bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
G. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan ini, penulis ingin menjabarkan secara singkat mengenai isi dari skripsi ini. Skripsi ini terbagi dalam empat bab. Berikut
dijabarkan garis besar atau sistematika penulisan dari penelitian ini yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Di dalam bab ini terdapat latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode pengumpulan data serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II KEDUDUKAN ASEAN SEBAGAI SUATU
ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
Di dalam bab ini dibahas mengenai sejarah terbentuknya ASEAN, tugas dan wewenang ASEAN, serta kedudukan
ASEAN sebagai suatu organisasi internasional regional menurut hukum internasional.
BAB III KEBERADAAN
HOST COUNTRY AGREEMENT DI DALAM MASYARAKAT INTERNASIONAL
TERKAIT DENGAN PENDIRIAN SEKRETARIAT ASEAN DI JAKARTA
Di dalam bab ini dibahas mengenai Host Country Agreement dan perkembangannya dalam masyarakat
internasional, Host Country Agreement sebagai dasar pendirian Sekretariat organisasi di suatu negara, pemberian
Privileges and Immunities dalam Host Country Agreement terkait dengan pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta,
serta keberadaan Sekretariat ASEAN di Jakarta.
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran terkait dengan perjanjian internasional antara ASEAN dan
Indonesia dalam pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta dikaitkan dengan Host Country Agreement.
BAB II ASPEK HISTORIS, JURIDIS, DAN KAPASITAS
ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS ASEAN SEBAGAI SUATU
ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL
A. Sejarah
Association Of Southeast Asian Nations ASEAN
Secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis.Hal tersebut tercermin dari adanya berbagai konflik di
kawasan yang melibatkan kepentingan negara-negara besar pasca Perang Dunia II, sehingga Asia Tenggara pernah dijuluki sebagai “Balkan-nya Asia”.
Persaingan antar negara adidaya dan kekuatan besar lainnya di kawasan antara lain terlihat dari terjadinya Perang Vietnam. Disamping itu, konflik kepentingan
juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti “konfrontasi” antara Indonesia dan Malaysia, klaim teritorial antara Malaysia dan
Filipina mengenai Sabah, serta berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia.
31
Dilatarbelakangi oleh hal itu, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun
rasa saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan. Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah
melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia
ASA, Malaya, Philiphina, Indonesia MAPHILINDO, South East Asian Ministers of Education Organization SEAMEO, South East Asia Treaty
Organization SEATO, dan Asia and Pacific Council ASPAC.
32
31
ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-17, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2007, hlm.1
32
ibid
Beragam pengalaman yang terjadi dalam kerjasama regional di Asia Pasifik selama kurang
lebih 20 tahun sesudah usainya Perang Dunia II, bukan hanya memberikan bekal yang berharga bagi kerjasama selanjutnya, tapi juga mempermudah jalan
terbentuknya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Terbentuknya ASEAN yang anggotanya hanya terdiri dari bekas anggota MAPHILINDO dan ASA ditambah
dengan Singapura, membawa pengaruh terhadap pembentukan ASEAN itu
sendiri.Hal ini terlihat dari rancangan akhir terbentuknya ASEAN yang diajukan oleh Indonesia yang merupakan perpaduan antara konsep MAPHILINDO dan
ASA.Dalam rancangan ini dipegang teguh prinsip dasar kerjasama regional harus bersifat non-militer, tidak ditujukan terhadap siapapun dan harus murni, tanpa
adanya sponsor atau bantuan dari luar.
33
Bergabungnya negara-negara bekas anggota MAPHILINDO dan ASA serta Singapura kedalam kerjasama regional ASEAN ini dilatarbelakangi oleh
berbagai pertimbangan, yakni:
34
a. Pertimbangan Indonesia
Pada dasarnya, gagasan kerjasama regional bukanlah hal baru bagi Indonesia, karena sebelumnya Indonesia pernah menjadi anggota dari
MAPHILINDO yang juga merupakan bentuk kerjasama regional Asia Tenggara. Pertimbangan Indonesia untuk bergabung dalam ASEAN adalah untuk
mendapatkan kembali kepercayaan dan kredibilitas yang telah hancur akibat politik konfrontasi terhadap Malaysia, kemudian menyusul yang menjadi
pertimbangan adalah masalah keamanan, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sdr. Aboe Bakar Loebis. Masuknya Indonesia kedalam ASEAN terjadi pada masa
Pemerintahan Orde Baru, yang mana pemerintahan ini memprioritaskan usaha pemulihan kepercayaan dunia kembali kepada Indonesia yang telah porak-
poranda akibat Pemerintahan Orde Lama. Perbaikan perekonomian Indonesia yang parah memerlukan dana yang tidak sedikit, dan dana ini hanya bisa diperoleh
33
M. Sabir, ASEAN Harapan dan Kenyataan, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1992, hlm. 40
34
ibid, M. Sabir, hlm. 31
jika Indonesia mendapatkan kepercayaan kembali, terutama dari dunia barat yang selama ini telah bermusuhan dengan Indonesia.
Selain itu, untuk dapat terciptanya kelangsungan pembangunan nasional diperlukan keadaan dalam negara yang aman dan stabil. Tanpa stabilitas nasional,
prospek pembanguna tidak akan mempunyai harapan yang banyak karena penanam modal tidak akan tertarik menanamkan modalnya. Kemantapan stabilitas
nasional pun ditunjang dengan stabilitas regional yang mumpuni, dimana pemerintahan Orde Baru pada saat itu berpendirian bahwa stabilitas regional baru
akan terwujud jika kerjasama regional Asia Tenggara diadakan. Pertimbangan keamanan inilah yang ikut pula mendorong Pemerintahan Orde Baru untuk ikut
dalam kerjasama ASEAN. b.
Pertimbangan Filipina Filipina dahulu dikenal sebagai “Amerika di Asia” atau juga sering disebut
“Barat tidak Timur pun tidak”. Untuk menghilangkan kesan tersebut, Presiden Macapagal berusaha keras untuk merubah citra yang merugikan tersebut dan
melancarkan gagasan Konfederasi Melayu Raya Greater Malay Confederation tahun 1963 dengan tujuan untuk memproyeksikan bangsa Filipina sebagai aktif
dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Asia Tenggara. Selain itu, bergabungnya Filipina dalam ASEAN juga dilandasi oleh keinginan Manila untuk
membuka saluran komunikasi dengan Malaysia dalam usaha mencari penyelesaian sengketa Sabah yang telah lama.
c. Pertimbangan Singapura
Bergabungnya Singapura kedalam ASEAN dilatarbelakangi oleh hal-hal dasar.Pertama, Singapura sangat berkepentingan dalam memperbaiki
hubungannya dengan negara tetangga, khususnya Malaysia dan Indonesia dengan biaya serendah mungkin.Kedua, Singapura ingin mendapatkan keuntungan
ekonomi dan keuangan yang sebesar-besarnya.Hal ini jelas tidak mungkin dilakukan apabila Singapura tidak menjalin hubungan yang baik dengan negara
tetangga.Sejak perpisahannya dengan Malaysia tahun 1965, Singapura meninggalkan rasa ketidakpercayaan dan kepahitan.Singapura tidak dapat berbuat
banyak kecuali menggabungkan diri dengan ASEAN. Selain itu, masuknya Singapura kedalam ASEAN akan memberikan prestise tambahan apabila ia dapat
mengambil bagian sebagai mitra sederajat di kalangan masyarakat ASEAN. d.
Pertimbangan Malaysia Bergabungnya Malaysia kedalam ASEAN didasarkan antara lain pada
pertimbangan-pertimbangan bahwa Indonesia di bawah Orde Baru adalah berbeda dengan Indonesia dibawah Orde Lama, bahwa Indonesia akan dapat dengan
mudah dijinakkan dengan jalan mendekatinya daripada menjauhinya seperti yang terjadi di masa lalu, selain itu Malaysia juga mempertimbangkan bahwa menjauhi
ASEAN berarti membuat terkucilnya Malaysia dari kegiatan masyarakat Asia Tenggara, dan hal ini jelas akan sangat bertentangan dengan kecenderungan
politik luar negeri Malaysia selama ini. e.
Pertimbangan Thailand Thailand merupakan satu-satunya negara yang mempunyai hubungan
normal dengan keempat negara lainnya yang merupakan calon anggota ASEAN.
Mengingat kedudukan Thailand yang peling terancam oleh sengketa dengan Vietnam yang sudah terjadi berlarut-larut, Thailand mengambil peranan aktif di
satu pihak untuk mendamaikan negara-negara Asia Tenggara yang masih bersengketa, dan di pihak lain untuk mendorong diciptakannya kerjasama regional
antara negara-negara Asia Tenggara yang akhirnya diperhitungkan dapat dijadikan tameng untuk menangkal segala kemungkinan dari Utara.
Selain pertimbangan-pertimbangan yang ada, dirasakannya dampak positif dari meredanya rasa saling curiga dan konflik di antara bangsa-bangsa di Asia
Tenggara tadi akhirnya mendorong upaya pembentukan organisasi kerjasama kawasan. Pertemuan-pertemuan konsultatif yang dilakukan secara intensif antara
para Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang mencakup kesadaran akan
perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerjasama yang bermanfaat di antara negara-negara yang sudah
terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.
35
Selanjutnya, pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, lima Wakil NegaraPemerintahan negara-negara Asia Tenggara, yaitu para Menteri
Luar Negeri Indonesia – Adam Malik, Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia – Tun Abdul Razak,
Menteri Luar Negeri Filipina – Narciso Ramos, Menteri Luar Negeri Singapura – S. Rajaratnam, dan Menteri Luar Negeri Thailand – Thamat Khoman melakukan
35
ibid
pertemuan dan menandatangani Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok.
36
Deklarasi Bangkok tersebut menandai berdirinya suatu organisasi kawasan yang diberi nama Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara Association of
Southeast Asian NationsASEAN yang awalnya bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, serta
membentuk kerja sama di berbagai bidang kepentingan bersama.
37
Lambat laun organisasi ini mengalami kemajuan yang cukup signifikan di bidang politik dan ekonomi, seperti disepakatinya Deklarasi Kawasan Damai,
Bebas, dan Netral Zone of Peace, Freedom, and Neutrality Berdasarkan sejarah berdirinya ASEAN, diketahui bahwa pada mulanya
ASEAN terdiri dari lima negara yang turut serta dalam penandatangan. Namun, Perhimpunan Regional tersebut keanggotaannya terbuka bagi semua negara yang
berada di kawasan Asia Tenggara, meliputi daerah-daerah yang sekarang merupakan wilayah kekuasaan Negara-negara Kebangsaan Nation States,
Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar, seperti yang disebutkan dalam Deklarasi ASEAN: “The Association is open for participation to all States in the South East
Asia Region”. Di dalam Deklarasi itu juga disebutkan: “… the Association is open for participation to all States in the Southeast Asian Region subscribing to the
aforementioned aims, principles and purposes”, artinya negara-negara tersebut dapat bergabung menjadi anggota ASEAN dengan syarat bahwa negara-negara itu
menyetujui dasar-dasar dan tujuan organisasi sebagaimana yang tercantum di dalam Deklarasi ASEAN.
36
ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-19, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2010, hlm.2
37
ibid
DeclarationZOPFAN yang ditandatangani tahun 1971. Kemudian, pada tahun 1976 lima negara anggota ASEAN itu juga menyepakati Traktat Persahabatan dan
Kerjasama Treaty of Amity and CooperationTAC yang menjadi landasan bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai. Hal ini
mendorong negara-negara di Asia Tenggara lainnya bergabung menjadi anggota ASEAN.
38
Proses penambahan keanggotaan ASEAN sehingga anggotanya 10 negara adalah sebagai berikut:
39
a. Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7
Januari 1984 dalam Sidang Khusus Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN ASEAN Ministerial MeetingAMM di Jakarta, Indonesia.
b. Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada tanggal 29-30 Juli 1995
dalam Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-28 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.
c. Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9 ASEAN tanggal 23-
28 Juli 1997 dalam pada Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia.
d. Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam Upacara Khusus
Penerimaan pada tanggal 30 April 1999 di Hanoi, Vietnam. Dengan diterimanya Kamboja sebagai anggota ke-10 ASEAN, cita-cita
para pendiri ASEAN yang mencakup sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara visi ASEAN-10 telah tercapai.
38
ibid, hlm.3
39
ibid
B. Tugas dan Wewenang