Secara historis, praktek pemberian fasilitas dan hak-hak istimewa tersebut berasal dari keberadaan PBB sebagai organisasi internasional yang beranggotakan
sebagian besar negara-negara di dunia.Landasan hukum pemberian keistimewaan dan imunitas tersebut adalah Convention on the Privileges and Immunities of the
United Nations1946, pengaturan lebih lanjut mengenai pemberian keistimewaan dan imunitas kepada UN Specialized Agency diatur dalam United Nation
Convention on the Privileges and Immunities of the Specialized Agencies 1947. Tidak terdapat definisi spesifik atas “Host Country Agreement”, namun
pada prinsipnya dapat diartikan bahwa Host Country Agreement adalah perjanjian yang mengatur kewajiban masing-masing pihak, serta memberikan status hukum,
hak-hak khusus, imunitas dan keistimewaan diplomatik antara suatu negara sebagai tuan rumah dengan pihak lain yang biasanya berupa organisasi
internasional yang berkedudukan di negara tersebut. Beberapa hal yang diatur dalam Host Country Agreement HCA antara
lain: juridictional personality, property, funds and assets, communication facilities, officials, experts dan tax exemption.
B. Host Country Agreement HCA Sebagai Dasar Pendirian Sekretariat
Organisasi di Suatu Negara
Untuk menjadikan Host Country Agreement sebagai dasar pembuatan sekretariat organisasi di suatu negara, para pihak, dalam hal ini adalah negara
dengan organisasi internasional harus sepakat untuk mengikatkan dirinya ke
dalam suatu perjanjian, yakni perjanjian ketuan rumahan atau Host Country Agreement.
Dalam Pasal 2 ayat 1 butir a Konvensi Wina 1986
73
Untuk membuat suatu perjanjian yang sah memiliki kekuatan hukum dalam lingkup hukum internasional, para pihak harus dapat memenuhi unsur-
unsur atau kualifikasi suatu perjanjian untuk dapat dikatakan sebagai perjanjian internasional sebagaimana yang telah tersirat di dalam pengertian perjanjian
dalam Konvensi Wina 1986, yakni , dijelaskan pengertian
perjanjian adalah sebagai berikut: “Treaty means an international agreement governed by interntional law
and concluded in written form: i between one or more States and one or more international organizations; or ii between international organizations, whether
that agreement is embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation”.
Dari pengertian ini, dapat terlihat kualifikasi bagaimana suatu perjanjian itu dapat terbentuk.
74
1. Kata Sepakat
:
Kata sepakat merupakan unsur penting dalam suatu perjanjian. Tanpa adanya kata sepakat, maka tidak akan terbentuk perjanjian. Kata sepakat inilah
yang akan dirumuskan ke dalam naskah pada pasal-pasal dalam perjanjian, yang mana pasal-pasal dalam naskah perjanjian itulah yang akan mencerminkan kata
sepakat dari para pihak. 2.
Subyek-Subyek Hukum
73
Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organization or between International Organization 1986
74
op,cit, I Wayan Parthiana, hlm 16-17
Dalam hal ini yang dimaksud subyek hukum adalah subyek-subyek hukum internasional yang terikat pada perjanjian.Dalam perjanjian-perjanjian
internasional yang tertutup dan substansinya lebih bersifat teknis, misalnya dalam perjanjian bilateral atau multilateral terbatas, pihak-pihak yang melakukan
perundingan adalah pihak-pihak yang juga terikat di dalam perjanjian. Sedangkan pada perjanjian internasional yang terbuka dan isinya mengenai masalah yang
bersifat umum, antara pihak-pihak yang melakukan perundingan dengan pihak- pihak yang terikat dalam perjanjian belum tentu sama. Subyek-subyek hukum
internasional yang memiliki kapasitas untuk membuat perjanjian adalah negara, tahta suci, organisasi internasional, kaum beligerensi, dan bangsa yang sedang
memperjuangkan haknya. 3.
Berbentuk Tertulis Bentuk tertulis dari suatu perjanjian merupakan perwujudan dari kata
sepakat yang otentik, dirumuskan dalam bahasa dan tulisan yang dipahami dan disepakati oleh para pihak.Dengan bentuknya yang tertulis, maka terjamin adanya
ketegasan, kejelasan, dan kepastian hukum bagi para pihak. 4.
Obyek Tertentu Obyek dari perjanjian internasional itu adalah obyek atau hal yang diatur
di dalamnya. Obyek itu sendiri langsung menjadi nama dari perjanjian tersebut, misalnya Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and
The Association of Southeast Asian Nations ASEAN on Hosting and Granting Privileges and Immunities to the ASEAN Secretariat, maka yang menjadi objek
dari perjanjian ini adalah Sekretriat ASEAN.
5. Tunduk pada Aturan Hukum Internasional
Aturan hukum internasional dimaksudkan dalam hal ini adalah hukum internasional baik secara khusus atau umum. Secara umum dapat dipahami bahwa
setiap perjanjian melahirkan hubungan hukum yang berupa hak-hak dan kewajiban bagi para pihak yang terikat pada perjanjian itu.Dari awal mulanya
merumuskan naskah perjanjian, pemberlakuan, pelaksanaannya dengan segala permasalahan yang timbul serta berakhirnya perjanjian, seluruhnya tunduk pada
hukum internasional maupun hukum perjanjian internasional.Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian internasional memiliki sifat internasional dan oleh karena itu
termasuk ke dalam ruang lingkup hukum internasional. Setelah unsur-unsur perjanjian internasional sudah terpenuhi, maka
pembuatan perjanjian internasional dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.Namun sebelum berpindah ke tahap selanjutnya, perlu diketahui bahwa dalam praktek-
praktek organisasi internasional dalam membuat suatu perjanjian dengan negara atau sesama organisasi internasional haruslah sesuai dengan konstituen
instrumennya, seperti Piagam, Statuta ataupun Covenant.Sebagaimana diketahui bahwa, konstituen instrumen dari organisasi internasional merupakan dasar atau
landasan berdirinya organisasi internasional yang bersangkutan, di dalamnya juga dijelaskan batas-batas tugas dan kewenangannya maupun organnya, serta maksud
dan tujuan organisasi tersebut.Dengan demikian, konstituen instrumen ini merupakan pembatasan yang harus ditaati oleh organisasi internasional.Hal ini
sebagaimana yang tercantum dalam konsiderans ke-12 Konvensi Wina 1986.
75
75
ibid
Dijelaskan juga di dalam Konvensi Wina 1986, bahwa tidak ada satupun ketentuan dari konvensi ini yang dapat ditafsirkan sehingga mempengaruhi
hubungan antara organisasi internasional itu dengan negara-negara anggotanya yang diatur oleh peraturan-peraturan hukum yang bersangkutan.Hal ini muncul
karena pada dasarnya di dalam suatu organisasi internasional memang terdapat peraturan-peraturan hukum yang berlaku di dalam organisasi itu maupun yang
mengatur hubungan-hubungan antara organisasi internasional dengan negara- negara anggotanya, atau yang berlaku antara negara anggotanya dalam kerangka
organisasi internasional itu sendiri.
76
Terbentuknya suatu perjanjian internasional berlanjut ke tahap selanjutnya, dimana sebelumnya telah terpenuhi unsur dari suatu perjanjian internasional.
Tahap-tahap yang dimaksud adalah tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan dan penandatanganan sebagaimana yang tercantum pada
pasal 6 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional:
77
1. Tahap Penjajakan
Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.Dalam tahapan
ini, dibicarakan mengenai kemungkinan-kemungkinan dan harapan-harapan yang berangkat dari isu-isu yang dianggap penting dalam skala internasional. Tahap
penjajakan ini merupakan tahapan awal dari suatu perjanjian internasional. Umumnya, tahap penjajakan ini dilakukan tidak secara formal dengan mengingat
bahwa tahap ini merupakan suatu tahap yang sama sekali tidak mengikat. Tahapan
76
ibid
77
Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
ini memungkinkan para pihak untuk berbicara secara bebas dengan tujuan menyamakan kepentingan agar dapat melaksanakan tahapan selanjutnya.
2. Tahap Perundingan
Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional. Dalam tahapan ini,
materi yang akan dicantumkan dalam perjanjian ditinjau dari segi, baik politik, ekonomi, maupun keamanan. Perundingan dilakukan oleh wakil-wakil negara
yang diutus oleh negara-negara peserta berdasarkan mandat tertentu.Wakil-wakil negara melakukan perundingan terhadap masalah yang harus
diselesaikan.Perundingan dilakukan oleh kepala negara, menteri luar negeri, atau duta besar.Perundingan juga dapat diwakili oleh pejabat dengan membawa Surat
Kuasa Penuh full power.Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut meningkat pada tahap penandatanganan.
Tahap perundingan akan diakhiri dengan penerimaan naskah adoption of the text dan pengesahan bunyi naskah authentication of the text. Dalam praktek
perjanjian internasional, peserta biasanya menetapkan ketentuan mengenai jumlah suara yang harus dipenuhi untuk memutuskan apakah naskah perjanjian diterima
atau tidak. Demikian pula menyangkut pengesahan bunyi naskah yang diterima akan dilakukan menurut cara yang disetujui semua pihak. Bila konferensi tidak
menentukan cara pengesahan, maka pengesahan dapat dilakukan dengan penandatanganan, penandatanganan sementara, atau dengan pembubuhan paraf.
3. Tahap Perumusan Naskah
Merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional. Pada tahap ini, naskah yang akan mengikat kedua belah pihak tersebut
dirumuskan dalam 2 bahasa yang berbeda yaitu bahasa Inggris yang merupakan bahasa universal dan bahasa nasional masing-masing negara yang melakukan
perjanjian. Perumusan naskah ini membutuhkan ketelitian dan kecermatan dari segi penggunaan bahasa sehingga tidak terjadi kekeliruan di kemudian hari
mengenai substansi dari isi perjanjian tersebut hanya dikarenakan salah satu kata yang tidak sesuai dengan maksud awalnya. Dalam hal pembuatan host country
agreement, tahapan ini merupakan tahapan yang esensial, dimana di dalam perjanjian ketuan rumahan ini akan menyangkut pemberian status hukum,
personalitas hukum, keistimewaan dan imunitas, serta fasilitas pada organisasi internasional yang akan menjalankan fungsinya di dalam kedaulatan negara tuan
rumah. 4.
Tahap Penerimaan Merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan
disepakati oleh para pihak.Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut Penerimaan yang biasanya dilakukan
dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses
penerimaan acceptanceapproval biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional.
5. Tahap Penandatanganan
Merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua
pihak.Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak.
Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan ratificationaccessionacceptanceapproval.Dengan terpenuhinya
semua tahapan ini, maka menjelaskan bahwa para pihak dalam Host Country Agreement terikat secara sah dengan perjanjian ini dan menjadikan Host Country
Agreement sebagai dasar pembuatan sekretariat organisasi. Beberapa hal yang diatur dalam Host Country Agreement HCA antara lain:
1. Juridictional Personality, terkait kapasitas untuk:
a. Melakukan kontrak to contract
b. Mendapatkan dan membuang barang bergerak ataupun tidak bergerak to
acquire and dispose of immovable and movable property c.
Melakukan proses hukum to institute legal proceedings 2.
Property, Funds and Assets Hak yang diberikan terkait dengan property, funds and assets adalah bahwa
ketiga hal tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh negara tuan rumah inviolability rights. Setiap property dan asset yang dimiliki oleh organisasi
tersebut diberikan hak keistimewaan immunity dari semua jenis proses hukum kecuali hak tersebut telah dilepaskan oleh organisasi yang bersangkutan.
Terkait dengan dana atau keuangan, maka organisasi tersebut berhak memegang dana dalam jenis apapun dan dalam pilihan mata uang apapun yang
dikehendaki. Dana tersebut juga dapat dengan bebas di transfer sesuai dengan kepentingan organisasi yang bersangkutan.
3. Communication Facilities
Negara tuan rumah wajib menjamin akses dan fasilitas komunikasi bagi organisasi internasional tersebut, setara dengan fasilitas yang diberikan kepada
perwakilan asing di negara tuan rumah. 4.
Officials Pemberian hak-hak istimewa dan keistimewaan diplomatik kepada pejabat
dari organisasi internasional tersebut yang lazim meliputi: a.
Keistimewaan diplomatik dari proses hukum dalam hal perkataan yang diucapkan dan perbuatan yang dilakukan dalam konteks kedinasan.
b. Pembebasan pajak terhadap penghasilan dan pendapatan yang diterima.
c. Keistimewaan diplomatik untuk yang bersangkutan dan keluarga dari
prosedur keimigrasian dan pendaftaran orang asing. d.
Hak yang setara terkait dengan pemberian hak istimewa dan keistimewaan diplomatik kepada pejabat perwakilan asing dan badan
internasional lainnya. e.
Hak repatriasi yang setara ketika terjadi krisis internasional bagi yang bersangkutan dan keluarganya.
f. Hak mengimpor perabot rumah tangga bebas bea pada saat pertama kali
bertugas.
5. Experts Article 6 Convention on the Privileges and Immunities of the United
Nations 1946 Experts performing missions for the United Nation shall be accorded such
privileges and immunities as are necessary for the independent exercise of their function during the period of the missions including the time spent on journeys in
connection with their missions. a.
Keistimewaan diplomatik dari penangkapan, penahanan dan penyitaan terhadap barang bawaan pribadi mereka
b. Keistimewaan diplomatik terkait dengan ucapan dan perbuatan yang
dilakukan dalam hal kedinasan c.
Hak tidak dapat diganggu gugat terhadap semua berkas dan dokumen d.
Hak untuk menggunakan kode-kode, menerima berkas atau korespondensi oleh kurir atau di dalam bungkusan resmi dalam hal
berkomunikasi dengan organisasi e.
Hak setara dengan pejabat perwakilan asing lain dalam hal pembatasan nilai tukar atau mata uang
6. Tax Exemption
a. Pajak penghasilan
b. Kepabeanan
c. Pajak penjualan
C. Pemberian