siklus hidupnya di tubuh nyamuk stadium sporogoni Harijanto, 2000; Anies, 2005.
Di dalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara gamet jantan mikrogamet dan gamet betina makrogamet yang disebut zigot. Zigot berubah
menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk dan berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang akan pecah dan keluar sporozoit yang berpindah ke
kelenjar liur nyamuk, dan siap untuk ditularkan ke manusia Anies, 2005
2.2.2. Vektor Malaria
Nyamuk Anopheles di seluruh dunia terdapat kira-kira 2000 spesies, sedangkan yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia,
menurut pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies Anopheles, sedangkan yang menjadi vektor malaria adalah 22 spesies dengan tempat perindukan yang berbeda-
beda Gandahusada, S., 2006; Harijanto, P.N., 2000; Prabowo, A., 2004. Nyamuk yang menjadi vektor di Jawa dan Bali An. sundaicus, An. aconitus,
An. balabacencis dan An. maculatus. Di daerah pantai banyak terdapat An. sundaicus dan An. subpictus, sedangkan An. balabacencis dan An. maculatus ditemukan di
daerah non persawahan. Anopheles aconitus, An. barbirostrosis, An. tessellatus, An. nigerrimus dan An. sinensis di Jawa dan Sumatera tempat perindukan di sawah
kadang di genangan-genangan air yang ada di sekitar persawahan. Di Kalimantan yang dinyatakan sebagai vektor adalah An. balabacensis, An. letifer. Di Irian Jaya
adalah An. farauti, An. punctulatus An. bancrofti, An. karwair dan An.koliensis. Di Nusa Tenggara Timur NTT yang pernah ditemukan sebagai vektor adalah An.
sundaicus, An.subpictus, dan An.barbirostris Anies, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Di Sumatera spesies nyamuk Anopheles yang sudah dinyatakan sebagai vektor adalah An. sundaicus, An. maculatus, An. nigerrimus, An. sinensis, An.
tessellatus dan An. letifer. Di Pripinsi Bengkulu nyamuk yang sudah dinyatakan sebagai vektor malaria adalah An. Maculates, An. sundaicus, dan An. Nigerrimus.
Seseorang dapat terjangkit malaria karena terinfeksi oleh plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Tubuh manusia
bertindak sebagai inang, ada interaksi yang menyebabkan nyamuk Anopheles betina dapat mengenali inangnya. Selain itu terdapat senyawa tertentu yang menuntun
nyamuk Anopheles betina dalam interaksi ini. Keringat manusia dinilai lebih spesifik dikenali oleh nyamuk Anopheles betina, ditemukan juga bahwa terdapat suatu sel
dalam antena nyamuk Anopheles betina yang secara spesifik dapat mengenali salah satu komponen manusia 4 methyl phenol Prabowo, A., 2004.
Plasmodium bermula bersembunyi di sel hati, di sini parasit berkembang biak secara a-seksual, tanpa menimbulkan gejala sakit, kemudian menyerang sel-sel darah
merah. Pada stadium ini baru muncul gejala penyakit malaria yang khas. Sebagian parasit tumbuh di dalam sel darah merah yang berkembang biak secara seksual. Jika
sel darah merah yang mengandung parasit malaria itu dihisap oleh nyamuk Anopheles betina, maka selanjutnya terjadi perkembangbiakan seksual di dalam tubuh nyamuk.
Disinilah terbentuk partikel yang menimbulkan penyakit infeksi malaria, yakni sporozoit yang berbentuk seperti sabit. Untuk meredam wabah malaria, siklus inilah
yang harus diputuskan. Caranya, dapat dengan pemberantasan nyamuk inang perantara, atau juga menghilangkan Plasmodium di dalam tubuh manusia, dengan
menggunakan obat-obatan Anies, 2005
Universitas Sumatera Utara
Penyakit malaria berkaitan erat dengan keadaan wilayah, di kawasan tropika seperti Indonesia penularan penyakit ini sangat rentan, karena keadaan cuaca yang
mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai untuk pembiakan nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini. Selain itu,
peningkatan suhu dunia juga menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya penyakit malaria Prasetyo, A., 2006.
Tingginya penularan malaria tergantung dari densitas vektor, frekuensi gigitan, lamanya hidup vektor, lamanya siklus sporogoni, angka sporozoit parasit
yang terdapat pada kelenjar liur nyamuk dan adanya reservoir parasit manusia yang mempunyai parasit dalam darah Anies, 2005.
2.2.3. Bionomik Nyamuk Malaria 1. Tempat Perindukan