Kondisi Mental Siswa SLB Negeri Pembina Malang

A. Kondisi Mental Siswa SLB Negeri Pembina Malang

Sesuai dengan hasil data yang diperoleh peneliti selama melakukan pengamatan terhadap proses pembinaan mental siswa di SLB Negeri Pembina Malang, ditemukan bahwa kondisi mental siswa SLB Negeri Pembina Tingkat Nasional Malang khususnya Siswa Tuna Grahita, selain mengalami keterbelakangan mental, mereka juga mengalami keterbelakangan dalam beradaptasi dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal- hal yang abstrak, yang sulit-sulit dan yang berbelit-belit. Mereka mengalami kekurangan atau terbelakang itu bukan untuk sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya, selain itu bukan hanya dalam satu dua hal saja, tetapi untuk segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran mereka sehari- hari.

Disamping itu kondisi mental siswa SLB Negeri Pembina Malang juga tidak sedikit yang mengalami gangguan kejiwaan atau disebut dengan gangguan mental, tapi masih belum sampai pada gangguan sakit jiwa. Gangguan mental tersebut dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang, hal ini ditandai dengan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan dalam beradaptasi dengan lingkungan, masih sulit bergaul, minder, rendah diri, sulit untuk menyesuaikan diri dengan Disamping itu kondisi mental siswa SLB Negeri Pembina Malang juga tidak sedikit yang mengalami gangguan kejiwaan atau disebut dengan gangguan mental, tapi masih belum sampai pada gangguan sakit jiwa. Gangguan mental tersebut dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang, hal ini ditandai dengan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan dalam beradaptasi dengan lingkungan, masih sulit bergaul, minder, rendah diri, sulit untuk menyesuaikan diri dengan

Batasan orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, mampu menyesuaikan diri, sanggugup menghadapi masalah dan goncangan-goncangan, adanya keserasian fungsi jiwa dan merasa bahwa dirinya berharga, bnerguna, dan bahagiaserta dapt

menggunakan potensi-potensinya semaksimal mungkin. 82 Kondisi siswa yang mengalami gangguan mental tersebut sangat

memperlukan pembinaan agar bisa mengarahkan siswa untuk mampu memecahkan segala kesulitan yang dialami dengan kepercayaan diri dan keberanian. Disamping itu dengan adanya pembinaan mental melalui pendidikan agama islam adalah untuk membina akhlak, mengembangkan akal sehingga mempunyai kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama islam.

Selain itu ada berbagai macam tujuan adanya pembinaan mental, 83 yaitu:

a. Memiliki dan membina jiwa yang sehat

b. Berusaha mencegah timbulnya kepatahan Jiwa (mental Breakdown), mencegah berkembangnya berbagai macam penyakit mental dan sebab timbulnya penyakit tersebut.

c. Mengusahakan penyembuhan dalam stadium permulaan terhadap gangguan dan penyakit mental.

d. Menegakkan kepribadian yang terintegrasi dengan baik, serta

82 Sururin, Ilmu Jiwa Agama.(Jakarta:PT.Raja Grafindo.2004)hlm 143-144 82 Sururin, Ilmu Jiwa Agama.(Jakarta:PT.Raja Grafindo.2004)hlm 143-144

Oleh sebab itu, pendidikan Agama Islam memiliki nilai-nilai Islam yang bersumber langsung dari kitab suci Al-Quran dan al-hadits. Pada dasarnya pendidikan Agama Islam itu sendiri memiliki peran yang kongkrit dalam pembentukan mentak keagamaan pada anak, terlebih lagi dengan pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak mampu menjadi tolak ukur bagi perkembangan mental anak didik.

Pembinaan mental siswa di SLB Negeri Pembina Tingkat Nasional Malang aspek yang dibina lebih ditekankan pada tingkah laku anak serta bagaimana mereka bisa mengenal adanya Allah SWT, bagai mana cara sholat, wudhu, puasa. Proses pembinaan mental tidak dapat dilakukan dalam waktu yang relative singkat, tapi memerlukan waktu yang cukup lama agar tujuan dari pembinaan tersebut bisa dikatakan memperoleh hasil, walaupun tidak secara signifikan, mengingat bahwa yang dibina itu adalah anak yang mengalami kekurangan. Oleh karena itu pembinaan mental pada siswa perlu diulang-ulang karena pengalaman-pengalaman yang sedang dilaluinya dapat mempengaruhi dan merusak mental yang telah dibina itu.

Pembinaan mental bukanlah suatu proses yang dapat terjadi dengan cepat dan dipaksa, tapi haruslah secara berangsur-angsur wajar, sesuai dengan pertumbuhan dan kemampuan serta kondisi yang sedang dihadapinya.