PEMILU DAN KAMPANYE
A. PEMILU DAN KAMPANYE
Pemilu dan kampanye adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pemilu adalah pintu masuk bagi politisi dan partai politik untuk dapat menduduki jabatan publik sebagai wakil rakyat di lembaga legislatif, kepala daerah, dan presiden. Melalui pemilu, rakyat memiliki hak untuk memilih di antara pilihan yang ada siapa yang kelak akan memperoleh jabatan publik tersebut dan menjadi pemimpin di negara ini. Oleh sebab itu, suara rakyat sangat dibutuhkan oleh para politisi dan partai politik untuk mencapai kemenangan dan mendapatkan kekuasaan.
Untuk dapat menarik simpati rakyat dan mensosialisasikan programnya agar menjadi pilihan rakyat, maka para politisi dan partai politik harus melakukan kampanye menjelang hari pemilihan. Dan untuk melakukan kampanye, dengan sistem penghitungan suara proporsional terbuka yang diterapkan saat ini akan membutuhkan dana yang cukup besar untuk kegiatan kampanye. Kebutuhan dana yang tidak sedikit jumlahnya ini, diperlukan untuk membiayai kegiatan kampanye baik kampanye secara terbuka dan bertatap muka langsung dengan konstituen maupun biaya untuk iklan kampanye di berbagai media massa.
Sejumlah pengurus pusat partai politik mengakui bahwa biaya operasional terbesar mereka adalah pengeluaran untuk kampanye. Bila dibandingkan dengan pengeluaran sehari-hari untuk operasional sekretariat dan kegiatan rutin organisasi partai, pengeluaran untuk pembiayaan pemilu terutama kampanye menelan biaya berkali lipat dari pengeluaran pada hari-hari biasa.
Kebutuhan inilah yang kemudian mendorong partai politik dan para kandidat politisi yang ikut bertarung pada pemilu berbondong- bondong mencari dan mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya sebagai modal untuk kampanye. Tidak sedikit di antara mereka yang pada akhirnya menghalalkan segala upaya dan cara untuk meraup dana demi melanggengkan tampuk kekuasaan mereka. Keterbatasan sumber dana yang dialami oleh partai politik karena dana yang berasal dari iuran anggota tidak pernah diterapkan. Sedangkan bantuan negara jumlahnya
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA KAMPANYE
sangat sedikit, kurang lebih hanya 1,3% total belanja partai; total belanja 9 partai hanya 0,05% dari APBN. 2
Di lain pihak, ternyata tidak sedikit pula mereka yang berkepentingan turut memberikan sumbangan baik berupa uang, maupun barang dan jasa guna memperoleh berbagai akses dan kemudahan dalam kegiatan mereka kelak. Namun, sebagian besar dari sumbangan tersebut tidak dicatat dan masuk ke pengurus partai politik dan atau calon anggota legislatif atau calon pejabat eksekutif.
Akibatnya dari pengumpulan dana seperti itu maka partai politik dan kader-kadernya yg menduduki jabatan legislatif atau eksekutif, memiliki kecenderungan besar tidak mandiri dalam pengambilan kebijakan. Hal ini juga mendorong tumbuh dan semakin kuatnya hehidupan internal partai politik yang bersifat oligarkis, elitis dan personalistis.
Pemilu menyediakan ruang bagi setiap warga negara untuk berkompetisi menujujabatan-jabatan politik di pemerintahan secara fair yang didasarkan pada pilihan formal dari warga negara yang memenuhi syarat. Pemilu menempati posisi penting karena terkait dengan beberapa hal. Pertama, pemilu menjadi mekanisme terpenting bagi keberlangsungan demokrasi perwakilan. Ia adalah mekanisme mutakhir dan terbaik yang ditemukan hingga kini agar rakyat berdaulat atas dirinya sendiri. Kedua, pemilu menjadi indikator negara demokrasi. Bahkan, tidak ada satupun negara yang mengklaim dirinya demokratis tanpa melaksanakan pemilu sekalipun negara itu pada hakekatnya adalah otoriter.
Di kebanyakan negara dunia ketiga, pemilu seringkali bukanlah parameter yang akurat untuk mengukur demokrasi atau tidak demokratisnya suatu sistem politik. Artinya, ada dan tidaknya pemilu di suatu negara tidak secara otomatis menggambarkan ada tidaknya kehidupan demokrasi politik di negara tersebut. Hal ini disebabkan, pelaksanaan pemilu di beberapa negara dunia ketiga seringkali tidak dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Di negara-negara ini, pemilu hanyalah sekedar untuk menunjukkan kepada dunia internasional
2 Didik Supriyanto & Lia Wulandari, Bantuan Keuangan Partai Politik: Metode Penetapan Besaran, Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan. Jakarta: Perludem, 2012.
Pemilu Jurnal & Demokrasi
bahwa secara formal persyaratan minimal sebagai negara demokrasi telah dilakukan, sementara secara substansial masih jauh dari esensi demokrasi itu sendiri. Sehingga fungsi pemilu sebagai parameter demokrasi bukan terletak pada ada tidaknya pemilu, namun lebih pada tingkat pelaksanaan pemilunya. Artinya, semakin pemilu itu dijalankan sesuai dengan prinsip- prinsip demokrasi –seperti dijalankan secara free and fair—maka semakin demokratis suatu negara. Betatapun begitu, harus disadari bahwa pemilu bukanlah satu-satunya tolok ukur tegaknya sistem politik demokrasi. Sebab, di samping adanya pemilu yang bebas dan adil, demokrasi membutuhkan persyaratan-persyaratan lain, diantaranya adalah adanya akuntabilitas pemerintah kepada lembaga perwakilan rakyat (DPR), kebebasan menyuarakan pendapat dan berorganisasi.
Secara konseptual, setidaknya terdapat dua mekanisme yang bisa dilakukan untuk menciptakan pemilu yang bebas dan adil. Pertama, menciptakan seperangkat metode atau aturan untuk mentranser suara pemilih ke dalam lembaga perwakilan rakyat secara adil, atau yang oleh banyak kalangan ilmuwan politik disebut sebagai sistem pemilihan (electoral system). Kedua, menjalankan pemilu sesuai dengan aturan main dan prinsip-prinsip demokrasi, atau yang oleh banyak kalangan ilmuwan
politik disebut sebagai proses pemilihan (electoral process). 3 Pada mekanisme electoral process yang mengatur tentang berbagai regulasi aturan main dalam pelaksanaan pemilu, diantaranya mengatur tentang aturan berkampanye, di dalamnya termasuk pula mengatur tentang pendanaan politik, dalam hal ini terutama berkait dengan aturan dana kampanye, baik berupa pembatasan pendapatan dan/atau pengeluaran, maupun peraturan tentang sumber-sumber pendanaan kampanye.
Tanpa adanya pendanaan yang memadai, akan sulit bagi suatu partai politik untuk dapat menjaga eksistensinya dan ikut bersaing dalam kontestasi pemilu. Untuk dapat terpilih dalam pemilu, partai politik membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk mensosialisasikan diri dan mengkampanyekan program serta kandidat yang mereka calonkan sebagai calon pemimpin atau wakil rakyat. Dan dalam menjalankan fungsinya,
3 Muhamad Asfar(Ed). Model-Model Sistem Pemilihan di Indonesia. Jakarta: Pusdeham & Partnership for Governance Reform in Indonesia, 2002
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA KAMPANYE
partai politik perlu untuk menjaga keberlangsungan organisasi mereka sebagai partai, mempekerjakan pengurus partai, melakukan kampanye pemilu dan untuk berkomunikasi dengan konstituen mereka. Oleh karena itu, partai politik membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk bisa mencukupi kebutuhan tersebut.
Berkaitan dengan pendanaan, di satu sisi partai politik sebagai suatu organisasi membutuhkan modal yang tidak sedikit untuk dapat menjalankan segala aktivitasnya. Namun, di sisi lain masalah keuangan partai politik telah menjadi sorotan karena seringkali banyak masalah yang muncul berkaitan dengan keuangan partai, seperti misalnya, bagaimana uang tersebut diperoleh, dari mana uang itu berasal, untuk apa uang itu digunakan, siapa yang menggunakan uang tersebut dan sebagainya.
Masalah keuangan partai politik menjadi hal yang penting karena sebagai institusi publik saat ini kepercayaan publik kepada partai politik terus menurun, hal ini terutama didorong dengan munculnya banyak kasus korupsi yang melibatkan sederet anggota legislatif dan fungsionaris partai. Sementara itu, posisi partai politik memegang peranan yang penting dalam demokrasi di Indonesia saat ini karena semua kandidasi dan seleksi pemilihan untuk jabatan publik di pemerintahan baik legislatif maupun eksekutif berada di tangan partai politik.Padahal kinerja partai politik semakin buruk, terutama dalam rekrutmen sehingga sangat kekurangan kader-kader yang memang memiliki kemampuan dan kualitas untuk menduduki jabatan publik.