Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia Dengan Asean Dalam Pendirian Sekretariat Asean Di Jakarta Terkait Dengan Host Country Agreement (Hca)

(1)

STATUS PERJANJIAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN ASEAN DALAM PENDIRIAN SEKRETARIAT ASEAN DI JAKARTA TERKAIT DENGAN HOST COUNTRY AGREEMENT (HCA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

NIM: 110200104 AGNESTESIA RIZKY

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

STATUS PERJANJIAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN ASEAN DALAM PENDIRIAN SEKRETARIAT ASEAN DI JAKARTA TERKAIT DENGAN HOST COUNTRY AGREEMENT (HCA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

NIM: 110200104 AGNESTESIA RIZKY

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Disetujui/Diketahui Oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

NIP. 195612101986012001 (CHAIRUL BARIAH, S.H. M.Hum)

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI

NIP. 196201171989032002 NIP. 196403301993031002 Arif, S.H.MH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(3)

ABSTRAKSI

Agnestesia Rizky*)

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI **) Arif, S.H., M.H***)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Host Country Agreement (HCA) menjadi dasar pembuatan sekretariat suatu organisasi internasional, yang mana dalam hal ini adalah Host Country Agreement dalam pembuatan Sekretariat Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) di Jakarta.

Dalam hal ini, ASEAN bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia dalam pemberian status hukum, personalitas hukum, pemberian kekebalan dan imunitas, serta fasilitas yang akan didapatkan oleh ASEAN di dalam wilayah kedaulatan negara Republik Indonesia dimana Sekretariat ASEAN itu berada, yakni Jakarta. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kedudukan ASEAN sebagai suatu organisasi internasional regional menurut hukum internasional dan bagaimana keberadaan Host Country Agreement (HCA) dalam masyarakat internasional kaitannya dengan pembuatan Sekretariat ASEAN di Jakarta.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan dilakukan penelitian kepustakaan guna memperoleh data-data sekunder yang dibutuhkan, meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier yang terkait dengan permasalahan.Hasil penelitian disajikan secara deskriptif guna memperoleh penjelasan dari masalah yang dibahas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Host Country Agreement memiliki peran penting dalam perjanjian pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia dan ASEAN. Pemberian keistimewaan dan kekebalan merupakan pembahasan utama dalam perjanjian ini, yang mana membutuhkan peran penting kedua belah pihak dalam pelaksanaannya, dimana dengan adanya perjanjian ini maka ASEAN akan menjalankan fungsinya di wilayah kedaulatan Republik Indonesia.

Kata Kunci: ASEAN, Host Country Agreement, Keistimewaan dan Kekebalan, Sekretariat ASEAN

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I


(4)

ABSTRACT

Agnestesia Rizky*)

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI **) Arif, S.H., M.H***)

The objective of the research was to find out how Host Country Agreement (HCA) became the basis for establishing a Secretariat of an international organization; in this case, the Host Country Agreement in establishment of the Secretariat of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) in Jakarta.

ASEAN collaborates with the Indonesian government in giving legal status, legal personality, immunity, and facility for ASEAN in the Indonesian territory in which the Secretariat of ASEAN is located (in Jakarta). The problems of the research were as follows: how about the position of ASEAN as an international-regional organization according to the international law and how about the existence of the Host Country Agreement (HCA) in the international society related to the establishment of the Secretariat of ASEAN in Jakarta.

The research used judicial normative method by conducting library research in order to obtain secondary data which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials, related to the subject matter of the analysis.

The result of the research showed that the Host Country Agreement played an important role in the agreement of the establishment of the Secretariat of ASEAN in Jakarta by the Indonesian government and ASEAN. Privilege and immunity became the main topic in this agreement which needed both parties’ role in its implementation. This agreement would give ASEAN an opportunity to run its function in the Indonesian territory.

Keywords: ASEAN, Host Country Agreement, Privilege, Immunity, Secretariat of ASEAN

_____________________________

*)

Student of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

**)

Supervisor I

***)


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya:

Nama : AGNESTESIA RIZKY NIM : 110200104

Judul : STATUS PERJANJIAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN ASEAN DALAM PENDIRIAN SEKRETARIAT ASEAN DI JAKARTA TERKAIT DENGAN HOST COUNTRY AGREEMENT

(HCA)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuat oleh orang lain.

Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang belaku termasuk menerima sanksi pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Medan, Juni 2015

NIM. 110200104 AGNESTESIA RIZKY


(6)

KATA PENGANTAR

Terdapat sebuah pepatah Cina yang mengatakan: “The gem cannot be polished without friction, nor man perfected without trials”. Hal inilah yang Penulis sadari selama penulisan skripsi ini.Berbagai tantangan harus dihadapi untuk mencapai akhir penulisan skripsi yang sesuai dengan harapan Penulis.Merupakan suatu kehormatan bagi Penulis untuk mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penulisan skripsi ini. Disertai dengan berkat Tuhan Yesus Kristus yang tidak pernah berkesudahan, dan bantuan-bantuan tersebut, Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia dengan ASEAN dalam Pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta terkait dengan Host Country Agreement (HCA)” dengan usaha terbaik.

Secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua Penulis, Gilbert Panjaitan dan Suryani Sirait, yang setia membawa Penulis ke dalam doanya, tiada hentinya memberikan perhatian, dukungan, nasihat, dan semangat serta kesabaran yang tidak ternilai harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) dengan baik. Juga kepada adik penulis, Pebrianto Kornelius dan Michael Septian yang selalu mendukung, memperhatikan dan menghibur Penulis selama pengerjaan skripsi ini.Skripsi ini Penulis persembahkan untuk mereka.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga Penulis haturkan kepada pihak-pihak berikut:


(7)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin Hasibuan S.H., M.H., DFM. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. OK. Saidin S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Armansyah S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akademik; 6. Ibu Chairul Bariah S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum

Internasional;

7. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Internasional;

8. Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI selaku Dosen Pembimbing I. Terima kasih atas waktu dan bimbingan yang Ibu berikan kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi;

9. Bapak Arif S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas waktu, saran, semangat dan bimbingan yang Bapak berikan kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

10.Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11.Para Diplomat hebat di PI 1, 2 dan 3 dan Staff PI Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, terkhusus untuk Mbak Dona, Mba Luna, Mas


(8)

Bara, dan Pak Nino. Terima kasih atas semua pengalaman dan masukan yang diberikan kepada Penulis selama magang sehingga Penulis mendapatkan bantuan ide judul dan bahan skripsi;

12.Keluarga Besar yang selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada Penulis;

13.Virza, Tami, Raka, Wowo, Dimas, Ria, Moo, Fajar, Detia, Dina, Eboth, Abuw, Binta dan Arya. Kawan entah berantah Penulis yang sudah menjadi tempat ngalor-ngidul Penulis sejak SMA;

14.Bootylicious. Rolas Putri Febriyani, Nesya Yulya, Kiki Ayu Lestari, Annisa Kusumawardhani, terkhusus kepada Margaretha Siahaan yang sering Penulis repotkan dalam segala hal selama penulisan ini. Terima kasih karena kalian pernah menjadi dan akan selalu menjadi “bagian” dari Penulis.

15.My non-stop laughing partner, Nio Romario, Togar Albertus, Jhon Perdana, Choki, Leider, Guntur, dan kawan-kawan Gaster lain yang namanya tidak perlu disebutkan;

16.Keluarga Besar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Komisariat Fakultas Hukum USU, terkhusus Ari Pareme Simanullang, Naomi Tri Yuristia, Astrid, Dina, dan banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih boleh mendapatkan pengalaman yang luar biasa dari kalian;

17. Teman-teman Stambuk 2011. Kristy Emelia, Dyah Ayu, Sheila Wiyasih, Fadhel Muhammad, Vincent, Algrant, Isaac, Tulus Pardamean, Eko


(9)

Pahala, Hary Tama, Poltak Sijabat, Endha Anchila, Irryn Bukit, Restika Capriana, Frans Yoshua, Gabetta, dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu;

18. Teman seperjuangan Penulis selama di Medan, Neni Eunike Waruwu, Suliyen, Citra, Astiti, Bery, Bani, dan Yenni;

19.International Law Student Association (ILSA) Fakultas Hukum USU; 20.Last but not least, my human diary, my present help in time of need, Tung

Asido Rohana Malau.

Penulis sadar masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran agar dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Medan, Juni 2015 Penulis

NIM. 110200104 Agnestesia Rizky


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN………i

ABSTRAKSI……… ………..ii

ABSTRACT.………...iii

LEMBAR PERNYATAAN………..iv

KATA PENGANTAR………....v

DAFTAR ISI………...x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..………1

B. Perumusan Masalah……….11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……...11

D. Keaslian Penelitian……….12

E. Tinjauan Kepustakaan……….12

F. Metode Penelitian………18

G. Sistematika Penulisan………..20

BAB II ASPEK HISTORIS, JURIDIS, DAN KAPASITAS ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) SEBAGAI SUATU ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL A. Sejarah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)…………23

B. Tugas dan WewenangAssociation of Southeast Asian Nations (ASEAN)……….30


(11)

C. Kedudukan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Sebagai Suatu Organisasi Internasional Regional Menurut Hukum

Internasional………43

BAB III KEBERADAAN HOST COUNTRY AGREEMENT (HCA) DALAM PENDIRIAN SEKRETARIAT ASEAN DI JAKARTA

A. Host Country Agreement (HCA) dan Perkembangannya dalam

Masyarakat Internasional………54 B. Host Country Agreement (HCA) Sebagai Dasar Pendirian Sekretariat

Organisasi di Suatu Negara……….61 C. Pemberian Privileges and Immunities dalam Host Country Agreement

(HCA) Terkait dengan Pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta…...70 D. Keberadaan Sekretariat ASEAN di Jakarta……….87

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………..91

B. Saran………92

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

ABSTRAKSI

Agnestesia Rizky*)

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI **) Arif, S.H., M.H***)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Host Country Agreement (HCA) menjadi dasar pembuatan sekretariat suatu organisasi internasional, yang mana dalam hal ini adalah Host Country Agreement dalam pembuatan Sekretariat Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) di Jakarta.

Dalam hal ini, ASEAN bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia dalam pemberian status hukum, personalitas hukum, pemberian kekebalan dan imunitas, serta fasilitas yang akan didapatkan oleh ASEAN di dalam wilayah kedaulatan negara Republik Indonesia dimana Sekretariat ASEAN itu berada, yakni Jakarta. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kedudukan ASEAN sebagai suatu organisasi internasional regional menurut hukum internasional dan bagaimana keberadaan Host Country Agreement (HCA) dalam masyarakat internasional kaitannya dengan pembuatan Sekretariat ASEAN di Jakarta.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan dilakukan penelitian kepustakaan guna memperoleh data-data sekunder yang dibutuhkan, meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier yang terkait dengan permasalahan.Hasil penelitian disajikan secara deskriptif guna memperoleh penjelasan dari masalah yang dibahas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Host Country Agreement memiliki peran penting dalam perjanjian pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia dan ASEAN. Pemberian keistimewaan dan kekebalan merupakan pembahasan utama dalam perjanjian ini, yang mana membutuhkan peran penting kedua belah pihak dalam pelaksanaannya, dimana dengan adanya perjanjian ini maka ASEAN akan menjalankan fungsinya di wilayah kedaulatan Republik Indonesia.

Kata Kunci: ASEAN, Host Country Agreement, Keistimewaan dan Kekebalan, Sekretariat ASEAN

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I


(13)

ABSTRACT

Agnestesia Rizky*)

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI **) Arif, S.H., M.H***)

The objective of the research was to find out how Host Country Agreement (HCA) became the basis for establishing a Secretariat of an international organization; in this case, the Host Country Agreement in establishment of the Secretariat of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) in Jakarta.

ASEAN collaborates with the Indonesian government in giving legal status, legal personality, immunity, and facility for ASEAN in the Indonesian territory in which the Secretariat of ASEAN is located (in Jakarta). The problems of the research were as follows: how about the position of ASEAN as an international-regional organization according to the international law and how about the existence of the Host Country Agreement (HCA) in the international society related to the establishment of the Secretariat of ASEAN in Jakarta.

The research used judicial normative method by conducting library research in order to obtain secondary data which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials, related to the subject matter of the analysis.

The result of the research showed that the Host Country Agreement played an important role in the agreement of the establishment of the Secretariat of ASEAN in Jakarta by the Indonesian government and ASEAN. Privilege and immunity became the main topic in this agreement which needed both parties’ role in its implementation. This agreement would give ASEAN an opportunity to run its function in the Indonesian territory.

Keywords: ASEAN, Host Country Agreement, Privilege, Immunity, Secretariat of ASEAN

_____________________________

*)

Student of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

**)

Supervisor I

***)


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan teori terbentuknya negara1, sesungguhnya negara terbentuk dari sekelompok individu yang saling berinteraksi satu sama lain hingga membentuk keluarga, berlanjut hingga membentuk masyarakat dan suku-suku. Sampai disini manusia membentuk persekutuan-persekutuan tersebut masih didorong oleh kebutuhan alamiah. Namun manusia tidak berhenti sebatas kebutuhan alamiah semata akan tetapi terus berlanjut menyentuh kepentingan yang mengakibatkan persekutuan-persekutuan tersebut membentuk suatu entitas masyarakat untuk mewujudkan kepentingan-kepentingannya dengan membentuk negara. Dengan kata lain negara dibentuk tidak hanya memenuhi kebutuhan semata tetapi juga untuk memenuhi kepentingan-kepentingan manusia.2

Negara adalah lanjutan dari keinginan manusia yang hendak bergaul antara seorang dengan orang lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya. Semakin luas pergaulan manusia dan semakin banyak kebutuhannya, maka bertambah besar kebutuhannya kepada sesuatu organisasi negara yang

1

Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2005, hlm. 14

Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan yang bersifat obyektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para pemimpin, atau para penguasa yang dipilih secara saksama oleh rakyat. Disinilah tersimpul pikiran Demokratis daripada Socrates. Ia selalu menolak dan menentang keras apa yang dianggapnya bertentangan dengan ajarannya yaitu menaati undang-undang.

2

Fitra Waluyandi, Mengapa Manusia membentuk negara?, dikutip dar


(15)

akanmelindungi dan memelihara keselamatan hidupnya.3Dikaitkan dengan hukum internasional, definisi negara dikemukakan lebih lengkap oleh Henry C. Black. Ia mendefinisikan negara sebagai sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum yang, melalui pemerintahnya, mampu menjalankan kedaulatannya yang merdeka dan mengawasi masyarakat dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu menyatakan perang dan damai serta mampu mengadakan hubungan internasional dengan masyarakat internasional lainnya.4Hal ini tidak jauh berbeda dengan unsur suatu negara yang tercantum dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of States of 1933. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:5

a. a permanent population;

“The State as a person of international law should possess the following qualifications:

b. a defined territory; c. a government; and

d. a capacity to enter into relation with other States.”

Pada unsur keempat ini, Oppenheim-Lautherpacht menggunakan kalimat “pemerintah harus berdaulat” (sovereign).6

3

Samidjo, Ilmu Negara, Bandung: Armico, 2002, hlm. 27

4

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 2

5

Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of States of 1933. Konvensi Montevideo ini disahkan pada konverensi Internasional negara-negara Amerika di kota Montevideo yang ke-7 pada 26 Desember 1933. Lima belas negara Amerika Latin yang menghadiri konvensi ini dan Amerika Serikat juga adalah peserta konvensi ini. Konvensi ini, dan terutama pasal 1 nya, telah diterima dan dianggap sebagai unsur-unsur yang umum sebagai prasyarat adanya suatu negara menurut Hukum Internasional.

6

Yang dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan tertinggi yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain di muka bumi. Kedaulatan dalam arti sempit berarti kebebasan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar batas-batas negeri.

Negara dikatakan berdaulat atau


(16)

dikatakan bahwa negara itu berdaulat, dimaksudkan bahwa negara itu mempunyai kekuasaan tertinggi.Ruang berlaku kekuasaan tertinggi ini dibatasi oleh batas wilayah negara itu, artinya suatu negara hanya memiliki kekuasaan tertinggi di dalam batas wilayahnya.Di luar wilayahnya, suatu negara tidak lagi memiliki kekuasaan demikian.7

Unsur inilah yang paling penting dari segi hukum internasional.Ciri ini pula yang membedakan negara dengan unit-unit yang lebih kecil seperti anggota-anggota federasi atau protektorat-protektorat yang tidak menangani sendiri urusan luar negerinya dan tidak diakui oleh negara-negara lain sebagai anggota masyarakat internasional yang mandiri.8

7

Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: PT Alumni, 2003, hlm 16

8

loc.cit, Huala Adolf

Sama halnya seperti manusia, negara tidak dapat berdiri sendiri untuk mencapai tujuannya, dia membutuhkan negara lain yang dapat membantunya untuk memenuhi kebutuhan negaranya tersebut. Seiring perkembangan globalisasi internasional, membuat semakin berkembang pula kepentingan suatu negara terhadap negara lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hal ini dirasakan masyarakat internasional dewasa ini bukan saja karena meningkatnya kepentingan negara-negara di dunia dalam segala bidang, tetapi juga untuk menciptakan suasana yang lebih aman dan damai dalam lingkungan pergaulan internasional.Kepentingan tersebut terdiri dari bermacam-macam bidang, seperti contohnya dalam bidang pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, dan lain sebagainya.


(17)

Saling membutuhkan antara negara-negara di berbagai lapangan kehidupan yang mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus-menerus antara negara-negara, mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan demikian.Karena kebutuhan antar negara-negara timbal balik sifatnya, kepentingan memelihara dan mengatur hubungan yang bermanfaat demikian merupakan suatu kepentingan bersama.9

Oleh karena kepentingan tersebut menyangkut kepentingan banyak negara, maka perlu diatur melalui hukum internasional agar kepentingan masing-masing negara dapat terjamin. Hukum internasional sebagaimana yang dimaksud diatas, dapat diimplementasikan dalam bentuk suatu perjanjian internasional, dimana suatu negara dapat mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian internasional itu sendiri dengan negara lain atau bahkan dengan suatu organisasi internasional. Perjanjian internasional yang dimaksud adalah seperti yang tercantum pada Pasal 2 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, yang berbunyi:10

9

op.cit, Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, hlm. 13

“treaty, means an international agreement concluded between States in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation”

10

Bung Pokrol, Konvensi Wina 1969 Induk Pengaturan Perjanjian Internasional?, dikutip

dari

Vienna

Convention on the Law of Treaties 1969 (Vienna Convention 1969) mengatur mengenai Perjanjian Internasional Publik antar Negara sebagai subjek utama hukum internasional. Konvensi ini pertama kali open for ratification pada tahun 1969 dan baru entry into force pada tahun 1980. Sebelum adanya Vienna Convention 1969 perjanjian antar negara, baik bilateral maupun multilateral, diselenggarakan semata-mata berdasarkan asas-asas seperti, good faith, pacta sunt servanda dan perjanjian tersebut terbentuk atas consent dari negara-negara di dalamnya. Singkatnya sebelum keberadaan Vienna Convention 1969, Perjanjian Internasional antar Negara diatur berdasarkan kebiasaan internasional yang berbasis pada praktek Negara dan keputusan-keputusan Mahkamah Internasional atau Mahkamah Permanen Internasional (sekarang sudah tidak ada lagi) maupun pendapat-pendapat para ahli hukum internasional (sebagai perwujudan dari opinio juris).


(18)

Perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi perjanjian internasional tertulis dan perjanjian internasional tidak tertulis.11Perjanjian internasional tertulis adalah setiap perjanjian internasional yang dituangkan dalam instrumen-instrumen pembentuk perjanjian yang tertulis dan formal.Maksudnya adalah perjanjian ini dituangkan dalam suatu instrumen tertulis yang pembentukannya memiliki prosedur atau aturan tertentu berdasarkan hukum internasional, sehingga instrumen tertulis itu menjadi instrumen otentik. Instrumen-instrumen tertulis ini, sebagai contoh, antara lain: konvensi (convention), protokol (protocol),

persetujuan (agreement), statuta (statute), deklarasi (declaration), dan sebagainya. Sedangkan, perjanjian internasional tidak tertulis dapat diartikan sebagai setiap perjanjian internasional yang dibuat melalui instrumen-instrumen tidak tertulis.Instrumen tidak tertulis dapat berupa ucapan lisan, tindakan tertentu dari negara atau subjek hukum internasional lainnya dan tulisan yang pembentukannya tidak melalui atau membutuhkan prosedur tertentu.12

Sebagai subjek hukum internasional penuh, setiap negara memiliki kemampuan membentuk perjanjian internasional.Hal ini berbeda dengan organisasi internasional, karena tidak semua organisasi internasional mempunyai kemampuan tersebut. Perbedaan ini terlihat apabila Pasal 6 Vienna Convention 1969, yang menentukan:13Every State possesses capacity to conclude treaties,

dibandingkan dengan Pasal 6 Vienna Convention 1986, yang berbunyi:14

11

F. A. Whisnu Situni, Indentifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Bandung: CV. Mandar Maju, 1989, hlm. 32

12

op. cit, Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, hlm. 33

13

ibid., hlm. 34

14

Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations 1986


(19)

capacity of an international organization to conclude treaties is governed by the rules of that organization.

Suatu organisasi internasional dibentuk dan didirikan melalui suatu konferensi internasional yang menghasilkan perjanjian internasional yang merupakan anggaran dasarnya yang biasa disebut piagam, covenan, atau statuta, atau dengan istilah yang lebih umum disebut juga dengan konstitusi dari organisasi internasional.Atas dasar piagam atau konstitusinya itulah suatu organisasi internasional didirikan.Di dalam piagamnya itu ditentukan tentang asas-asas dan tujuan dari organisasi internasional maupun organ-organ serta mekanisme bekerjanya.15

Meskipun anggota-anggotanya adalah negara-negara, tetapi kedudukan organisasi internasional itu tidaklah diatas negara, melainkan sejajar atau sederajat dengan negara.Justru karena kedudukannya yang sederajat dengan negara-negara itulah, maka organisasi internasional dapat mengadakan dan terlibat dalam hubungan-hubungan internasional, seperti halnya negara dan subyek hukum internasional lainnya. Atau seperti dikemukakan G. I. Tunkin: “international organizations are not situated above international relations, but are within the system of these relations”.16

Hak, kekuasaan, dan kewenangan suatu organisasi internasional dalam mengadakan hubungan-hubungan internasional atau menjadi pihak dalam suatu perjanjian internasional, terbatas pada bidang dan ruang lingkup kegiatannya atau apa yang menjadi maksud dan tujuan dari organisasi internasional itu

15

I Wayan Parthiana, Hukum Perjanjian Internasional Bag:1, Bandung: CV. Mandar Maju, 2002, hlm. 22

16


(20)

sendiri.17Misalnya ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) sebagai salah satu organisasi internasional regional di kawasan Asia Tenggara.ASEAN yang dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 pada hakikatnya merupakan organisasi regional yang tertutup (closed regional organization) karena keanggotaannya tidak terbuka untuk kelompok negara-negara lainnya.Keanggotaan ASEAN hanya negara-negara yang termasuk di dalam kawasan Asia Tenggara.18 Sebagaimana ketentuan dalam isi Bangkok Declaration

keempat: “… the association is open for participation to all States in the South-East Asian Region…”19

1. To accelerate the economic growth, social progress and cultural development in the region through joint endeavours in the spirit of equality and partnership in order to strengthen the foundation for a prosperous and peaceful community of South-East Asian Nations;

Kewenangan ASEAN dalam mengadakan hubungan-hubungan internasional pun terbatas pada tujuan pembentukan ASEAN itu sendiri yang tercantum dalam Bangkok Declaration, yaitu:

2. To promote regional peace and stability through abiding respect for justice and the rule of law in the relationship among countries of the region and adherence to the principles of the United Nations Charter; 3. To promote active collaboration and mutual assistance on matters of

common interest in the economic, social, cultural, technical, scientific and administrative fields;

4. To provide assistance to each other in the form of training and research facilities in the educational, professional, technical and administrative spheres;

17

ibid., hlm. 23

18

Anggota IKAPI, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, PT Alumni, Bandung, 1997, hlm. 83

19

The ASEAN Declaration (Bangkok Declaration), Bangkok 8 Agustus 1967 merupakan

landasan kesepakatan untuk mengadakan kerja sam

yang terdiri dar

Menteri Malaysia),

Negeri Singapura) da


(21)

5. To collaborate more effectively for the greater utilization of their agriculture and industries, the expansion of their trade, including the study of the problems of international commodity trade, the improvement of their transportation and communications facilities and the raising of the living standards of their peoples;

6. To promote South-East Asian studies;

7. To maintain close and beneficial cooperation with existing international and regional organizations with similar aims and purposes, and explore all avenues for even closer cooperation among themselves.20

Disamping itu, untuk diakui statusnya di dalam hukum internasional baik sebagai organisasi internasional maupun organisasi regional, suatu organisasi memerlukan tiga syarat penting.Pertama, adanya persetujuan internasional. Dalam pembentukan ASEAN, para negara pendirinya, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand membentuk ASEAN tanpa perjanjian atau persetujuan yang akan diratifikasi oleh anggotanya melainkan hanya dengan suatu Deklarasi yang ditandatangani oleh kelima wakil negara tersebut. Dengan demikian, adanya persetujuan internasional dalam arti multilateral adalah tidak mutlak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Henry G. Scohremen:

“Agreements between States can be expressed in other ways. Their representatives assembled in a conference, may decide to establish a public international organization without using the form of a treaty and without the usual proviso for subsequent ratification by each of States”21

Kedua, harus memiliki badan-badan penggerak organisasi atau struktur organsasi. Dalam hal ini, ASEAN telah membentuk badan-badan seperti Sidang Tahunan Menteri Luar Negeri (Annual Meeting of Foreign Ministers) yang

20

Hasnil Basri Siregar, Hukum Organisasi Internasional, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, Medan, 1994, hlm. 145

21


(22)

merupakan badan tertinggi dari ASEAN yang diadakan secara bergiliran di ibukota masing-masing negara anggota, Standing Committee yang melakukan tugas-tugas ASEAN selama antar Sidang Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN,

Ad HocCommittee dan Permanent Committees serta Sekretariat Nasional yang dibentuk di setiap negara anggota.

Ketiga, pembentukannya harus dibawah hukum internasional. Jika dilihat baik Bangkok Declaration 1997, Kuala Lumpur Declaration 1971, Declaration of ASEAN Concord 1976, Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat 1976 maupun Treaty of Amity and Cooperation in South East Asia 1976, semuanya adalah merupakan persetujuan-persetujuan internasional antara kelima negara anggotanya yang mengikat secara hukum internasional.

Kembali merujuk pada syarat kedua, dalam pendirian ASEAN diperlukan suatu badan yang berfungsi sebagai badan administratif yang membantu koordinasi kegiatan ASEAN dan menyediakan jalur komunikasi antara negara-negara anggota ASEAN dengan berbagai badan dan komite dalam ASEAN, serta antara ASEAN dengan negara-negara lain (Mitra Wicara ASEAN) maupun organisasi lainnya.Oleh karena itu pada KTT ke-1 ASEAN di Bali tahun 1976, para Menteri Luar Negeri ASEAN menandatangani Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat. Sekretariat ASEAN berfungsi sejak tanggal 7 Juni 1976, dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal, dan berkedudukan di Jakarta yang semula bertempat di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia hingga diselesaikannya pembangunan gedung Sekretariat ASEAN di Jakartatahun 1981.


(23)

Selanjutnya untuk memperkuat Sekretariat ASEAN, para Menteri Luar Negeri ASEAN mengamandemen Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat melalui sebuah protokol di Manila tahun 1992. Protokol tersebut menaikkan status Sekretariat Jenderal sebagai pejabat setingkat Menteri dan memberikan mandat tambahan untuk memprakarsai, memberikan nasihat, melakukan koordinasi, dan melaksanakan kegiatan-kegiatan ASEAN.22

B. Perumusan Masalah

Di dalam pendirian Sekretariat ASEAN, tentu saja hal ini tidak terlepas dari perjanjian internasional yang dibuat antara ASEAN dengan negara tuan rumah (host country) yang mana adalah Indonesia. Perjanjian ini dikenal dengan

Host Country Agreement.Host Country Agreement tersebut memuat kapasitas hukum ASEAN di Indonesia, tanggung jawab para pihak, perlindungan terhadap tempat, pemberian Privileges and Immunities, serta siapa saja pihak yang mendapatkan Privileges and Immunties tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka dirasa penting untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana status perjanjian internasional yang dibuat antara ASEAN dengan Indonesia dalam hal pendirian Sekretariat ASEAN yang berada di Jakarta saat ini, sehingga melatarbelakangi penulis untuk memberikan judul: Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia dengan ASEAN dalam Pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta terkait dengan Host Country Agreement (HCA).

22

Visensia Evitaria, ASEAN, dikutip dar


(24)

Berdasarkan judul dan latar belakang yang penulis paparkan, adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kedudukan ASEAN sebagai suatu organisasi internasional regional menurut hukum internasional?

2. Bagaimana keberadaan Host Country Agreement dalam masyarakat internasional kaitannya dengan pembuatan Sekretariat ASEAN di Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:

1. Untuk mengetahui kedudukan ASEAN sebagai suatu organisasi internasional regional menurut hukum internasional.

2. Untuk mengetahui keberadaan Host Country Agreement di dalam masyarakat internasional terkait dengan pembuatan Sekretariat ASEAN di Jakarta.

Manfaat Penelitian

Secara praktis dapat memberikan pengertian dan informasi tentang bagaimana kedudukan ASEAN sebagai suatu organisasi internasional regional menurut hukum internasional. Selain itu, kiranya kehadiran tulisan ini mampu memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu hukum internasional dan juga menjadi sebuah persembahan bagi masyarakat luas terkhusus untuk mahasiswa-mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Hukum Universitas Sumatera


(25)

Utara agar dapat memahami bagaimana keberadaan Host Country Agreement

dalam perjanjian pendirian Sekretariat ASEAN di Indonesia.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dalam penelitian ini bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan belum pernah ada judul yang sama, demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tertanggal 11 September 2014. Dalam hal mendukung penelitian ini, dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari berbagai sumber yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan berupa buku-buku, laporan-laporan, dan informasi dari internet. Untuk itu akan diberikan penegasan dan pengertian dari judul penelitian yang diambil dari sumber-sumber yang memberikan pengertian terhadap judul penelitian ini, yang ditinjau dari sudut etimologi dan pengertian-pengertian lainnya dari sudut ilmu hukum maupun dari pendapat para sarjana, sehingga mempunyai arti yang lebih tegas.

Pengertian judul “STATUS PERJANJIAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN ASEAN DALAM PENDIRIAN


(26)

SEKRETARIAT ASEAN DI JAKARTA TERKAIT DENGAN HOST COUNTRY AGREEMENT (HCA)” dapat diartikan secara etimologis:

Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.Jadi termasuk di dalamnya perjanjian antar negara dan perjanjian antara suatu organisasi internasional dengan organisasi internasional lannya.Juga dapat dianggap sebagai perjanjian internasional, perjanjian yang diadakan antara Tahta Suci dengan negara-negara. Sebaliknya tidak dapat dianggap sebagai perjanjian internasional dalam arti diutarakan di atas perjanjian internasional dalam arti diutarakan di atas perjanjian tidak adil (unequal treaties) yang pernah diadakan di masa lampau, contohnya serikat-serikat dagang yang besar, seperti East India Company dan Verenigde Oost Companiedengan kepala-kepala negeri bumi putera.23

Perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi beberapa golongan, seperti:

Dari uraian ini jelaslah dikemukakan bahwa untuk dapat dinamakan perjanjian internasional, suatu perjanjian harus diadakan oleh subyek hukum internasional yang juga merupakan anggota masyarakat internasional.

24

1. Perjanjian Internasional Ditinjau dari Jumlah Pesertanya

Dalam pembuatan suatu perjanjian internasional, dapat dilakukan oleh dua negara, tiga, maupun lebih dari itu.Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni perjanjian internasional bilateral yaitu perjanjian internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di

23

T. May Rudy, Hukum Internasional, Bandung: PT Refika Aditama, 2006, hlm. 4

24

I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 2003, hlm. 210


(27)

dalamnya terdiri atas dua negara saja, serta perjanjian internasional multilateral yaitu perjanjian internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua negara.

Perbedaan antara perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral ini berkaitan dengan masalah persyaratan, dan sifat atau hakekat dari kaidah hukum yang dapat timbul/lahir dari isi perjanjian tersebut. Dalam perjanjian bilateral, kedua pihak harus tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi/pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga perjanjian tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum positif. Sedangkan dalam perjanjian multilateral, negara-negara yang hendak mengikatkan dirinya dapat mengajukan persyaratan sepanjang tidak secara tegas dilarang oleh perjanjian itu dan sepanjang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan perjanjian tersebut.Dengan demikian, tunduk atau terikatnya suatu negara pada suatu perjanjian internasional tidak perlu harus secara penuh, tanpa merombak atau merubah lagi rumusan naskah atau pasal-pasal yang telah dihasilkan.

2. Perjanjian Internasional Ditinjau dari Kaidah Hukum yang Dilahirkannya Ditinjau dari kaidah hukum yang dilahirkannya, perjanjian internasional terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Perjanjian internasional yang melahirkan kaidah hukum yang khusus berlaku bagi pihak-pihak yang bersangkutan, atau yang lazim disebut


(28)

b. Perjanjian internasional yang melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku umum atau yang terbuka bagi pihak ketiga, atau disebut law making treaty atau perjanjian umum.

3. Perjanjian Internasional yang Ditinjau dari Prosedur atau Tahap Pembentukannya.

Ditinjau dari prosedur atau tahap pembentukannya, maka suatu perjanjian internasional dapat dibedakan antara:

a. Perjanjian Internasional yang Melalui Dua Tahap.

Kedua tahap ini adalah tahap perundingan (negotiation) dan tahap penandatanganan (signature).Dalam tahap perundingan, wakil-wakil para pihak bertemu dalam suatu forum atau tempat yang secara khusus membahas dan merumuskan pokok-pokok masalah yang dirundingkan itu.Selanjutnya pada tahap kedua yaitu tahap penandatanganan, maka perjanjian itu telah mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang bersangkutan.Dengan demikian, tahap terakhir ini mempunyai makna sebagai pengikatan diri dari para pihak terhadap naskah perjanjian yang telah disepakati itu.

b. Perjanjian Internasional yang Melalui Tiga Tahap

Pada jenis perjanjian internasional ini, ditambahkan satu tahap terakhir yaitu tahap pengesahan (ratification).Pada tahap ini, agar perjanjian yang telah ditandatangani oleh wakil-wakil tersebut mengikat bagi para pihak, maka wakil-wakil tersebut harus mengajukan pada


(29)

pemerintah negaranya masing-masing untuk disahkan atau diratifikasi.Jadi, dengan dilaluinya tahap pengesahan dan tahap ratifikasi ini, barulah perjanjian itu dapat berlaku atau mengikat bagi para pihak yang bersangkutan.

4. Perjanjian Internasional Ditinjau dari Jangka Waktu Berlakunya

Pembedaan atas perjanjian internasional berdasarakan atas jangka waktunya, secara mudah dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri.Sebab tentang jangka waktu berlakunya ini, di dalam beberapa perjanjian internasional ditentukan secara tegas. Misalnya, untuk jangka waktu lima tahun, sepuluh tahun dan seterusnya.

ASEAN adalah suatu Perhimpunan Regional dari negara-negara merdeka di kawasan Asia Tenggara yang didirikan di Bangkok pada 8 Agustus 1967, dengan ditanda-tanganinya Deklarasi ASEAN oleh negara-negara pendirinya yakni Republik Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Ke lima negara ini selain merupakan negara pendiri ASEAN, mereka juga merupakan negara-negara anggota ASEAN yang pertama. Hal ini mengingat bahwa menurut Deklarasi ASEAN, Perhimpunan Regional ini keanggotaannya terbuka bagi semua negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, dengan syarat bahwa mereka harus menyetujui dasar-dasar dan tujuan organisasi ini sebagaimana yang tercantum di dalam Deklarasi ASEAN.25

25

1967-1977 Dasawarsa ASEAN, Sekretariat Nasional ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, hlm. 93


(30)

Sekretariat adalah bagian organisasi yang menangani pekerjaan dan urusan yang menjadi tugas sekretaris; kepaniteraan.26Sekretariat ASEAN didirikan pada Februari 1976 oleh Menteri Luar Negeri ASEAN. Pada awalnya Sekretariat ASEAN bertempat di Departemen Luar Negeri Indonesia di Jakarta, kemudian berpindah ke Jalan Sisingamangaraja 70A, Jakarta setelah diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, H.E. Soeharto pada tahun 1981.27

Host Country Agreement adalah perjanjian yang mengatur kewajiban masing-masing pihak, serta memberikan status hukum, hak-hak khusus, dan imunitas kepada organisasi internasional untuk menjalankan fungsinya di wilayah kedaulatan dari negara tuan rumah(host state).28 Dalam hal Host Country Agreement antara Indonesia dengan ASEAN ini, ditetapkanlah tugas dan tanggung jawab dari para pihak serta hak istimewa dan kekebalan, yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk ASEAN, termasuk Sekretariat, untuk memungkinkannya melakukan fungsi dan tugasnya secara efektif.29

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memperoleh data-data atau bahan-bahan dalam penelitian meliputi:

26

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008, dimuat dalam

17.40 WIB

27

ASEAN Secretariat

15 Mei 2015 pukul 18.08 WIB

28

Andin Aditya Rahman, Tentang Headquarters Agreement dan Kebiasaan Internasional,

dikutip dar

WIB

29

ASEAN Secretariat News, Indonesia and ASEAN Sign Host Country Agreement, dikutip

dari


(31)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat peraturan undangan, yang antara lain berupa konvensi internasional ataupun perundang-undangan nasional Indonesia serta bahan-bahan hukum lain.

2. Sifat Penelitian

Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif yang menggambarkan masalah dengan cara menjabarkan fakta secara sistematis, faktual, dan akurat.30

3. Data Penelitian

Penelitian deskriptif juga merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan baik yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung.

Penelitian deksriptif juga dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan dan penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan, serta tidak ada uji hipotesis sebagaimana yang terdapat dalam penelitian eksperimen.

Sumber data yang diperoleh berasal dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang termasuk dalam sumber-sumber hukum internasional yang mencakup

30

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2001, hlm. 36


(32)

perjanjian atau konvensi internasional, misalnya yang terdapat dalam

Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations 1986, serta berbagai konvensi lainnya dan peraturan perundang-undangan nasional yang terdapat di Indonesia.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: buku-buku, termasuk jurnal hukum, serta hasil-hasil penelitian.

c. Bahan hukum tersier, bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Hukum, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

4. Teknik Pengumpulan Data

Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan mempergunakan data sekunder, maka penelitian ini mengacu kepada Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu mempelajari serta mengumpulkan data yang diperoleh dari buku-buku yang menulis tentang ASEAN, baik karangan dalam negeri maupun luar negeri, serta peraturan-peraturan yang mengaturnya secara internasional seperti

ASEAN Charter. 5. Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistemasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap


(33)

bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.

G. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, penulis ingin menjabarkan secara singkat mengenai isi dari skripsi ini. Skripsi ini terbagi dalam empat bab. Berikut dijabarkan garis besar atau sistematika penulisan dari penelitian ini yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Di dalam bab ini terdapat latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode pengumpulan data serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II KEDUDUKAN ASEAN SEBAGAI SUATU

ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

Di dalam bab ini dibahas mengenai sejarah terbentuknya ASEAN, tugas dan wewenang ASEAN, serta kedudukan ASEAN sebagai suatu organisasi internasional regional menurut hukum internasional.


(34)

BAB III KEBERADAAN HOST COUNTRY AGREEMENT DI DALAM MASYARAKAT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN PENDIRIAN SEKRETARIAT ASEAN DI JAKARTA

Di dalam bab ini dibahas mengenai Host Country Agreement dan perkembangannya dalam masyarakat internasional, Host Country Agreement sebagai dasar pendirian Sekretariat organisasi di suatu negara, pemberian

Privileges and Immunities dalam Host Country Agreement

terkait dengan pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta, serta keberadaan Sekretariat ASEAN di Jakarta.

BAB IV PENUTUP

Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran terkait dengan perjanjian internasional antara ASEAN dan Indonesia dalam pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta dikaitkan dengan Host Country Agreement.


(35)

BAB II

ASPEK HISTORIS, JURIDIS, DAN KAPASITAS ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) SEBAGAI SUATU

ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL

A. Sejarah Association Of Southeast Asian Nations (ASEAN)

Secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis.Hal tersebut tercermin dari adanya berbagai konflik di


(36)

kawasan yang melibatkan kepentingan negara-negara besar pasca Perang Dunia II, sehingga Asia Tenggara pernah dijuluki sebagai “Balkan-nya Asia”. Persaingan antar negara adidaya dan kekuatan besar lainnya di kawasan antara lain terlihat dari terjadinya Perang Vietnam. Disamping itu, konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti “konfrontasi” antara Indonesia dan Malaysia, klaim teritorial antara Malaysia dan Filipina mengenai Sabah, serta berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia.31

Dilatarbelakangi oleh hal itu, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan. Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia

(ASA), Malaya, Philiphina, Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO), South East Asia Treaty Organization (SEATO), dan Asia and Pacific Council (ASPAC).32

31

ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-17, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2007, hlm.1

32

ibid

Beragam pengalaman yang terjadi dalam kerjasama regional di Asia Pasifik selama kurang lebih 20 tahun sesudah usainya Perang Dunia II, bukan hanya memberikan bekal yang berharga bagi kerjasama selanjutnya, tapi juga mempermudah jalan terbentuknya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Terbentuknya ASEAN yang anggotanya hanya terdiri dari bekas anggota MAPHILINDO dan ASA ditambah dengan Singapura, membawa pengaruh terhadap pembentukan ASEAN itu


(37)

sendiri.Hal ini terlihat dari rancangan akhir terbentuknya ASEAN yang diajukan oleh Indonesia yang merupakan perpaduan antara konsep MAPHILINDO dan ASA.Dalam rancangan ini dipegang teguh prinsip dasar kerjasama regional harus bersifat non-militer, tidak ditujukan terhadap siapapun dan harus murni, tanpa adanya sponsor atau bantuan dari luar.33

Bergabungnya negara-negara bekas anggota MAPHILINDO dan ASA serta Singapura kedalam kerjasama regional ASEAN ini dilatarbelakangi oleh berbagai pertimbangan, yakni:34

a. Pertimbangan Indonesia

Pada dasarnya, gagasan kerjasama regional bukanlah hal baru bagi Indonesia, karena sebelumnya Indonesia pernah menjadi anggota dari MAPHILINDO yang juga merupakan bentuk kerjasama regional Asia Tenggara. Pertimbangan Indonesia untuk bergabung dalam ASEAN adalah untuk mendapatkan kembali kepercayaan dan kredibilitas yang telah hancur akibat politik konfrontasi terhadap Malaysia, kemudian menyusul yang menjadi pertimbangan adalah masalah keamanan, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sdr. Aboe Bakar Loebis. Masuknya Indonesia kedalam ASEAN terjadi pada masa Pemerintahan Orde Baru, yang mana pemerintahan ini memprioritaskan usaha pemulihan kepercayaan dunia kembali kepada Indonesia yang telah porak-poranda akibat Pemerintahan Orde Lama. Perbaikan perekonomian Indonesia yang parah memerlukan dana yang tidak sedikit, dan dana ini hanya bisa diperoleh

33

M. Sabir, ASEAN Harapan dan Kenyataan, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1992, hlm. 40

34


(38)

jika Indonesia mendapatkan kepercayaan kembali, terutama dari dunia barat yang selama ini telah bermusuhan dengan Indonesia.

Selain itu, untuk dapat terciptanya kelangsungan pembangunan nasional diperlukan keadaan dalam negara yang aman dan stabil. Tanpa stabilitas nasional, prospek pembanguna tidak akan mempunyai harapan yang banyak karena penanam modal tidak akan tertarik menanamkan modalnya. Kemantapan stabilitas nasional pun ditunjang dengan stabilitas regional yang mumpuni, dimana pemerintahan Orde Baru pada saat itu berpendirian bahwa stabilitas regional baru akan terwujud jika kerjasama regional Asia Tenggara diadakan. Pertimbangan keamanan inilah yang ikut pula mendorong Pemerintahan Orde Baru untuk ikut dalam kerjasama ASEAN.

b. Pertimbangan Filipina

Filipina dahulu dikenal sebagai “Amerika di Asia” atau juga sering disebut “Barat tidak Timur pun tidak”. Untuk menghilangkan kesan tersebut, Presiden Macapagal berusaha keras untuk merubah citra yang merugikan tersebut dan melancarkan gagasan Konfederasi Melayu Raya (Greater Malay Confederation)

tahun 1963 dengan tujuan untuk memproyeksikan bangsa Filipina sebagai aktif dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Asia Tenggara. Selain itu, bergabungnya Filipina dalam ASEAN juga dilandasi oleh keinginan Manila untuk membuka saluran komunikasi dengan Malaysia dalam usaha mencari penyelesaian sengketa Sabah yang telah lama.


(39)

Bergabungnya Singapura kedalam ASEAN dilatarbelakangi oleh hal-hal dasar.Pertama, Singapura sangat berkepentingan dalam memperbaiki hubungannya dengan negara tetangga, khususnya Malaysia dan Indonesia dengan biaya serendah mungkin.Kedua, Singapura ingin mendapatkan keuntungan ekonomi dan keuangan yang sebesar-besarnya.Hal ini jelas tidak mungkin dilakukan apabila Singapura tidak menjalin hubungan yang baik dengan negara tetangga.Sejak perpisahannya dengan Malaysia tahun 1965, Singapura meninggalkan rasa ketidakpercayaan dan kepahitan.Singapura tidak dapat berbuat banyak kecuali menggabungkan diri dengan ASEAN. Selain itu, masuknya Singapura kedalam ASEAN akan memberikan prestise tambahan apabila ia dapat mengambil bagian sebagai mitra sederajat di kalangan masyarakat ASEAN. d. Pertimbangan Malaysia

Bergabungnya Malaysia kedalam ASEAN didasarkan antara lain pada pertimbangan-pertimbangan bahwa Indonesia di bawah Orde Baru adalah berbeda dengan Indonesia dibawah Orde Lama, bahwa Indonesia akan dapat dengan mudah dijinakkan dengan jalan mendekatinya daripada menjauhinya seperti yang terjadi di masa lalu, selain itu Malaysia juga mempertimbangkan bahwa menjauhi ASEAN berarti membuat terkucilnya Malaysia dari kegiatan masyarakat Asia Tenggara, dan hal ini jelas akan sangat bertentangan dengan kecenderungan politik luar negeri Malaysia selama ini.

e. Pertimbangan Thailand

Thailand merupakan satu-satunya negara yang mempunyai hubungan normal dengan keempat negara lainnya yang merupakan calon anggota ASEAN.


(40)

Mengingat kedudukan Thailand yang peling terancam oleh sengketa dengan Vietnam yang sudah terjadi berlarut-larut, Thailand mengambil peranan aktif di satu pihak untuk mendamaikan negara-negara Asia Tenggara yang masih bersengketa, dan di pihak lain untuk mendorong diciptakannya kerjasama regional antara negara-negara Asia Tenggara yang akhirnya diperhitungkan dapat dijadikan tameng untuk menangkal segala kemungkinan dari Utara.

Selain pertimbangan-pertimbangan yang ada, dirasakannya dampak positif dari meredanya rasa saling curiga dan konflik di antara bangsa-bangsa di Asia Tenggara tadi akhirnya mendorong upaya pembentukan organisasi kerjasama kawasan. Pertemuan-pertemuan konsultatif yang dilakukan secara intensif antara para Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang mencakup kesadaran akan perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerjasama yang bermanfaat di antara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.35

Selanjutnya, pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, lima Wakil Negara/Pemerintahan negara-negara Asia Tenggara, yaitu para Menteri Luar Negeri Indonesia – Adam Malik, Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia – Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri Filipina – Narciso Ramos, Menteri Luar Negeri Singapura – S. Rajaratnam, dan Menteri Luar Negeri Thailand – Thamat Khoman melakukan

35


(41)

pertemuan dan menandatangani Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok.36 Deklarasi Bangkok tersebut menandai berdirinya suatu organisasi kawasan yang diberi nama Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) yang awalnya bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, serta membentuk kerja sama di berbagai bidang kepentingan bersama.37

Lambat laun organisasi ini mengalami kemajuan yang cukup signifikan di bidang politik dan ekonomi, seperti disepakatinya Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality

Berdasarkan sejarah berdirinya ASEAN, diketahui bahwa pada mulanya ASEAN terdiri dari lima negara yang turut serta dalam penandatangan. Namun, Perhimpunan Regional tersebut keanggotaannya terbuka bagi semua negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, meliputi daerah-daerah yang sekarang merupakan wilayah kekuasaan Negara-negara Kebangsaan (Nation States), Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar, seperti yang disebutkan dalam Deklarasi ASEAN: “The Association is open for participation to all States in the South East Asia Region”. Di dalam Deklarasi itu juga disebutkan: “… the Association is open for participation to all States in the Southeast Asian Region subscribing to the aforementioned aims, principles and purposes”, artinya negara-negara tersebut dapat bergabung menjadi anggota ASEAN dengan syarat bahwa negara-negara itu menyetujui dasar-dasar dan tujuan organisasi sebagaimana yang tercantum di dalam Deklarasi ASEAN.

36

ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-19, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2010, hlm.2

37


(42)

Declaration/ZOPFAN) yang ditandatangani tahun 1971. Kemudian, pada tahun 1976 lima negara anggota ASEAN itu juga menyepakati Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation/TAC) yang menjadi landasan bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai. Hal ini mendorong negara-negara di Asia Tenggara lainnya bergabung menjadi anggota ASEAN.38

Proses penambahan keanggotaan ASEAN sehingga anggotanya 10 negara adalah sebagai berikut:39

a. Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984 dalam Sidang Khusus Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) di Jakarta, Indonesia.

b. Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada tanggal 29-30 Juli 1995 dalam Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-28 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.

c. Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9 ASEAN tanggal 23-28 Juli 1997 dalam pada Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia.

d. Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam Upacara Khusus Penerimaan pada tanggal 30 April 1999 di Hanoi, Vietnam.

Dengan diterimanya Kamboja sebagai anggota ke-10 ASEAN, cita-cita para pendiri ASEAN yang mencakup sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara (visi ASEAN-10) telah tercapai.

38

ibid, hlm.3

39


(43)

B. Tugas dan Wewenang Association of Southeast Asian Nation (ASEAN)

Dilatarbelakangi oleh bermacam konflik kepentingan yang pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara, negara-negara ini menyadari perlunya dibentuk suatu kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan, maka dibentuklah ASEAN. Dampak positif dari meredanya rasa saling curiga dan konflik antara negara-negara Asia Tenggara ini telah menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang mencakup kesadaran akan perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik, serta membina kerjasama yang bermanfaat di antara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan budaya. Masa awal pendirian ASEAN lebih diwarnai oleh upaya membangun rasa saling percaya (confidence building) antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang bersifat kooperati namun belum bersifat integratif. Untuk mendukung hal tersebut, terdapat prinsip-prinsip yang terus dipegang dalam organisasi ini, antara lain:40

1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara-Negara Anggota ASEAN;

2. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan;

3. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau tindakan-tindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional;

4. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai;

5. Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota ASEAN; 6. Penghormatan terhadap hak setiap Negara Anggota untuk menjaga eksistensi

nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan paksaan;

40


(44)

7. Ditingkatkannya konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius memengaruhi kepentingan bersama ASEAN;

8. Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional;

9. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, dan pemajuan keadilan sosial;

10. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN;

11. Tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apa pun, termasuk penggunaan wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN atau Negara non-ASEAN atau subjek non-negara mana pun, yang mengancam kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN;

12. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut oleh rakyat ASEAN, dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman;

13. Sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dengan tetap berperan aktif, berpandangan ke luar, inklusif dan non-diskriminatif; dan

14. Berpegang teguh pada aturan-aturan perdagangan multilateral dan rejim-rejim yang didasarkan pada aturan ASEAN untuk melaksanakan komitmen-komitmen ekonomi secara efektif dan mengurangi secara progresif ke arah penghapusan semua jenis hambatan menuju integrasi ekonomi kawasan, dalam ekonomi yang digerakkan oleh pasar.

ASEAN juga mempunyai tujuan:41

1. Memelihara dan menigkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan;

2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerjasama politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih luas;

3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata Nuklir dan bebas dari semua jenis pemusnah masal lainnya;

4. Menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN hidup damai dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan harmonis;

5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitas yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas

41


(45)

barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja professional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang lebih bebas;

6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN melalui bantuan dan kerjasama timbal balik;

7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan aturan hukum, dan memajukan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental, dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari Negara-Negara anggota ASEAN;

8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh, segala bentuk ancaman, kejahatan lintas-negara dan tantangan lintas-batas; 9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindunga

lingkungan hidup di kawasan, sumber daya alam yang berkelanjutan, pelestarian warisan budaya, dan kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi; 10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerjasama yang lebih erat di

bidang ilmu pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas ASEAN;

11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap peluang pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan sosial, dan keadilan;

12. Memperkuat kerjasama dalam membangun lingkungan yang aman dan terjamin bebas dari narkotika dan obat-obatn terlarang bagi rakyat ASEAN; 13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya

seluruh lapisan masyarakat didorong untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari proses integrasi dan pembangunan Komunitas ASEAN;

14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan keanekaragaman budaya dan warisan kawasan; dan

15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama dalam hubungan dan kerjasamanya dengan para mitra eksternal dalam arsitektur kawasan yang terbuka, transparan, dan inklusif.

ASEAN dengan demikian menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan, meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional, meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama, saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian, bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri, memajukan pengkajian


(46)

mengenai Asia Tenggara, dan memelihara kerjasama yang erat serta berguna dengan berbagai organisasi internasional dan regional yang mempunyai tujuan yang serupa. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah serangkaian regulasi, seperti deklarasi-deklarasi, persetujuan-persetujuan, konvensi-konvensi, concords, traktat, agreement, serta instrumen ASEAN lainnya42

ASEAN sebagai organisasi kerjasama kawasan Asia Tenggara dengan demikian memiliki tugas dan wewenangnya untuk mencapai tujuan tersebut.Melalui lembaga-lembaga dalam struktur organisasinya, ASEAN menjalankan tugas dan wewenangnya. Berdasarkan Deklarasi Bangkok, Struktur organisasi ASEAN terdiri dari: Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM); Sidang Panitia Tetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri negara yang menjadi Ketua ASC beranggotakan para Duta Besar negara anggota ASEAN yang ditempatkan di negara yang menjadi Ketua ASC; Komite-komite permanen dan komite-komite ad-hoc; dan Sekretariat Nasional di masing-masing negara anggota ASEAN. Pada saat ini, struktur tersebut telah dikembangkan sesuai dengan tuntutan perkembangan kerjasama, dan telah mengalami beberapa perubahan, meliputi:

, sehingga dapat dikatakan bahwa kelahiran ASEAN dan seluruh pemangku kepentingannya adalah sebagai sarana untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut.

43

1. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN

42

Charter of Association of Southeast Asian Nation 2007 Bab I Pasal 2

43


(47)

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN adalah pertemuan para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN yang mempunyai otoritas atau kekuasaan tertinggi di dalam ASEAN.KTT berfungsi sebagai penentu arah bagi kegiatan kerjasama ASEAN.Ada dua jenis KTT yang diselenggarakan oleh ASEAN, yaitu KTT formal dan informal.

Pada KTT Formal ASEAN keempat tahun 1992 di Singapura, diputuskan untuk menyelenggarakan KTT setiap tiga tahun sekali, dimana di antara KTT Formal tersebut diadakan KTT Informal.Akan tetapi mengingat perkembangan kerjasama ASEAN yang semakin pesat, maka pada KTT Informal tahun 2000 di Singapura, diputuskan bahwa KTT Formal diadakan setiap tahun dengan meniadakan KTT Informal.

2. Sidang Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM)

Keputusan para Kepala Negara/Pemerintahan dalam KTT diimplementasikan melalui AMM.AMM mempunyai peran dan tanggungjawab untuk merumuskan garis kebijakan dan koordinasi kegiatan-kegiatan ASEAN yang telah diputuskan dalam KTT.Di dalam situasi khusus, para Menteri Luar Negeri dapat mengadakan pertemuan lebih dari sekali dalam setahun.Pada KTT ketiga ASEAN, disetujui bahwa AMM dapat melibatkan Menteri-Menteri lainnya jika diperlukan.


(48)

3. Sidang Para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministerial Meeting/AEM)

AEM merupakan badan tertinggi dalam menentukan kebijakan kerjasama ekonomi ASEAN.AEM diadakan sekali dalam setahun, selain AEM Retreat dan

Peparatory AEM menjelang KTT.AEM mulai dilembagakan sejak KTT kedua ASEAN. Pada KTT keempat ASEAN, dibentuk Dewan ASEAN Free Trade Area

(AFTA) untuk mengawasi, melaksanakan koordinasi dan memberikn penilaian terhadap pelaksanaan Skema Tarif Preferensi Efektif Bersama (Common Effective Preferential Tariff/CEPT) menuju Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN. Hasil AMM dan AEM disampaikan kepada KTT.

4. Sidang Menteri-Menteri Sektoral ASEAN

Selain pertemuan para Menteri Luar Negeri dan Menteri Ekonomi, diadakan pula beberapa pertemuan para Menteri Sektoral, yaitu:

a. Pertemuan Menteri terkait dengan pilar Komunitas Keamanan ASEAN 1. Pertemuan para Menteri Hukum ASEAN (ASEAN Law Ministers’

Meeting/ALAWMM). ALAWMM didirikan pada tahun 1986 dan bertemu setiap 36 bulan;

2. Pertemuan para Menteri terkait dengan Pemberantasan Kejahatan Lintas Negara ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime/AMMTC). AMMTC didirikan pada tahun 1997 dan bertemu sekali setiap 2 tahun.


(49)

3. Pertemuan para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence Ministers Meeting/ADMM). ADMM didirikan pada tahun 2006 dan bertemu setahun sekali;

b. Pertemuan Menteri terkait dengan pilar Komunitas Ekonomi ASEAN

1. Pertemuan para Menteri Pertanian dan Kehutanan (ASEAN

Ministerial Meeting on Agriculture and Foresty/AMAF). AMAF didirikan pada tahun 1979 dan mengadakan pertemuan setiap tahun; 2. Pertemuan para Menteri Energi ASEAN (ASEAN Ministers on

Energy Meeting/AMEM). AMEM didirikan pada tahun 1980 dan mengadakan pertemuan setiap tahun;

3. Pertemuan Dewan ASEAN Free Trade Area (AFTA Council). AFTA

Council didirikan pada tahun 1992 dan mengadakan pertemuan setiap tahun;

4. Pertemuan para Menteri Perhubungan ASEAN (ASEAN Transport Ministers Meeting/ATM). ATM didirikan pada tahun 1996 dan mengadakan pertemuan setiap tahun;

5. Pertemuan tahunan para Menteri terkait dengan Kerjasama Pembangunan Lembah Mekong (ASEAN Mekong Basin Development Cooperation/AMBDC). AMBDC didirikan pada tahun 1996 dan mengadakan pertemuan setiap tahun;

6. Pertemuan para Menteri Keuangan ASEAN (ASEAN Finance Ministers Meeting/AFMM). AFMM didirikan pada tahun 1997 dan mengadakan pertemuan setiap tahun;


(50)

7. Pertemuan para Menteri Pariwisata ASEAN (ASEAN Tourism Ministers Meeting/M-ATM). M-ATM didirikan pada tahun 1998 dan mengadakan pertemuan setiap tahun;

8. Pertemuan Dewan ASEAN Investement Area (AIA Council). AIA

Council didirikan pada tahun 1998 dan megadakan pertemuan setiap tahun;

9. Pertemuan para Menteri Telekomunikasi dan Teknologi Informasi ASEAN (ASEAN Telecommunications and Information Technology Ministers Meeting/TELMIN). TELMIN didirikan pada tahun 2001 dan mengadakan pertemuan setiap tahun; dan

10. Pertemuan para Menteri Mineral ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Minerals/AMMin). AMMin didirikan pada tahun 2005 dan mengadakan pertemuan sedikitnya sekali dalam tiga tahun.

c. Pertemuan Menteri terkait dengan Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN 1. Pertemuan para Menteri Ketenagakerjaan ASEAN (ASEAN Labour

Ministers Meeting/ALMM). ALMM didirikan pada tahun 1975 dan mengadakan pertemuan sekali setiap dua tahun setelah tahun 2004; 2. Pertemuan para Menteri ASEAN terkait dengan Kesejahteraan dan

Pembangunan Sosial (ASEAN Ministerial Meeting on Social Welfare and Development/AMMSWD). AMMSWD didirikan pada tahun 1979 dan mengadakan pertemuan sekali setiap dua tahun;

3. Pertemuan Tahunan para Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Science and


(51)

Technology/AMMST). AMMST didirikan pada tahun 1980 dan mengadakan pertemuan setiap tahun;

4. Pertemuan para Menteri Kesehatan ASEAN (ASEAN Health Ministers Meeting/AHMM). AHMM didirikan pada tahun 1980 dan mengadakan pertemuan sekali setiap dua tahun;

5. Pertemuan para Menteri Lingkungan Hidup ASEAN (ASEAN

Ministerial Meeting on the Environment/AMME). AMME didirikan pada tahun 1981 dan mengadakan pertemuan sekali setiap tiga tahun, dengan pertemuan informal setiap tahun diantara pertemuan formalnya;

6. Pertemuan para Menteri ASEAN terkait dengan Informasi (ASEAN

Ministers Responsible for Information/AMRI). AMRI didirikan pada tahun 1989 dan mengadakan pertemuan sekali setiap 18 bulan;

7. Pertemuan para Menteri Kepemudaan ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Youth/AMMY). AMMY didirikan pada tahun 1992 dan mengadakan pertemuan sekali setiap tiga tahun;

8. Pertemuan para Menteri ASEAN terkait dengan Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan (ASEAN Ministers Meeting on Rural Development and Poverty Eradication/AMRDPE). AMRDPE didirikan pada tahun 1997 dan mengadakan pertemuan sekali setiap dua tahun;


(52)

9. Pertemuan para Menteri ASEAN terkait dengan Penanganan Asap (ASEAN Ministerial Meeting on Haze/AMMH). AMMH didirikan pada tahun 1997 dan mengadakan pertemuan jika diperlukan;

10. Pertemuan para Menteri terkait dengan Kebudayaan dan Kesenian ASEAN (ASEAN Ministers Responsible for Culture and Arts/AMCA). AMCA didirikan pada tahun 2003 dan mengadakan pertemuan sekali setiap dua tahun;

11. Pertemuan para Menteri terkait dengan Penanggulangan Bencana

ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Disaster

Management/AMMDM). AMMDM didirikan pada tahun 2004 dan mengadakan pertemuan bila diperlukan; dan

12. Pertemuan para Menteri Pedidikan ASEAN (ASEAN Education Ministers Meeting/ASED). ASED didirikan pada tahun 2006 dan mengadakan pertemuan setiap tahun.

5. PanitiaTetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC)

ASC bertanggungjawab kepada AMM dan melaksanakan kegiatan dua AMM.Saat ini, ASC diketuai oleh Menteri Luar Negeri negara yang menjadi Ketua ASC dan beranggotakan Sekertaris Jenderal ASEAN dan para Direktur Jenderal Sekretariat Nasional ASEAN.Dalam mekanisme kerjasama ASEAN, Panitia Tetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC) merupakan mekanisme koordinasi umum dari semua kegiatan ASEAN.


(53)

6. Sidang Para Pejabat Tinggi Kementerian Luar Negeri ASEAN (ASEAN

Senior Officials Meeting/ASEAN SOM)

ASEAN SOM secara resmi dilembagakan sebagai bagian dari mekanisme ASEAN pada KTT ketiga ASEAN dan bertanggungjawab untuk menangani kerjasama dibidang politik dan keamanan. SOM diselenggarakan bila diperlukan dan bertanggungjawab kepada AMM. 7. Sidang Para Pejabat Tinggi Ekonomi ASEAN (ASEAN Senior Economic

Officials Meeting/SEOM)

SEOM secara resmi dibentuk sebagai bagian dari mekanisme ASEAN pada KTT ketiga ASEAN di Manila. Pada KTT keempat ASEAN, disetujui bahwa lima komite ekonomi yang ada dibubarkan dan diambil alih oleh SEOM. SEOM dapat membentuk kelompok-kelompok kerja apabila dibutuhkan dan bertanggungjawab kepada AEM.

8. Sidang Para Pejabat Tinggi ASEAN Bidang Lainnya

Sidang para Pejabat Tinggi ASEAN ini terkait dengan badan sektoral masing-masing antara lain: ASEAN Defence Senior Officials Meeting (ADSOM), ASEAN Senior Law Officials Meeting (ASLOM),

Senior Transport Officials Meeting (STOM), Telecomunication Senior Officials Meeting (TELSOM), Senior Officials Meeting on Youth (SOMY), dan Senior Officials Meeting on Education (SOMED).


(54)

Sidang Konsultasi Gabungan (Joint Consultative Meeting/JCM) dibentuk pada KTT ketiga ASEAN, meliputi Sekretaris Jenderal ASEAN, SOM, SEOM dan para Direktur Jenderal ASEAN.Sidang diselenggarakan apabila diperlukan, dipimpin oleh Sekertaris Jenderal ASEAN, dan untuk keperluan koordinasi lintas sektoral pada tingkat pejabat-pejabat pemerintah.Sekretaris Jenderal melaporkan hasil JCM secara langsung kepada AMM dan AEM.

10. Sidang ASEAN dengan Para Mitra Wicara

Dalam pelaksanaan kerjasama ASEAN dengan negara-negara Mitra Wicara (Dialogue Partner), setiap anggota diberi tanggungjawab sebagai koordinator dalam hubungan kerjasama dengan salah satu negara Mitra Wicara.Sesuai keputusan AMM ke-18 di Kuala Lumpur, negara koordinator ditetapkan secara bergantian setiap tiga tahun dengan urutan alfabetis. Negara-negara Mitra Wicara ASEAN antara lain: China, Uni-Eropa, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Rusia, Amerika Serikat, Australia dan Kanada. ASEAN juga memiliki satu negara Mitra Dialog sektoral yaitu Pakistan.Dalam hal ini, Sekretariat ASEAN bertindak sebagai koordinator.

11. Komite-Komite ASEAN di Negara Ketiga

Selain adanya pembentukan negara koordinator dialog, dalam pelaksanaan kerjasama dengan negara ketiga, ASEAN juga membentuk komite-komite di setiap negara Mitra Wicara yang berfungsi sebagai penghubung kegiatan dialog ASEAN.


(55)

12. Sekretariat Nasional ASEAN (Setnas ASEAN)

Di dalam Deklarasi Bangkok dinyatakan bahwa untuk melaksanakan maksud dan tujuan ASEAN, dibentuklah Sekretariat Nasional ASEAN di setiap negara anggota. Setnas ASEAN bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan ASEAN atas nama negara masing-masing dan melayani Sidang Tahunan atau Sidang Khusus Para Menteri Luar Negeri, Sidang-sidang Panitia Tetap dan Komite-komite ASEAN.

Sesuai dengan Preamble of the ASEAN Charter, fifth paragraph

yaitu “United by a common desire and collective will to live in a region of lasting peace, security and stability, sustained economic growth, shared prosperity and social progress, and to promote our vital interests, ideals and aspirations”, kehadiran lembaga-lembaga yang berada dalam ASEAN tersebut diharapkan dapat membantu ASEAN menggapai tujuannya yaitu perdamaian dan stabilitas regional lewat usaha mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara melalui usaha bersama, serta agar masing-masing negara ASEAN mencapai Ketahanan Nasional sebagai dasar peningkatan dari suatu Ketahanan Regional yang akan menjamin suatu masyarakat ASEAN yang makmur, aman, mantap, kuat dan kohesif, sehingga Asia Tenggara berkembang menjadi wilayah yang mampu berdiri di atas kakinya sendiri dan cukup kuat untuk mempertahankan diri dari pengaruh negatif apapun yang datang dari luar.44

44


(56)

C. Kedudukan Asociation of Southeast Asian Nations (ASEAN) Sebagai Suatu Organisasi Internasional Regional Menurut Hukum Internasional

Suatu organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk “instrumen pokok” apa pun akan memiliki personalitas hukum di dalam hukum internasional. Hal ini mutlak penting guna memungkinkan suatu organisasi internasional dapat berfungsi dalam hubungan internasional, khususnya kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi hukum seperti membuat kontrak, membuat perjanjian dengan suatu negara atau mengajukan tuntutan dengan negara lainnya, seperti yang dikatakan oleh Maryan Green:45

Di dalam membentuk organisasi internasional semacam itu, negara-negara anggotanya melalui organisasi tersebut akan berusaha mencapai tujuan bersama dalam berbagai aspek kehidupan internasional, dan bukan untuk mencapai tujuan masing-masing negara atau pun suatu tujuan yang tidak dapat disepakati bersama. Guna mencapai tujuan itu sebagai suatu kesatuan, organisasi internasional harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya atas nama semua negara

The endowment of an international organization with a legal personality in public international law is therefore, a ‘sine qua non’ of achieving the object for which the organization was set up”.

45

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, Penerbit Universitas Indoesia (UI-Press), 1990, hlm. 110


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

1967-1977 Dasawarsa ASEAN, Sekretariat Nasional ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia

Anggota IKAPI, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, PT Alumni, Bandung, 1997

ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-17, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2007

ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-19, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2010

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2001

Boer Mauna, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Bandung: Alumni, 2000

D. W. Bowett Q. C. LL. D, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2007

F. A. Whisnu Situni, Indentifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Bandung: CV. Mandar Maju, 1989

Hasnil Basri Siregar, Hukum Organisasi Internasional, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, Medan, 1994


(2)

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002

I Wayan Parthiana, Hukum Perjanjian Internasional Bag:1, Bandung: CV. Mandar Maju, 2002

I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 2003

M. Sabir, ASEAN Harapan dan Kenyataan, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1992

Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: PT Alumni, 2003

Samidjo, Ilmu Negara, Bandung: Armico, 2002

Simon Chesterman, Does ASEAN Exist? The Association of Asian Nations As An International Legal Person, Singapore, 2008

Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2005

Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 2004

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, Penerbit Universitas Indoesia (UI-Press), 1990

Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, PT Alumni, Bandung 2012


(3)

T. May Rudy, Hukum Internasional, Bandung: PT Refika Aditama, 2006

Undang-Undang

Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK. 011/2014 tahun 2014, Perubahan ke lima belas atas KMK No. 89/KMK.04/2002 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Cukai Atas Impor Barang Untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Para Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia

PP No. 18 Tahun 2005 Perubahan atas PP No. 32 tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian

Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri

Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan


(4)

Konvensi/Pedoman

ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)

Association of Southeast Asian Nations, Agreement Between the Government of Indonesia and ASEAN Relating to the Privileges and Immunities of the ASEAN Secretariat

Charter of Association of Southeast Asian Nation

Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of States of 1933

The ASEAN Declaration (Bangkok Declaration)

United Nation Convention on the Privileges and Immunities 1946

United Nation Convention on the Privileges and Immunities of the Specialized Agencies 1947

Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961

Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations 1986

Kamus


(5)

Website


(6)

Lampiran

Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) on Hosting and Granting Privileges and Immunities to the ASEAN Secretariat