2003 : 1.
Dengan kata lain, bertambahnya masyarakat miskin diakibatkan dari suatu proses, kebijakan, dan institusi ataupun mekanisme. Akan tetapi, persoalan
kemiskinan yang dihadapi oleh kaum miskin tidaklah sesederhanan itu. Menurut Mansour Fakih 2003, 12 bahwa persoalan kemiskinan tidak hanya
berakar dalam lingkungan kebijakan Negara yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah tetapi juga diperkuat dengan telah dilucutinya Negara sebagai
pelindung rakyat dan telah dilucutinya konsep Negara dalam proses mensejahterakan rakyat, seperti pencabutan subsidi dan hilangnya berbagai
sistem perlindungan jaminan sosial akibat adanya mekanisme persaingan bebas dalam perdagangan bebas serta globalisasi, yang menyebabkan Negara
mengabaikan tugas utamanya sebagai pelindung hak-hak rakyat. Namun, ada yang berpendapat penyebab kemiskinan itu dikarenakan
beberapa hal yaitu : 1. Dilihat dari kajian kepemimpinan : yang menyebabkan kemiskinan karena
orang yang tidak baik dan murni. Pemimpin yang hanya memikirkan dirinya sendiri, keluarga, dan golongan atau kelompok pemimpin tersebut
Universitas Sumatera Utara
28
berasal, mendahulukan kepentingan individu dari pada masyarakat sehingga timbul ketidakadilan..
2. Dilihat dari kajian kelembagaan : insitusi pengambil keputusan yang tidak mampu menerapkan nilai-nilai universal kemanusiaan.
3. Dilihat dari kajian kebijakan : adanya kebijakan yang tidak berpihak atau adil.
4. Dilihat dari berbagai kajian masalah ekonomi, sosial dan lingkungan politik, yang tidak membuka akses kepada kaum miskin dan kurangnya
partisipasi. Ekonomi yang tidak memihak, tidak ada kesempatan, tidak ada akses untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat sehingga tidak
memperoleh akses dalam berpartisipasi dalam pembangunan. Sosial yang segregatif, marginalisasi, internalisasi budaya miskin, serta banyaknya
lingkungan kumuh dan ilegal. http: www.p2kp.org280408.
I.5.4.2 Indikator Kemiskinan.
Menurut rumusan konkrit yang dibuat oleh Bappenas, indikator- indikator kemiskinan sebagai berikut :
1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan. 2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan.
3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan 4. Terbatasnya kesempatan kerja dan lemahnya perlindungan terhadap aset
usaha serta perbedaan upah, dan lemahnya perlindungan tenaga kerja. 5. Terbatasnya layanan perumahan sanitasi.
6. Terbatasnya air bersih.
Universitas Sumatera Utara
29
Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. 8. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam.
9. Lemahnya jaminan rasa aman. 10. Lemahnya partisipasi
11. Besarnya beban kependudukan.
Sedangkan, menurut Emil Salim Supriatna, 2000:124 bahwa ada lima karakteristik penduduk miskin yaitu :
1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. 2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. 4. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas.
5. Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan
atau pendidikan yang memadai.
I.5.5 Pemberdayaan Masyarakat
Pendekatan pemberdayaan merupakan suatu model dalam pengembangan masyarakat dimana proses perubahannya menempatkan kreativitas dan prakarsa
masyarakat yang sadar dan terbina sebagai titik tolak. Kaitannya dengan pembangunan,
ini berarti
mengutamakan manusia
dalam proses
pembangunan yang selama ini hanya dijadikan objek. Sebagai pelaku utama masyarakat dilibatkan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai
pengawasan dengan intensitas keterlibatan sampai pada tingkat pengambilan keputusan Sekretariat P2KP, 1999 dalam
Menurut Tjandraningsih dan Tjondronegoro
Rahayu 2001.
dalam Rahayu 2001,
Universitas Sumatera Utara
30
Pemberdayaan pada awalnya merupakan istilah yang digunakan dikalangan LSM untuk menunjuk pada upaya untuk memperkuat masyarakat baik secara social,
ekonomi dan politik. Intinya adalah mebuat masyarakat mempunyai posisi tawar sehingga dapat menjadi pelaku dalam proses pembangunan yang aktif dan tidak
hanya menjadi objek pembangunan. Kelompok masyarakat bawah yang lemah dan serba kekurangan dalam mutu dan taraf hidup, keterampilan,dsb.
Kondisi ini membuat masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan.
Dalam upaya pengentasan kemiskinan, diperlukan kebijaksanaan, komitmen dan kegiatan yang dapat memerangi kemiskinan dan keterbelakangan.
Lebih dari itu satu sikap yang bersumber pada pandangan bahwa mengatasi masalah kemiskinan tidak memperlakukan orang miskin sekaedar sebagai objek
dari upaya-upaya penanggulangan, tetapi harus memperlakuakn mereka sebagai subjek. Hal ini bersumber pada keyakinan bahwa betapapun miskin
seseorang bukannya tidak mempunyai apa-apa sama sekali, melainkan mereka mempunyai
sesuatu walaupun sedikit. Dan jika sesuatu yang mereka miliki tersebut dihimpun dalam suatu wadah kebersamaan yang mereka percaya dan hormati, maka
mereka akan mampu mengatasi masalah- masalah yang mereka hadapi dengan kekuatan sendiri yang mereka miliki.
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab kegagalan dalam pogram-program penanggulangan kemiskinan yang ada
pada saat ini adalah diabaikannya faktor pemberdayaan masyarakat lokal. Maka dalam program P2KP ini pemberdayaan masyarakat lokal menjadi faktor utama.
Universitas Sumatera Utara
31
Pemberdayaan masyarakat dan institusi lokal sebagai strategi dalam pelaksanaan P2KP mengandung dua unsur, yakni kemandirian dan partisipasi.
Pemerintah menganggap perlu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin perkotaan melalui P2KP. Kegiatan ini tidak hanya bersifat
reaktif terhadap keadaan darurat yang kini kita alami, namun juga bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi
masyarakat yang menguat bagi perkembangan masyarakat di masa mendatang, pemberdayaan masyarakat yang berakar dari, oleh dan untuk masyarakat itu
sendiri.
I.5.6 Partisipasi Masyarakat
Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongnya memberikan sumbangan
terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggung jawab bersama mereka Yusran 2006;11
Defenisi ini mengandung tiga gagasan penting. Pertama, pasrtisipasi lebih merupakan keterlibatan mental maupun emosional ketimbang kegiatan otot
semata-mata. Keterlibatan diri, dari pada sekedar keahlian, merupakan produk ingatan dan emosi. Masyarakat mengetahui bahwa pemimpin mereka seorang
otorat yang tidak menginginkan gagasan mereka. Masyarakat tidak melibatkan diri pada situasi seperti ini. Kedua, mendorong adanya dukungan. Individu diberi
kesempatan untuk menciptakan prakarsa dan kreatifitas demi tujuan kelompok. Dengan cara ini partisipasi berbeda dengan perizinan yang hanya menggunakan
kreativitas dan gagasan pemimpin yang menyodorkan idenya kepada kelompok
Universitas Sumatera Utara
32
demi kebenaran. Partisipasi membutuhkan lebih dari sekedar kebenaran yang siap diputuskan. Ketiga, mendorong masyarakat untuk menerima tanggung
jawab untuk suatu kegiatan. Karena mereka melibatkan diri dalam kelompok mereka juga ingin melihat pekerjaannya berhasil. Dengan membuat dirinya
bertanggung jawab, mereka akan memperoleh rasa kebebasan sebagai seorang individu yang membuat keputusan sendiri meskipun dipengaruhi lingkungan
kelompoknya. Partisipasi Masyarakat merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan
oleh perorangan maupun secara kelompok atau masyarakat. Untuk menyatukan kepentingan ketertarikan mereka terhadap organisasi atau masyarakat yang
bergabung dalam rangka pencapaian tujuan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dalam berbagai
forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat umum ikut serta dengan pemerintah memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar dan
menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai pengikutsertaan atau pengambilan bagian dalam kegiatan
bersama. Dikatakan telah berpartisipasi apabila mereka telah terlibat secara utuh dalam proses pelaksanaan pembanguna baik secara fisik maupun mental.
1.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang mengangkat masalah implementasi program penanggulangan kemiskinan memang sudah banyak dilakukan para peneliti
terdahulu, maka dalam penelitian ini akan diangkat hasil-hasil penelitian terdahulu yang mengangkat topik mirip dengan penelitian ini yaitu :
Universitas Sumatera Utara
33
1. Implementasi Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP Studi Kasus di Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik
Semarang 2007.
Dalam penelitian terdahulu dalam judul penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang profil kemiskinan di Kelurahan
Pudak Payung, implementasi program pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung dan Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan program
pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung. Metode penelitian adalah metode deskriptif persentase, yaitu membuat
pencandraan deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta- fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu yang dilengkapi dengan
penggambaran secara persentase atau tabel. Hasil penelitian yang di dapatkan dalam judul penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1. Profil keluarga miskin di Kelurahan Pudak Payung menunjukkan bahwa
sebagian besar keluarga miskin bekerja sebagai pedagang dan tukang becak dengan tingkat pendidikan tamat SD.
2. Implementasi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan P2KP di Kelurahan Pudak Payung berjalan lancar dengan jumlah KSM yang
semakin bertambah 3. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanan P2KP di Kelurahan Pudak
Payung yaitu masih adanya sumber daya manusia dan sumber daya finansial yang kurang memadai dan juga Kelompok Swadaya Masyarakat
KSM yang bermasalah kredit macet.
Universitas Sumatera Utara
34
2. Analisis Penanggulangan Kemiskinan Melalui Implementasi Program P2KP di Kota Semarang Studi Kasus di Kelurahan Purwoyoso
Kecamatan Ngaliyan 2006.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisi pemanfaatan dana pinjaman dan pendampingan teknis program P2KP di wilayah Kelurahan
Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang dalam rangka pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera.
Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis korelasi dan uji beda dengan variabel dependen
pendapatan usaha dan simpanan usaha. Sedangkan variabel independennya pendampingan dan pinjaman modal.
Hasil penelitian yang di dapatkan dalam judul penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faskel dalam melaksanakan tugas kegiatan pendampingan efektif, yang berarti kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh Faskel dapat
meningkatkan usaha peserta program P2KP. 2. Ada hubungan positif antara pendampingan dengan pendapatan usaha.
3. Ada hubungan positif antara pendapatan usaha dengan simpanan usaha. 4. Ada hubungan positif antara pinjaman modal dengan pendapatan usaha.
5. Telah terjadi peningkatan pendapatan dan simpanan usaha dalam kurun waktu 6 bulan sebelum dan sesudah program berlangsung pendapatan
usaha dari rata-rata per bulan.
3. Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di
Universitas Sumatera Utara