Penghitungan Suara dan Formula Penentuan Calon Terpilih
5. Penghitungan Suara dan Formula Penentuan Calon Terpilih
Pasal 209 UU Pemilu 2012 menegaskan partai peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas 3,5 persen tidak disertakan dalam penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Suara partai yang lolos ambang batas 3,5 persenlah yang akan digunakan sebagai basis penghitungan kursi. Caranya, setelah seluruh suara sah ditetapkan, jumlah suara sah tersebut kemudian dikurangi dengan suara sah partai- partai yang tak lolos ambang batas, sehingga tinggal suara sah milik partai- partai yang lolos ambang batas. Selanjutnya, ditentukan bilangan pembagi pemilih (BPP) dengan cara membagi jumlah suara sah partai-partai tersebut dengan jumlah kursi di masing-masing dapil.
Setelah BPP ditetapkan, Pasal 212 UU Pemilu 2012 menyatakan akan ditetapkan perolehan kursi setiap partai di masing-masing dapil dengan ketentuan berikut:
1. apabila jumlah suara sah suatu Partai Politik Peserta Pemilu sama dengan atau lebih besar dari BPP, maka dalam penghitungan tahap pertama diperoleh sejumlah kursi dengan kemungkinan terdapat sisa suara yang akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua;
2. apabila jumlah suara sah suatu Partai Politik Peserta Pemilu lebih kecil daripada BPP, maka dalam penghitungan tahap pertama tidak diperoleh kursi, dan jumlah suara sah tersebut dikategorikan
POLITIK HUKUM SISTEM PEMILU
sebagai sisa suara yang akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua dalam hal masih terdapat sisa kursi di daerah pemilihan yang bersangkutan;
3. penghitungan perolehan kursi tahap kedua dilakukan apabila masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi dalam penghitungan tahap pertama, dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada Partai Politik Peserta Pemilu satu demi satu berturut-turut sampai habis, dimulai dari Partai Politik Peserta Pemilu yang mempunyai sisa suara terbanyak.
Terhadap penghitungan perolehan kursi tahap kedua yang berdasarkan sisa suara, terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 213 UU Pemilu 2012, jika terdapat sisa suara partai di suatu dapil yang sama jumlahnya, maka kursi diberikan kepada partai yang sisa suaranya memiliki persebaran lebih banyak. Sedangkan, penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota didasarkan pada perolehan kursi partai di suatu dapil dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak.
2. Jika suara terbanyak diperoleh oleh dua calon atau lebih maka penentuan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan.
3. Jika yang memperoleh suara terbanyak jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh partai politik maka kursi yang belum terbagi itu diberikan kepada calon berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya.
Sedangkan penetapan calon terpilih anggota DPD didasarkan pada nama calon yang memperoleh suara terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan keempat di provinsi bersangkutan. Jika pada perolehan suara calon terpilih
Pemilu Jurnal & Demokrasi
keempat terdapat jumlah suara yang sama, maka calon yang memperoleh dukungan pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kabupaten/ kota di provinsi bersangkutan yang ditetapkan sebagai calon terpilih. Sedangkan, calon dengan urutan perolehan suara terbanyak kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan menjadi calon pengganti antarwaktu.
Tabel 4.7 Pandangan Fraksi tentang Metode Penghitungan/Konversi Suara
NO. PARTAI POLITIK USULAN
1. Golkar
Divisor Webster
2. Demokrat
Kuota Murni
3. PDIP
Divisor Webster
4. PKS
Divisor Webster
5. PAN
Kuota Murni
6. PPP
Kuota Murni
7. PKB
Kuota Murni
8. Gerindra
Kuota Murni
9. Hanura
Kuota Murni
Metode konversi suara menjadi kursi dengan menetapkan BPP tersebut dikenal sebagai metode kuota murni.Pengambilan keputusan terkait metode ini cukup panjang dan terjadi tarik-ulur fraksi-fraksi di DPR. Bahkan, metode ini menjadi salah satu materi yang diputuskan melalui voting dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis, 24 April 2012.Metode konversi suara menjadi perdebatan karena sangat terkait dengan perolehan kursi partai nantinya.
Metode kuota murni cenderung menguntungkan partai menengah-kecil dan merugikan partai besar. Partai seperti PAN, PPP, PKB, Gerindra, dan Hanura sejak awal mengusulkan metode kuota murni karena partai mereka akan diuntungkan dengan penggunaan metode ini. Metode kuota murni ini berbanding terbalik dengan metode D’Hondt yang justru menguntungkan partai besar dan merugikan partai menengah-kecil.
Membandingkan kedua metode itu, metode Divisor varian Webster dinilai paling proporsional dan lebih adil.Karena itu, PDIP, Golkar dan PKS mengusulkan metode Webster. Metode ini tidak mengandung bias terhadap partai besar maupun partai menengah-kecil.
POLITIK HUKUM SISTEM PEMILU