2.2. Teori Sistem Sosial
Menurut Talcott Parsons sebagai pemilik teori ini mengatakan bahwa, masyarakat adalah suatu sistem sosial yang dilihat secara total. Bilamana sistem
sosial dilihat sebagai sebuah sistem parsial, maka masyarakat itu dapat berupa setiap jumlah dari sekian banyak sistem yang kecil-kecil, misalnya keluarga,
sistem pendidikan dan lembaga-lembaga keagamaan. Menurut Parsons sistem sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan atau stabilitas. Dengan kata lain
keteraturan merupakan norma sistem. Bilamana terjadi kekacauan norma-norma, maka sistem akan mengadakan penyesuaian dan mencoba kembali mencapai
keadaan normal. Menurut Parsons terdapat fungsi-fungsi atau kebutuhan- kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap sistem yang hidup demi
kelestariannya. Dua pokok penting yang masuk dalam kebutuhan fungsional ini adalah:
1. Berhubungan dengan kebutuhan sistem internal atau kebutuhan sistem
ketika berhubungan dengan lingkungannya sumbu internal-eksternal. 2.
Berhubungan dengan pencapaian sasaran atau tujuan serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan itu sumbu instrumental-consummatory.
dalam Margaret. M. Poloma, 2007: 171-172. Agar sistem bisa hidup dan berlangsung dengan baik, terdapat syarat-
syarat fungsional dan persoalan penting yang harus dihadapi, yakni: 1.
Adaptasi Adaptation, yaitu melindungi dan mendistribusikan alat-alat bertahan dari lingkungan, atau menyesuaikan tuntutan-tuntutan dari
lingkungannya. Setiap anggota masyarakat harus menemukan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
fisik dari anggota-anggotanya jika ingin survive, makanan dan perlindungan merupakan syarat minimum yang harus dipenuhi, yang
selalu mellibatkan produksi dan distribusi. 2.
Pencapaian tujuan Goal Attainment, yakni menentukan, mengatur, menfasilitasi pencapaian tujuan dan kesepakatan.
3. Integrasi Integration, adalah hubungan-hubungan sosial yang melindungi
secara kooperatif dan terkoordinasi dalam sistem. Jadi ada koordinasi internal yang membangun cara berpautan. Masyarakat harus menjamin
ukuran koordinasi dan kontrol diantara elemen-elemen internal dari berbagai bagian pada sistem sosial, layaknya peran dan status sosial yang
telah merumuskan mana yang boleh atau tidak. 4.
Latensi Latency, dimana terdapat pemeliharaan pola-pola yang didalamnya terdapat motivasi perilaku yang diinginkan. Sistem harus
mempertahankan dirinya sedapat mungkin dalam keadaan seimbang. dalam Rachmad K. Dwisusilo, 2008: 121.
Parsons mengembangkan suatu kerangka konseptual yang mencermikan hubungan sistematis antara sistem-sistem sosial. Hal yang paling penting dari
konseptualisasi sistem adalah konsep pelembagaan atau institusionalisasi, yang mengacu pada pola-pola interaksi yang relatif stabil antara pelaku-pelaku dalam
kedudukan masing-masing. Pola-pola demikian diatur secara normatif dipengaruhi oleh pola-pola kebudayaan. Pengaruh nilai-nilai tersebut mungkin
terjadi melalui dua cara, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Nilai yang mengatur perilaku peranan dapat mencerminkan nilai-nilai
umum dan kepercayaan dalam kebudayaan. 2.
Nilai-nilai kebudayaan pada pola-pola lainnya mungkin menjiwai sistem kepribadian, dan mempengaruhi struktur kebutuhan dari sistem, yang
menentukan kehendak pelaku untuk menetapkan peranan-peranan dalam sistem sosial.
Parsons memandang institusionalisasi baik sebagai proses maupun struktur. Sebagai suatu proses institusionalisasi dapat digolongkan ke dalam tipe-
tipe tertentu dengan cara berikut: 1.
Para pelaku dengan beraneka ragam orientasi memasuki situasi tempat mereka harus berinteraksi.
2. Cara pelaku berorientasi merupakan pencerminan dari struktur
kebutuhannya dan bagaimana struktur kebutuhan itu telah diubah oleh penjiwaan pola-pola kebudayaan.
3. Melalui proses interaksi tertentu, muncullah kaidah-kaidah pada saat para
pelaku saling menyesuaikan orintasi masing-masing. 4.
Kaidah-kaidah itu timbul sebagai suatu cara saling menyesuaikan diri, dan juga membatasi pola-pola kebudayaan umum.
5. Selanjutnya kaidah-kaidah itu mengatur interaksi yang terjadi kemudian,
sehingga tercipta keadaan stabil.
Universitas Sumatera Utara
Melalui cara-cara itu pola-pola institusionalisasi tercipta dipelihara dan diubah. Apabila interaksi telah melmbaga, maka dapat dikatakan terdapat suatu
sistem sosial . suatu sistem sosial tidak harus merupakan masyarakat yang menyeluruh, namun setiap pola interaksi yang diorganisasi baik secara mikro
mupun makro, merupakan suatu sistem sosial. Apabila pusat perhatian diarahkan pada masyarakat secara total atau bagian-bagiannya yang mencakup himpunan
pola-pola peranan yang terlembaga. Ada berbagai mekanisme pengendalian sosial khusus, yaitu:
1. Pelembagaan atau institusionalisasi yang mecerminkan peranan-peranan
yang diharapkan, dan menetralisasikan harapan-harapan yang saling bertentangan.
2. Sanksi-sanksi antar pribadi yang dihormati para pelaku.
3. Aktifitas-aktifitas ritual melalui mana para aktor menyalurkan pelbagai
paranan dan sekaligus memeperkuat pola-pola kebudayaan yang dominan. 4.
Struktur nilai-nilai penyalur ketegangan yang memisahkan potensi untuk menyimpang dengan pola-pola intitusional normal.
5. Struktu-struktur reintegrasi yang fungsinya mengembalikan
kecenderungan-kecenderungan untuk menyimpang kearah yang normal. 6.
Pelembagaan kekuatan dan paksaan ke dalam sektor-sektor tertentu sistem tersebut. Dalam Soerjono Soekanto, 2011: 410-41
Universitas Sumatera Utara
2.3. Lembaga Sosial