2.3. Lembaga Sosial
Istilah lembaga berasal dari kata institution yang menunjuk pada pengertian tentang sesuatu yang telah mapan established. Dalam pengertian
sosiologis, lembaga dapat dilukiskan sebagai suatu organ yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Menurut R. M. Mac. Iver lembaga merupakan bentuk-
bentuk atau kondisi prosedur yang mapan, yang menjadi karakteristik bagi aktifitas kelompok. Kelompok yang melaksanakan patokan tersebut, disebut
asosiasi. Lembaga mencakup berbagai aspek yaitu, kebiasaan, tata kelakuan, norma atau kaidah hukum. dalam Abdulsyani, 2007:76.
Menurut Soejono Soekanto 1982, dalam Abdulsyani, 2007:77, bahwa tumbuhnya lembaga sosial oleh karena manusia dalam hidupnya memerlukan
keteraturan, maka dirumuskan norma-norma dalam masyarakat. Mula-mula norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja, namun lama-kelamaan norma itu
dibuat secara sadar. Dalam sosiologi ada empat tingkatan dalam proses pelembagaan, pertama: cara usage yang menunjuk pada suatu perbuatan. Kedua:
cara folkways, yaitu perbuatan yang selalu berulang-ulang dalam setiap usaha mencapai tujuan tertentu. Ketiga: apabila kebiasaan itu kemudian diterima sebagai
patokan atau norma pengatur kelakuan bertindak, maka didalamnya sudah terdapat unsur pengawas, dan jika terjadi penyimpangan, pelakunyaakan
dikenakan sanksi. Keempat: tata kelakuan yang semakin kuat yang mencerminkan kekuatan pola kelakuan masyarakat yang mengikat para anggotanya, tata
kelakukan semacam ini disebut adat-istiadat custom.
Menurut H.M. Johnson 1960, dalam Abdulsyani, 2007:78, bahwa suatu norma terlembaga institutionalized dalam suatu sistem sosial tertentu, apabila
dipenuhi paling sedikit tiga syarat yakni: 1.
Bagian terbesar dari warga suatu sistem sosial menerima norma tersebut. 2.
Norma tersebut telah menjiwai bagian terbesar warga-warga sistem sosial tersebut.
3. Norma tersebut bersanksi.
Lembaga kemasyarakatan merupakan kumpulan norma-norma sosial yang dianggap dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
dalam berbagai pola kemsyarakatan yang berlaku. Dalam hal ini perilaku seseorang secara nyata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya,
sedikitnya tidak berlaku atau dianggap suatu perbuatan yang sekunder. Keberlakuan suatu lembaga kemasyarakatan biasanya ditentukan oleh faktor
kepentingan umum, seperti kepentingan kesejahteraan bersama, gotong-royong dan berbagai keputusan sosial lainnya.
Proses pelembagaan yang bertaraf paling tinggi dalam kehidupan masyarakat adalah sampai suatu norma atau patokan berperilaku atau adat-istiadat
telah mendarah daging internalized. Hal ini berarti anggota masyarakat dengan sendirinya melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Misalnya norma kesusilaan secara nurani anggota masyarakat selalu menghindari perbuatan yang melanggar kesopanan dan hukum.
Menurut Soejono Soekanto, lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka
harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah- masalah dalam masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan-
kebutuhan yang bersangkutan.
2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial sosial control, yaitu artinya suatu sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
Menurut Gillin and Gillin, lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa ciri umum, yaitu:
1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi pada pola-pola
pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujudmelalui aktifitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga
kemasyarakatan. 3.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai suatu atau beberapa tujuan tertentu. 4.
Lembaga kemasyarakatn mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.
5. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri yang khas dari lembaga
kemasyarakatan 6.
Suatu lembaga kemasyarakatan, mempunyai suatu tradisi yang tertulis ataupun yang tidak tertulis. dalam Soerjono Soekanto, 1969: 91.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN