Analisis Perilaku Petugas dalam Pelaksanaan Program Pengembangan Manajemen Upaya Kesehatan Kerja (UKK) di Puskesmas Kota Medan Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2013

(1)

ANALISIS PERILAKU PETUGAS DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN MANAJEMEN UPAYA KESEHATAN KERJA

(UKK) DI PUSKESMAS KOTA MEDAN DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

SUSILAWATI 117032242/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


(2)

THE ANALYSIS ON PERSONNEL’S BEHAVIOR IN IMPLEMENTING MANAGEMENT DEVELOPMENT PROGRAM OF WORK HEALTH EFFORT (UKK) AT MEDAN HEALTH CENTER IN THE WORKING

AREA OF MEDANDISTRICT HEALTH CENTER, IN 2013

THESIS

By

SUSILAWATI 117032242/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ANALISIS PERILAKU PETUGAS DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN MANAJEMEN UPAYA KESEHATAN KERJA

(UKK) DI PUSKESMAS KOTA MEDAN DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

DiajukanSebagai Salah SatuSyarat

UntukMemperolehGelar Magister Kesehatan (M.Kes) Dalam Program Studi S2 IlmuKesehatanMasyarkat

MinatStudiKesehatanKerja PadaFakultasKesehatanMasyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SUSILAWATI 117032242/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


(4)

Judul Tesis : ANALISIS PERILAKU PETUGAS DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN MANAJEMEN UPAYA KESEHATAN KERJA (UKK) DI PUSKESMAS KOTA MEDAN DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2013

NamaMahasiswa : SUSILAWATI

NomorIndukMahasiswa : 117032242 /IKM

Program Studi : S2 IlmuKesehatanMasyarakat MinatStudi : KesehatandanKeselamatanKerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc) (

Ketua Anggota

Ir. Kalsum.M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS PERILAKU PETUGAS DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN MANAJEMEN UPAYA KESEHATAN KERJA (UKK) DI

PUSKESMAS KOTA MEDAN DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2014

SUSILAWATI 117032242/IKM


(6)

ABSTRAK

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Mengingat tingginya risiko kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja maka perlu dilaksanakannya Upaya Kesehatan Kerja (UKK) di wilayah kerja Puskesmas. Berdasarkan studi pendahuluan masih ditemukan masalah mengenai Pelaksanaan Manajemen UKK (Upaya Kesehatan Kerja) di Puskesmas Kota Medan Dinas Kesehatan Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku petugas dalam pelaksanaan manajemen Upaya Kesehatan Kerja (UKK) di Puskesmas Kota Medan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2013.

Jenis penelitian ini adalah penelitian Kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kedai Durian, Puskesmas Amplas, Puskesmas Medan Deli dan Puskesmas Medan Labuhan. Jumlah sampel adalah 8 orang yang terdiri dari kepala puskesmas, dan petugas pengelola program kesehatan kerja puskesmas yang diambil secara azas kecukupan. Data dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam dan observasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan dalam hal pemahaman, atau wawasan terhadap program Upaya kesehatan kerja (UKK) masih ada yang belum memahami secara lebih mendalam. Dalam hal ini pengetahuan sangat berpengaruh dalam memberikan kebijakan program dan peningkatan kinerja pada Program Upaya Kesehatan kerja di Puskesmas. Selain itu juga mereka memiliki sikap yang mendukung tentang pelaksanaan program upaya kesehatan kerja (UKK), namun ada sikap yang kurang mendukung pada Program Upaya Kesehatan Kerja yang di sebabkan oleh faktor beban kerja dan kurang berkompetennya SDM yang ada, dan mereka mengeluhkan tentang kurangnya sarana dan prasarana yang ada di lapangan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya yang ada di lapangan. Selain itu kepada pihak puskesmas untuk selalu melakukan konsultasi kepada pengambil keputusan mulai dari Dinas Kesehatan Kab/Kota sampai lintas sektor di Kecamatan untuk membuat kebijakan atau peraturan terkait program kesehatan kerja.


(7)

ABSTRACT

Puskesmas (Public Health Center) constitutes a technical implementer unit of a district/town Health Service which is responsible for performing health development in its working area. Due to the high risk of health and work safety of employees, UKK (Work Health Effort) in the working area of Puskesmas needs to be implemented. Based on the preliminary study, it was found that there was a problem in the implementation of UKK management at Medan Puskesmas in the working area of Medan Health Service. The objective of the research was to analyze the personnel’s behavior in implementing UKK management at Medan Puskesmas in the working area of Medan Health Service, in 2013.

The research was a qualitative study. It was conducted at Kedai Durian Puskesmas, Amplas Puskesmas, Medan Deli Puskesmas, and Medan Labuhan Puskesmas. There were eight samples which consisted of the heads of Puskesmas and the personnel who managed work health program, using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting in-depth interviews and observation.

The result of the research showed that the informants’ knowledge of understanding or insight in the UKK program was not profound enough. In this case, knowledge was very influential in making the program policy and the improvement of performance of UKK program in Puskesmas, Besides that, they also had positive attitude about the implementation of UKK program, although this effort was not sufficient because the work load factor and the incompetence of human resources since they complained about the lack of equipment and infrastructure in the field. It is recommended that the Health Service of Medan improve the capability of human resources in the field, and the management of Puskesmas consult District/Town Health Service up to inter-sector in Subdistricts regularly in making the policy and regulations related to work health program.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Analisis Perilaku Petugas dalam Pelaksanaan Program Pengembangan Manajemen Upaya Kesehatan Kerja (UKK) di Puskesmas Kota Medan Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, selaku Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc selaku Ketua Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing Ir. Kalsum. M.Kes atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan perhatian selama proses proposal hingga tesis ini selesai.

5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku ketua Tim Penguji dan Anggota Komisi Penguji, Siti Khadijah Nasution, S.KM, M.Kes yang telah memberikan saran dan bimbingan selama penulisan tesis ini.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan ijin penelitian di wilayah Puskesmas.

7. Kepala Puskesmas Medan Amplas, Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Medan Labuhan, dan Puskesmas Kedai Durian, yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dalam pengambilan data dan informasi penelitian.

8 Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan waktu dan kesempatan dalam menyelesaikan penelitian.

10. Teristimewa buat suami tercinta Aiptu Deddy Kurniawan S.E, beserta anakku terkasih Agung Wiradhana dan Varissa Rikaz Putri yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.


(10)

11. Orang tuaku tercinta, Almarhum H.Tutur Supriadi dan Ibunda Hj.Sudiyatni yang telah memberikan kasih sayang, pertolongan dan doa selama ini.

12. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2011 Minat studi Kesehatan Kerja.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Maret 2014 Penulis

Susilawati 117032242/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Susilawati, lahir pada tanggal 13 November Tahun 1973 di Membang Muda Kabupaten Labuhan Batu Utara, anak dari pasangan Ayahanda H. Tutur Supriadi dan Ibunda Hj.Sudiyatni.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Membang Muda tamat Tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama SMPN I Aekkanopan tamat Tahun 1989, Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas Negri 1 Aekkanopan tamat Tahun 1992, D3 Keperawatan YBS Medan Tamat Tahun 1995, AKTA Mengajar III UNIMED tamat Tahun 1996, Sarjana kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tamat Tahun 2004.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan pendidikan tahun 2014.

Pada tahun 1997 penulis bekerja sebagai staf Pengajar Akademi Keperawatan Helvetia Medan.Pada Tahun 1998 Penulis bekerja sebagai staf Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara seksi Pelayanan Kesehatan Dasar sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...

ABSTRACT ... . KATA PENGANTAR ... RIWAYAT HIDUP ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ...

i ii iii vi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Perilaku ... 10

2.1.1. Pengetahuan ... 13

2.1.2. Sikap ... 17

2.1.3. Praktek ... 21

2.2. Puskesmas ... 22

2.3. Upaya Kesehatan Kerja ... 24

2.3.1. Kapasitas Kerja ... 25

2.4. Manajemen Upaya Kesehatan Kerja ... 27

2.5. Kesehatan Kerja ... 31

2.5.1. Komitmen Dan Kebijakan Di Puskesmas ... 39

2.5.2. Pelaksanaan Kesehatan Kerja Di Puskesmas ... 43

2.6. Landasan Teori ... 49

2.7. Landasan Berfikir Penelitian ... 49

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 50

3.1. Jenis Penelitian ... 50

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 50

3.2.1.Lokasi Penelitian ... 51

3.2.2.Waktu Penelitian ... 51

3.3. Informan Penelitian ... 51

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 52

3.5. Metode Analisis Domain ... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54


(13)

4.1.1. Letak Geografis ... 54 4.2. Karakteristik Informan ... 56 4.3. Hasil Wawancara Mendalam ... 57

4.3.1. Analisis Pengetahuan Mengenai Program Upaya Kesehatan Kerja ... 57

4.3.1.1. Distribusi Pemahaman tentang Tujuan dan sasaran Program Upaya Kesehatan

Kerja……… 58

4.3.1.2. Distribusi tentang Kegiatan yang Sudah Dilakukan dalam Perencanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas ... 59 4.3.1.3. Distribusi tentang Pelaksanaan Sosialisasi

yang Sudah Dilakukan dalam Pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas .. 60 4.3.1.4. Distribusi Pengetahuan tentang Program

Upaya Kesehatan Kerja ... 61 4.3.1.5 Distribusi Pemahaman dan Sosialisasi

tentang Program Upaya Kesehatan Kerja 63 4.3.1.6. Distribusi tentang Sejauhmana

Pelaksanaan yang Sudah Dilakukan Untuk Meningkatkan Program Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas ... 64 4.3.1.7. Analisis Tupoksi Mengenai Pelaksanaan

Program Upaya Kesehatan Kerja ... 4.3.1.8. Monitoring dan Evaluasi dalam

Pelaksanaan Program Upaya Kesehatan Kerja ...

65

67 4.3.1.9. Distribusi tentang Hambatan dalam

Pelaksanaan Program Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas ... 4.3.1.10. Distribusi tentang Kebijakan Program

Upaya Kesehatan Kerja yang Sudah Dilakukan ... 4.3.1.11. Distribusi tentang Harapan untuk

Mendapatkan Dukungan dalam Pelaksanaan Program Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas ... 4.3.1.12. Distribusi tentang Tanggapan Sebagai

Penanggung Jawab dalam Pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas .. .

68

69

70


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ...75

5.1. Perencanaan Manajemen Program Upaya Kesehatan Kerja 76 5.2. Pelaksanaan Program Upaya Kesehatan Kerja ... 5.3. Pengetahuan Informan Mengenai Program UKK ... 5.4. Sikap Informan Mengenai Program UKK ... 78 78 81 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN ...


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Distribusi Karakteristik Informan ... 56 4.2. Matriks Pemahaman Mengenai Tujuan dan Sasaran tentang Program

tentang Program Upaya Kesehatan Kerja ... 58 4.3. Matriks Perencanaan yang Sudah Dilakukan dalam Upaya Kesehatan

Kerja ... 59 4.4. Matriks Pelaksanaan Sosialisasi yang Sudah Dilakukan dalam

Pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas ... 60 4.5. Matriks Pengetahuan Program Upaya Kesehatan Kerja

di Puskesmas ... 62 4.6. Matriks Pemahaman mengenai Program Upaya Kesehatan Kerja ... 63 4.7. Matriks Sejauhmana Pelaksanaan Program Upaya Kesehatan di

Puskesmas………... ... 64 4.8. MatriksSikap Informan dalam Pelaksanaan Program Upaya

Kesehatan Kerja di Puskesmas ... 66 4.9. Matriks Monitoring dan Evaluasi dalam Pelaksanaan Program Upaya

Kesehatan Kerja di Puskesmas ... 67 4.10. Matriks Hambatan dalam Pelaksanaan Program Upaya Kesehatan

Kerja di Puskesmas ... 68 4.11 Matriks Kebijakan Program Upaya Kesehatan Kerja ... 69 4.12 Matriks Harapan untuk Mendapatkan Dukungan dalam Pelaksanaan

Program Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas ... 71 4.13 Matriks Tanggapan sebagai Penanggung Jawab dalam Pelaksanaan

Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas ... 72 4.14 Matriks Sikap Informan dalam Pelaksanaan Program Upaya


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Landasan Teori ... 49 2.1. Alur Berfikir Penelitian ... 49


(17)

ABSTRAK

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Mengingat tingginya risiko kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja maka perlu dilaksanakannya Upaya Kesehatan Kerja (UKK) di wilayah kerja Puskesmas. Berdasarkan studi pendahuluan masih ditemukan masalah mengenai Pelaksanaan Manajemen UKK (Upaya Kesehatan Kerja) di Puskesmas Kota Medan Dinas Kesehatan Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku petugas dalam pelaksanaan manajemen Upaya Kesehatan Kerja (UKK) di Puskesmas Kota Medan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2013.

Jenis penelitian ini adalah penelitian Kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kedai Durian, Puskesmas Amplas, Puskesmas Medan Deli dan Puskesmas Medan Labuhan. Jumlah sampel adalah 8 orang yang terdiri dari kepala puskesmas, dan petugas pengelola program kesehatan kerja puskesmas yang diambil secara azas kecukupan. Data dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam dan observasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan dalam hal pemahaman, atau wawasan terhadap program Upaya kesehatan kerja (UKK) masih ada yang belum memahami secara lebih mendalam. Dalam hal ini pengetahuan sangat berpengaruh dalam memberikan kebijakan program dan peningkatan kinerja pada Program Upaya Kesehatan kerja di Puskesmas. Selain itu juga mereka memiliki sikap yang mendukung tentang pelaksanaan program upaya kesehatan kerja (UKK), namun ada sikap yang kurang mendukung pada Program Upaya Kesehatan Kerja yang di sebabkan oleh faktor beban kerja dan kurang berkompetennya SDM yang ada, dan mereka mengeluhkan tentang kurangnya sarana dan prasarana yang ada di lapangan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya yang ada di lapangan. Selain itu kepada pihak puskesmas untuk selalu melakukan konsultasi kepada pengambil keputusan mulai dari Dinas Kesehatan Kab/Kota sampai lintas sektor di Kecamatan untuk membuat kebijakan atau peraturan terkait program kesehatan kerja.


(18)

ABSTRACT

Puskesmas (Public Health Center) constitutes a technical implementer unit of a district/town Health Service which is responsible for performing health development in its working area. Due to the high risk of health and work safety of employees, UKK (Work Health Effort) in the working area of Puskesmas needs to be implemented. Based on the preliminary study, it was found that there was a problem in the implementation of UKK management at Medan Puskesmas in the working area of Medan Health Service. The objective of the research was to analyze the personnel’s behavior in implementing UKK management at Medan Puskesmas in the working area of Medan Health Service, in 2013.

The research was a qualitative study. It was conducted at Kedai Durian Puskesmas, Amplas Puskesmas, Medan Deli Puskesmas, and Medan Labuhan Puskesmas. There were eight samples which consisted of the heads of Puskesmas and the personnel who managed work health program, using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting in-depth interviews and observation.

The result of the research showed that the informants’ knowledge of understanding or insight in the UKK program was not profound enough. In this case, knowledge was very influential in making the program policy and the improvement of performance of UKK program in Puskesmas, Besides that, they also had positive attitude about the implementation of UKK program, although this effort was not sufficient because the work load factor and the incompetence of human resources since they complained about the lack of equipment and infrastructure in the field. It is recommended that the Health Service of Medan improve the capability of human resources in the field, and the management of Puskesmas consult District/Town Health Service up to inter-sector in Subdistricts regularly in making the policy and regulations related to work health program.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan dan penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi.

Sebagai Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) puskesmas mempunyai tanggung jawab untuk menyelenggarakan program pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dan mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat termasuk kepada masyarakat pekerja (Depkes RI, 2004).

Tujuan upaya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi tingginya, dalam rangka mencapai visi “Indonesia Sehat 20015” (Depkes RI, 2009).

Untuk mencapai tujuan tersebut, Puskesmas harus menyelenggarakan 3 (tiga) fungsi yaitu : (1) sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, (2) sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, dan (3) sebagai pusat pelayanan kesehatan


(20)

Puskesmas dalam melaksanakan fungsinya sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama, yaitu salah satunya dengan melaksanakan upaya pelayanan kesehatan kerja kepada masyarakat pekerja beserta keluarganya. Upaya kesehatan kerja mempunyai upaya yang sangat penting dalam proses pemberdayaan masyarakat yaitu : melalui pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat sesuai dengan lingkungan sosial pekerja setempat, agar masyarakat pekerja dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan kerja serta mengenali bahaya atau potensi bahaya di tempat kerja. Sehingga masyarakat pekerja menghasilkan kesehatan kerja yang optimal dan meningkatkan produktifitas kerjanya. Upaya kesehatan kerja berperan dalam proses peningkatan kualitas tenaga kesehatan agar lebih responsif dan mampu memberdayakan kliennya, sehingga akan tercapai pelayanan kesehatan kerja yang bermutu, adil dan merata (Depkes RI, 2004).

UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan khususnya bab XII kesehatan kerja pada pasal 164-166, secara tegas menyatakan tentang tujuan, sasaran, peran dan tanggung jawab pemerintah, kewajiban dan tanggung jawab pengelola tempat kerja, pengusaha dan kewajiban pekerja dalam upaya kesehatan kerja. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan dalam rangka mewujudkan produktifitas kerja yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah wajib membina dan melaksanakan upaya kesehatan kerja dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat khususnya masyarakat pekerja (Kemkes RI, 2011).


(21)

Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya pemberian perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang bertujuan untuk memeliharan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja, mencegah timbulnya gangguan kesehatan, melindungi pekerja dari bahaya kesehatan serta menempatkan pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja. Upaya kesehatan kerja mencakup kegiatan pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian di bidang kesehatan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit termasuk pengendalian faktor resiko, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan termasuk pemulihan kapasitas kerja (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan permasalahan di atas tentunya kita perlu menyadari bahwa dalam lingkup pekerjaan di bidang kesehatan mempunyai banyak risiko terhadap para pekerjanya. Sehingga muncul pertanyaan dalam benak kita bagaimana pula dengan lingkup pekerjaan lain yang bukan bidang kesehatan. Kalau kita lihat dari gambaran masalah kesehatan kerja yang mencakup angka kesakitan dan kematian akibat kerja dan akibat hubungan kerja dari International Labaour Organization (ILO) yaitu 1,2 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (PAHK). Dari 250 juta kecelakaan, 3.000.000 orang meninggal dan sisanya meninggal karena PAHK. Diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya (Depkes RI, 2005).

Untuk besaran masalah kesehatan kerja yang menyangkut angka kesakitan dan kematian akibat kerja dari beberapa penelitian diperoleh gambaran bahwa lebih


(22)

masuknya zat kimia melalui kulit dan pernafasan. Nelayan penyelam tradisional di Pulau Bungin, NTB menderita nyeri persendian 57,5% dan gangguan pendengaran 11,3%. Pandai besi menderita gangguan/pengurangan tajam pendengaran 30-54%. Dan penyelam tradisional menderita kelainan pernafasan berupa sesak nafas (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas menyatakan bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Mengingat tingginya risiko kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja dan adanya amanat dalam Undang-Undang untuk menerapkan kesehatan kerja di tempat kerja, maka perlu dilaksanakannya Upaya Kesehatan Kerja di wilayah kerja Puskesmas (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas (Depkes RI, 2004), disebutkan bahwa program kesehatan kerja merupakan program upaya pengembangan Puskesmas, yang mengandung arti bahwa upaya kesehatan yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Dan Undang-undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa daerah diberi wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional. Sebagai penjabaran lebih lanjut telah di keluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2000 tentang


(23)

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Salah satunya bidang kesehatan termasuk kesehatan kerja menjadi kewenangan daerah yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten / Kota.

Program Upaya Kesehatan Kerja (UKK) dalam penyelenggaraan di Dinas Kesehatan Kota Medan ditetapkan sebagai program Upaya Kesehatan Pengembangan di Puskesmas. Dan pada tahun 2010, dari 39 Puskesmas yang ada di kota Medan, 4 diantaranya telah dibina dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja. Adapun puskesmas tersebut adalah Puskesmas Amplas, Puskesmas Kedai Durian, Puskesmas Medan Deli dan Puskesmas Medan Labuhan.

Pemilihan keempat puskesmas tersebut untuk dibina pada tahap pertama adalah karena puskesmas tersebut memenuhi kriteria, yaitu puskesmas yang memilki wilayah kerja yang luas dan terletak di daerah sentral industri yang banyak pekerja formal dan informalnya.

Upaya Kesehatan Kerja Puskesmas Kota Medan saat ini dikelola oleh seorang petugas pengelola program kesehatan kerja Puskesmas. Petugas tersebut mendapat surat tugas berupa surat keputusan dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan dan telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan tentang penatalaksanaan program kesehatan kerja berdasarkan buku Pedoman Pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas dari Direktorat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


(24)

Puskesmas yaitu pertemuan/ koordinasi dalam rangka pembinaan Upaya Kesehatan Kerja (UKK). (2) Dibagikannya buku pedoman pelaksanaan program kesehatan kerja dari Kementerian Kesehatan RI, buku pedoman UKK di Puskesmas tidak disosialisasikan dan dilaksanakan kepada pengelola program. (3) Supervisi oleh Dinas Kesehatan Kota Medan. (4) Pembentukan petunjuk penyelenggaraan kegiatan Pos UKK oleh Dinas Kesehatan Kota Medan.

Keikutsertaan seseorang di dalam suatu aktifitas dalam pengelolaan program upaya kesehatan kerja di Puskesmas sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, sikap dan praktek dari pelakunya. Pengetahuan terhadap manfaat suatu kegiatan dalam program akan menyebabkan seseorang mempunyai sikap yang positif. Karena keberhasilan suatu kegiatan sangat dipengaruhi oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan dan sikap yang positif (Notoatmodjo, 2003).

Hasil studi pendahuluan pada pengelola program kesehatan kerja di puskesmas kota Medan diperoleh sebagai berikut : (1) Upaya pelayanan kesehatan kerja di puskesmas telah dilaksanakan tetapi belum ada pencatatan data penyakit akibat kerja, penyakit akibat hubungan kerja dan kecelakaan akibat kerja. Pada pemeriksaan, belum digunakan formulir diagnosis penyakit akibat kerja. (2) Sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan kerja di puskesmas belum sesuai dengan standar format pelayanan kesehatan kerja dasar. Berdasarkan standar kesehatan kerja pada format harus mencantumkan (jenis pekerjaan formal dan informal, jumlah pekerja, bahaya potensial, angka gangguan kesehatan dan kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan). (3) Pelayanan kesehatan kerja terhadap


(25)

pekerja sektor formal dan non formal dilaksanakan namun sebatas pengobatan penyakit, seharusnya bila pada hasil pemeriksaan ternyata ada hubungan atas penyakit menular lainnya maka dilakukan tindakan lanjut pemantauan ke tempat kerja untuk memberikan penyuluhan mencegah timbulnya penyakit/ kecelakaan kerja.

Dengan kegiatan yang sudah dilakukan, petugas puskesmas yang menangani kegiatan upaya kesehatan kerja menganggap bahwa program upaya kesehatan kerja merupakan program puskesmas secara keseluruhan sehingga tidak perlu dilaksanakan secara khusus. Beberapa petugas pengelola program beranggapan ketidakmampuan petugas dalam melaksanakan kegiatan disebabkan keterbatasan pengetahuan petugas dalam kemampuan menyusun tujuan kegiatan dan proses manajemen program. Petugas beranggapan bahwa kegiatan pelayanan kesehatan kerja hanya melayani pekerja yang datang ke puskesmas. Selanjutnya petugas menjawab bahwa untuk menentukan penyakit akibat kerja (PAK), penyakit akibat hubungan kerja (PAHK) dan kecelakaan akibat kerja (KAK) adalah sama dengan penentuan penyakit pada umumnya. Petugas puskesmas mengatakan kurangnya sarana dan peralatan penunjang kegiatan merupakan bagian dari terhambatnya praktek program kesehatan kerja di puskesmas.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk menganalisis sejauh mana perilaku pelaksanaan Manajemen Upaya Kesehatan Kerja (UKK) di Puskesmas Kota Medan Dinas Kesehatan Kota Medan.


(26)

1.2. Permasalahan

Bertolak dari latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana Perilaku Petugas dalam Pelaksanaan Manajemen Upaya kesehatan Kerja (UKK) di Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Medan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis perilaku petugas dalam pelaksanaan manajemen Upaya Kesehatan Kerja (UKK) di Puskesmas Kota Medan Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perbaikan selanjutnya :

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan landasan kebijakan Kepala Dinas Kesehatan dalam strategi pengembangan manajemen upaya kesehatan kerja di puskesmas yang berada di wilayah Kota Medan.

2. Bagi Puskesmas Kota Medan

a. Pada umumnya dan bagi puskesmas yang menjadi lokasi penelitian yaitu Puskesmas Kedai Durian, Puskesmas Amplas, Puskesmas Medan Deli dan Puskesmas Medan Labuhan. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk


(27)

meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek petugas pengelola program dalam manajemen pengelolaan upaya kesehatan kerja di Puskesmas.

b. Penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi petugas puskesmas dalam pengembangan manajemen pengelolaan upaya kesehatan kerja di Puskesmas. 3. Bagi peneliti

a. Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai pelaksanaan program Upaya Kesehatan Kerja ( UKK)

b. Sebagai bahan perbandingan dan acuan dalam melakukan penelitan tentang topik yang sama.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Perilaku

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan praktek. Perilaku manusia dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek yaitu: aspek fisik, aspek psikis dan aspek sosial. Secara terinci merupakan bagian refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti: pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat (Notoadmodjo, 2003).

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt bahavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain itu diperlukan pula faktor dukungan (support) dari pihak lain (Niti Soemito, 1996).

Tingkatan dalam perilaku yaitu : a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan perilaku tingkat pertama.

b. Respon Terpimpin (Guided Respon)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator perilaku tingkat dua.


(29)

c. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai perilaku tingkat tiga.

d. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu perilaku atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikan sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan menabsorbsi tindakan atau kegiatan responden. Menurut Gibson (1987), bertahun tahun membangun teori dan penelitian, disepakati bahwa : (1) perilaku adalah akibat, (2) perilaku diarahkan oleh tujuan, (3) perilaku yang bisa diamati dapat diukur, (4) perilaku yang tidak dapat secara langsung diamati (misalnya berpikir dan mengawasi) juga penting dalam mencapai tujuan, (5) perilaku dimotivasi atau didorong.

Sementara yang dimaksud dengan perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang mencakup teori, metode dan prinsip-prinsip dari berbagai disiplin ilmu guna mempelajari persepsi individu, nilai-nilai, kapasitas pembelajaran individu dan tindakan-tindakan saat bekerja dalam kelompok dan di dalam organisasi secara


(30)

keseluruhan. Perilaku ini bertujuan untuk menganalisa akibat lingkungan eksternal terhadap organisasi dan sumber dayanya, misi, sasaran dan strategi (Gibson, 1987).

Teori Green (1991) menyebutkan ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok, yaitu :

a. Faktor Penentu (predisposing factors), yaitu meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi seseorang yang menjadi dasar motivasi individu atau kelompok untuk bertindak. Dengan meningkatnya pengetahuan seseorang tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan terhadap program kesehatan kerja mungkin diperlukan sebelum dilakukan praktek kesehatan kerja. Praktek kesehatan kerja yang diinginkan belum tentu terwujud kecuali seseorang menerima petunjuk cukup kuat dari yang memotivasi untuk bertindak atas dasar pengetahuan kesehatan kerja yang dimiliki.

b. Faktor pendukung (enabling factors), meliputi keterampilan dan sumber daya yang diperlukan untuk menunjang perilaku. Sumber daya tersebut dapat meliputi tersedianya fasilitas kesehatan, petugas kesehatan, tersedianya sarana dan prasarana untuk menujang keberhasilan program.

c. Faktor pendorong (reinforcing factors), yaitu faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap dan perilaku yang lain.

Menurut Bloom (1978) dalam Notoatmodjo (2003) disebutkan bahwa, perilaku seseorang terdiri dari 3 (tiga) bagian penting yaitu : 1) kognitif, 2) afektif dan 3)


(31)

psikomotor. Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif diukur dari sikap atau tanggapan dan psikomotori diukur melalui praktek yang dilakukan.

Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar individu. Faktor dari dalam individu mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, sikap, emosi, dan motivasi yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor dari luar individu meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, interaksi manusia, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah manusia melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba namun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekamto, 1997); (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan dapat diperoleh dari proses belajar yang dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan yang Diperoleh. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kemampuan menyerap, menerima dan mengadopsi informasi yang didapat.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (over behavior). Adanya perubahan perilaku baru pada seseorang merupakan suatu proses yang komplek dan memerlukan waktu


(32)

mengadopsi perilaku baru maka harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya maupun terhadap keluarga atau orang lain.

Kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun pendidikan, dan ketrampilan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya jenis pendidikan, kurikulum, pengalaman praktek dan latihan.

Pengetahuan terdiri dari fakta, konsep generalisasi dan teori yang memungkinkan manusia dapat memahami fenomena dan memecahkan masalah. Menurut Gibson (1987), ada 4 (empat) cara memperoleh pengetahuan yaitu: 1) melalui pengalaman pribadi secara langsung atau berbagai unsur sekunder yang memberi berbagai informasi yang sering kali berlawanan satu dengan yang lain; 2) mencari dan menerima penjelasan-penjelasan dari orang tertentu yang mempunyai penguasaan atau yang dipandang berwenang; 3) penalaran deduktif; 4) pencarian pengetahuan yang dimulai dengan melakukan observasi terhadap hal-hal khusus atau fakta yang kongkrit (induktif).

Menurut Purwanto (1987), berpikir merupakan suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan, atau berpikir dianggap sebagai suatu proses kognitif yaitu aktivitas internal untuk memperoleh pengetahuan. Disebutkan bahwa perilaku seseorang terdiri tiga bagian penting yaitu : 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Perilaku seseorang yang terukur dari pengetahuan, sikap dan praktek dapat dijelaskan yaitu bahwa pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber,


(33)

misalnya: media masa, media elektronik, buku petunjuk petugas kesehatan, media cetak, kerabat terdekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut.

Tingkat pengetahuan manusia adalah suatu keadaan yang merupakan hasil dari pusat sistem pendidikan yang akan mendapatkan pengalaman dimana kelak akan memberikan tingkat pengetahuan dan kemampuan tertentu (Purwanto, 1987).

Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang. Pengetahuan tersebut mempunyai 6 (enam) tingkatan sebagai berikut :

1) Know (Tahu)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu obyek yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu ”tahu” adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2) Comprenhension (Memahami)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang telah di ketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3) Application (Aplikasi)


(34)

Aplikasi yang dimaksud sebagai aplikasi penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip.

4) Analysis (Analisis)

Analisis dimaksudkan adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Syntesis ( Sintesis )

Sintesis diarahkan kepada kemampuan menghubungkan bagian ke dalam bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada.

6) Evaluation (Evaluasi)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi (penilaian) terhadap suatu materi atau obyek di mana penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru di dalam diri, seseorang tersebut terjadi proses diantaranya:

a. Awareness atau kesadaran, yaitu dimana seseorang sebelumnya sudah

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.

b. Interest atau merasa tertarik, yaitu ada perasaan tertarik terhadap stimulus (obyek) di sini sikap subyek sudah mulai muncul


(35)

c. Evaluation atau menimbang sesuatu terhadap baik dan tidaknya stimulus pada dirinya, ini berarti sikap responden sudah lebih baik

d. Trial dimana subyek sudah mulai melakukan sesuatu sesuai apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikap terhadap stimulus 2.1.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sikap hanya bisa ditafsirkan dari perilaku yang nampak. Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya. Sikap merupakan respon evaluatif berdasarkan pada proses evaluasi diri disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Gibson (1987), sikap adalah determinan perilaku, sebab sikap berkaitan dengan kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang diberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek-obyek, dan keadaan. Definisi sikap mempunyai implikasi tetentu pada seseorang yaitu: (1) sikap dapat dipelajari, (2) sikap mendefinisikan predisposisi


(36)

hubungan antar pribadi dan identifikasi dengan yang lain, (4) sikap diatur dan dekat dengan inti kepribadian.

Sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon secara positif atau negatif terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung sesuatu penilaian emosional / afektif, kognitif dan perilaku (Gibson, 1987).

Notoatmodjo (2003) membagi sikap dalam 4 (empat) tingkatan yaitu :

1) Menerima (Receiving), diartikan sebagai manusia (subyek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2) Merespon (responding), artinya memberikan suatu tanggapan apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan bahwa menunjukan suatu sikap terhadap ide yang diterima. Karena dengan suatu upaya untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan program yang diberikan. terlepas dari benar dan salah, berarti manusia menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing), mengandung arti mengajak orang lain untuk ikut mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah dengan mengukur kemampuan. 4) Bertanggung jawab (responsible), bersedia bertanggung jawab atas sesuatu yang

sudah dipilih dengan segala resikonya.

Manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan atau perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap obyek tertentu. Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi seseorang dalam memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya.


(37)

Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa sikap diartikan sebagai suatu kontrak untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktifitas. Sedangkan sikap seseorang adalah keadaan mudah terpengaruh (predisposisi) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan mental dan keadaan berpikir (neutral) yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek yang diorganisasi melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada perilaku.

Azwar dalam Notoadmodjo (2003) membagi sikap menjadi 3 (tiga) komponen yaitu : a) keyakinan ide dan konsep terhadap suatu obyek, b) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek, dan c) kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Di dalam penentuan sikap yang utuh pengetahuan, berpikir, berkeyakinan dan emosi memegang peranan sangat penting. Komponen afektif diukur dari sikap atau tanggapan, emosi atau perasaan, sedangkan psikomotor cenderung untuk bertindak (praktek) yang dilakukan.

Sikap dapat bersumber dari lingkungan (orang tua, guru, rekan) dengan tidak mengabaikan faktor genetik sebagai faktor predisposisi. Proses pembentukan sikap berlangsung secara bertahap, kemampuan untuk bersikap diperoleh melaui proses belajar. Perubahan sikap bisa berupa penambahan, pengalihan atau modifikasi dari satu atau lebih dari ketiga komponen sikap dengan kemungkinan satu atau dua


(38)

Nilai (value) menyatakan keyakinan dasar yang mengandung unsur pertimbangan seseorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau yang diinginkan. Sumber nilai dari faktor genetik dan faktor lingkungan yang didapat dari pendidikan sewaktu masa anak - anak. Nilai relatif lebih stabil dan tahan lama sehingga sulit untuk diubah bila suatu tertanam sejak lama. Berbeda dengan nilai, sikap kurang stabil sehingga lebih mudah diubah atau dipengaruhi, walaupun pada kenyataannya sikap juga tidak semudah itu cepat berubah (Muches, 1997).

Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya adalah: pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu seseorang (Azwar, 1988).

Menurut Gibson (1987), bahwa sikap dapat menentukan afeksi, kognisi dan perilaku, yaitu :

1) Afeksi, emosi atau perasaan adalah segmen emosional dari sebuah sikap, komponen dari sikap dipelajari dari orang tua, guru, anggota kelompok sebaya. Komponen afektif dapat diukur dengan menggunakan kuesioner yang digunakan untuk mensurvey sikap, melalui pita rekaman, ketika pita rekaman dimainkan, respon emosi dapat diukur dengan reaksi setuju atau tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung dari pernyataan yang ada dipita rekaman, reaksi emosional akan nampak dengan melihat perbedaan pernyataan yang bertentangan.

2) Kognisi, komponen kognisi dari sebuah sikap terdiri dari persepsi, pendapat dan kepercayaan seseorang. Ini mengacu kepada proses berpikir, dengan penekanan


(39)

khusus pada rasionalitas dan logika. Elemen penting dari kognisi adalah kepercayaan yang bersifat penilaian yang dilakukan seseorang. Kepercayaan evaluatif dimanifestasikan sebagai kesan yang baik atau tidak baik yang dilakukan seseorang terhadap obyek.

3) Perilaku, komponen perilaku dari sebuah sikap mengacu kepada kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau sesuatu dengan cara tertentu, misalnya : ramah, hangat, agresif atau apatis. Beberapa tindakan dapat diukur atau dinilai untuk memeriksa komponen perilaku dari sikap. Teori komponen afektif (emosional), kognitif (pemikiran) dan perilaku sebagai determinan sikap dan perubahan sikap mempunyai implikasi yang nyata.

2.1.3 Praktek

Menurut theory of Reasoned Action, praktek dipengaruhi kehendak sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma obyektif. Sikap sendiri dipengaruhi keyakinan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan serta motivasi mentaati pendapat tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Praktek individu terhadap suatu obyek dapat dipengaruhi oleh persepsi seseorang tentang kegawatan obyek, kerentanan, faktor sosiopsikologi, faktor sosio demografi, pengaruh media massa, anjuran lain serta perhitungan untung rugi dari prakteknya tersebut. Praktek dapat dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap suatu obyek. Penelitian dari De Werdt mengatakan bahwa ada pengaruh yang kuat


(40)

Pengaruh pengetahuan terhadap praktek dapat bersifat langsung maupun melalui perantara sikap. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk praktek (over behavior). Untuk terwujudnya sikap agar terjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yangmemungkinkan (Notoatmodjo, 2003).

Keikutsertaan seseorang di dalam aktifitas sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, sikap, praktek pelakunya. Pengetahuan terhadapmanfaat suatu kegiatan akan menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap sesuatu hal. Selanjutnya sikap yang positif ini akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004).

Visi pembangunan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2004).


(41)

Indikator kecamatan sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu serta, derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah (Depkes RI, 2004) :

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.

c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2004).

Ada 3 (tiga) fungsi puskesmas yaitu :

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan b. Pusat pemberdayaan masyarakat


(42)

Program Puskesmas merupakan wujud dari pelaksanaan ke tiga fungsi Puskesmas di atas, program tersebut dikelompokan menjadi (Depkes RI, 2004):

a. Upaya Kesehatan Dasar

Upaya kesehatan wajib puskesmas yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan sebagian besar masyarakat serta mernpunyai daya ungkit yang tinggi dalam mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan intemasional yang berkaitan dengan kesakitan, kecacatan dan kematian. Upaya kesehatan dasar tersebut adalah: 1) upaya promosi kesehatan, 2) upaya kesehatan lingkungan dan pemberantasan penyakit menular, 3) upaya kesehatan ibu dan anak termasuk kb, 4) upaya perbaikan gizi, dan 5) upaya pengobatan.

b. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan di pilih dari daftar upaya kesehatan pokok di puskesmas yang telah ada. Yang termasuk upaya kesehatan pengembangan, yaitu : 1) upaya kesehatan sekolah, 2) upaya kesehatan olah raga, 3) upaya kesehatan kerja, 4) upaya perawatan kesehatan masyarakat, 5) upaya kesehatan gigi dan mulut, dan 6) upaya kesehatan jiwa.


(43)

UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan khususnya bab XII kesehatan kerja pada pasal 164-166, secara tegas menyatakan tentang tujuan, sasaran, peran dan tanggung jawab pemerintah, kewajiban dan tanggung jawab pengelola tempat kerja, pengusaha dan kewajiban pekerja dalam upaya kesehatan kerja. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan dalam rangka mewujudkan produktifitas kerja yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah wajib membina dan melaksanakan upaya kesehatan kerja dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat khususnya masyarakat pekerja

Upaya Kesehatan Kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan pemenuhan persyaratan kesehatan kerja. Upaya kesehatan kerja pada hakikatnya merupakan penyerasian kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja, dengan keserasian diantara ketiganya diharapkan kinerja akan meningkat. Kinerja akan terwujud dalam bentuk antara lain peningkatan produktivitas, peningkatan kreatifitas, atau penghematan waktu kerja.

2.3.1. Kapasitas Kerja

Kapasitas kerja adalah kemampuan fisik dan mental seseorang untuk melaksanakan pekerjaan dengan beban tertantu secara optimal, diman kapasitas kerja terutama dipenuhi oleh kesehatan umum dan status gizi pekerja, pelatihan dan pendidikan. Tingkat kesehatan dan kemampuan pekerja merupakan modal awal seseorang untuk melaksanakan pekerjaan.


(44)

Beban kerja meliputi kerja fisik dan mental yang dirasakan oleh pekerja dalam melakukan pekerjaan. Kemampuan fisik yang lemah atau beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja dapat menyebabkan gangguan kesehatan, hal ini juga berpengaruh pada prilaku dan hasil kerjanya.

Yang dimaksud lingkungan kerja adalah lingkungan tempat melakukan pekerjaan, meliputi bangunan, peralatan, bahan, orang/pekerja lain dan sebagainya. Apabila faktor lingkungan kerja diabaikan maka dapat mejadi beban tambahan bagi pekerja yang terlibat di dalamnya. Sehingga faktor kesehatan dan kenyamanan lingkungan kerja perlu mendapat perhatian, baik terhadap bahaya potensial, masalah ergonomi, alat pelindung diri maupun hubungan psikososial pekerja yang terlibat di dalamnya.

UU Kesehatan tahun 2009 menentukan 3 kewajiban pengelola tempat kerja, yaitu :

1) Mentaati standar kesehatan kerja yang ditetapkan oleh Pemerintah dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta

2) Bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3) Melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja.

Pekerja diwajibkan oleh Undang-Undang Kesehatan untuk menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan mentaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. Undang-Undang Kesehatan juga menentukan bahwa hasil pemeriksaan


(45)

kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/ instansi yang bersangkutan.

Ketentuan ini dimaksudkan sebagai langkah preventif dalam pemilihan calon pegawai untuk memperoleh pegawai/ pekerja yang memenuhi standar kesehatan yang ditentukan, sehingga produktifitas pekerja optimal (Jamsosindonesia, 2012).

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) juga mengatur ikhwal kesehatan kerja dalam satu paragraf dengan keselamatan kerja. Pengaturan dalam Pasal 86 dan 87 UU Ketenagakerjaan sangat rumit. Dalam pasal tersebut antara lain ditentukan sebagai berikut:

1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja;

2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

3) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

2.4. Manajemen Upaya Kesehatan Kerja

Upaya kesehatan kerja (UKK) ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan


(46)

Pemerintah wajib membina dan melaksanakan upaya kesehatan kerja dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat khususnya masyarakat pekerja (Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Bab XII pasal 164 - 166).

Ruang lingkup upaya kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan lingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis.

Proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :

a) Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik secara fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.

b) Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerja.

c) Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam melakukan pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.

d) Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaan.

Secara umum tujuan dari Upaya Kesehatan Kerja (UKK) adalah untuk meningkatkan kemampuan pekerja untuk menolong dirinya sendiri sehingga terjadi peningkatan status kesehatan dan peningkatan produktifitas kerja melalui upaya kesehatan kerja. Sedangkan tujuan khusus dari Upaya Kesehatan Kerja (UKK) adalah:


(47)

a) Peningkatan kemampuan masyarakat pekerja dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

b) Peningkatan keselamatan kerja dengan mencegah pemajanan bahan bahan yang dapat membahayakan lingkungan kerja dan masyarakat serta penerapan prinsip-prinsip ergonomi.

c) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja informal dan keluarganya yang belum terjangkau pelayanan kesehatan kerja (underserverd).

d) Meningkatkan kemitraan melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan LSM dalam upaya kesehatan kerja.

Para pekerja dalam melakukan pekerjaannya seringkali dihadapkan dengan pajanan yang bisa membahayaan kesehatan. Selain itu sebagai anggota masyarakat para pekerja bisa menderita gangguan kesehatan yang umum terjadi pada masyarakat misalnya penyakit infeksi, penyakit akibat cara hidup yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan dan lain-lain. Sehingga bagi para pekerja perlu mendapatkan upaya pelayanan kesehatan yang lebih khusus dengan pertimbangan adanya bahaya potensial dari tempat kerja, terutama upaya –upaya pencegahan gangguan kesehatan.

Prinsip Dasar Kesehatan Kerja meliputi 3 (tiga) hal utama, yaitu : 1) Upaya Kesehatan Kerja

Upaya kesehatan Kerja (UKK) adalah upaya yang sangat penting untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta


(48)

2) Status Kesehatan Pekerja

Status kesehatan pekerja adalah kondisi kesehatan pekerja pada suatu saat tertentu. Status kesehatan pekerja dipengaruhi oleh 4 faktor penentu, yaitu lingkungan pekerja, perilaku pekerja, pelayanan kesehatan kerja dan faktor genetik. Perilaku kerja dan lingkungan kerja merupakan dua komponen utama dalam menentukan status kesehatan pekerja. Di antara faktor tertentu yang terbesar adalah lingkungan pekerja, kemudian perilaku kerja.

3) Pengkajian Bahaya Potensial di Lingkungan Kerja

Gangguan kesehatan dan kecelakaan sering disebabkan oleh bahaya potensial di tempat kerja. Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan, maka ditempuh 3 langkah utama yaitu: pengenalan, evaluasi dan pengendalian berbagai bahaya potensial ditempat kerja (Depkes RI, 2005).

Sasaran dari upaya kesehatan kerja di puskesmas secara langsung adalah masyarakat pekerja di sektor kesehatan, antara lain : Puskesmas, Balai Pengobatan, Laboratorium Kesehatan, Pos UKK dan jaringan dokter perusahaan bidang kesehatan kerja. Sedangkan sasaran tidak langsung diberikan kepada masyarakat pekerja di berbagai sektor pembangunan, dunia usaha dan LSM.

Strategi Upaya Kesehatan Kerja (UKK) meliputi :

1) Upaya kesehatan kerja bagi pekerja dan keluarganya dikembangkan secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pelayanan kesehatan Puskesmas dan rujukan.


(49)

2) Upaya kesehatan kerja dilakukan melalui pelayanan kesehatan paripurna, yang meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

3) Peningkatan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan melalui peran serta aktif masyarakat dengan menggunakan pendekatan PKMD.

4) Mengembangkan kebijakan dan pemantapan manajemen program kesehatan kerja.

5) Meningkatkan SDM kesehatan kerja.

6) Mengaktifkan jaringan komunikasi efektif lintas disiplin ilmu, lintas lembaga / lintas sektoral dan lintas program.

7) Intensifikasi penatalaksanaan PAK dan PAHK. 8) Surveilan epidemiologi PAK dan PAHK.

9) Pengembangan model lingkungan kerja sehat berbasis wilayah.

10) Menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi spesifik daerah.

11) Menghimpun potensi yang dimiliki para prilaku K3 dalam azas kebersamaan saling menguntungkan.

12) Menerapkan dan membangun kemitraan sebagai landasan kerja dan promosi kesehatan kerja.

13) Proaktif terhadap segala perubahan dalam mengantisipasi dampak globalisasi.


(50)

Program kesehatan kerja merupakan bagian integral dari upaya untuk mencapai visi “Masyarakat Pekerja Sehat dan Produktif“. Visi tersebut mengandung cita-cita bahwa telah terwujud masyarakat pekerja yang bekerja dalam lingkungan kerja yang sehat dan dengan perilaku kerja sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan dan produktivitas yang setinggi tingginya.

Untuk mewujudkan visi tersebut maka misi kesehatan kerja adalah :

a) Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kerja pada insitusi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan baik di pusat, provinsi, dan kabupaten / kota, serta mendorong terbentuknya jaringan pelayanan kesehatan kerja dasar dan rujukan yang sadar mutu.

b) Mendorong upaya terciptanya suasana lingkungan kerja yang sehat.

c) Mendorong kemandirian masyarakat pekerja untuk hidup sehat dan produktif sesuai norma sehat dalam bekerja.

Sedangkan sebagai kebijakan program kesehatan kerja adalah :

a) Menggali sumber daya untuk optimalisasi tugas dan fungsi institusi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan pemerintah maupun swasta di bidang pelayanan kesehatan kerja.

b) Meningkatkan profesionalisme para pelaku dalam pembinaan dan pelayanan kesehatan kerja di pusat,propinsi,kabupaten / kota.

c) Mengembangkan jaringan kerjasama pelayanan kesehatan kerja dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kerja.


(51)

d) Mengembangkan tenaga ahli kesehatan kerja bagi angkatan kerja dan dokter kesehatan kerja sebagai pemberi pelayanan kesehatan utama dengan pelayanan kesehatan paripurna.

e) Mengembangkan kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi.

f) Mendorong agar setiap angkatan kerja menjadi peserta dana sehat /asuransi kesehatan sebagai perwujudan keikutsertaannya dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya.

g) Mengembangkan iklim yang mendorong dunia usaha yang partisipatif dalam kelembagaan K3 di tempat kerja.

h) Mengembangkan peran serta masyarakat pekerja dengan meningkatkan pembentukan UKBM maupun mengaktifkan kegiatan pos UKK yang sudah ada. i) Mengembangkan system informasi manajemen K3 sebagai upaya pemantapan

survailans epidemilogi penyakit dan kecelakaan akibat kerja.

Organisasi adalah sekumpulan orang yang bekerja dan bekerjasama dalam rangka melaksanakan tugas atau tugas-tugas yang ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena merupakan sekumpulan orang yang bekerja dan bekerjasama, maka organisasi pastinya tidak statis, melainkan merupakan entitas (kesatuan) yang dinamis dan dalam berinteraksi sangat dipengaruhi oleh system lingkungan yang penuh dinamika.


(52)

Sedangkan menurut Gibson (1987), organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat di capai oleh individu secara sendiri-sendiri.

Organisasi memang merupakan sesuatu yang harus selalu berubah mengikuti tuntunan lingkungan.Perubahan itu dapat berupa dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi besar, dari besar menjadi kecil, dari ada menjadi tidak ada, atau berupa tugas, fungsi dan susunannya.

Dalam menyelenggarakan kesehatan kerja dijumpai banyak organisasi sebagai pelaku dalam pelaksanaanya, karena ruang lingkup kesehatan kerja sangat multi disiplin dalam keilmuan, maka penyelenggaraanya tidak dapat dilakukan oleh kesehatan kerja, tetapi harus dilakukan secara kemitraan tersebut akan lebih efektif dan efesien apabila juga didasari juga didasari dengan kesetaraan, keterbukaan serta saling menguntungkan.

Sebagai suatu konsekuensi logis dari adanya penerapan otonomi daerah sebagaimana tertuang dalam UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah, UU RI No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat daerah dan PP RI No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonomi, maka penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan kesehatan kerja pada khususnya akan lebih mengarah pada kondisi masing-masing daerah, dan memperhatikan kesepakatan baik di pusat, provinsi dan kabupaten / kota di bidang kesehatan kerja.


(53)

Pengorganisasian dalam penyelenggaraan kesehatan kerja, melibatkan unsur pemerintah, segenap potensi masyarakat, termasuk lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakat, organisasi profesi dan kalangan dunia usaha yang penyelenggaraanya dilakukan secara kemitraan.

Dalam pengorganisasian pelaksanaan di lapangan, upaya kesehatan kerja baik yang bersifat private goods maupun public goods, seyogyanya diselenggarakan secara kemitraan oleh institusi pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta, dunia usaha dan masyarakat pekerja dalam hubungan (kerjasama) berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberi manfaat) atas kesepakatan, prinsip dan peran masing-masing.

Adapun bentuknya tidaklah selalu penyediaan pelayanan kesehatan, namun lebih dari suatu upaya menyeluruh untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja yang paripurna sekaligus memenuhi kebutuhan semua pihak yang terlibat (stake holders).

Kesehatan Kerja dalam lingkup wilayah kerja dan kewenangan masing-masing, yaitu :

1) Pemerintah di tingkat pusat Terdiri dari unsur-unsur :

a) Kementerian Kesehatan

b) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi c) Organisasi Pengusaha seperti Apindo


(54)

e) Pihak terkait lain yang diperlukan sesuai jenis dan bidang pekerjaan antara lain Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan lain-lain.

2) Pemerintahan di tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota

Untuk organisasi di tingkat provinsi dan kabupaten / kota, lain yang terkait disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat. Peran dan fungsi dari masing-masing sebagai berikut :

a) Pemerintah Kabupaten / Kota

i. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja di sarana pelayanan kesehatan pemerintah, swasta, maupun Pos UKK dengan sasaran meliputi semua tempat kerja.

ii. Melakukan penatalaksanaan dan rujukan kasus PAK, PAHK dan KAK di sarana pelayanan kesehatan pemerintah, swasta, maupun Pos UKK dalam Upaya kesehatan kerja.

iii. Menyelenggarakan pelatihan teknis untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia baik terhadap petugas kesehatan pemerintah maupun swasta, serta kader kesehatan kerja dalam pelaksanaan Program Kesehatan kerja.

iv. Melakukan penerapan teknologi tepat guna untuk mengatasi masalah local spesifik yang berbasis pada permasalahan kesehatan kerja.


(55)

v. Melaksanakan surveilans epidemiologi kesehatan kerja termasuk Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan maping area kesehatan kerja. vi. Melaksanakan jaringan kemitraan dan forum komunikasi dengan para

stake holders di kabupaten/kota guna mendukung Program Kesehatan Kerja.

vii. Pengupayakan ketersediaan dukungan sarana dan prasarana, panduan dan alat-alat kesehatan kerja guna mendukung upaya kesehatan kerja.

viii. Menggali sumber dana/pembiayaan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat pekerja.

b) Mekanisme Kerja

i. Pengorganisasian kesehatan kerja di daerah

Ditingkat Provinsi, Gubernur membentuk Tim Pengarah Kesehatan Kerja, yaitu antara lain :

• Di Kesehatan untuk tingkat provinsi, berdasarkan tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan Provinsi. Penanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan kerja. Sedangkan di tingkat Kabupaten / kota bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan kerja adalah Dinas kesehatan Kabupaten / Kota.

• Untuk kemitraan dalam penyelenggaraan K3 pada tingkat provinsi melalui keputusan Gubenur dapat di bentuk Tim pengarah kesehatan


(56)

kerja yang ruang lingkup tugasnya antara lain menyusun rencana kerja dan melakukan koordinasi dan komunikasi kepada semua lintas yang terkait dalam kesehatan kerja. Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota. Melalui keputusan Bupati/Walikota dapat di bentuk tim Pelaksanaan kesehatan kerja dengan ruang lingkup tugasnya antara lain menyusun rencana kerja dan melaksanakan kesehatan kerja.

• Ditingkat masyarakat pekerja telah ada wadah kemitraan yang bersumberdaya masyarakat, yaitu Pos Upaya Kesehatan Kerja.

3) Anggaran

Anggaran sering membuat suatu institusi berpeluang untuk membentuk suatu kerja sama. Anggaran adalah sebuah perencanaan untuk pengalokasian sumber pembiayaan. Pembiayaan dalam kerjasama diperlukan untuk membayar biaya-biaya kegiatan bersama. Masalah penganggaran merupakan mekanisme paling utama untuk pengaturan prioritas dan aktivitas koordinasi berbagai program pemerintah.

Penggunaan anggaran dalam upaya penanggulangan penyakit menular di suatu daerah melalui kerjasama lintas sektor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1991 Pasal 30 menjadi beban anggaran Pemerintah Daerah maupun instansi masing-masing yang terkait. Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan


(57)

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kekurangan anggaran pemerintah daerah dalam upaya penanggulangan penyakit menular dapat dipenuhi berdasarkan alokasi dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) baik berupa Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi khusus (DAK). DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

4) Komitmen

Komitmen merupakan keputusan internal yang membuat seseorang atau organisasi percaya pada kebutuhan perubahan yang akan membuatnya bekerja. Komitmen menjadi mudah dalam suatu lingkungan dimana orang-orang sudah melihat bagian yang berhasil. Dukungan komitmen timbul ketika masing-masing mitra mengetahui harus berbuat apa, bagaimana cara melakukan itu dan kapan pekerjaan harus diselesaikan. Komitmen memerlukan pembagian visi dan tujuan serta penetapan kepercayaan yang lebih tinggi dan tanggung jawab timbal balik untuk


(58)

tujuan bersama. Komitmen merupakan faktor penting bagi keberhasilan kerjasama antar dinas.

2.5.1 Komitmen dan Kebijakan di Puskesmas

Kementerian Kesehatan telah menetapkan 10 program unggulan dalam upaya mencapai Indonesia Sehat 2010, salah satunya adalah keselamatan dan kesehatan kerja, maka pimpinan puskesmas sebagai penanggung jawab dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat secara paripurna juga mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan program keselamatan dan kesehatan kerja kepada seluruh staf bawahannya atau kesehatan kerja di puskesmas itu sendiri. Oleh karena itu perlu adanya komitmen dan kebijakan untuk memberikan perlindungan tersebut dengan penerapan manajemen kesehatan kerja puskesmas.

Sebagai tindak lanjut komitmen dan kebijakan pimpinan puskesmas dalam penyelenggaraan kesehatan kerja, perlu dilakukan beberapa hal antara lain:

1) Mengidentifikasi sumber daya yang ada di puskesmas.

2) Menetapkan tujuan yang jelas sebagai acuan pelaksanaan kesehatan kerja.

3) Sosialisasi program kesehatan dan keselamatan kerja kepada seluruh staf/petugas puskesmas.

4) Membentuk organisasi kesehatan dan keselamatan kerja atau menunjuk tim penanggung jawab kesehatan kerja.

5) Memberi wewenang dan tanggung jawab kepada tim kesehatan kerja.

6) Meningkatkan sember daya manusia (SDM) di bidang kesehatan kerja di puskesmas.


(59)

7) Pimpinan puskesmas melakukan advokasi ke dinas kesehatan kabupaten/ kota untuk mendapatkan dukungan.

8) Puskesmas perlu membuat pedoman kerja dan prosedur pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan mengutamakan upaya peningkatan (promotif dan preventif).

9) Melakukan monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal.

Puskesmas harus membuat perencanaan penerapan sistem manajemen kesehatan kerja dengan sasaran yang jelas dan hasilnya dapat diukur. Perencanaan harus membuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang ditetapkan berdasarkan indentifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko sesuai dengan persyaratan/standar yang berlaku, serta hasil tujuan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja sebelumnya.

Perencanaan indentifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko di puskesmas.

a. Indentifikasi Potensi Bahaya Di Puskesmas

Perencanaan kesehatan kerja di puskesmas terlebih dahulu dengan melakukan indentifikasi potensi bahaya seperti mengenali, menemukan dan menentukan ada atau tidak adanya bahaya yang dapat menimbulkan resiko kesehatan dan keselamatan petugas puskesmas di setiap unit kerja pukesmas, seperti loket pendaftaran, ruang tunggu, ruang poli, ruang rawat inap, ruang obat, laboratorium, gudang dapur, kamar mandi/WC dan lain sebagainya. Di samping


(60)

itu indentifikasi potensi bahaya juga dilakukan terhadap proses kerja dan alat kerja yang digunakan dalam mendukung pekerjaan di puskesmas.

Potensi bahaya atau resiko di tempat kerja dari proses kerja, alat kerja, dan sebagainya, memungkinkan terjadinya penyakit akibat hubungan kerja.penyakit akibat kerja dan kecekaan kerja. Penyakit akibat hubungan kerja dapat terjadi selain kerena pajanan penyakit dari pasien atau pengunjung, dapat juga terjadi akibat prilaku, cara kerja, lingkungan kerja, dan beban kerja petugas di puskesmas.

b. Penilaian Resiko di Puskesmas

Penilaian resiko di puskesmas dilakukan dengan cara indentifikasi potensi bahaya, kemudian melakukan besaran resiko dari potensi bahaya tersebut.

Berdasarkan pada sumber bahaya, sering dan lamanya kontak petugas dan sumber bahaya tersebut.

Dalam melakukan penilaian potensi bahaya, perlu diketahui bahwa setiap resiko kecelakaan dan kesehatan yang ditemukan mempunyai karakteristik tertentu, menurut temoat kerja, proses kerja, dan jenis pekerjaan.

c. Pengendalian Resiko

Cara pengendalian resiko dapat dilakukan sesuai dengan hirarki pengendalian dengan cara seperti :

1) Mengurangi sumber daya yang dapat menimbulkan bahaya.

2) Mengganti alat/prasarana yang mempunya potensi bahaya yang tinggi dengan yang kurang berbahaya.


(61)

3) Mengurangi kontak dengan sumber bahaya.

4) Pengelolaan lingkungan kerja yang sehat dan aman.

5) Adanya aturan atau SOP tentang cara kerja yang baik dan sehat. 6) Adanya pengaturan waktu kerja/shift kerja.

7) Adanya pelatihan bagi petugas puskesmas tentang cara kerja yang sehat dan selamat.

8) Penggunaan alat pelindung diri (APD). 2.5.2 Pelaksanaan Kesehatan Kerja di Puskesmas

Penerapan/pelaksanaan kesehatan kerja di pukesmas meliputi penerapan kesehatan kerja di dalam dan di luar gedung puskesmas. Penerapan kesehatan kerja di pukesmas dilakukan dengan cara :

a. Memberi informasi kepada seluruh petugas puskesmas untuk menjamin pelaksanaan kesehatan kerja di puskesmas, setelah adanya komitmen bersama dalam penerapannya perlu diinformasikan kepada seluruh staf, agar diketahui peran, wewenang dan tanggung jawab dari seluruh petugas puskesmas, antara lain:

1) Tanggung jawab dan wewenang untuk mengambil tindakan dan menginformasikan kepada semua petugas yang terlibat di puskesmas.

2) Pimpinan puskesmas menujuk penanggung jawab kesehatan kerja.

3) Pimpinan puskesmas, pimpinan poliklinik atau tempat kerja lainya bertanggung jawab atas upaya kesehatan kerja pada tempat kerjanya.


(62)

4) Pimpinan puskesmas menerima saran-saran dari ahli kesehatan kerja baik yang berasal dari dinas kesehatan kabupaten/kota dan atau lintas sektor terkait.

5) Petugas yang menangani kagawat daruratan harus mendapat pelatihan kesehatan kerja.

6) Kinerja upaya kesehatan kerja dapat dimasukkan dalam laporan tahuna puskesmas.

7) Pimpinan puskesmas memberikan informasi terbaru mengenai kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja di puskesmas kepada seluruh staf baik dalam rapat staf atau mini lokarya, bila perlu kepada pengunjung dan pasien di puskesmas.

b. Pelatihan petugas/karyawan kesehatan kerja puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kesehatan kerja petugas di puskesmas, perlu di berikan pelatihan kesehatan kerja bagi seluruh petugas baik secara bersamaan atau bergantian.

c. Pelaksanaan kesehatan kerja bagi petugas puskesmas meliputi :

1) Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus pada petugas puskesmas. a) Pemeriksaan awal atau sebelum kerja diberikan kepada pegawai baru

yang akan mulai kerja atau kepada pegawai pindahan atau mutasi dari tempat lain atau antar tempat kerja.

b) Pemeriksaan berkala dilakukan kepada seluruh pegawai puskesmas, dalam pemeriksaan berkala ini paling lama 1 (satu) tahun sekali.


(63)

Sedangkan pada unit tertentu yang mempunyai resiko tinggi sebaiknya dilakukan pemeriksaan berkala 6 (enam) bulan sekali.

c) Pemeriksaan khusus dilakukan kepada pegawai yang mengalami gangguan atau sakit tertentu yang sering kambuh walaupun sudah dilakukan pengobatan.

2) Penerapan Ergonomi

Persamaan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Penerapan ergonomi di puskesmas adalah sebagai berikut:

a) Posisi bekerja dengan duduk, ada beberapa persyaratan :

• Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaan

• Tidak menimbulkan gangguan psikologis

• Dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan memuaskan. b) Posisi bekerja dengan berdiri :

Berdiri dengan posisi yang benar, dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua tungkai.


(64)

Ukuran yang benar akan memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, tetapi akibat postur tubuh yang berbeda, perlu pemecahan masalah terutama peralatan impor dari negara-negara barat, sehinga perlu disesuaikan kembali, misalnya tempat kerja yang harus dilakukan dengan berdiri sebaiknya ditambahi bangku panjang setinggi 10-25 cm agar orang dapat bekerja sesuai dengan tinggi meja dan tidak melelahkan.

d) Penampilan tempat kerja

Mungkin akan menjadi baik dan lengkap bila disertai petunjuk-petunjuk berupa gambar-gambar yang mudah diingat, mudah dilihat setiap saat. e) Mengangkat beban

Terutama di negara berkembang mengangkat beban adalah pekerjaan yang lazim dan sering dilakukan tanpa di fikirkan efek negatifnya, seperti: kerusakan tulang punggung, kelainan bentuk otot kaarna pekerjaan tertentu, prolabsus uteri, prolapsusani ataupun hernia, dll. Penanggulangan permasalahan ergonomi di setiap jenis pekerjaan dapat dilakukan setelah mengetahui terlebih dahulu bagaimana proses kerja dan posisi kerjanya.

f) Sikap tubuh dan bekerja

Sikap tubuh dan bekerja berhubungan dengan tempat duduk, mejaa kerja dan luas pandangan. Untuk merencanakan tempat kerja


(1)

c Puskesmas bersama dengan organisasi, perwakilan perusahaan, dan LSM membuat komitmen bermitra yang legal untuk mengembangkan program upaya kesehatan kerja di wilayah kerja puskesmas.

d Mengusulkan perencanaan berbasis program pengembangan ke Dinas Kesehatan dengan outputnya terealisasi kegiatan upaya kesehatan kerja di puskesmas.

3. Bagi Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Dengan penelitian ini memberikan masukan secara akademis terhadap program kesehatan kerja. Karena program kesehatan kerja merupakan salah satu program pengembangan di puskesmas. Program pengembangan ini tidak kalah penting dengan program wajib yang ada di puskesmas, terutama puskesmas yang berada di wilayah industri.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S. 1997. Dimensi sosial Dalam Pelayanan Kesehatan. Jakarta: PT. Bina Rupa Aksara

Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Jakarta: Binarupa Aksara

Azwar. S. 1988. Sikap Manusia. Jogyakarta: Liberty

---. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Buchori, M. 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Bingin,M.Burhan, 2007.Penelitian Kualitatif :Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainya. Jakarta :Kencana Prenada Media Group.

Budiono, A.M.S, Jusuf R. M. S., Pusparini A. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK : Higene Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan Kerja Keselamatan Kerja. Edisi revisi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Chadwick, B.A., Bahr H. M., Alhrecht S. L. 1996. Metode Penelitian Pengetahuan Sosial. Alih Bahasa Sulistia Mujianto, Yan Sofwan, Ahmad Suhardjito. Semarang: IKIP Semarang Press

Depkes RI. 2008. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar. Jakarta

---. 2007. Pedoman Manajemen Kesehatan Kerja di Puskesmas. Jakarta ---. 2007. Pedoman Pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas.

Jakarta

---. 2005. Pedoman Upaya Kesehatan Kerja Bagi Petugas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jakarta

---. 2005. Pengembangan Keselamatan Kesehatan Kerja di laboratorium. Jakarta

---. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas. Jakarta


(3)

---. 2004. Pengembangan Pengorganisasian dan Kemitraan Kesehatan Kerja. Jakarta

---. 2003. Pedoman Kerja Puskesmas mengacu Indonesia Sehat 2010. Jakarta ---. 1999. Visi, Misi, Kebijakan dan strategi Pembangunan Kesehatan menuju

Indonesia sehat 2010. Jakarta.

Dunn, W. N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Gibson.J.L et al. 1987 Organisasi Perilaku Struktur Proses. Editor Agus Darma. Jakarta: Bina Rupa Aksara

Handoko, H. 2004. Manajemen. Edisi 2 Cetakan ke 9. Yogyakarta: BPFE

Hasibuan, M. S. P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara

Kemkes RI. 2011. Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Kader Kesehatan Kerja. Jakarta

Lawrence W Green. 1991. Health Promotion Planning An Education and Environmental approach, may field Publishing company

Moenir. 2006. Manajemen pelayanan aman di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara Moleong,J.Lexy.2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung;Remaja Rosdakarya. Muches, K. 1997. Prilaku Organisasi. Edisi ke Satu. Jogjakarta: CV. Baju Biru

Muninjaya, A.A.G. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi Kedua. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Niti Semito, S.Alex. 1996. Managemen Personalia. Jakarta: Galia Indonesia, Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta ---. 2010. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka

Cipta


(4)

Purwanto, N. 1987. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT..Remaja Rosda Karya

Ruhimat. 1997. Beban Kerja, Konsep dan Pengukuran. Yogyakarta: UGM Simamora, H. 2004. Manajemen SDM. Edisi III. Yogyakarta: STIE YPKN

Soekamto, T. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran Pusat antar Universitas. Jakarta

Sumantri, A. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana

Suroyo. 2005,Kusnanto, H. 1998. Metode Penelitian Dalam Riset Kesehatan. Yogyakarta: Program Studi IKM Pascasarjana UGM


(5)

Lampiran 1.

DAFTAR PERTANYAAN

ANALISIS PERILAKU PETUGAS DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN MANAJEMEN UPAYA KESEHATAN KERJA (UKK)

DI PUSKESMAS KOTA MEDAN DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2013

A. PETUNJUK WAWANCARA

1. Menentukan waktu yang disepakati dalam wawancara dengan informan.

2. Memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara, menjelaskan maksud kedatangan dan menunjukan surat izin penelitian.

3. Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meyakinkan informan mengenai kerahasiaan data yang diperoleh dari informan.

4. Menegaskan kepada informan bahwa informasi yang diberikan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak akan berpengaruh pada jabatan atau kedudukan informan.

Cxl

B. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama : ………..

2. Jenis Kelamin :………

3. Umur :………

4. Pendidikan :……….

5. Jabatan :……….

C. PERTANYAAN

1. Apakah Anda Tahu tujuan tentang Program Upaya Kesehatan Kerja yang ada di Puskesmas ? apakah pernah mendapatkan sosialisasi tentang hal ini ?

2. Menurut anda, perencanaan program dan sasaran program Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas?

3. Apa saja kegiatan yang sudah di sosialisasikan dalam pelaksanaan program upaya kesehatan kerja di Puskesmas.?


(6)

5. Menurut Anda Program Upaya Kesehatan Kerja dalam Pelaksanaanya gimana? 6 Sudah sejauh mana Pelaksanaan yang sudah dilakukan untuk meningkatkan

program Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas.

7. Menurut Saudara Bagaimana Analisis kebijakan program Upaya Kesehatan Kerja yang sudah dilakukan.

8. Apakah ada monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas.

9. Menurut saudara Tupoksi saudara sebagai pengelolah program dan Sejauh mana sosialisasi yang sudah di terimah atau dilakukan dalam upaya kesehatan kerja di puskesmas.

10. Bagaimana tanggapan saudara terhadap program Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas?

11. Apa yang yang saudara harapkan untuk mendapatkan dukungan dalam pelaksanakan program Upaya Kesehatan kerja di Puskesmas?

12 Menurut Saudara hambatan dalam pelaksanaan upaya kesehatan kerja di puskesmas.