Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia

38 10 dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, keberadaan jamur atau serangga, serta mendorong kerusakan mutu simplisia yang digunakan WHO, 1992. Penetapan kadar sari dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan etanol, Penetapan kadar sari larut air adalah untuk mengetahui kadar senyawa kimia bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia, sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol, baik senyawa polar maupun non polar. Hasil karakterisasi simplisia daun sijukkot menunjukkan kadar sari yang larut dalam air sebesar 15,68, sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol sebesar 16,20. Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal abu fisiologis yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri yang terdapat di dalam sampel Ditjen POM RI, 2000; WHO., 1992. Kadar abu tidak larut asam untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida WHO., 1992. Penetapan kadar abu pada simplisia daun sijukkot menunjukkan kadar abu total sebesar 13,45 dan kadar abu tidak larut dalam asam sebesar 0,59. Monografi simplisia daun sijukkot tidak terdaftar di buku Materia Medika Indonesia MMI, sehingga perlu dilakukan pembakuan secara nasional mengenai parameter karakterisasi simplisia daun sijukkot. Hasil perhitungan karakterisasi simplisia daun sijukkot dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 36-40.

4.3 Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi

Hasil ekstraksi dari 500 g simplisia daun sijukkot dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 80 diperoleh ekstrak etanol daun sijukkot sebanyak Universitas Sumatera Utara 39 78,85 g, danhasil fraksinasi ekstrak etanol sebanyak 40 g dengan cara ekstraksi cair-cair diperoleh fraksi n-heksana 3,46 g, fraksi etilasetat sebesar 1,6 g dan fraksi air 35,5 g.

4.4 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia

Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia diketahui bahwa serbuk simplisia daun sijukkot mengandung golongan senyawa-senyawa kimia seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia No. Pemeriksaan Hasil 1. Alkaloid - 2. Flavonoida + 3. Tanin + 4. Saponin + 5. Glikosida + 6. Antrakinon - 7. Steroid Triterpenoida + Keterangan: + : mengandung golongan senyawa - : tidak mengandung golongan senyawa Menurut Robinson 1995, senyawa metabolit sekunder seperti senyawa flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoidsteroida merupakan senyawa kimia yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan antivirus. 4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi Etilasetat, Fraksi n-Heksana dan Fraksi AirDaun Sijukkot Penentuan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sijukkot EEDS, fraksi n-heksana FHDS, fraksi etilasetat FEDS dan fraksi air FADS dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar dengan menggunakan pencadang kertas. Diameter zona hambatan di sekitar pencadang kemudian diukur untuk mengukur Universitas Sumatera Utara 40 kekuatan hambatan obat terhadap bakteri yang diuji. Metode difusi agar dipilih karena metode ini lebih praktis namun tetap dapat memberikan hasil yang diharapkan. Hasil uji aktivitas antibakteri EEDS, FHDS, FEDS dan FADS dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri uji yang digunakan. Aktivitas suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme tergantung pada konsentrasi dan jenis bahan antimikroba tersebut Tim Mikrobiologi FK Brawijaya, 2003. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 8-11 halaman 50-70 dan hasil rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.3 sampai 4.8. Tabel 4.3 Hasil pengukuran diameter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan bakteri uji pada ekstrak etanol Keterangan: E.c = Escherichia coli S.a =Staphylococcus aureus L.a = Lactobacillus acidophilus S.m =Streptococcus mutans P.a = Pseudomonas aeruginosa V.c =Vibrio cholerae - = Tidak terdapatdaerah hambatan pertumbuhan bakteri DMSO = dimetilsulfoksida No. Konsentrasi mgmL Diameter Rata-rata Daerah Hambatan mm E. c L. a P. a S. a S. m V.c 1. 500 11,73 12,96 14,30 10,9 12,50 14,06 2. 400 11,33 11,76 13,33 10,8 10,50 13,76 3. 300 10,60 11,30 11,93 10,5 10,00 12,60 4. 200 9,60 11,13 11,46 9,1 8,30 11,50 5. 100 8,33 9,10 6,8 8,6 - 9,90 6. 75 8,06 8,83 - 7,9 - 9,80 7. 25 7,66 7,80 - 6,7 - - 8. 20 7,23 6,80 - - - - 9. 15 - - - - - - 10. 10 - - - - - - 11. Blanko DMSO - - - - - - Universitas Sumatera Utara 41 Tabel 4.4 Hasil pengukuran diameter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan bakteri uji pada fraksi n-heksana Keterangan: E.c = Escherichia coli S.a =Staphylococcus aureus L.a = Lactobacillus acidophilus S.m =Streptococcus mutans P.a = Pseudomonas aeruginosa V.c =Vibrio cholerae - = Tidak terdapatdaerah hambatan pertumbuhan bakteri DMSO = dimetilsulfoksida Tabel 4.5 Hasil pengukuran diameter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan bakteri uji pada fraksi etilasetat Keterangan: E.c = Escherichia coli S.a =Staphylococcus aureus L.a = Lactobacillus acidophilus S.m =Streptococcus mutans P.a = Pseudomonas aeruginosa V.c =Vibrio cholerae - = Tidak terdapatdaerah hambatan pertumbuhan bakteri DMSO = dimetilsulfoksida No. Konsentrasi mgmL Diameter Rata-rata Daerah Hambatan mm E. c L. a P. a S. a S. m V.c 1. 500 11,46 10,90 12,06 13,10 10,86 11,60 2. 400 10,93 10,50 11,00 10,30 10,30 11,50 3. 300 10,86 10,40 10,40 10,00 9,96 11,20 4. 200 10,60 10,23 10,33 9,20 9,83 11,10 5. 100 9,96 10,10 9,80 - 9,73 8,10 6. 75 9,53 9,73 8,50 - 9,66 - 7. 25 8,83 9,60 8,10 - 9,60 - 8. 20 7,43 8,30 - - 8,10 - 9. 15 - 7,20 - - - - 10. 10 - - - - - - 11. Blanko DMSO - - - - - - No. Konsentrasi mgmL Diameter Rata-rata Daerah Hambatan mm E. c L. a P. a S. a S. m V.c 1. 500 24,40 26,10 21,30 20,10 20,30 22,50 2. 400 23,50 21,20 19,33 19,10 19,10 21,30 3. 300 22,40 21,10 19,10 18,50 17,30 21,10 4. 200 18,20 19,40 18,40 17,50 16,13 20,10 5. 100 15,10 16,50 17,60 16,90 14,30 19,10 6. 75 14,10 9,60 17,20 15,60 13,93 17,10 7. 25 12,50 - 11,30 11,10 11,20 8,40 8. 20 9,73 - 8,83 8,63 8,56 - 9. 15 7,30 - 7,13 - 7,70 - 10. 10 - - - - - - 11. Blanko DMSO - - - - - - Universitas Sumatera Utara 42 Tabel 4.6 Hasil pengukuran diameter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan bakteri uji pada fraksi air Keterangan: E.c = Escherichia coli S.a =Staphylococcus aureus L.a = Lactobacillus acidophilus S.m =Streptococcus mutans P.a = Pseudomonas aeruginosa V.c =Vibrio cholerae - = Tidak terdapatdaerah hambatan pertumbuhan bakteri DMSO = dimetilsulfoksida Berdasarkan pada hasil pengukuran aktivitas antibakteri yang terlihat pada Tabel 4.3 sampai 4.8 diperoleh konsentrasi hambat minimum KHM pada ekstrak etanol berturut-turut 20 mgml Escherichia coli dan Lactobacillus acidophilus, 25 mgml Staphylococcus aureus, 75 mgml Vibrio cholerae, 100 mgml Pseudomonas aeruginosa, 200 mgml Streptococcus mutans; pada fraksi n- heksana KHM berturut-turut 15 mgml Lactobacillus acidophilus, 20 mgml Escherichia coli dan Vibrio cholerae, 25 mgml Pseudomonas aeruginosa, 100 mgml Staphylococcus aureus, 200 mgml Streptococcus mutans; pada fraksi etilasetat KHM berturut-turut 15 mgml Escherichia coli,Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus mutans, 20 mgml Staphylococcus aureus, 25 mgml Vibrio cholerae, 75 mgml Lactobacillus acidophilus; pada fraksi air KHM 200 mgml Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae, 175 mgml Lactobacillus acidophilus. No. Konsentrasi mgmL Diameter Rata-rata Daerah Hambatan mm E. c L. a P. a S. a S. m V.c 1. 500 12,50 13,70 13,63 13,80 10,00 11,10 2. 400 12,20 11,40 11,60 12,70 8,90 9,80 3. 300 7,40 11,26 10,70 9,70 8,30 7,80 4. 200 6,10 7,80 10,50 9,40 6,10 6,90 5. 175 - 7,4 - - - - 6. 150 - - - - - - 7. Blanko - - - - - - Universitas Sumatera Utara 43 Hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli diperoleh bahwa urutan ekstrakfraksi dari yang paling aktifyaitu fraksi etilasetat, fraksi n-heksana, ekstrak etanol dan fraksi air; pada bakteri Lactobacillus acidophilusyaitu fraksi n-heksana, ekstrak etanol, fraksi etilasetat, dan fraksi air; pada bakteri Pseudomonas aeruginosa yaitu fraksi etilasetat, fraksi n-heksana, ekstrak etanol dan fraksi air; pada bakteri Staphylococcus aureusyaitu fraksi etilasetat, ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan fraksi air; pada bakteri Streptococcus mutans yaitu fraksi etilasetat, fraksi n-heksana, ekstrak etanol dan fraksi air; pada bakteri Vibrio cholerae yaitu fraksi n-heksana, fraksi etilasetat, esktrak etanol dan fraksi air. Dari hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa fraksi etilasetat dari daun sijukkot memberikan aktivitas yang terkuat dibanding dengan ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan fraksi air dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli, Lactobacillus acidophilus, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Vibrio cholerae. Hal ini dikarenakan kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam fraksi etilasetat daun sijukkot memiliki aktivitas antibakteri yaitu adanya senyawa flavonoid dan saponin yang terdapat paling banyak pada fraksi etilasetat. Senyawa triterpenoidsteroid menghambat pertumbuhan antibakteri dengan mekanisme penghambatan terhadap sintesis protein karena terakumulasi dan menyebabkan perubahan komponen-komponen penyusun sel bakteri itu sendiri Rosyidah, et al., 2014. Menurut Sabir 2005 dalam penelitiannya menjelaskan bahwa senyawa flavonoid memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri dengan beberapa mekanisme yang berbeda, antara lain flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding bakteri, Universitas Sumatera Utara 44 mikrosom dan lisosom sebagai hasil antara flavonoid dengan DNA bakteri, mekanisme yang berbeda dikemukakan oleh Di Carlo, et al., 1999 dan Estrela, et al., 1995 dalam Sabir 2005 yang menyatakan bahwa gugus hidroksil pada struktur senyawa flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan transpor nutrisi yang akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap bakteri. Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah menghambat enzim reverse transcriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk Nuria et al., 2009. Saponin digunakan sebagai antimikroba pada beberapa tahun terakhir. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitaskebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar Robinson, 1995. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol lebih rendah dibandingkan dengan dengan fraksi etilasetat. Menurut Marliana 2011, hal ini disebabkan karena adanya kerja yang tidak sinergis antara senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak etanol dalam peranannya sebagai antibakteri. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh kuantitas dari senyawa metabolit sekunder yang bersifat antibakteri kuat di dalam ektrak etanol lebih sedikit dibandingkan fraksi etilasetat. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi air lebih rendah dibandingan fraksi etilasetat. Hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa yang terdapat dalam fraksi air sangat sedikit karena senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antibakteri kuat telah ditarik oleh pelarut etilasetat sehingga hanya tersisa beberapa senyawa metabolit sekunder dengan kuantitas yang sedikit. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana menunjukan aktivitas antibakteri yang lemah terhadap bakteriuji, karena hanya memiliki senyawa Universitas Sumatera Utara 45 triterpenoidsteroid. Menurut Naufalin2005, adanya minyak dan lemak yang terkandung pada ekstrak n-heksana dapat mengganggu aktivitas antibakteri. Minyak dan lemak mengganggu proses difusi dan melindungi bakteri dari senyawa antibakteri sehingga tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Universitas Sumatera Utara 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN