Kemampuan Analogi Matematis dan Pendekatan SAVI

E. Kemampuan Analogi Matematis dan Pendekatan SAVI

1. Kemampuan Analogi Matematis

Analogi dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai persamaan atau persesuaian antara dua hal yang berbeda. Menurut Kane (Suriadi, 2006) analogi merupakan tipe khusus perbandingan, subjek kedua dikenalkan untuk menunjukkan kemiripan yang dapat menjelaskan topik lama. Menurut Shapiro (Suriadi, 2006) dalam pembelajaran analogi dapat memuat informasi baru lebih konkrit dan lebih mudah untuk membayangkan.

Sastrosudirjo (1988) mengungkapkan bahwa analogi kemampuan melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain. Alamsyah (2002) juga mengungkapkan bahwa dalam analogi yang dicari adalah keserupaan dari dua hal yang berbeda, dan menarik kesimpulan atas dasar keserupaan itu. Dengan demikian analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelas atau sebagai dasar penalaran.

Analogi terdiri dari dua macam, yaitu: analogi induktif dan analogi deklaratif/penjelas (Mundiri, 2000). Analogi induktif yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi pula pada fenomena kedua. Misalnya, terdapat keserupaan antara Bumi dengan planet-planet lain seperti Venus, Mars dan Jupiter. Planet-planet ini semuanya mengelilingi matahari sebagaimana Bumi, berputar dalam porosnya, menjadi subjek gravitasi yang kesemuanya itu sama seperti Bumi. Atas dasar keserupaan itulah tidak salah apabila kita menyimpulkan bahwa kemungkinan planet- planet tersebut dihuni oleh makhluk hidup sebagaimana Bumi. Analogi deklaratif/penjelas yaitu metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang abstrak atau belum dikenal atau masih samar, dengan menggunakan hal yang sudah dikenal sebelumnya. Misalnya, untuk menjelaskan struktur ilmu yang masih samar bagi orang yang mendengarnya, dapat dijelaskan melalui sesuatu yang sudah dikenalnya, yaitu dengan menganalogikan bahwa ilmu pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta, sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu-batu. Meskipun tidak semua kumpulan fakta itu ilmu, sebagaimana tidak semua kumpulan batu itu rumah.

Lawson (Suriadi, 2006) mengungkapkan keuntungan analogi dalam pengajaran antara lain: 1) memudahkan siswa dalam memperoleh pengetahuan baru dengan cara mengaitkan atau membandingkan pengetahuan analogi yang dimiliki siswa, 2) pengaitan tersebut akan membantu mengintegrasikan struktur-struktur pengetahuan yang terpisah agar terorganisasi menjadi struktur kognitif yang lebih utuh. Dengan organisasi yang lebih utuh akan mempermudah proses pengungkapan kembali pengetahuan baru, dan 3) dapat dimanfatkan dalam menanggulangi salah konsep.

2. Pendekatan SAVI

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang menyediakan kondisi yang merangsang dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sebagai subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun kesadaran diri sebagai pribadi (Kamulyan dan Surtikanti,1999).

Pembelajaran dengan pendekatan SAVI merupakan pembelajaran dengan menggabungkan gerakan fisik dan aktifitas intelektual serta melibatkan semua indera yang berpengaruh besar dalam pembelajaran. Pendekatan SAVI dikembangkan oleh Dave Meier dalam bukunya The Accelerated

296 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

Learning Handbook , yang berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi, yaitu tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau Intelektual (I). Prinsip dasar pendekatan SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning, yaitu: pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh, pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi, bekerjasama membantu proses pembelajaran, pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan, belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik, emosi positif sangat membantu pembelajaran, dan otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

Pendekatan SAVI juga menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda.

Unsur-unsur pendekatan SAVI adalah belajar Somatis, belajar Auditori, belajar Visual, dan belajar Intelektual. Apabila keempat unsur ini berada dalam setiap pembelajaran, maka siswa dapat belajar secara optimal. Berikut akan dijelaskan unsur-unsur pendekatan SAVI tersebut.

a. Belajar Somatis

Belajar somatis berarti belajar dengan indera peraba, kinetis, praktis melibatkan fisik dan menggunakan serta menggunakan tubuh sewaktu belajar. Menurut penelitian, tubuh dan pikiran bukan merupakan dua bagian yang tak terpisahkan. Keduanya adalah satu. Intinya, tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Menghalangi fungsi tubuh dalam belajar berarti kita menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Untuk merangsang hubungan pikiran dan tubuh dalam pembelajaran matematika, maka perlu diciptakan suasana belajar yang dapat membuat siswa bangkit dan berdiri dari tempat duduk serta aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Kegiatan dalam belajar somatis ini misalnya, siswa diminta menggambarkan bangun geometri ruang.

b. Belajar Auditori

Belajar auditori berarti belajar dengan melibatkan kemampuan auditori (pendengaran). Ketika telinga menangkap dan menyimpan informasi auditori, beberapa area penting di otak menjadi aktif. Dengan merancang pembelajaran matematika yang menarik saluran auditori, guru dapat melakukan tindakan seperti mengajak siswa membicarakan materi apa yang sedang dipelajari. Siswa diminta mengungkapkan pendapat atas informasi yang telah didengarkan dari penjelasan guru. Dalam hal ini siswa diberi pertanyaan oleh guru tentang materi yang telah diajarkan. Misalnya, siswa diminta menjelaskan perbedaan persegi dengan belah ketupat.

c. Belajar Visual

Belajar visual adalah belajar dengan melibatkan kemampuan visual (penglihatan), dengan alasan bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat memproses informasi visual daripada indera yang lain. Dalam merancang pembelajaran matematika yang menarik kemampuan visual, digunakan program Wingeom agar siswa dengan jelas dapat mengetahui bangun-bangun geometri yang dipelajari.

d. Belajar Intelektual

Belajar intelektual adalah bagian untuk merenung, mencipta, memecahkan, masalah dan membangun makna. Belajar intelektual berarti menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Dalam proses belajar Intelektual, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan dari materi yang telah dijelaskan oleh guru.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 297

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2