Pemikiran Sufisme Dakwah Gülen

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 235 Gambar 4.2 Skema Kronologi Sufisme Dakwah Kontemporer M. Fethullah Gülen Sumber: Sokhi Huda, 2016. Kritik Realitas dan Keilmuan Kontemporer SUFISME DAKWAH KONTEMPORER

M. FETHULLAH GÜLEN

Idealisme Rahmat Islam Era Klasik: Formatif Era Modern: AdaptifKontradiktif Interpretatif Era Kontemporer: Progresif Realitas Kontemporer Corak Historis Islam Sufisme Dakwah M.F. Gülen Movement Properti Fundamental-Universal  Humanisme  Cinta  Toleransi  Khidmat Dedikasi Properti Metodis:  Perilaku Sufistik Kontemporer  Pendidikan Kontemporer  Dialog Antariman Interfaith Dialogue  Dialog Antarbudaya Intercultural Dialogue Corak Teologis Islam Era Klasik: Klaim Kebenaran Individual Era Modern: Adaptasi Penetrasi Kebenaran terhadap Realitas Era Kontemporer: Pluralisme dan Problems Solving Realitas Masa Lampau digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 236 Gambar di atas memberikan deskripsi skematis tentang alur kronologi sufisme dakwah kontemporer Gülen yang berangkat dari dua pos utamanya, yaitu 1 kritik realitas dan keilmuan kontemporer dan 2 idealisme rahmat Islam. Paduan dua pos ini melahirkan Gülen movement dan selanjutnya mengerucut ke sufisme dakwah kontemporer Gülen.

2. Urgensi Pemikiran Sufisme Dakwah Kontemporer M. Fethullah Gülen

Pada pembahasan di muka telah dipaparkan urgensi sufisme dakwah era kontemporer. Pada bagian lainnya telah dibahas pentingnya kehadiran pemikiran Gülen tentang dakwah Islam yang mengedepankan nilai-nilai sufisme. Oleh karena itu dalam pembahasan ini dikaji urgensi sufisme dakwah era kontemporer dalam pemikiran Gülen. Sesuai dengan jangkauan data-data pemikiran dakwah Gülen, dalam hal ini penulis menggunakan lima skala pemhahasan: yaitu: a skala idealisme rahmat Islam, b skala relasi antariman, c skala relasi antarbudaya, d skala pemecahan masalah, dan e skala historis futuristik. Penentuan skala ini didasarkan pada empat poin pertimbangan teoretis dan kedataan pada pembahasan terdahulu: a komponen pendekatan sufisme dakwah, b karakter sufisme era kontemporer, c urgensi sufisme dakwah era kontemporer, dan d pemikiran-pemikiran dakwah M. Fethullah Gülen.

a. Skala Idealisme Rahmat Islam

Pemikiran Sufisme Dakwah Gülen dibutuhkan untuk membangun citra Islam dan Muslim yang lebih baik pada saat idealisme rahmat Islam tereduksi ke wajah garang melalui sederetan peristiwa yang dilakukan oleh kelompok radikal dalam Islam. Kesan bahwa “Islam adalah agama teroris” merupakan akibat digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 237 langsung dari sejumlah peristiwa tersebut. Kesan tentang wajah Islam ini semakin mengemuka pada era kontemporer dengan data yang mantap sebagaimana terungkap pada pembahasan sebelumnya dalam penelitian ini. Persoalan bahwa terorisme bukan hanya dominasi dunia Islam merupakan persoalan lain, karena konsentrasinya adalah pembahasan tentang idealisme rahmat Islam. Dengan latar tersebut, betapa kehadiran pemikiran sufisme dakwah Gülen sangat dibutuhkan untuk promosi proyek-proyek perdamaian ke seluruh penjuru dunia. Dakwah dengan pendekatan-pendekatan lain, secara idealistis maupun historis, terbukti tidak signifikan, sampai Gülen hadir dengan proyek-proyek pemikirannya dengan basis dan mengedepankan nilai-nilai sufisme. Nilai-nilai ini segera diserap oleh elemen-elemen utama dunia berbagai agama, budaya, institusi pendidikan, institusi negara, jaringan pengusaha, tokoh-tokoh lainnya, dan elemen-elemen lainnya. Hal ini membuktikan bahwa pemikiran Gülen memang sangat dibutuhkan oleh dunia, dan ketika pemikiran ini diserap, maka dunia dapat melihat nilai-nilai yang sesungguhnya dari wajah rahmat Islam. Pemikiran Gülen membedah kebuntuan wacana masyarakat global tentang Islam sebagai ajaran yang sesungguhnya dan Islam yang dipraktikkan oleh sebagian kelompok muslim atas dasar ambisi teologi tertentu.

b. Skala Relasi Antariman

Pada skala relasi antariman, pemikiran sufisme dakwah Gülen dibutuhkan untuk membangun relasi antaragama, agar bertumbuhkembang relasi yang saling menghormati, tidak mengembangkan prasangka, diskriminasi, dan arogansi. Hal digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 238 ini didukung oleh sejumlah kajian dalam konteks pemikiran dan gerakan Gülen tentang relasi antariman, sebagai berikut: 1 Kajian M. Amin Abdullah tentang urgensi relasi Muslim-Kristen untuk menemukan kembali persamaan untuk mempertahankan koeksistensi perdamaian di era Global 38 ; 2 Kajian Ted Dotts tentang urgensi relasi Sufisme Gülen dengan Kristen Metodis yang terkait dengan ajaran kesempurnaan, kebebasan berbuat, toleransi, dan demokrasi 39 ; 3 Kajian Karina V. Korostelina tentang urgensi dialog sebagai sumber untuk koeksistensi perdamaian antara Muslim dan Kristen Ortodoks di negara sekuler 40 ; 4 Kajian Özgüç Orhan tentang urgensi cita-cita Islam dan derma Kristen dalam usaha dialog antariman 41 ; 5 Kajian Paul Weller tentang kebebasan beragama dalam visi Baptis dan Fethullah Gülen dari sumber-sumber Muslim dan Kristen 42 ; 38 M. Amin Abdullah, “Muslim-Christian Relations: Reinventing the Common Ground to Sustain a Peaceful Coexistence in the Global Era,” Gülen Conference In Melbourne: From Dialogue to Collaboration: The Vision of Fethullah Gülen and Muslim-Christian Relations, di Australian Catholic University, Melbourne, pada 15-16 Juli 2009. 39 Ted Dotts, “Methodist Christianity, Gülens Sufism, Perfection, Free Will, Tolerance, and Democracy,” Second International Conference on Islam in the Contemporary World: The Fethullah Gülen Movement in Thought and Practice, at Department of Religious Studies at University of Oklahoma on 3-5 November 2006. 40 Karina V. Korostelina, “Dialogue as a Source for Peaceful Co-existence Between Muslim and Orthodox Christians in a Secular State,” International Conference on Peaceful Coexistence: Fethullah Gülens Initiatives for Peace in the Contemporary World, at Erasmus University of Rotterdam on 22-23 November 2007. 41 Özgüç Orhan, “Islamic Himmah and Christian Charity: An Attempt at Inter-Faith Dialogue,” Islam in the Age of Global Challenges: Alternative Perspectives of the Gülen Movement Conferences Proceedings, at Georgetown University, Washington, D.C., November 14-15, 2008. 42 Paul Weller, “Religious Freedom in the Baptist Vision and in Fethullah Gülen: Resources for Muslims and Christians,” Ibid. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 239 6 Kajian Salih Yücel tentang urgensi institusionalisasi dialog Muslim-Kristen yang berkaitan dengan Nostra Aetate and visi Fethullah Gülen 43 ; 7 Kajian Kath Engebretson tentang tujuan bersama Muslim dan Katolik tentang keadilan dan perdamaian 44 ; dan 8 Kajian Neil Ormerod tentang urgensi interes dan perhatian bersama untuk Muslim dan Kristen yang berkenaan dengan sekularisasi. 45 Semua kajian tersebut memberikan perhatian besar terhadap urgensi pemikiran Gülen dalam skala relasi antariman. Urgensi pemikiran sufisme dakwah Gülen dalam skala relasi antariman ini berkaitan dengan persoalan- persoalan: koeksistensi perdamaian dunia; ajaran kesempurnaan, kebebasan berbuat, toleransi, dan demokrasi; kebebasan beragama, institusionalisasi dialog antariman; dan sekularisasi.

c. Skala Relasi Antarbudaya

Pemikiran sufisme dakwah Gülen dibutuhkan untuk merespons tesis Samuel P. Huntington tentang clash of civilizations yang justru memperkeruh relasi Islam- Barat. Dampak ini tampak semakin mengemuka melalui sejumlah aksi terorisme yang terjadi sebagai akibat dari peningkatan ketegangan relasi Timur-Barat, Islam- Kristen, atau Islam-Barat. Gülen merespons hal ini melalui pemikiran tentang golden generation yang dimaksudkan untuk mengatasi clash iof civilizations. 46 43 Salih Yücel, “Institutionalizing of Muslim-Christian Dialogue: Nostra Aetate and Fethullah Gülens Vision,” Gülen Conference In Melbourne: From Dialogue to Collaboration: The Vision of Fethullah Gülen and Muslim-Christian Relations. 44 Kath Engebretson, “Muslims, Catholics and the Common Purpose of Justice and Peace,” Ibid. 45 Neil Ormerod, “Secularisation: A Matter of Common Interest and Concern for Muslims and Christians,” Ibid. 46 Polat, “Gülen-Inspired Schools in Australia: Educational Vision and Funding,” 1.