30
dan penyisipan jungtur merupakan ranah morfologi, yang keduanya menentukan lokasi awal dari transkripsi. Lokasi jungtur ini dapat
dimodifikasi dengan penyesuaian prosodi, yang terjadi dalam fonologi, sebelum penentuan bentuk bunyi transkripsi.
Berdasarkan beberapa teori pembentukan reduplikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa teori Frampton 2009 inilah yang dapat digunakan untuk
menganalisis sistem reduplikasi dalam bahasa Madura, baik untuk menganalisis bentuk reduplikasi fonologi, morfologi atau pun sintaksis
dengan melihat proses derivasi dan infleksi, serta menemukan sebuah kaidah reduplikasi. Selain melihat proses pembentukan reduplikasi dalam BM ini
dengan teori morfologi distribusional, dalam penelitian ini juga mencoba untuk mendeskripsikan sistem reduplikasi ini dari segi pembentukan kata dari
segi penyisipan jungturnya berupa bentuk dasar atau suku kata saja dan dari segi makna yang timbul dari bentukan kata tersebut. Penelitian ini merupakan
kajian awal sistem reduplikasi yaitu bahasa Madura dengan menggunakan teori morfologi distribusional. Teori MD ini akan mencari kaidah
pembentukan reduplikasi BM secara morfofonologi, menganalisis bentuk reduplikasi yang produktivitasnya rendah dalam BM ini, seperti reduplikasi
penuh, dan sistem reduplikasi berubah bunyi.
2.2.3.1 Morfofonologi dalam Reduplikasi
Reduplikasi adalah salah satu proses morfologi yakni bertemunya atau pengulangan morfem dalam struktur sebuah kata yang mewujudkan makna
yang berbeda. Morfofonologi dalam reduplikasi merupakan salah satu bagian
31
dari sketsa teori morfologi untuk menganalisis bagaimana terbentuknya reduplikasi tersebut dalam sebuah formasi Distributed Morfologi Halle dan
Marantz 1993. Teori distribusi reduplikasi ini juga membahas serta memperhitungkan bentuk fonologis kata kompleks serta proses
morphophonologinya. Misalnya, proses penyisipan leksikal, siklus ini memperhatikan kembali ke leksikal pembentuknya saat operasi penyisipan
sampai semua morfem direalisasikan. Proses penyisipan leksikal yang terjadi pada reduplikasi ini diproses
melalui beberapa tahap, pertama, proses fonologi sebuah morfem yang kemudian diikuti item leksikal yang dimasukkan. Aturan fonologi umum
mungkin berlaku sebelum penyisipan leksikal lanjut terjadi, sehingga sistem aturan yang berlaku dengan cara ini disebut siklus fonologi. Beberapa satuan
leksikal memicu siklus fonologi, namun beberapa tidak. Hal ini juga terjadi proses derivasi dalam morfem lainnya yang strukturnya berubah. Kedua,
terlepas dari siklus fonologi, morfofonologi aturan dapat dipicu oleh penyisipan item kosa kata tertentu. Setelah setiap operasi penyisipan leksikal,
aturan morfofonologi yang dipicu oleh item kosakata yang dimasukkan. Halle 1990 menyebut aturan dipicu oleh penyisipan leksikal aturan penyesuaian
Halle dan Marantz dalam Frampton, 2009.
2.2.3.2 Pemotongan Suku Kata dalam Reduplikasi
Kajian morfologi khususnya reduplikasi ini memanfaatkan keberadaan jungtur, pemotongan serta penyisipan yakni mengambil bagian
suku kata pada dirinya sendiri untuk menyisipkan pemotongan jungtur serta
32
duplikasi jungtur, misalnya ada aturan penyesuaian. Pemotongan suku kata pada bentuk dasar menyediakan mekanisme sederhana yang kemudian
potongan tersebut dimasukkan ke dalam duplikasi kata sehingga reduplikasi tersebut saling mempengaruhi. Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih
mendalam mengenai proses reduplikasi yang mengikuti titik penyisipan dengan penyesuaian yang reduplikasi ke bentuk prosodi serta karakteristik
sebelum transkripsi berlaku. Material tersebut ditambahkan untuk memenuhi tuntutan prosodi yang sering ditambahkan sebagai potongan kata yang
disambungkan dengan bentuk reduplikasi. Sehingga setelah transkripsi yang muncul dalam reduplikasi tersebut tidak menempel pada bentuk sisa kata,
tetapi menempel pada kata utuhnya.
2.2.3.3 Penyesuaian Prosodi dalam Reduplikasi