251
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif yang telah terkumpul dari berbagai sumber setelah dianalisis dapat disimpulkan dan diberikan saran sebagai
berikut.
A. Kesimpulan
Pada kesimpulan ini dikemukakan kinerjaperformance PGSD sebelum terakreditasi sebelum tahun 2010 dan setelah terakreditasi mulai
tahun 2010, baik yang memperoleh Dana Insentif Akreditasi DIA maupun yang tidak memperoleh DIA dan status akreditasi B dan C.
1. Kinerja prodi yang diukur dari perkembangan jumlah mahasiswa setelah terakreditasi mengalami peningkatan dari 3753 2010 menjadi 4129 pada
tahun 2011. Berdasarkan status bantuan DIA, rerata jumlah mahasiswa PGSD yang mendapat bantuan DIA 329 selama 5 tahun lebih banyak
daripada jumlah mahasiswa PGSD yang tidak mendapat bantuan DIA 159. Berdasarkan status akreditasi, PGSD yang terakreditasi B memiliki
rerata jumlah mahasiswa selama lima tahun sebesar 334 lebih banyak dari PGSD yang terakreditasi C 154. Jumlah mahasiswa berkaitan
dengan daya tampung karena PGSD yang memiliki jumlah mahasiswa lebih sedikit ternyata memiliki rasio seleksi yang lebih ketat yaitu rerata
seleksi PGSD yang mendapat DIA sebesar 12,2:1 yang tidak mendapat DIA 21,8:1. Keketatan seleksi PGSD yang terakreditasi B sebesar 14,6:1
dan PGSD yang terakreditasi C sebesar 19.4:1. Kesimpulan Dengan demikian, pemberian bantuan DIA dan status akreditasi berpengaruh
pada rerata jumlah mahasiswa dan daya tampung berpengaruh pada keketatan seleksi
2. Kinerja prodi yang diukur berdasarkan dengan ketepatan masa studi yang diperkirakan dari perbandingan jumlah mahasiswa yang masuk input
pada tahun tertentu dengan jumlah mahasiswa yang lulus output empat
252 tahun kemudian. Mengingat program studi PGSD S1 baru dibuka mulai
tahun 20062007 maka data lulusan yang digunakan untuk menghitung ketepatan masa studi adalah data lulusan tahun 2010 dan 2011. Jumlah
lulusan paling rendah ditemukan pada PGSD Makasar yang tidak mendapat bantuan DIA. Perkembangan IPK lulusan cenderung naik
tetapi jika sudah mendekati IPK optimum maka tidak terjadi kenaikan lagi. Hal ini dialami oleh PGSD yang mendapat DIA, karena IPK lulusan sudah
berada pada kondisi optimum 3,3 maka IPK sudah sulit untuk dinaikkan lagi sehingga kenaikan pasca akreditasi hanya mencapai 0,1 poin.
Sedangkan PGSD yang tidak mendapat DIA naik 0,2 poin tetapi posisi rerata IPK terakhir pada tahun 2011 sama yaitu 3,4. Dari sampel yang
diteliti, IPK lulusan prodi PGSD yang terakreditasi C cenderung stagnan atau bahkan ada yang menurun. PGSD yang mengalami penurunan IPK
adalah Bengkulu, rerata IPK lulusan PGSD yang cenderung stagnan adalah UNIMA.
3. Prodi DIA-PGSD memiliki rerata jumlah penelitian yang cenderung naik yaitu pada tahun 2007 = 12, tahun 2008 = 11, tahun 2009 = 15, tahun
2010 = 23, dan tahun 2011 = 25. Prodi NON DIA-PGSD memiliki jumlah penelitian yang cenderung turun. Rata-rata jumlah penelitian prodi NON
DIA-PGSD pada tahun 2007 = 11, tahun 2008 = 13, tahun 2009 = 13, tahun 2010 = 9, dan tahun 2011 = 8. PGSD yang mendapat akreditasi B
dan mendapat bantuan DIA memiliki rerata jumlah penelitian paling tinggi 25,73. Sedangkan PGSD yang hanya mendapat akreditasi B tanpa
bantuan DIA, produktivitas penelitian tinggi, tetapi hanya mencapai setengah dari rerata jumlah PGSD yang mendapat akreditasi B dan
mendapat bantuan DIA. Berdasarkan status akreditasi, produktivitas penelitian dosen dari PGSD terakreditasi C juga lebih rendah daripada
PGSD yang terakreditasi B. 4. Prodi PGSD yang mendapat bantuan DIA maupun tidak mendapat
bantuan DIA sama-sama memiliki jumlah pengabdian yang cenderung naik. Rata-rata jumlah pengabdian kepada masyarakat prodi PGSD yang
mendapat bantuan DIA pada tahun 2007 = 9, tahun 2008 = 9, tahun
253 2009 = 12, tahun 2010 = 14, dan tahun 2011 = 16, sedangkan prodi
NON DIA-PGSD pada tahun 2007 = 8 tahun 2008 = 11, tahun 2009 = 16, tahun 2010 = 17, dan tahun 2011 = 20, PGSD yang memiliki status
akreditasi C memiliki PPM yang lebih banyak dan penelitian yang lebih sedikit, sedangkan PGSD yang terakreditasi B memiliki jumlah penelitian
yang lebih banyak dan PPM yang lebih sedikit. 5. Berdasarkan tingkat kesulitan pencapaian standar dan tingkat
kepentingan standar tersebut digunakan dalam penilaian akreditasi dapat disimpulkan jika standar tersebut sulit dicapai oleh prodi maka prodi
menganggap standar tersebut tidak penting digunakan sebagai indikator kinerja. Sebaliknya standar yang mudah dicapai akan menjadi penting
untuk dinilai. Jika dilihat posisi ranking pada setiap standar dapat diketahui standar 3 dan 4 memiliki posisi ranking kesulitan dan
kepentingan yang sama. Standar 1 dan 3, memiliki ranking kesulitan rendahmudah yaitu urutan ke 7 dari 7 standar akreditasi. Standar ke 6
dan ke 7 memiliki ranking kesulitan yang tinggisulit. Standar ke 2, 4 dan 5 memiliki tingkat kesulitan yang sedang. Berdasarkan tingkat
kepentingannya untuk penilaian kinerja, standar 1, 2 dan 5 memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi daripada standar 3, 6 dan 7.
Persepsi responden terhadap urutan kesulitan dalam mencapai standar akreditasi sangat tergantung pada pengalaman jabatan pribadi masing-
masing. Sebagai contoh, Dekan yang memegang tampuk kepemimpinan di Fakultas menganggap tingkat kesulitan mencapai standar yang paling
tinggi adalah pada pencapaian standar visi, misi, tujuan, sasaran dan strategis pencapaian. Menurut Pembantu Dekan yang mendapat bantuan
DIA banyak berurusan dengan kualitas akademik dosen menganggap standar yang paling sulit dicapai adalah standar 4 yaitu SDM. Menurut
Pembantu Dekan yang tidak mendapat bantuan DIA, Kaprodi, Sekprodi, dosen dan mahasiswa yang sering berurusan dengan pelaksanaan
kegiatan menganggap standar yang paling sulit dicapai adalah standar ke 6 yaitu pembiayaan, sarana dan prasarana,
254 6. Tingkat kesesuaian nilai akreditasi dengan kondisi faktual PGSD yang
mendapat status C lebih rendah daripada PGSD yang mendapat status akreditasi B. Menurut versi PGSD, asesor dianggap kurang objektif,
petunjuk pengisian borang kurang jelas, sulit dimengerti, butir instrumen yang menilai lulusan tidak layak untuk prodi baru karena prodi belum
meluluskan, dll. Menurut versi asesor, prodi yang mendapat nilai C disebabkan karena tidak menyiapkan bukti fisik pada saat visitasi
sehingga nilainya menjadi rendah. 7. Proporsi responden yang menjawab selalu menggunakan hasil penilaian
akreditasi untuk perbaikan mutu relevansi dan efisiensi Program Studi lebih banyak yang berasal dari responden yang memiliki status akreditasi
B dan mendapat DIA daripada responden yang memperoleh akreditasi C dan mendapat DIA, Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
meningkatkan mutu lebih banyak dimiliki oleh program studi yang berpotensi mendapat nilai B daripada program studi yang mendapat nilai
C. Contoh kasus ditemukan pada program studi yang mendapat DIA tetapi status akreditasinya hanya mendapat C, yang menyatakan tidak
selalu menggunakan nilai akreditasi untuk perbaikan mutu prodi. Kaprodi dan Sekprodi selalu menggunakan hasil akreditasi karena mereka
dituntut untuk dapat menggerakkan staf dosen, karyawan dan mahasiswa di lingkungan prodinya agar bekerja dan berusaha menyiapkan borang,
bukti fisik dan semua keperluan akreditasi. Keberhasilan memperoleh status akreditasi yang baik merupakan prestasi dari kepengurusan
jurusan yaitu Kaprodi. 8. Tidak ada perbedaan nyata pada kinerja PGSD sebelum diakreditasi
antara PGSD yang mendapat DIA dan tidak mendapat DIA maupun antara status akreditasi B dan C. Semua PGSD mengakui kinerjanya
meningkat tetapi kinerja pada standar ke-7, yaitu penelitian, PPM dan kerjasama memiliki skor rerata paling rendah. Skor rerata standar ke-6
yaitu pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sitem informasi yang berada pada kategori sedang dialami oleh PGSD yang tidak mendapat
DIA dan terakreditasi C.
255 9. Jika dicermati lebih mendalam, ada kecenderungan kinerja program studi
yang terakreditasi C dan mendapat DIA memiliki rerata kinerja yang sedikit lebih baik daripada program studi yang terakreditasi B, jika tanpa
menggunakan penilaian pada pada 6 standar akreditasi tanpa standar ke-7. Secara keseluruhan kinerja prodi PGSD yang mendapat DIA
memiliki kinerja yang lebih baik daripada PGSD yang tidak mendapat DIA.
10. Setelah dilakukan wawancara dan diskusi, usaha-usaha yang banyak dilakukan prodi untuk meraih nilai akreditasi tinggi antara lain melalui
optimalisasi sistem penjaminan mutu internal prodi, percepatan masa studi mahasiswa, peningkatan kualitas pembelajaran, melengkapi sarana
dan prasarana pembelajaran serta meningkatkan kemampuan dosen melakukan penelitian.
11. Pembinaan yang diharapkan dari BAN-PT adalah sosialisasi dan pendampingan pengisian borang akreditasi. pemetaan kelemahan prodi
dalam pemenuhan standar akreditasi secara nasional, pembinaan asesor PGSD dari BAN PT agar dapat memberi penilaian secara obyektif dan
terbuka, pelaksanaan studi banding ke PT yang kreadibilitas yang tinggi atau pendampingan oleh prodi terakreditasi minimal B. Pembinaan yang
diharapkan dari DIKTI adalah pembinaan tata pamong, rekrutmen dosen yang relevan dengan program studi, pemberian beasiswa studi lanjut,
sosialisasi kurikulum berbasis KKNI, pengembangan IT pembelajaran, memberikan dana bantuan untuk persiapan akreditasi.
B. Rekomendasi