Agroindustrial business development strategies in wheat flour wheat gapoktan Bandung Regency

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA

AGROINDUSTRI TEPUNG GANDUM DI GAPOKTAN GANDUM

KABUPATEN BANDUNG

JENNY LAURA ULINA PANJAITAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tugas Akhir “Strategi Pengembangan Usaha Agroindustri Tepung Gandum di Gapoktan Gandum, Kabupaten Bandung” adalah karya sendiri, serta belum pernah diajukan dalam forum apapun dan dimanapun, serta berdasarkan arahan pembimbing. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Tugas Akhir ini.

Jakarta, Mei 2010

Jenny L.U. Panjaitan NRP. F352074085


(3)

ABSTRACT

JENNY LAURA ULINA PANJAITAN. Agroindustrial Business Development Strategies in Wheat Flour Wheat Gapoktan Bandung regency. Under the guidance of W.H LIMBONG as Chairman and ANI SURYANI as Members.

Development of domestic wheat is expected to be an alternative food availability in the country. Processing of wheat into flour in Bandung regency done by small-scale agro-industry business unit that still uses fairly simple processing technologies. Wheat flour agro-industry business unit is expected to develop into independent business units and professional and professionally managed with sound business-oriented features, both technical, economic, social, feasible, profitable and sustainable.

Research objectives, including to (1) know the strategic factors affecting wheat flour agro-industry business, (2) determine the feasibility of wheat flour agro-industry, (3) to formulate appropriate strategies in order to develop future business wheat flour agroindustry.

Data collection methods used are primary data collection through field surveys and interviews. Questionnaire was spreaded to the farmers to obtain supporting data with a purposive sampling method. Secondary data collection was done through literature, documents and reports related agencies.

Results of the feasibility analysis showed that from the calculation feasibility study, with an investment cost Rp.105.000.000 Net Present Value: DF 14% USD 47,294,561; Internal Rate Return (IRR) 35.24%; Pay Back Period (PBP) 2.17 years, Benefit Cost Ratio (BCR) of 1.84 and breakeven production of 19,648.37 kg. These values indicate that the business wheat flour of Agroindustry unit is feasible managed by wheat Gapoktan

Total value of the internal strategic matrix 2.802; show business wheat flour of Agroindustry unit at wheat Gapoktan has high internal factors, and total external strategic matrix of 3.013 shows the response given by agroindustry wheat flour wheat Gapoktan business unit to the external environment is high and agroindustry unit position is in second quadrant.

Based on the best strategic, alternative analysis obtained by 6 (six) is the most effective strategic business units conducted by the wheat flour of Agro-Industry unit (1) Conducting Fulfillment Services and Infrastructure Business Unit Agro Wheat Flour, (2) Building partnerships with the food industry while maintaining product quality (3) increase production and productivity in the face of increasing demands wheat (4), enhance the role of managers in developing agro-industries business unit of wheat flour, (5) Develop institutional wheat Gapoktan in the agribusiness community to address the changing culture (6). Active to build partnership with the stake holder to solve the wheat flour problems.


(4)

RINGKASAN

JENNY LAURA ULINA PANJAITAN. Strategi Pengembangan Usaha Agroindustri Tepung Gandum di Gapoktan Gandum Kabupaten Bandung. Di bawah bimbingan sebagai W.H LIMBONG sebagai Ketua dan ANI SURYANI sebagai Anggota.

Pengembangan gandum di dalam negeri diharapkan menjadi alternatif ketersediaan pangan di dalam negeri. Pengolahan gandum menjadi tepung di Kabupaten Bandung dilakukan oleh unit usaha agroindustri skala kecil yang masih menggunakan teknologi pengolahan yang cukup sederhana. Unit usaha agroindustri tepung gandum ini diharapkan berkembang menjadi unit usaha mandiri dan profesional serta dikelola secara profesional dengan ciri berorientasi bisnis yang sehat, baik secara teknis, ekonomi, sosial, layak dan menguntungkan serta berkelanjutan.

Bertolak dari hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui faktor – faktor strategik yang mempengaruhi usaha agroindustri tepung gandum (2) Mengetahui kelayakan usaha agroindustri tepung gandum (3) Menyusun strategi yang tepat dalam rangka pengembangan usaha agorindustri tepung gandum kedepan.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara dengan ketua Gapoktan/manajer, sekretaris Gapoktan , ketua Kelompok Usaha Wanita, petugas Dinas Pertanian dan Dosen Universitas Padjajaran. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada petani untuk mendapatkan data pendukung dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data sekunder melalui penelusuran pustaka, dokumen dan laporan instansi terkait.

Faktor-faktor strategik internal dan eksternal dalam pengembangan unit usaha agroindustri tepung gandum adalah (1) Kekuatan: Mutu Tepung Gandum Lebih Baik, Ketersediaan lahan, Jaringan Pemasaran Sederhana, Gapoktan Mandiri, Manajer Agroindustri Tepung Profesional dan Lokasi Agroindustri tepung Strategik (2) Kelemahan terdiri dari Bahan Baku Musiman, Akses Permodalan Lemah, Tingkat Pengembalian Modal Lambat, Kemampuan SDM Gapoktan Terbatas, Biaya Produksi Besar, Sarana Prasarana Kurang Memadai (3) Peluang terdiri dari Pasar yang Potensial, Konsumen yang loyal , Permintaan Gandum Meningkat, Kebijakan Pemerintah, Kesempatan Bermitra dengan Industri/Usaha Pengolahan Makanan dan Dukungan Pemerintah Daerah. (4) Ancaman terdiri dari Perubahan Cuaca dan Iklim, Fluktuasi Harga Gandum, Tingkat persaingan usaha, Tingkat Suku Bunga Kredit, Tingginya Impor Gandum dan Perubahan Kultur Masyarakat.

Hasil analisis kelayakan usaha menunjukkan bahwa dari hasil perhitungan analisa kelayakan usaha, dengan biaya investasi Rp.105.000.000 nilai Net Present Value : DF 14% Rp 47.294.561 ; Internal Rate Return (IRR) 35.24 % ; Pay Back Period (PBP) 2,17 tahun , Benefit Cost Ratio (BCR) sebesar 1,84 dan titik impas produksi 19.648,37 Kg. Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa unit usaha Agroindustri Tepung Gandum layak dikelola oleh Gapoktan Gandum

Total nilai pada matriks strategik internal 2, 802; menunjukkan unit usaha Agroindustri Tepung Gandum Gapoktan Gandum memiliki faktor internal tergolong tinggi dan total matriks strategik eksternal 3,013 memperlihatkan respon yang diberikan oleh unit usaha Agroindustri Tepung Gandum Gapoktan Gandum kepada lingkungan eksternal tergolong tinggi


(5)

Berdasarkan analisis alternatif strategik terbaik diperoleh 6 (enam) strategik yang paling efektif dilakukan oleh unit usaha Agroindustri Tepung Gandum adalah lain (1) Melakukan Pengutuhan/Pemenuhan Sarana dan Prasarana Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum, (2) Membangun kemitraan dengan industri makanan dengan tetap menjaga mutu produk (3) meningkatkan produksi dan produktivitas dalam menghadapi permintaan gandum yang semakin meningkat (4), Meningkatkan peran manajer dalam mengembangkan unit usaha agroindustri tepung gandum, (5) Mengembangkan kelembagaan gapoktan dalam agribisnis gandum untuk mengatasi perubahan kultur masyarakat, (6) Aktif menjalin kerjasama dengan stake holder terkait dalam menghadapi permasalahan tepung gandum.

Alternatif strategik diimplementasikan pada (1) Produksi; melakukan pengutuhan terhadap sarana prasarana agroindustri tepung gandum, serta peningkatan produksi dan produktivitas gandum petani sebagai bahan baku agroindustri tepung gandum. (2) SDM; memberdayakan peran manager dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengaktualisasikan dan mengontrol semua kegiatan usaha Agroindustri tepung gandum. Aktif menjalin kerjasama dengan stake holder terkait dalam menghadapai permasalahan gandum. (3) Pemasaran; perlu dibangun kemitraan usaha pemasaran yang merupakan kerjasama usaha antara Gapoktan dengan pengusaha industri makanan skala kecil (4) Pengembangan; pengembangan produk olahan gandum dalam menghadapi fluktuasi harga. Strategi pengembangan lanjutan adalah membangun suatu kawasan terpadu yang terdiri dari unit usaha agroindustri tepung gandum dan industri makanan.


(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA AGROINDUSTRI TEPUNG GANDUM di GAPOKTAN GANDUM KABUPATEN BANDUNG

JENNY LAURA ULINA PANJAITAN

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010


(8)

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. W. H. Limbong, MS Prof.Dr.Ir. Ani Suryani, DEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,DEA Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 3 Mei 2010 Tanggal Lulus :

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Usaha Agroindustri Tepung Gandum di Gapoktan Gandum, Kabupaten Bandung

Nama Mahasiswa : Jenny Laura Ulina Panjaitan Nomor Pokok : F352074085


(9)

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir yang berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Agroindustri Tepung Gandum di Gapoktan Gandum, Kabupaten Bandung” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof.Dr. Ir.W.H. Limbong, MS selaku ketua Komisi Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian laporan akhir.

2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah mengorbankan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan dan memberikan perhatiannya dalam penyusunan laporan akhir ini.

3. Ibu Anni (Distan), Bapak Aep (Ketua Gapoktan), Ibu Prof. Tati Kumala (Unpad) beserta seluruh jajaran pengurus Gapoktan Gandum atas pengorbanan waktu dan informasi yang diberikan.

4. Suami dan anak tercinta, serta orangtua dan seluruh keluarga yang selalu memberikan do’a restu, dukungan dan semangat.

5. Seluruh teman-teman MPI Angkatan X serta TIM sekretariat MPI atas segala dukungannya, seluruh rekan-rekan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian atas pengertian dan kesempatan yang diberikan selama proses perkuliahan dan penyusunan tugas akhir.

6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Penulis berharap bahwa Tugas Akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2010

Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran Sumatera Utara pada tanggal 20 Oktober 1970 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari Bapak dr T.M. Panjaitan, SKM dan ibu Ida Manurung. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Universitas Sumatera Utara dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun 2008 diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Maret Tahun 1995 penulis diterima bekerja di instansi pemerintah, yaitu di Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara, dan pada tahun 1997 mutasi ke Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian dan sejak Maret tahun 2002 di tempatkan di Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Departemen Pertanian, di Jakarta .

Penulis menikah pada tahun 1995 dengan Ir. Romulus Silalahi dan dikaruniai 2 orang anak, yaitu Ezra Pieter Tobias Silalahi dan Edbert Ezekiel Marsahala Silalahi.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 2

1.3. Perumusan Masalah... 3

1.4. Tujuan ... 3

1.5. Kegunaan Penelitian ... ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Tinjauan Agronomis dan Perkembangan Gandum... 6

2.2. Perkembangan Tepung Terigu /Tepung Gandum... 7

2.3. Proses Pengolahan Gandum... ... 9

2.4. Gabungan Kelompok Tani... 10

2.5. Usaha Agroindustri... 11

2.6. Pengembangan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi ... 12

2.7. Analisis Kelayakan Usaha... 14

2.8. Analisis Pengembangan Usaha... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN... 26

3.1. Kerangka Pemikiran ... 26

3.2. Penentuan Lokasi ... ... 27

3.3. Data dan Sumber Data ... 27

3.4.Penarikan Sampel... ... 27

3.5. Metode Pengumpulan Data... 27

3.6. Pengolahan Data dan Analisis... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

4.1. Keadaan Umum……….…... 30

4.2.Analisis Usaha Tani... 33

4.3.Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Tepung Gandum... 35

4.4.Strategi Pengembangan Usaha Agroindustri Tepung Gandum 44 V. KESIMPULAN... 64

5.1. Kesimpulan... 64

5.2. Saran... 65

DAFTAR PUSTAKA... 66


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Penilaian Bobot Faktor strategi Internal Perusahaan... 20

2. Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Perusahaan... 20

3. Matriks Internal Faktor Evaluation... ... ... 22

4. Matriks Eksternal Faktor Evaluation... ... 22

5. Matriks Internal dan Eksternal (IE)... ... 23

6. Matriks SWOT... 25

7. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Gandum di Kabupaten Bandung Tahun 2009... 30

8. Analisis pendapatan rataan Usahatani Gandum per musim... 34

9. Posisi dan jumlah pekerja di Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum 36 10. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Gandum Tahun 2009……… 38

11. Perkiraan Biaya Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum... 40

12. Perkiraan Biaya Operasional Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum 41 13. Nilai Kriteria Kelayakan Usaha Unit Agroindustri Tepung Gandum... 42

14. Faktor Strategik Internal Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum Gapoktan Gandum... 52

15. Faktor Strategik Eksternal Unit Usaha Agroindustri tepung Gandum... 54

16. Matriks IE Strategik unit usaha Agroindustri tepung Gandum Gapoktan Gandum... 56

17. Matriks SWOT Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum... 57

18. Tingkat Kepentingan Unsur SWOT pada Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum di Gapoktan Gandum... 59

19. Penentuan Alternatif Strategik terbaik pada Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum di Gapoktan Gandum... 60


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar Struktur Biji Gandum... 6

2. Gambar Model Revitalisasi Gapoktan... 7

3. Gambar Kerangka Pemikiran... 25


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Perkiraan Biaya Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum... 68 2. Perhitungan Bobot Faktor Strategik Internal Unit Usaha Agroindustri

Tepung Gandum ………... 70 3. Perhitungan Bobot Faktor Strategik Eksternal Unit Usaha Agroindustri

Tepung Gandum ………...……… 73 4. Rekapitulasi Bobot Faktor Strategik Internal Unit Usaha Agroindustri

Tepung Gandum ………... 75 5. Rekapitulasi Bobot Faktor Strategik Eksternal Unit Usaha Agroindustri

Tepung Gandum ………... 76 6. Perhitungan Matriks IFE dan EFE……… 77 7. Perhitungan Matriks IFE dan EFE Berdasarkan Kekuatan dan

Kelemahan,Peluang dan Ancaman...……….………... 78 8. Matriks IE Strategik Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum

Di Gapoktan Gandum ………... 80 9. Tingkat Kepentingan Unsur SWOT pada Unit Usaha Agroindustri

Tepung Gandum Di Gapoktan Gandum ……… 82 10. Tingkat Kepentingan Unsur SWOT pada Unit Usaha Agroindustri

Tepung Gandum Di Gapoktan Gandum ………... 83 11. Penentuan Alternatif Startegik terbaik pada Unit Usaha Agroindustri

Tepung Gandum Di Gapoktan Gandum …...… 84 12. Matriks SWOT pada Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum

Di Gapoktan Gandum... 85 13. Analisa Usaha Tani di Gapoktan Gandum... 86 14. Rekapitulasi Hasil Kuesioner Anggota Gapoktan Gandum... 87

15. Kuesioner Penelitian Kelayakan dan Strategi Pengembangan


(15)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari sektor pertanian mempunyai kontribusi penting dalam proses industrialisasi terutama di wilayah pedesaan. Efek agroindustri tidak hanya mentransformasikan produk primer ke produk olahan tetapi juga budaya kerja dari agraris tradisional yang menciptakan nilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi. Kebijakan pembangunan agroindustri antara lain kebijakan investasi, teknologi dan lokasi agroindustri harus mendapat pertimbangan utama. (Suryana, 2005)

Upaya peningkatan nilai tambah melalui agroindustri, selain meningkatkan pendapatan juga berperan dalam penyediaan pangan yang beragam dan bermutu. Teknologi merupakan salah satu faktor menunjang keberhasilan pengembangan sistem agroindustri di pedesaan dengan aspek tepat guna, efisien, dan mudah diterapkan (Departemen Pertanian, 2008).

Industrialisasi pedesaan merupakan suatu proses yang dicirikan dengan penggunaan alat-alat mekanis dalam sektor pertanian dan semakin berkembangnya industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Dampak dari industrialisasi tersebut dapat diwujudkan melalui keterkaitan yang saling menguntungkan antara petani produsen dengan industri pengolahan dalam mewujudkan pembangunan ekonomi pedesaan.

Implementasi diversifikasi pangan dapat berjalan dengan baik bila tersedia bahan pangan sumber karbohidrat secara beragam dengan kualitas dan kuantitas yang terjamin mutunya. Tanaman gandum merupakan tanaman sumber karbohidrat utama dengan nilai gizi setara beras bahkan mempunyai kelebihan mengandung gluten untuk daya kembang adonan yang pada serealia lainnya jumlah sangat kecil bahkan tidak ada.

Ketergantungan masyarakat Indonesia pada tepung terigu sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Indonesia terpaksa melakukan impor karena gandum bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Jumlah impor gandum tahun 2004 yang mencapai kurang lebih 4.5 juta ton


(16)

memposisikan Indonesia sebagai negara importir gandum kelima terbesar di dunia setelah Mesir, China, Jepang dan Brasil. (Departemen Pertanian, 2008)

Ketergantungan bahan pangan impor tersebut sangat membahayakan ketahanan pangan negara kita. Oleh sebab itu, sudah saatnya Indonesia mulai melepaskan ketergantungan pada gandum impor. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan atas gandum impor adalah mensubstitusi tepung terigu dengan bahan baku tepung lokal yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Pengembangan gandum di dalam negeri diharapkan menjadi alternatif ketersediaan pangan di dalam negeri. Sampai saat ini, kontribusi industri terigu terhadap perekonomian nasional juga pantas untuk diperhitungkan. Nilai penjualan rata-rata per tahun mencapai 6 trilyun. Dari jumlah ini, sektor Usaha Kecil Menegah (UKM) berbasis gandum (industri kecil pembuat roti, mie, kue kering dan lainnya) yang berjumlah sekitar 30 ribu unit, menyerap 64.8 persen produk tepung terigu.

Dengan pangsa pasar yang sedemikian besar maka pemerintah mempunyai kebijakan untuk memperkecil impor gandum dengan substitusi produk tepung-tepungan yang diproduksi melalui budidaya seperti gandum, ubijalar dan talas serta tanaman penghasil pati lainnya. Dengan kondisi ini, pengembangan industri tepung gandum memiliki prospek yang cukup menjanjikan.

Dalam kondisi perekonomian saat ini serta nilai tukar rupiah yang rendah, pemenuhan kebutuhan gandum dalam negeri melalui impor sangat memberatkan. Dampak kenaikan harga gandum telah berdampak luas khususnya pada industri yang menggunakan bahan-baku gandum, sedangkan pola konsumsi makanan akibat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk mengakibatkan kebutuhan gandum yang makin tinggi dari tahun ke tahun.

1.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian Pengembangan Gandum Di Indonesia

Penelitian ini merupakan kerjasama PT.ISM Bogasari Flour Mills dengan Institut Pertanian Bogor, Seameo Biotrop, Universitas Brawijaya dan Departemen Pertanian yang dinamakan dengan proyek gandum 2000. (http://www.Bogasariflour.com/ref ind.htm).


(17)

Penelitian ini mempelajari kemungkinan pengembangan gandum di Indonesia sebagai bagian dari strategi pengembangan gandum (pewilayahan gandum). Berdasarkan penelitian ini akan dipetakan wilayah-wilayah yang potensial untuk penanaman gandum jika tanaman ini memang layak untuk dikembangkan di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu: (1) penggunaan model simulasi komputer untuk tanaman gandum yang menjelaskan hubungan pertumbuhan tanaman dengan unsur-unsur cuaca serta beberapa sifat fisik dan nitrogen tanah sebagai dasar perwilayahan, dan (2) percobaan lapang untuk melakukan validasi model yang akan digunakan sebelum diterapkan pada skala luas.

Hasil perwilayahaan sementara berdasarkan model simulasi tanaman tersebut menunjukkan bahwa tanaman gandum lebih potensial ditanam pada dataran tinggi. Namun jika waktu tanam tidak dilakukan secara hati-hati, tanaman akan mengalami kekeringan. Seluas 2 juta hektare lahan pada dataran tinggi di Indonesia berpotensi sebagai areal pertanian gandum.

Ujicoba pengembangan gandum sudah dilakukan di berbagai daerah seperti di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur pada lahan di atas ketinggian 800 meter di atas permukaan laut.

Hasilnya lahan mampu berproduksi 3 – 4 ton gandum/hektare. Angka ini memang lebih rendah dibandingkan negara lain yang merupakan produsen gandum, yang bisa berproduksi 9 ton/hektare. Keberhasilan panen pada tahun 2000 sebelumnya meruntuhkan mitos gandum tidak bisa ditanam di Indonesia. (Departemen Pertanian,2004)

1.3. Perumusan Masalah

Pengolahan gandum menjadi tepung di Kabupaten Bandung dilakukan oleh unit usaha agroindustri skala kecil yang masih menggunakan teknologi pengolahan yang cukup sederhana. Unit usaha agroindustri tepung gandum ini diharapkan berkembang menjadi unit usaha mandiri dan profesional serta dikelola secara profesional dengan ciri berorientasi bisnis yang sehat, baik secara teknis, ekonomi, sosial, layak dan menguntungkan serta berkelanjutan.


(18)

Dengan demikian, pengembangan usaha perlu ditelaah lebih lanjut apakah layak atau tidak untuk dikembangkan serta biaya yang ada dapat digunakan agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk pengembangan usaha lebih lanjut. Selanjutnya, perlu dilakukan analisis finansial yang lebih terinci untuk mengetahui keuntungan yang akan diperoleh gapoktan, mengingat unit usaha agroindustri tepung gandum tersebut baru beroperasi.

Agroindustri tepung gandum dapat bertahan dan semakin berkembang seiring dengan permintaan produk olahannya yang semakin meningkat apabila pengelola dapat mengidentifikasi kelemahan dan potensi yang ada. Apabila pengelola telah mengetahui faktor-faktor strategik internal dan eksternal yang dimiliki tepung berbasis gandum, maka mereka dapat menyusun strategi yang paling tepat untuk pengembangan tepung gandum di masa mendatang. Faktor yang melemahkan hendaknya dapat diminimumkan atau dicari pemecahannya, sementara potensi yang dimiliki harus dimanfaatkan sebaik-baiknya supaya dapat memberikan hasil yang maksimum.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka secara khusus masalah pokok penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1). Faktor-faktor strategik apakah yang mempengaruhi pengembanganusaha agroindustri tepung gandum?

(2). Apakah unit usaha agroindustri tepung gandum ini layak dikembangkan?. (3). Bagaimana bentuk strategi pengembangan usaha agroindustri tepung

gandum?

1.4. Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor strategik yang mempengaruhi usaha agroindustri tepung gandum

2. Mengetahui kelayakan usaha agroindustri tepung gandum.

3. Menyusun strategi yang tepat dalam rangka pengembangan usaha agorindustri tepung gandum kedepan .

1.5. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi berbagai pihak, antara lain :


(19)

a. Pihak-pihak yang terlibat dalam kawasan usaha agroindustri gandum baik para petani maupun masyarakat di sekitarnya.

b. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan agroindustri tepung gandum selanjutnya.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan studi dan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya.

1.6. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di unit pengolahan tepung gandum yang mengolah gandum kering menjadi tepung dan dikelola oleh gabungan kelompok tani .

Unit usaha pengolahan gandum merupakan unit usaha mesin pengolahan gandum yang terdiri dari : perontok dan pembersih, penyosoh, penepung, purifier, dan timbangan digital yang dikelola oleh gabungan kelompok tani (gapoktan) gandum yakni gapoktan Laksana Mekar dan Rahayu.

Adapun aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah kelayakan usaha dari aspek keuangan unit usaha dan analisa alternatif strategi yang perlu di lakukan dalam rangka pengembangan unit usaha agroindustri tepung gandum .


(20)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Agronomis dan Perkembangan Gandum

Gandum (Triticum aestivum L.) berasal dari daerah subtropik dan salah satu serealia dari famili Gramineae (Poaceae). Gandum meskipun tanaman sub tropis ternyata setelah berbagai uji coba adaptasi multilokasi diberbagai daerah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia. (Wiyono, 1980).

Gandum adalah sejenis tanaman yang kaya akan karbohidrat. Gandum biasanya digunakan untuk memproduksi tepung terigu, pakan ternak, ataupun difermentasi untuk menghasilkan alkohol. Biji gandum terdiri dari tiga bagian besar yaitu:

a. Barn, merupakan bagian terluar dari biji gandum yang berfungsi : melindungi biji pada saat pertumbuhan. Persentasi terhadap biji gandum adalah 15 %.

b. Endosperm, merupakan bagian terbesar dari biji gandum yaitu sekitar 82,5%. Endosperm ini yang direduksi menjadi tepung terigu.

c. Germ, merupakan lembaga/bakal gandum kandungan didalam biji sekitar 2,5 %. (Haryati, 2000).

Kebutuhan akan gandum di Indonesia relatif besar yang selama ini hampir seluruhnya dipenuhi oleh impor. Sedangkan jumlah kebutuhan yang relatif besar tersebut serta kemampuan impor yang rendah, maka prospek pengembangan tanaman gandum di Indonesia akan mempunyai peluang ekonomi yang tinggi.

Uji multilokasi varietas DWR 162 asal India yang dilakukan pada tahun 2002, dari hasil ubinan diperoleh produksi yang cukup baik rata-rata 4 - 4,5 ton/ha, sehingga pada Sidang Pelepasan varietas tahun 2002 gandum asal India dan Cymmit ini telah dianjurkan untuk dilepas dengan nama Dewata dan Selayar. Periode penanaman gandum di Indonesia lebih singkat (3-4 bulan) dibandingkan di daerah lintang tinggi (6 bulan dan hanya sekali setahun), sehingga pengusahaan tanaman gandum di Indonesia dapat dilakukan lebih dari sekali setahun jika kondisi lingkungan khususnya hujan memungkinkan. (Departemen Pertanian, 2008)

Pada tahun 2003 pengembangan sudah dilakukan di Propinsi Jawa Barat kecamatan Ciwidey dan Pacet, Jawa Tengah di kabupaten Wonosobo, Jawa


(21)

Timur di kabupaten Pasuruan dan Sumatera Utara di kabupaten Simalungun dan Tanah Karo, sedang untuk mengintroduksi varietas-varietas baru atau varietas yang dapat tumbuh dibawah ketinggian < 800 m dpl terus dilakukan.

Kabupaten Bandung merupakan daerah yang potensial untuk memproduksi gandum di Jawa Barat. Sejak tahun 2005 telah dikembangkan gandum di Ciwidey seluas 5 Ha, pada tahun 2006 di kecamatan Sindangkerta dikembangkan seluas 10 Ha, Tahun 2007 di kecamatan Arjasari dikembangkan seluas 5 Ha dan pada tahun 2008 dilakukan pengembangan gandum di Kecamatan Arjasari 10 Ha dan di kecamatan Cikancung seluas 10 Ha. (Dinas Perkebunan, 2009)

Gambar 1: Gambar Struktur Biji Gandum

2.2. Perkembangan Tepung Terigu .

Tepung terigu adalah tepung / bubuk halus yang berasal dari biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis : trigo yang berarti gandum. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein


(22)

dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu.

Melalui proses penggilingan dihasilkan dua jenis tepung yaitu tepung gandum utuh (whole wheat flour atau whole meal) yang merupakan hasil penggilingan biji gandum utuh yang hanya dibuang kulit luarnya saja sehingga mengandung lemak serta serat yang lebih banyak dan tepung terigu (wheat flour) yang merupakan hasil penggilingan biji gandum paling dalam (endosperm).

Tepung gandum utuh (whole wheat flour / whole meal) adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling seluruh bagian biji gandum secara utuh, yaitu endosperm, bran dan germ. Tepung terigu (wheat flour) dibuat dari bagian dalam gandum saja (wheat endosperm) setelah membuang bagian luarnya yang keras dan banyak mengandung serat (wheat bran) dan bagian paling kecil dari inti biji gandum yang mengandung banyak vitamin dan mineral ( wheat germ).

Konsumsi tepung terigu pada tahun 2001 mencapai 14 kg per kapita per tahun, atau totalnya mencapai 3 juta ton per tahun, pada tahun 2003 mencapai sekitar 14,8 Kg, pada tahun 2004 dan 2005 mencapai sekitar 15 Kg per kapita per tahun, pada tahun 2006 dan 2007 mencapai 17,1 Kg per kapita /tahun. Dengan pertumbuhan 10 persen per tahun, artinya terdapat pangsa pasar tambahan sebesar 300.000 ton per tahun yang setara dengan 500.000 ton gandum (Weilerang, 2008).

Saat ini terdapat 8 (delapan) Industri gandum (tepung terigu) di Indonesia yakni :(a) PT. ISM Bogasari Flour Mills (2 pabrik) Jakarta dan Surabaya ; (b) PT. Eastern Pearl Flour Mills di Makassar ; (c) PT. Sriboga Raturaya Panganmas (PM) di Semarang; (d) PT. Panganmas Inti Persada di Cilacap. (e) PT. Purnomo sejati di Sidoarjo; (f) PT. Asia Raya di Sidoarjo; (g) PT.Figui Flour & Grain Indonesia di Gresik dengan total kapasitas 9.201.500 ton/tahun ( Weilerang, 2008)

Pengembangan Industri terigu (tepung gandum) di Indonesia sendiri dipacu oleh beberapa faktor yaitu :

a. Peningkatan kesadaran bahwa tepung adalah makanan yang sehat dan bergizi

b. Peningkatan konsumsi makanan berbasis terigu c. Alternatif diversifikasi pangan


(23)

d. Kesadaran bahwa lebih baik memproduksi sendiri tepung terigu di Indonesia untuk menjaga kualitas dan kandungan gizi tepung terigunya.

2.3. Proses Pengolahan Gandum

Seperti kebanyakan tanaman serealia, pemanenan gandum dilakukan dengan sabit pada kondisi malai 90% berwarna kuning kecoklatan, kemudian dilakukan perontokan, pembersihan dan pengeringan. Setelah itu dilakukan conditioning.

Pada tahap ini gandum diperciki (dibasahi) dengan air kemudian didiamkan selama 6-24 jam sampai kadar air siap disosoh (kadar air 14 -16 %) dengan tujuan mempermudah penyosohan. Penyosohan dilakukan dengan cara memasukkan biji gandum ke dalam alat penyosoh sehingga dihasilkan gandum yang sudah terpisah dari sekam.

Tahap berikutnya adalah penepungan, yaitu proses mekanik yang mengubah gandum lokal menjadi tepung dan pollard (campuran tepung kasar, bekatul dan lembaga/germ). Pollard kemudian diproses ulang melalui proses penggilingan, pengayakan dan pemurnian, sehingga diperoleh tepung dengan rendemen dan kualitas tinggi.

Tepung gandum lokal yang diproses skala UKM atau agroindustri pedesaan pada umumnya mempunyai penampilan tidak seputih terigu impor yang diproses oleh pabrik besar. Ketidak samaan ini disebabkan peralatan dan proses yang digunakan tidak sepenuhnya sama.

Meskipun demikian, terigu lokal tidak berarti mutunya lebih rendah dibandingkan dengan terigu impor, melainkan mempunyai karakteristik khusus dan perlu dianalisis secara laboratoris. Terdapat pollard yang masih menempel pada endosperm biji gandum sebelum ditepungkan, diharapkan akan menambah kadar serat pangan dan komponen antioksidan.

Dalam upaya meningkatkan daya guna komoditas lokal, sekaligus mendukung program diversifikasi pangan maka terigu lokal dapat diproses sebagai tepung komposit. Tepung komposit adalah suatu tepung yang terdiri dari campuran beberapa jenis tepung yang berasal dari komoditas berbeda. (Departemen Pertanian, 2008)


(24)

2.4. Gabungan Kelompok Tani

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.273/Kpts/Ot.160/4/2007 tanggal 13 April 2007, pengertian Gabungan Kelompok tani/ Gapoktan merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis dalam kebersamaan/kemitraan, sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya.

Untuk membentuk dan atau mengaktifkan kembali, serta memperkuat kelembagaan petani yang ada, maka Departemen Pertanian telah mencanangkan Revitalisasi Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani pada tahun 2007. Dengan pola ini diharapkan pembinaan pemerintah kepada petani akan semakin terfokus dengan sasaran yang jelas.

Gambar 2. Model revitalisasi Gapoktan (Syarief dan Fatika, 2006) Keterangan : UPJA = Unit Pelayanan Jasa Alsintan

Alsintan = Alat Mesin Pertanian

Pembentukan Gapoktan merupakan proses penggabungan dari kelompok-kelompok tani yang bidang usaha taninya sejenis. Dalam hal ini gabungan kelompok tani yang mengusahakan komoditas gandum sebagai komoditas utama dalam proses usahatani setiap tahunnya.


(25)

Penggabungan kelompok tani ke dalam Gapoktan dilakukan agar kelompok tani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usaha tani ke sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerja sama dalam peningkatan posisi tawar. Dengan basis Gapoktan posisi tawar dan efisiensi dapat ditingkatkan, Gapoktan ditingkatkan menjadi pemasok (supplier) yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan petani di pedesaan.

Gapoktan melakukan fungsi-fungsi, sebagai berikut :

1). Merupakan satu kesatuan unit produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan harga);

2). Penyediaan saprotan (pupuk bersubsidi, benih bersertifikat, pestisida dan lainnya) serta menyalurkan kepada para petani melalui kelompoknya; 3). Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit/ pinjaman kepada

para petani yang memerlukan;

4). Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penggilingan, grading, pengepakan dan lainnya) yang dapat meningkatkan nilai tambah;

5). Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan / menjual produk petani kepada pedagang/industri hilir (Permentan,2007).

2.4. Usaha Agroindustri

Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau input dalam usaha pertanian. (Azis, A.1992)

Agroindustri adalah suatu kegiatan yang mengolah bahan yang dihasilkan dari usaha pertanian dalam pengertian luas, baik dari pertanian tanaman pangan maupun non pangan, peternakan ataupun perikanan. Agroindustri merupakan industrialisasi dibidang pertanian dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian yang kemudian berdampak dalam peningkatan kualitas hasil, peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan ketrampilan produsen, dan peningkatkan pendapatan (Departemen Pertanian, 1997).


(26)

Kebutuhan dunia akan produk hasil agroindustri cenderung semakin mengandalkan pasokan dari negara berkembang, pada saat di mana negara maju lebih menggeluti bisnis yang berbasis pada kegiatan manufaktur dan jasa. Agroindustri merupakan suatu kegiatan yang pada saat ini seharusnya mampu mengangkat pendapatan nasional Indonesia. Potensi sumber daya Indonesia dinilai sangat melimpah sehingga pemanfaatannya harus mendapat prioritas tersendiri dalam kegiatan pembangunan.

Penerapan hasil riset dan teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan. Akan tetapi kesemuanya itu seyogyanya dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek sosial agar di satu pihak dapat menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat dan di lain pihak menjaga keberlanjutan bagi generasi mendatang.

2.5. Pengembangan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi.

Syaukat (2002) mengatakan bahwa pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

1. Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal.

2. Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing.

3. Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar (domestik maupun ekspor).

4. Berbasis bahan baku domestik. 5. Substitusi impor.

Syaukat (2002) mengatakan bahwa langkah-langkah operasional pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi adalah :

1. Tahap pertama :

a. Penumbuhan iklim usaha kondusif.

b. Kebijakan persaingan sehat dan pengurangan distorsi pasar.

c. Kebijakan ekonomi yang memberikan peluang bagi usaha kecil, menengah, dan koperasi untuk mengurangi beban biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi.

d. Kebijakan penumbuhan kemitraan dengan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan saling menguntungkan.


(27)

a. Dukungan penguatan.

b. Peningkatan mutu SDM usaha kecil, menengah dan koperasi. c. Peningkatan penguasaan teknologi.

d. Peningkatan penguasaan informasi. e. Peningkatan penguasaan modal. f. Peningkatan penguasaan pasar. g. Perbaikan organisasi dan manajemen. h. Pencadangan tempat usaha.

i. Pencadangan bidang-bidang usaha.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kemampuan untuk bertahan bagi industi kecil dalam menghadapi krisis (Haryadi, 1998) adalah : 1. Jenis produksi yang dihasilkan memang benar-benar kebutuhan

masyarakat.

2. Bahan baku yang mendukung aktivitas industri didatangkan dari luar atau daerah desa sekitar industri beroperasi.

3. Industri kecil merupakan usaha yang padat karya dan bukan padat modal. 4. Tidak menggunakan material impor, baik sebagai bahan baku maupun

sebagai bahan pendukung bagi industri kecil tersebut.

Menurut Haryadi (1998), ada lima aspek yang berkaitan erat dengan perkembangan usaha kecil, yaitu aspek pemasaran, produksi, ketenagakerjaan, kewirausahaan dan akses kepada pelayanan. Dalam hal ini pemasaran, tujuan dan orientasi pasar penting bagi perkembangan suatu usaha.

Tujuan dan orientasi pasar akan menentukan pilihan-pilihan strategi adaptasi yang akan diambil dalam mengatasi kendala-kendala yang akan dihadapi khususnya yang berkaitan dengan struktur pasar bahan baku produk. Pengembangan usaha kecil (Haryadi, 1998) meliputi :

1. Menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya usaha kecil.

2. Mewujudkan usaha kecil menjadi usaha yang efisien, sehat dan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga mampu menjadi kekuatan ekonomi rakyat dan dapat memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan ekonomi nasional.

3. Mendorong usaha kecil agar dapat berperan maksimal dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan.


(28)

4. Menciptakan bentuk-bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan usaha kecil dalam kompetisi di tingkat nasional maupun internasional.

2.6. Analisis Kelayakan Usaha

Analisis Kelayakan Usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial maupun sosial benefit.

Analisis kelayakan usaha mencakup beberapa aspek antara lain: aspek pasar, aspek teknis dan operasional, aspek finansial dan aspek lingkungan serta aspek legal. Analisis kelayakan usaha yang disusun merupakan pedoman kerja, baik dalam penanaman investasi, pengeluaran biaya, cara produksi, cara melakukan pemasaran dan cara memperlakukan lingkungan organisasi.

Menurut Kadariah, dkk (1999), secara umum aspek yang dikaji dalam studi kelayakan usaha meliputi aspek seperti teknis produksi, keuangan dan pemasaran.

1). Aspek teknis.

Analisis aspek teknis dan operasional antara lain menentukan jenis teknologi pada produk dan jasa yang dikaji.

a. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berbagai peralatan yang digunakan untuk menunjang kelancaran aktivitas produksi seperti perontok dan pembersih, penyosoh, penepung, purifier, pengemas, dan timbangan digital.

b. Cara Pengadaan dan Mutu Bahan

Untuk mengetahui ketersediaan bahan baku dan penolong yang dibutuhkan, yaitu gandum. Hal ini penting mengingat dasar filosofis pemilihan bahan untuk membuat produk makanan adalah Garbage In Garbage Out (GIGO), dimana jika bahan dasarnya buruk, maka produk yang dihasilkan juga buruk.


(29)

Hal ini memberikan gambaran tentang proses pengolahan produk sampai dengan pemasaran.

d. Sanitasi, Kapasitas Produksi dan Mutu Produk.

Untuk mengetahui sanitasi, kapasitas produksi dan mutu produk, maka perlu diamati kebersihan dan higienisnya, apakah sesuai standar pedoman good manufacturing practice (GMP) pada usaha pengolahan obat dan kosmetik tradisional, serta sejauhmana kapasitas produksi sudah dapat memenuhi permintaan pasar dan bagaimana menentukan kriteria mutu produksi.

e. Tenaga Kerja

Hal ini untuk mengetahui jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan, tingkat pendidikan yang diperlukan dan bagaimana cara memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang dimaksud.

2). Aspek Pemasaran

Dalam aspek ini dibahas mengenai peluang pasar, penetapan pasar dan langkah-langkah yang perlu dilakukan disamping kebijakan yang diperlukan meliputi kondisi permintaan, penawaran, harga, persaingan dan peluang pasar serta proyeksi permintaan pasar. Dalam penentuan pasar ada beberapa kriteria pasar yang harus diukur untuk mempermudah penentuan pasar sasaran, yaitu :

a. Pasar potensial adalah sekumpulan konsumen yang menyatakan tingkat minat yang memadai terhadap penawaran pasar.

b. Pasar tersedia adalah sekumpulan konsumen yang mempunyai minat, pendapatan, akses dan kualifikasi untuk penawaran pasar tertentu. c. Pasar sasaran (pasar terlayani) adalah bagian dari pasar tersedia

yang akan dimasuki oleh perusahaan berdasarkan pada kesiapan dan kebijakan perusahaan. Dalam menentukan pasar tersebut maka akan dilakukan survei terhadap populasi yang telah ditentukan.

3). Aspek Finansial (Keuangan).

Untuk mengambil suatu keputusan dalam memilih suatu investasi diperlukan perhitungan dan analisis yang tepat untuk menilai dan menentukan investasi yang menguntungkan ditinjau dari segi ekonomis.

Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi, yaitu Pay


(30)

Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR).

Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan metode Cash Flow Analysis. Metode ini dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan (benefit; inflow) dan biaya atau pengeluaran (cost; outflow).

Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) dan untuk tingkat investasi menggunakan beberapa kriteria penilaian kelayakan seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Gittinger, 1996).

.

3.1) PBP

PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Zubir, 2006), dihitung menurut persamaan :

Nilai Investasi

PBP (tahun) = x 1 tahun Kas Masuk Bersih

Metode ini sangat sederhana, sehingga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback, sehingga metode ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung metode lainnya.

3.2) Net B/C

Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C<1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.


(31)

3.3) BEP

BEP merupakan suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat melampaui titik ini maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Sutojo, 1993).

Total Biaya (Rp) = Volume Penjualan (unit) x Harga Jual (Rp)

Perhitungan volume penjualan pada saat BEP dapat dihitung dengan persaman :

Total Biaya Tetap BEP (unit) =

(Harga Jual/unit - Biaya Variabel/unit) Total Biaya Tetap

BEP (Rp) =

1 - Biaya Variabel per Unit Harga Jual

3.4) NPV

NPV atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan PV (Present Value) kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi. Selisih antara PV tersebut disebut NPV (Zubir, 2006). NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya

NPV = Σ t tt

i) (1

C -B

+

dimana ;

Bt = manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke- t ( Rp) Ct = biaya bruto pada tahun ke- t (Rp)

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1,2,3,...n) Kriteria NPV sebagai berikut :


(32)

b. NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tetapi juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan, sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan)

c. NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan.

3.5) IRR

IRR merupakan alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil intern. IRR adalah salah satu metode untuk mengukur tingkat investasi. Tingkat investasi adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh net cash flow setelah dikalikan discount factor atau setelah dipresent value kan, nilainya sama dengan initial investment (biaya investasi).

IRR = i’ +

) " '

(

'

NPV NPV

NPV

(i” – i’)

dimana ;

NPV ’ = nilai NPV Positif (Rp) NPV ” = nilai NPV Negatif (Rp)

i’ = discount rate nilai NPV positif (%) i” = discount rate nilai NPV negatif (%)

2.7. Analisis Pengembangan Usaha

Menurut Glueck dan Jauch (1999) strategik merupakan rencana yang disatukan menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan suatu perusahaan dengan tantangan dan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.

Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan strategi, tahap implementasi dan selanjutnya tahap evaluasi strategi (David, 1997). Tahap perumusan strategi meliputi pernyataan misi, penetapan tujuan, identifikasi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan. Analisis internal meliputi pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi dan operasi,


(33)

permodalan dan keuangan, serta pengembangan SDM. Analisis eksternal meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro.

Sedangkan untuk mengarahkan perumusan strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks External Factor Evaluation (EFE).

Matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut (Rangkuti, 2004) :

2.7.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu dengan mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi. Didaftarkan kekuatan terlebih dahulu, baru kemudian kelemahan organisasi. Daftar dibuat spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan. Kemudian dilakukan identifikasi faktor eksternal perusahaan dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman organisasi.

Data eksternal perusahaan diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor diatas tersebut menjadi faktor penentu internal dan eksternal yang selanjutnya akan diberikan bobot dan rating.

2.7.2. Penentuan Bobot Setiap Variabel

Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor-faktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar dengan menggunakan metode Paired Comparison. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah :

1= Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator Vertical

2 = Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal

3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal


(34)

=

= n i

Xi

i

x

i

a

1

Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2

Tabel 1. Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Perusahaan Faktor Strategis

Internal

A B C D …. Total

A B C D ……..

Total

Tabel 2. Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Perusahaan Faktor Strategis

Eksternal

A B C D …. Total

A B C D ……..

Total

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai rata-rata (2 pakar) dari setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

Dimana : a i = Bobot variabel ke-i

xi = Nilai variabel ke-i i = 1, 2, 3, ….., n n = Jumlah variabel


(35)

2.7.3. Penentuan Peringkat (Rating)

Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen atau pakar dari perusahaan yang dianggap sebagai decision maker dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis situasi perusahaan. Untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi perusahaan digunakan nilai peringkat dengan skala 1, 2, 3, dan 4 terhadap masing-masing faktor strategis yang menandakan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini, dimana untuk matriks EFE skala nilai peringkat yang digunakan yaitu :

1 = Rendah, respon kurang

2 = Rendah, respon sama dengan rata-rata 3 = Tinggi, respon diatas rata-rata

4 = Sangat tinggi, respon superior

Untuk faktor-faktor ancaman merupakan kebalikan dari faktor peluang, dimana skala 1 berarti sangat tinggi, respon superior terhadap perusahaan. Dan skala 4 berarti rendah, respon kurang terhadap perusahaan.

Untuk matriks IFE, skala nilai peringkat yang digunakan yaitu : 1 = Sangat lemah 2 = Lemah 3 = Tidak lemah 4 = Sangat tidak lemah

Untuk faktor-faktor kelemahan merupakan kebalikan dari faktor kekuatan, dimana skala 1 berarti sangat tidak lemah dan skala 4 berarti sangat lemah. Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rata–rata peringkat pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan analisa situasi perusahaan dimasukkan dalam Tabel 3 dan 4.


(36)

Tabel 3. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Strategik Internal

Kekuatan : 1.

10.

Kelemahan : 1.

10.

Total

Tabel 4. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EVE)

Faktor Strategik Eksternal

Peluang : 1.

10.

Ancaman : 1.

10.

Total

Nilai IFE dikelompokkan dalam Tinggi ( 3,0 – 4,0 ), Sedang ( 2,0 – 2,99 ) dan Rendah (1,0 – 1,99 ). Sedangkan nilai-nilai EFE dikelompokkan dalam Kuat ( 3,0 – 4,0 ), Rata-rata ( 2,0 – 2,99 ), dan Lemah ( 1,0 – 1,99 ). (David, 1998).


(37)

2.7.4. Matriks Internal dan Eksternal (IE)

Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis yang lebih detail. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu :

1. Strategi pertumbuhan (growth strategy) yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7, 8)

2. Stability Strategy, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan.

3. Retrechment Strategy adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 3, 6 dan 9)

Tabel 5. Matriks Internal dan Eksternal (IE)

I Pertumbuhan

II Pertumbuhan

III Penciutan

IV Stabilitas

V Pertumbuhan/

Stabilitas

VI Penciutan

VII Pertumbuhan

VIII Pertumbuhan

IX Likuidasi

Sumber : David (1997)

Kuat Sedang Lemah

4.0 3.0 2.0

Tinggi

Menengah

Rendah

1.0

1.0 2.0 3.0 Total

Skor EFE


(38)

2.7.5. Matriks SWOT

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis strategi. David (1997), menyebutkan bahwa analisis SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan dan peluang–ancaman (Strengths, weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan acaman lingkungan luar, serta strategik yang menyajikan kombinasi terbaik di antara keempatnya. Matriks SWOT akan menghasilkan empat tipe strategi berikut :

1. Strategi S-O

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi S-T

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman

3. Strategi W-O

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

4. Strategi W-T

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada, serta menghindari ancaman.

Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi yang akan diterapkan perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Dengan pilihan strategik yang tepat, perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi ancaman yang ada. Melalui matrik SWOT didapatkan alternatif strategik untuk menentukan critical decision, sehingga perusahaan dapat menerapkan strategi yang tepat (Rangkuti, 2004).


(39)

Tabel-6 Matriks SWOT

Internal

Eksternal Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Peluang (O)

Strategi S-O

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang

Strategi W-O

Strategi yang

meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Ancaman (T)

Strategi S-T

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi W-T

Strategi yang

meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman


(40)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Dari karakteristik unit usaha agroindustri tepung gandum di Kabupaten Bandung, dilakukan kajian terhadap kondisi umum, kelayakan usaha dari aspek keuangan, identifikasi faktor-faktor strategi internal dan eksternal serta strategi usaha unit agroindustri tepung gandum. Berdasarkan data yang ada, kemudian dilakukan analisa baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil analisa tersebut kemudian diinterpretasikan dan diperoleh hasil analisa kelayakan usaha dan strategi pengembangan unit usaha agroindustri tepung gandum sehingga diperoleh unit usaha agroindustri tepung gandum yang prospektif.

Gambar 3: Kerangka Pemikiran Penelitian Karakteristik Unit Usaha

Agroindustri Tepung Gandum

Kajian Terhadap: - Kondisi Umum - Aspek Kelayakan

- Identifikasi Faktor-Faktor Strategik Internal dan Eksternal - Aspek Kajian Strategi

Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif

Interpretasi Hasil Analisa

Kelayakan Usaha (1)

Strategi Pengembangan Usaha (2)

Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum yang prospektif


(41)

3.2. Penentuan Lokasi

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu didasarkan pada pertimbangan : (1) Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah pengembangan areal penanaman gandum yang dilakukan departemen Pertanian (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2009). (2) unit usaha agroindustri tepung gandum di Kabupaten Bandung merupakan salah satu unit usaha binaan di Departemen Pertanian, (3) adanya ketersediaan data yang diperlukan pada unit usaha agroindustri di Kab. Bandung, menjadikan lokasi tersebut menjadi lokasi kajian.

3.3. Data dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer yang berasal dari sumber data yakni: petani, Gapoktan, pedagang (mitra usaha), serta instansi terkait dan data sekunder berupa tinjauan pustaka dan dokumen. Responden di tingkat Gapoktan, responden terdiri atas Ketua Gapoktan, Kepala Unit Usaha Gapoktan dan Sekretaris Gapoktan. Sedangkan ditingkat petani yang menjadi responden adalah petani gandum yang menjadi anggota Gapoktan Gandum. Responden ditingkat pedagang adalah pengusaha tepung gandum. Ditingkat instansi pemerintahan, responden merupakan petugas dinas pertanian Kabupaten Bandung.

3.4. Penarikan Sampel

Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling terhadap responden dan jumlah seluruh responden yang digunakan sebanyak 35 orang.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode kerja yang digunakan dalam studi adalah dengan metode deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan keadaan yang ada di lapangan, selanjutnya berdasarkan fakta – fakta yang tampak dilakukan analisis berdasarkan teori – teori terkait.

a. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei lapangan, wawancara (interview) dengan alat bantu kuesioner (terlampir) terhadap anggota kelompok tani, ketua gapoktan, seksi pemberdayaan alat unit usaha agroindustri tepung gandum, pengusaha makanan dan petugas dari instansi bidang terkait melalui alat bantu kuesioner.


(42)

b. Pengumpulan data sekunder melalui penelusuran pustaka, dokumen dan laporan instansi terkait.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data.

Pengolahan data dilakukan secara manual dan bantuan komputer dengan program excel. Analisis data yang dilakukan adalah analisis kelayakan dan SWOT.

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisa dan menginterpretasikan data adalah :

1. Metode Deskriptif, yaitu pengumpulan data mengenai informasi potensi bahan baku, prospek pasar dan keuangan yang berkaitan dengan pasokan bahan baku yang telah dikeluarkan oleh unit usaha.

2. Metode analisis yang dilakukan adalah analisis kelayakan usaha dari aspek berupa Matriks Pay Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR), Matriks External Factor Evaluation (EFE), Internal Factor Evaluation (IFE) dan Analisis SWOT.

1). Analisa Kelayakan Usaha Dari Aspek Keuangan

Dalam penelitian ini dilakukan pengkajian analisa kelayakan usaha dari aspek keuangan yang terdiri dari :

a. Komponen dan struktur biaya.

Komponen biaya mencakup pengadaan sarana dan prasarana, biaya operasi dan biaya lain-lain. Biaya pengadaan prasarana adalah meliputi biaya investasi, yaitu biaya perijinan, bangunan dan pembelian peralatan untuk proses produksi. Biaya operasi meliputi biaya pembelian gandum, biaya bahan pembantu, biaya pengemasan, upah pekerja, pembelian bahan pembantu produksi, biaya peralatan, kendaraan dan biaya overhead.

b. Pendapatan

Pendapatan adalah total hasil penjualan unit usaha agroindustri, yang didasarkan pada proyeksi selama berdirinya unit usaha ini . c. Kebutuhan Modal dan Kredit

Dalam menunjang pengembangan perusahaan diperlukan modal kerja dan modal.


(43)

d. BEP

BEP atau titik impas adalah suatu keadaan dimana besarnya pendapatan sama dengan besarnya biaya/pengeluaran yang dilakukan oleh proyek.

2). Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal

Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks Internal factor Evaluation (IFE).

3). Analisis Matriks Internal dan Eksternal

Gabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks Internal Eksternal (IE) yang berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE.

4). Analisisis Pengembangan Usaha.

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategik perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan untuk disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi.

Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi yang akan diterapkan perusahaan dalam mengembangkan usahanya.

Dengan pilihan strategi yang tepat, perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi ancaman yang ada. Melalui matriks SWOT didapatkan alternatif strategi untuk menentukan critical decision, agar perusahaan dapat menerapkan strategi yang tepat.


(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum

Kabupaten Bandung, ditinjau dari sumberdaya lahan dan ketersediaan teknologi, memiliki peluang untuk menjadi salah satu pemasok gandum di Jawa Barat. Upaya peningkatan produksi gandum dapat ditempuh melalui perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Disamping itu juga memerlukan peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan mutu produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha.

Dilihat dari rata - rata hasil per hektar, produktivitas gandum berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh penanaman gandum di Kabupaten Bandung relatif masih baru dan belum berpengalamannya petani dalam menentukan waktu tanaman yang tepat di daerah Kabupaten Bandung. Namun demikian masih menunjukkan peningkatan produksi. Perkembangan produksi gandum di Jawa Barat menunjukkan bahwa usaha tani gandum di Kabupaten Bandung semakin berkembang dan memberikan prospek yang cerah di masa yang akan datang.

Tabel. 7. Perkembangan Luas tanam, Luas panen, Produksi dan Produktivitas Gandum di Kabupeten Bandung Tahun 2005-2008.

No.

Tahun

Luas Tanam (Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (Kwintal/Ha)

1 2005 5 5 4.12 8.23

2 2006 10 10 18.32 18.32

3 2007 5 5 8.77 17.54

4 2008 21 21 42.72 21.00

5 2009 16 16 32.59 20.75

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2009

Dari Tabel 7. terlihat bahwa sampai tahun 2006, terjadi peningkatan luas tanam, produksi dan produkstivitas gandum di Kabupaten Bandung. Pada tahun 2007 terjadi penurunan baik luas tanam produksi dan produktivitas. Hal ini di karenakan pada tahun 2007 terjadi kekeringan hebat, sehingga sulit dalam penentuan masa tanam gandum. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas gandum yang cukup signifikan di Kabupaten Bandung . Hal ini karena


(45)

sampai dengan tahun 2008 kondisi cuaca di Kabupaten Bandung cukup optimal untuk petani dalam melakukan usaha tani gandum. Selain itu juga didukung adanya perolehan bantuan dana dari pemerintah baik dalam bentuk APBD dan APBN untuk usaha tani gandum. Pada tahun 2009, penanaman gandum dilakukan di 2 kecamatan saja yakni Arjasari, Cikancung/Mandalasari. Hal ini dikarenakan petani melakukan penanaman dengan modal sendiri dan hanya mendapatkan bantuan pemerintah berupa bibit yang berasal dari APBD Kabupaten Bandung. Adapun penanaman gandum di Kabupaten Bandung tersebar di beberapa kecamatan, seperti Ciwidey, Sindang Kerta, Arjasari, Cikancung,Pasir Jambu, dan Mandalasari.

Masalah yang banyak dihadapi oleh petani gandum adalah penentuan masa tanam yang tepat. Dalam beberapa tahun terakhir kondisi cuaca di Kabupaten Bandung sulit di prediksi, hal ini karena musim hujan yang bergeser. Selain itu juga petani mengalami masalah dalam penanganan pasca panen dan juga pemasarannya. Selama ini petani menjual gandum dalam bentuk kering kepada pedagang pengumpul.

Pedagang pengumpul memiliki posisi yang cukup kuat untuk menentukan harga sehingga harga di tingkat petani menjadi rendah. Dengan adanya kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil seperti yang sudah berjalan di Gapoktan Gandum memberikan kepastian harga dan pasar bagi petani gandum serta memutus rantai tataniaga gandum yang biasanya melalui pengumpul. Keberadaan agroindustri tepung gandum di Gapoktan Gandum, telah membantu petani mengatasi masalah penanganan pasca panen, sehingga dapat diterima pasar (industri makanan) dan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tepung gandum di daerah tersebut khususnya di Kabupaten Bandung.

4.1.1. Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum

Lokasi unit usaha agroindustri tepung gandum yang dijadikan obyek kajian terletak di Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Unit usaha yang dijadikan obyek kajian adalah Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum di Gapoktan Gandum yang memiliki 1 unit alat perontok , 1 unit alat penyosoh, 1 unit alat penepung kapasitas 55 Kg/jam, 1 unit pengayak tepung.

Penggabungan kelompok tani ke dalam Gapoktan dilakukan agar kelompok tani dapat lebih berdaya dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usahatani ke sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerja sama dalam peningkatan posisi tawar (Peraturan Menteri Pertanian


(46)

No.273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani).

Lokasi unit usaha agroindustri tepung gandum Gapoktan Gandum berada di Kecamatan Cikancung, memiliki lahan seluas 20 m2 yang terdiri dari bangunan tempat agroindustri tepung dan perlengkapannya. Lokasi usaha ini cukup strategik karena berada di sentra pertanaman gandum di Kabupaten Bandung .

Gapoktan diharapkan mampu melakukan fungsi-fungsi berikut :

a. Satu kesatuan unit produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar

b. Penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan) dan menyalurkannya kepada para petani melalui kelompoknya

c. Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit/pinjaman kepada para petani yang memerlukan

d. Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penyosohan, penggilingan, pengepakan dan lainnya) yang dapat meningkatkan skor tambah

e. Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan/menjual produk petani kepada pedagang/industri hilir.

Gapoktan Gandum merupakan sebuah organisasi petani gandum yang kuat. Petani yang bergabung dalam Gapoktan Gandum berlokasi di Kabupaten Bandung yang terdiri dari 2 kelompok tani dari 3 Desa. Jumlah petani yang tergabung dalam Gapoktan Gandum berjumlah 80 petani , dengan potensi lahan 35 Ha. Struktur organisasi unit usaha Agroindustri Tepung Gandum dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut :

Gambar 3. Struktur Organisasi unit usaha Agroindustri Tepung Gandum di Gapoktan Gandum, Kabupaten Bandung, Tahun 2009.

Ketua Gapoktan/ Manager Aep Wahyudin

Sekretaris Rohmat

Bendahara Asep

Seksi Pemasaran Entu

Seksi Pemberdayaan Alat Yayan


(47)

Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Pertanian No.273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani, Gapoktan yang kuat dan mandiri dicirikan sebagai berikut :

a. Adanya pertemuan/rapat anggota/rapat pengurus yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan

b. Disusunnya rencana kerja Gapoktan secara bersama dan dilaksanakan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi.

c. Memiliki aturan/norma tertulis yang disepakati dan ditaati bersama.

d. Memiliki pencatatan/pengadministrasian setiap anggota organisasi yang rapih.

e. Memfasilitasi kegiatan–kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir. f. Menfasilitasi usaha tani secara komersial dan berorientasi pasar.

g. Sebagai sumber, serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para petani umumnya dan anggota kelompok tani khususnya.

h. Adanya jalinan, kerjasama antara Gapoktan dengan pihak lain.

i. Adanya pemupukan modal usaha baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha/kegiatan Gapoktan.

4.2. Analisis Usaha Tani Gandum

Analisis usahatani gandum dilakukan kepada petani anggota Gapoktan Gandum. Analisis ini bertujuan untuk melihat berapa besar keuntungan petani bila melakukan usaha tani gandum, maka dilakukan analisis terhadap petani anggota seperti terlihat dalam Tabel 8 dan Lampiran 13.


(48)

Tabel 8.Analisis Pendapatan Rataan Usahatani Gandum Per musim

No Deskripsi Satuan Anggota

Gapoktan

Kontribusi thdp biaya (%)

A Luas tanam Ha 0,28

B Produksi Kg 536,67

C Produktivitas Kg/Ha 1946,67

Jarak tanam 20 x 40 cm

D Harga jual Rp/Kg

4.000,00

E Penerimaan Rp

2.146.667,00

F Biaya Total Rp 1.189.666,67

- Benih Rp 82.500,00 6,9

- Pupuk Rp 212.500,00 17,9

- Sewa lahan Rp 177.500,00 14,9

-Tenaga kerja Rp 663.833,30 55,8

- Biaya lain-lain Rp 53.333,30 4,5

G Pendapatan Rp 957.000,00

H R/C atas biaya total (E/F) 1,80

I Biaya pokok (F/B) Rp 2216,77

Data : diolah

Dari data yang diperoleh (lampiran 14) diketahui bahwa; produktivitas rataan gandum di Kabupaten Bandung yaitu 1,95 (Ton/Ha). berpengaruh terhadap produktivitas gandum. Pola tanam yang dilakukan tani di Kabupaten Bandung ini merupakan pola tanam monokultur yang dilakukan secara khusus. Jarak tanam gandum tersebut 20 x 40 cm. Hasil panen petani anggota Gapoktan dijual kepada ketua kelompok tani dalam bentuk gandum kering (KA maks 12 %) dengan harga Rp 4.000 per Kg. Pembayaran dilakukan secara langsung. Rataan penerimaan petani anggota Gapoktan (Rp 4.000/Kg).

Ukuran efisiensi pengelolaan usahatani dapat dilihat dengan menggunakan koefisien perbandingan penerimaan dan biaya (rasio R/C), Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai rasio R/C petani anggota (1,80) ini menunjukkan , usaha tani gandum efisien dan menguntungkan, karena imbalan yang diperoleh masih lebih tinggi dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan.

Harga pembelian gandum kering di tingkat petani Rp. 4000/Kg, Dari perhitungan biaya pokok usaha tani gandum dimana biaya pokok merupakan perbandingan total pengeluaran usaha tani gandum (Rp) dengan jumlah produksi gandum (kg). menunjukkan bahwa petani anggota Gapoktan akan rugi bila menjual gandum kering dibawah Rp 2.216 per kg , seperti dicantumkan dalam Tabel 8.


(49)

4.3. Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Tepung Gandum

Untuk melihat prospek atau kelayakan usaha agroindustri tepung gandum diperlukan pembahasan yang mencakup aspek-aspek berikut :

4.3.1. Aspek Teknis Produksi

Untuk melihat prospek atau kelayakan unit usaha agroindustri tepung gandum diperlukan pembahasan yang mencakup aspek-aspek berikut :

1. Fasilitas Produksi dan Peralatan a. Bangunan

Bangunan digunakan untuk tempat menampung bahan baku, melakukan proses produksi dengan penempatan mesin-mesin pengolahan dan penyimpanan produksi sementara. Bangunan seluas 20 m2 diperoleh dari bantuan dari Departemen Pertanian. Dilihat dari kondisi ruangan yang sekaligus tempat produksi dan gudang sementara, maka ruangan tersebut terlalu kecil sebagi tempat alat dan bahan baku.

b. Mesin Perontok dan Pembersih Gandum (Thresher and winnower) Mesin ini digunakan untuk merontokkan gandum dari malainya dengan kapasitas 60 Kg/jam.

c. Mesin Penyosoh

Mesin ini digunakan untuk menyosoh gandum, dengan kapasitas 60 Kg/jam.

d. Mesin Penepung Gandum

Alat penepung gandum yang dimiliki Gapoktan Gandum dengan kapasitas 55 Kg per jam. Untuk 1 kali proses dibutuhkan gandum 220 Kg. Bahan baku dibeli dari petani anggota Gapoktan melalui ketua kelompok dalam bentuk gandum kering petani .

e. Mesin Pengayak.

Mesin Pengayak yang dimiliki Gapoktan Gandum digunakan untuk mengayak tepung gandum agar diperoleh tepung gandum yang halus (ukuran 100 mesh) dengan kapasitas 55 Kg/jam.

2. Bahan Baku

Sumber utama bahan baku dari anggota Gapoktan berupa gandum kering petani yang kemudian diolah di Agroindustri Tepung Gandum menjadi tepung gandum. Jumlah bahan baku gandum kering dibutuhkan kira-kira 220 Kg per proses dengan perlakuan 2 kali proses per hari.


(50)

3. Tenaga Kerja

Posisi dan jumlah pekerja di Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum seperti tercantum dalam Tabel 9.

Tabel 9. Posisi dan Jumlah Pekerja di Unit Usaha Agroindustri Tepung Gandum

Posisi Jumlah (orang)

Tenaga Kerja tetap

Manager 1

Petugas Lapangan 1

Administrasi 1

Sub Total 3

Tenaga Kerja lepas

Tenaga Operator 2

Kuli 2

Sub Total 4

Total 7

Data: diolah.

Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam operasionalisasi Agroindustri tepung gandum adalah seorang manajer, 1 orang staf administrasi, 1 orang petugas lapangan, 2 orang bagian produksi dan 2 kuli secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9.

Kemampuan SDM pengelola masih rendah, dimana setiap bagian belum bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya disamping keterbatasan tenaga kerjanya sendiri. Peran anggota gapoktan terlihat dalam pembelian bahan baku gandum kering petani. Ketua kelompok tani melakukan pembelian gandum langsung kepada petani anggota dan dijual ke unit usaha agroindustri tepung gandum untuk diolah menjadi tepung gandum agar layak dijual ke industri industri makanan.

4. Proses Produksi.

Urutan pekerjaan diawali dengan proses pengumpulan bahan baku gandum. Perontokan dan pembersihan gandum dilakukan dengan alat perontok dan pembersih. gandum yang telah rontok dari malainya, dibersihkan dan dijemur. Selanjutnya gandum kering tersebut disosoh dan kemudian dibawa ke mesin penepung dengan kapasitas 220 Kg per proses. Pada proses ini dilakukan tahap pengkondisian yaitu mancampur gandum dengan air sekitar 3-5 menit untuk memastikan bahwa air telah cukup meresap kedalam bagian kulit luar gandum kemudian digiling dengan alat penepung.


(1)

(2)

Lanjutan Lampiran 1

No Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5

1 Pendapatan 195,624,000.00195,624,000.00 195,624,000.00 195,624,000.00 195,624,000.00

Penjualan

Total pendapatan (B) 195,624,000.00195,624,000.00 195,624,000.00 195,624,000.00 195,624,000.00

2 Pengeluaran a Biaya investasi

Harga Paket Penepung dan Motor Penggerak 90,000,000 - - -

-Harga Bangunan 15,000,000 - - -

-Jumlah biaya investasi 105,000,000.00 - - -

-b Biaya operasional Biaya Tetap

Penyusutan Alat pertahun 15,528,796.81 15,528,796.81 15,528,796.81 15,528,796.81 15,528,796.81

Penyusutan Bangunan pertahun 3,932,327.88 3,932,327.88 3,932,327.88 3,932,327.88 3,932,327.88

Biaya Gaji/TK tetap 3,240,000.00 3,240,000.00 3,240,000.00 3,240,000.00 3,240,000.00

Total Biaya Tetap 22,701,124.69 22,701,124.69 22,701,124.69 22,701,124.69 22,701,124.69

Biaya Variabel

Biaya Bahan Baku 126,720,000.00126,720,000.00 126,720,000.00 126,720,000.00 126,720,000.00

Biaya Bahan bakar 972,000.00 972,000.00 972,000.00 972,000.00 972,000.00

Biaya Kayu Bakar - - - -

-Biaya Pelumas/Oli 720,000.00 720,000.00 720,000.00 720,000.00 720,000.00

Biaya kemasan 1,296,000.00 1,296,000.00 1,296,000.00 1,296,000.00 1,296,000.00

Biaya pemeliharaan dan Perawatan 300,000.00 300,000.00 300,000.00 300,000.00 300,000.00

Biaya TK Lepas 2,160,000.00 2,160,000.00 2,160,000.00 2,160,000.00 2,160,000.00

Biaya Lain-Lain 150,000.00 150,000.00 150,000.00 150,000.00 150,000.00

- -

-Total Biaya Variabel 132,318,000.00132,318,000.00 132,318,000.00 132,318,000.00 132,318,000.00 Total Biaya operasional 155,019,124.69155,019,124.69 155,019,124.69 155,019,124.69 155,019,124.69

Total pengeluaran (C ) 155,019,124.69260,019,124.69 155,019,124.69 155,019,124.69 155,019,124.69

B - C (64,395,124.69) (23,790,249.37) 16,814,625.94 57,419,501.26 98,024,376.57

DF 14% 0.88 0.77 0.67 0.59 0.52

NPV 14% (56,486,951.48) (18,305,824.39) 11,349,393.57 33,996,954.23 50,910,789.53

NPV 21,464,361.47

NPV positif 77,951,312.94

NPV negatif (56,486,951.48)

Net B/C 1.38

DF 20% 0.83 0.69 0.58 0.48 0.40

NPV 20% (53,662,603.90) (16,521,006.51) 9,730,686.31 27,690,731.70 39,393,798.45

NPV 14% - NPV 20% 14,832,755.41

IRR 22.68 %

PBP 2.17 tahun

BEP (Rupiah)     127,713,750.07 Rupiah

BEP (unit)        19,648.27 Kg

Sensitivitas

C DF 14% 119,282,182.74228,086,951.48 104,633,493.63 91,783,766.34 80,512,075.74

B DF 14% 150,526,315.79171,600,000.00 132,040,627.89 115,825,112.18 101,600,975.60

Error Benefit (0.07)

Error Cost 0.08

Perhitungan BEP

jumlah unit penjualan (kg)        30,096.00 Kg per tahun

harga jual per kg        6,500.00 Rp

biaya variabel per unit        4,176.70 Rp/Kg per tahun

biaya variabel per unit / harga jual       0.64 Rp/Kg per tahun

BEP (Rupiah)      127,713,750.07 Rupiah


(3)

70

       

REKAP KELAYAKAN

NPV        21,464,361.47

Net B/C       1.38

IRR        22.68 %

PBP       2.17 tahun

Sensitivitas : Error benefit       (0.07)

Error cost       0.08

BEP (Rupiah)      127,713,750.07


(4)

84,073,129.71

6,631,606.05

624,298,469.93

671,593,031.45

105,000,000.00

Laba 48,355,845

IRR 17.55

Biaya Pokok 4,893.28

B/C 1.38

PBP 2.17

Rupiah BEP 127,713,750.07 Rupiah


(5)

0.65


(6)

   

No. Resp Nama

Benih  Sewa Lahan S e

Pupuk Tenaga kerja Biaya lain‐ lain

1 Aep wahyudin Mandalasari 1.00 ####### 2000 4000 ######## 500,000.00 720,000.00 2,950,000.00 ########   4,620,000        2,310       1,690 2 Obi Mekarlaksana 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 3 Ondi Mekarlaksana 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 4 H. Uju Mekarlaksana 0.25 490.00 1960 4000 350,000.0075,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 5 Sahidin Mandalasari 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 6 Kandi Mandalasari 0.25 500.00 2000 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,510       1,490 7 Dayat Mandalasari 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 8 yayat Mandalasari 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 9 Ayi Mandalasari 0.25 490.00 1960 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 10 koko Mandalasari 0.25 500.00 2000 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,510       1,490 11 Bah Anang Mandalasari 0.25 490.00 1960 4000 350,000.0075,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 12 Mamat Mandalasari 0.25 490.00 1960 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 13 Aep Mimi Mandalasari 0.25 480.00 1920 4000 350,000.0075,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 14 Amas Mandalasari 0.25 500.00 2000 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,510       1,490 15 Yanto Mandalasari 0.25 490.00 1960 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 16 Jana Mandalasari 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 17 Nana Mandalasari 0.25 490.00 1960 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 18 Usup Mandalasari 0.25 490.00 1960 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 19 Asep Romli Mandalasari 0.25 500.00 2000 4000 350,000.0075,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,510       1,490 20 Ino Mandalasari 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 21 Dedi Mandalasari 0.25 490.00 1960 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 22 Yayan Mandalasari 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 23 Ganda Cisagatan 0.25 490.00 1960 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 24 Enang kosim Mekarlaksana 0.25 480.00 1920 4000 350,000.0075,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 25 Cepi Mandalasari 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 26 Yaya Mekarlaksana 0.25 490.00 1960 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,561       1,439 27 Amir Mekarlaksana 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 28 Iwan Cisagatan 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 29 Iyep Cisagatan 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385 30 Nendi Cisagatan 0.25 480.00 1920 4000 75,000.00 350,000.00 195,000.00 585,000.00 ########   1,255,000        2,615       1,385

Rataan 0.28 537       1,946.67 4000 82,500.00          355,000.00 # 212,500.00     663,833.33 ########   1,367,167  1,929.52       1,070 8.25

    

86

1951.515

Lampiran 14: Rekapitulasi Hasil Kuesioner Anggota Gapoktan Gandum

Desa Luas Lahan (Ha) Produksi (Kg) Produktivitas (kg/ha) Harga jual (Rp/kg gandum kering) Biaya Produksi (Rp) Total Biaya Biaya  Produksi  /kg Keuntungan (Rp/kg)