HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian.

1. Deskripsi Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematik

Deskripsi kemampuan pemahaman dan penalaran matematik merupakan gambaran peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa baik secara keseluruhan maupun berdasarakan jenis model pembelajaran (model pembelajaran inkuiri terbimbing dan konvensional) yang digunakan dan klasifikasi kemampuan awal matematika (kelompok atas, menengah dan bawah). Deskripsi statistika yang dimaksud meliputi rerata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum serta jumlah siswa berdasarkan model pembelajaran dan klasifikasi kemampuan awal matematika yang dapat dilihat dan disajikan dalam Tabel 1 berikut:

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 85

Tabel 1.

Hasil Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik berdasarkan

Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematik Siswa

Model Konvensional Jenis Matematika Kemampuan

Kemampuan

Model Inkuri Terbimbing

Tes Tes Gain Awal*

Awal Akhir

Kelompok Atas

Pemahaman Kelompok

1.153 1.315 Rerata Total Kemampuan Pemahaman Kelas Eksperimen : 13.371 (83,569%)

Kelompok Atas

Penalaran Matematik

1.064 0.733 Rerata Total Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen: 6,188 (77,350%)

*Skor Ideal Pemahaman 16, Skor ideal Penalaran 8. Gain yang dimaksud adalah gain Ternormalisasi Pengelompokan siswa (kelompok atas, tengah dan bawah) berdasarkan nilai harian siswa yang berasal dari guru matematika.

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan secara keseluruhan kemampuan pemahaman matematik siswa (ditinjau dari hasil tes akhir/postes) mempunyai rerata 13,371 (atau sebesar 83,569% dari skor ideal). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman siswa secara keseluruhan termasuk kategori tinggi. Tetapi kemampuan penalaran matematik tergolong pada kemampuan kategori cukup karena keseluruhan 6,188 (atau sebesar 77,350% dari skor ideal).

Peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa berdasarkan model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah 0.678. Sedangkan peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa berdasarkan model pembelajaran konvensional adalah 0,411. Artinya peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.

Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa berdasarkan model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah 0.511. Sedangkan peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa berdasarkan model pembelajaran konvensional adalah 0.375.

86 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

2. Skala Sikap Siswa

Adapun sikap yang diamati pada penelitian ini adalah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing,

dan terhadap belajar kelompok. Dari 24 pernyataan, secara umum respon yang diberikan siswa dalam hal kesukaan, kesungguhan, minat, dan belajar berkelompok, siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan sikap positif terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa.

3. Hasil Observasi

Observasi dilakukan untuk menginventarisasikan data tentang aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran, interaksi antara siswa dan guru dalam pembelajaran, dan interaksi antar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model inkuiri terbimbing. Dalam observasi diperoleh data dengan harapan agar hal-hal yang tidak teramati oleh peneliti ketika penelitian berlangsung dapat ditemukan. Observasi yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebanyak enam kali, yaitu satu kali observasi untuk setiap pertemuan. Adapun yang menjadi observer atau pengamat dalam penelitian ini adalah guru matematika pengampu kelas eksperimen dan Guru matematika kelas XII_IPA

Secara umum, pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran berjalan dengan baik. Pada awal pembelajaran, guru menjelaskan mengenai model pembelajaran yang akan dilaksanakan dan menjelaskan tentang tujuan pembelajaran. Kemudian guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok. Guru menggali pengetahuan prasyarat siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Dengan demikian terjadi proses komunikasi antar siswa dan guru. Agar proses komunikasi antar siswa terjadi, guru mengarahkan siswa untuk berdiskusi dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

Setelah bahan ajar yang berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi permasalahan matematik dibagikan, guru memberikan petunjuk dan membimbing siswa dalam menyelesaikan permasalahan dan memilih strategi untuk menyelesaikan masalah matematik. Untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat di lembar kerja siswa (LKS), siswa berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Setelah seluruh kelompok menemukan solusi dari permasalahan matematik, guru membimbing siswa untuk berdiskusi dan guru mengarahkan siswa lain untuk berkomentar terhadap jawaban teman.

Pada bagian akhir, guru meminta siswa untuk menarik kesimpulan dari materi yang yang telah dipelajari. Kemudian guru menyarikan kesimpulan-kesimpulan yang telah diberikan siswa. Pada bagian akhir pula, guru memberikan kesempatan bagi murid untuk bertanya mengenai materi yang belum dipahami .

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil pretes kemampuan pemahaman matematik antara kelompok kontrol dan eksperimen memiliki perbedaan yang tidak terlalu mencolok. Dari skor maksimum 16, kelompok kontrol memperoleh rerata 5,229, sementara kelompok eksperimen memperoleh rerata 7,486. Kelas kontrol perolehan skor pretes yang berkisar pada sepertiga bagian atau hanya 32,681% dari nilai total yang seharusnya. Dan Kelas eksperimen memperoleh skor pretes yang berkisar 46,787% dari nilai total yang seharusnya, dan menunjukkan bahwa secara umum kemampuan pemahaman matematik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berada pada rentang yang rendah. Selanjutnya, terhadap kelompok kedua tersebut diberikan perlakuan yang berbeda. Kelompok

eksperimen mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional (ekspositori).

Rerata perolehan skor postes dari kemampuan pemahaman matematik kelompok kontrol adalah 9,800, sementara perolehan rerata skor skor kelompok eksperimen adalah 13,371 Secara deskriptif, hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan pada kedua kelompok kelas. Pertanyaan yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 87 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 87

Berdasarkan hasil perhitungan gain normalisasi, secara keseluruhan kelompok eksperimen menunjukan peningkatan kemampuan pemahaman sebesar 67,800%, sedangkan kelompok kontrol mendapat 41,100%. Ini berarti, peningkatan kemampuan pemahaman yang dialami oleh kelompok kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan pemahaman kontrol.

Kondisi serupa juga terjadi pada kemampuan penalaran matematik siswa kelompok kelas kontrol dan kelas eksperimen, di mana perolehan rerata skor pretes kelompok kontrol sebesar 3,492 dan 5,305 untuk rerata skor postesnya (dengan skor maksimum). Untuk kelas eksperimen, perolehan rerata skor pretes kemampuan penalaranya 4,101 sedangkan skor postesnya adalah 6,188. Di kelompok kontrol, kenaikan nilai rerata setelah diberikan perlakuan adalah sekitar 22,663%, di kelompok eksperimen kenaikan rerata skor mencapai 26,086% Hal ini mengiindikasikan bahwa perlakuan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing mampu memberikan peningkatan yang lebih baik daripada pembelajaran dengan metode konvesional.

Simpulan tersebut juga didukung oleh hasil perhitungan terhadap gain ternormalisasi skor kemampuan penalaran kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dimana nilai rerata gain ternormalisasi untuk kelompok kelas kontrol adalah sebsar 37,500% sedangkan nilai rerata gain ternormalisasi kelompok eksperimen adalah 51,100%.

Simpulan tersebut juga didukung oleh hasil perhitungan terhadap gain ternormalisasi skor kemampuan penalaran kelompok kontrol dan kelompok eksperimen,di mana nilai rerata gain ternormalisasi untuk kelompok kelas kontrol adalah sebesar 46% sedangkan nilai rerata gain ternormalisasi kelompok eksperimen adalah 59%.

Dengan adanya peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik pada siswa kelompok eksperimen,selain dikarenakan oleh model pembelajaran yang dilakukan, yaitu dengan menggunakan model inkuiri terbimbing juga diakibatkan oleh iklim belajar yang tercipta di dalam kelas. Pada kelas eksperimen,dominasi siswa dalam proses belajar mengajar sangatlah optimal.mereka terlibat hampir dalam semua tahapan pembelajaran. Sehingga peran guru selaku fasilitator untuk memberikan stimulant belajar sangat diringankan. Berbeda dengan kelas kontrol,siswa berada dikelas kontrol adalah siswa yang pasif dalam belajar. Mereka cenderung diam dalam sesi tanya jawab atau bahkan tidak mengetahui bagian mana dari matematika yang dapat dijadikan sebagai materi belajar. Dalam sesi Tanya jawab, paling tidak hanya terdapat 6 orang siswa yang memberikan respon yang positif. Guru harus terus memberikan intervensi agar materi prasyarat yang dibutuhkan dapat benar-benar optimal digunakan.mengenai kondisi ini, guru mata pelajaran matematika kelas kontrol pun menyatakan hal yang sama.dalamsuatu sesi wawancara, terungkap bahwa siswa kelas kontrol cenderung sulit belajar. Kondisi ini kemudian menjadi alasan dilakukannya analisa lajutan terhadap peningkatan gain ternormalisasi kelompok eksperimen dari kemampuan pemahaman dan penalaran matematik, yaitu dengan mencoba membandingkan model pembelajaran yang diberikan terhadap klasifikasi kemampuan awal matematika siswa.klasifikasi kemampuan ini diambil dari nilai rata-rata ulangan harian siswa yang diminta dari guru mata pelajaran matematika di kelas eksperimen. Kemudian dikelompokkan menjadi siswa kelompok atas,tengah dan bawah. Secara deskriptif, dapat diketahui bahwa siswa kelompok tengah dari kelompok eksperimen memiliki rerata gain ternormalisasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang berada pada siswa kelompok atas. Begitupula dengan siswa yang berada pada kelompok atas, memiliki rerata gain ternormalisasi yang lebih tinggi dari siswa kelompok rendah.

Secara inferensial, dengan menggunakan uji ANOVA Dua-Jalur, dapat diketahui bahwa pada kemampuan pemahan matematik, jika ditinjau dari sudut pandang model pembelajaran, terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang dalam pembelajarannya digunakan model inkuiri terbimbing dan siswa yang dalam pembelajarannya digunakan model konvensial. Begitu pula dengan klasifikasi kemampuan awal matematika dari

88 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 88 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

Penelitian ini juga membuat pengujian perbedaan rerata penigkatan antara kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional berdasarkan pembagian klasifikasi kemampuan awal matematika. Hasil pengujian ini menyatakan bahwa model inkuiri terbimbing cenderung lebih meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran pada kelompok atas.

Sehubungan dengan sikap siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini, secara umum memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika. Tentu saja sikap ini didukung oleh faktor keberadaan guru yang tidak statis dalam mengembangkan konsep belajar dan mengajar.

Aktivitas siswa selama proses pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, diskusi awal, kemandirian dan penarikan kesimpulan. Kegiatan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsep prasyarat yang dimiliki oleh siswa, yaitu dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan memancing siswa untuk bertanya mengenai konsep prasyarat yang belum dikuasai. Dengan demikian, pada awal pembelajaran terjadi proses pengembangan kesadaran metakognisi.

Dalam tahap kemandirian, siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama untuk kemudian diselesaikan secara perseorangan. Guru berkeliling untuk memberikan feedback secara individual. Pada tahap kemandirian ini, karakteristik khas yang terlihat adalah aktivitas pembelajaran dengan melatihkan metakognisi, memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar mandiri, di mana setiap siswa mengisi lembar kerja yang diberikan.

Dalam tahap penyimpulan, siswa merekapitulasi apa yang dilakukan di kelas dengan cara menulis, merangkum dan membuat kesimpulan. Di pertemuan-pertemuan awal, banyak siswa yang bingung terhadap apa yang harus disimpulkan dari keseluruhan aktivitas kelas. Namun pada akhirnya seiring berjalannya diskusi, sedikit demi sedikit mereka mampu membuat simpulan sesuai dengan materi yang telah diberikan.

Secara keseluruhan aktivitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model inkuiri terbimbing dapat dijadikan rujukan untuk dapat lebih memberdayakan ruangan kelas dan lebih memotivasi siswa. Hal ini sangat beralasan karena pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri terbimbing menyajikan bahan ajar yang melatih metakognisi, intervensi guru dan interaksi kelas.

IV. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematik dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematika (kelompok atas, tengah dan bawah) antara kelompok kelas inkuiri terbimbing dan kelompok kelas konvensional. Artinya, siswa yang berada pada kelompok atas mengalami peningkatan yang lebih baik dari kelompok tengah dan kelompok bawah.

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model inkuiri terbimbing lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematika (kelompok atas, tengah dan bawah) antara kelompok kelas inkuiri terbimbing dan kelompok kelas konvensional. Artinya,

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 89 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung 89

3. Secara umum, siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing

memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran yang menggunakan model konvensional.

V. Saran-saran

Dari hasil dan simpulan penelitian, dapat disarankan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri terbimbing dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika, utamanya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik di setiap kelompok klasifikasi (atas, tengah dan bawah). Model pembelajaran ini mampu secara signifikan meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa.

2. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk meneliti kemampuan matematik lainnya yang belum terjangkau oleh penulis, seperti kemampuan berfikir kreatif, multiple representative dan pengembangan dari kemampuan penalaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Cai, J.L, dan Jakabcsin, M.S. (1996). Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia:

NCTM Dahar, R.W. (1989). Teori – Teori Belajar. Jakarta : Erlangga Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Matematik Siswa

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended . Disertasi pada PPs UPI. Bandung : Tidak Dipublikasikan.

Jacob, C. (2003). Pemecahan Masalah, Penalaran Logis, Berpikir Kritis & Pengkomunikasian. Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan. Meltzer,D.E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics. American Journal of Physics. Vol.70. No. 7. NCTM. (2000). Princip And Standards For School Mathematics. Reston : Virginia. Rusefendi, H.E.T. (1989). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung:

Tarsito. Sabandar, J. (2007). Berpikir Reflektif. Makalah pada Seminar Nasional Matematika 2007. Bandung : tidak dipublikasikan. Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sudjana. (1996). Metode Statistik. Tarsito: Bandung. Sumarmo, U. (1987). Kemampuan dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan

Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar . Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan Pendekatan Gabungan Langsung Dan Tidak Langsung Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkt Tinggi Siswa SLTP . Disertasi pada PPs UPI. Bandung: tidak dipublikasikan.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka. Wahyudin (2003). Matematika dan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Mimbar Pendidikan. No.2 Tahun XXII. Bandung : University Press UPI. ................. (2008). Pembelajaran Dan Model-Model Pembelajaran. Diktat Kuliah. Bandung: tidak dipublikasikan.

90 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung