Latar Belakang Hubungan Peran Perawat dengan Kemampuan Bersosialisasi pada Pasien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Prov. Sumatera Utara Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah respon maladaptif dari lingkungan internal dan eksternal, yang dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma lokal atau budaya setempat dan menganganggu fungsi sosial, pekerjaan dan atau fisik Townsend, 2005. Pengertian ini menjelaskan bahwa klien dengan gangguan jiwa akan menunjukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma masyarakat dimana perilaku tersebut mengganggu fungsi sosialnya sehingga klien mengalami ketidakmampuan dalam beradaptasi dengan lingkungannya sosialnya. Ketidakmampuan klien beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dapat menjadi salah satu gangguan kejiwaan, yaitu isolasi sosial. Isolasi sosial itu sendiri merupakan suatu kondisi dimana klien mungkin merasa ditolak atau tidak diterima dilingkungan sekitar sehingga klien menarik diri dan klien tidak mampu bersosialisasi dengan lingkungannya. Berdasarkan Hasil Penelitian Hatfield 1998 menunjukan bahwa sekitar 72 pasien gangguan jiwa yang mengalami isolasi sosial dan 64 tidak mampu memelihara diri sendiri. Umumnya keterampilan sosial pasien buruk, biasanya disebabkan karena onset dini penyakitnya. Penilaian yang salah terhadap interaksi sosial, kecemasan yang tinggi dan gangguan pemprosesan informasi Nasution, 2011. Kuntjoro 1989, dalam Nasution, 2011 mengemukakan bahwa ketidakmampuan bersosialisasi merupakan ketidakmampuan untuk bersikap dan Universitas Sumatera Utara bertingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Individu yang dalam kehidupannya menuruti kemauannya sendiri, tanpa mengindahkan norma- norma sosial yang berlaku, mengganggu lingkungan dan tidak terampil secara sosial dianggap mengalami gangguan kejiwaan atau perilakunya menyimpang dan hal ini tidak dapat diterima oleh lingkungannya. Semakin berat gangguannya, maka semakin keras pula usaha masyarakat untuk mengusir, menolak atau mengisolasi dengan alasan ketertiban, keamanan dan ketentraman, sehingga kondisi ini menuntut suatu penanganan yang serius dari berbagai disiplin ilmu. Gangguan jiwa di Indonesia menjadi masalah yang cukup serius. Berdasarkan data Depkes 2007 mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan gangguan jiwa berat 0,46 persen. Data dari WHO pada tahun 2006, terdapat 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa angka gangguan jiwa di Indonesia mencapai 12 - 16 dari populasi penduduk. Hasil SKMRT menunjukan gangguan mental emosional pada usia diatas lima belas tahun adalah 140 orang per 1.000 penduduk dan usia lima sampai empat belas tahun sebanyak 104 orang per 1.000 penduduk Maramis, 2006. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa sudah meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan Hawari, 2009. Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah pasien meningkat 100 persen dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2008, Rumah Sakit Jiwa Sumut menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap Universitas Sumatera Utara dan sekitar 70-80 penderita untuk rawat jalan. Sementara selama kurun waktu januari 2011 hingga desember 2011 jumlah pasien gangguan jiwa di rumah sakit tersebut mencapai 2.216, angka untuk gangguan skizofrenia gangguan waham itu sendiri mencapai 1.864 83,3 dalam kurun waktu Januari hingga Desember 2011. Berdasarkan peningkatan jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa, maka dalam hal ini diperlukan peran perawat guna meningkatkan kemampuan bersosialisasi klien isolasi sosial tersebut. Dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi klien isolasi sosial tersebut perawat dapat menerapkan standar asuhan keperawatan sebagai salah satu upaya dalam peningkatan kemampuan bersosialisasi bersosialisasi klien isolasi sosial. Adapun survey awal yang telah dilakukan oleh peneliti, didapat bahwa jumlah perawat yang berada di Rumah Sakit Jiwa tersebut sebanyak 128 orang. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti saat pengambilan data, peneliti melihat bahwa penanganan klien gangguan jiwa masih kurang optimal. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan peran perawat dengan kemampuan bersosialisasi pada pasien isolasi sosial.

1.2. Pertanyaan penelitian

Dokumen yang terkait

Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

3 132 64

Hubungan Supervisi Klinis dengan Kepuasan Kerja Perawat Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara

4 54 130

Manajemen Pelayanan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial Di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 62 149

Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Penerapan Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan

7 92 96

Hubungan Pengetahuan Dengan Peran Perawat Dalam Penanganan Pasien Perihku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

11 145 81

Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

0 36 64

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Sosialisasi terhadap Kemampuan Sosialisasi Pasien Isolasi Sosial di Ruang Kamboja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

1 42 107

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran - Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

Hubungan Pengetahuan Dengan Peran Perawat Dalam Penanganan Pasien Perihku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

0 0 23

PENGARUH OLAHRAGA KELOMPOK TERHADAP KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

0 0 95