dengan Malaysia dan dapat dioptimalkan untuk kedepannya, sehingga warga yang tinggal di daerah perbatasan tidak diabaikan dan timbul kecintaan tanah air
Indonesia pada warga di perbatasan.
B. Kendala dalam Pengelolaan Wilayah Perbatasan
Daerah perbatasan Indonesia umumnya merupakan daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dengan aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang spesifik
90
Pada sebagian besar kawasan perbatasan masih sulit dijumpai akses transportasi, kalaupun ada biaya yang dibutuhkan masih sangat mahal. Namun
daerah perbatasan Indonesia yang terisolasi tersebut seperti yang ada di Kabupaten Nunukan seperti Krayan dan Pulau Sebatik secara geografis memiliki
akses ke wilayah kedaulatan Malaysia yang lebih mudah terjangkau. Kondisi seperti ini tentu menimbulkan masalah di mana masyarakat Indonesia yang berada
di titik perbatasan tersebut memiliki kecenderungan untuk menikmatikan akses pelayanan sosial ekonomi di wilayah perbatasan negara tetangga Malaysia yang
notabene lebih mudah diakses. Persoalan infrastruktur juga menjadi permasalahan utama yang sampai ini belum teratasi sepenuhnya, seperti: keberadaan jalan,
jaringan dan energi listrik, sarana komunikasi dan informasi, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan. Permasalahan-permasalan ini tentu saja menjadi
. Daerah perbatasan yang sangat terpencil dan sulit terjangkau serta aksesibilitas perhubungan yang belum memadai, menyebabkan
keterisolasian wilayah.
90
Sony Sudiar. Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
faktor yang menghambat laju pembangunan daerah perbatasan seperti kecamatan- kecamatan yang ada di Kabupaten Nunukan
91
1. Sumber Daya Manusia SDM
. Selain persoalan-persoalan di atas, tingkat kesejahteraan masyarakat
perbatasan juga menjadi permasalahan utama di kawasan perbatasan Indonesia. Tingginya keluarga miskin di kawasan perbatasan adalah implikasi dari
rendahnya kualitas sumberdaya manusia, minumnya infrastruktur sosial ekonomi, rendahnya produktivitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan
sumberdaya alam. Kondisi tersebut diperparah oleh perbedaan tingkat kesejahteraan dengan negara tetangga, khususnya di kawasan yang kondisi
kesejahteraan masyarakatnya lebih rendah dibandingkan masyarakat di negara tetangga Malaysia. Beberapa hal diatas mengakibatkan terhambatnya
Pemerintah Indonesia dalam mengelola wilayah perbatasannya. Adapun kendala yang dihadapi dalam upaya pembangunan dan
pengelolaan wilayah perbatasan antar negara ini antara lain:
SDM dapat diukur dengan menggunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia IPM. IPM meliputi tiga dimensi dasar yaitu: pengetahuan, lamanya hidup dan
suatu standar hidup yang layak. Tiga dimensi ini kemudian dapat diukur dengan angka harapan hidup yang menunjukkan kualitas kesehatan masyarakat,
pencapaian pendidikan yang menggambarkan tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk yang diwakili oleh tingkat literasi kenal huruf dan rata-
rata lama sekolah, serta pendapatankonsumsi per kapita yang telah disesuaikan
91
Sony Sudiar. Ibid. Hlm. 47.
Universitas Sumatera Utara
menjadi paritas daya beli yang merupakan ukuran untuk standar hidup layak decent living
92
. Sebagai dampak dari minimnya sarana dan prasarana dibidang pendidikan dan kesehatan, kualitas SDM masyarakat di sebagian besar kawasan
perbatasan masih rendah. Masyarakat belum memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan sebagaimana mestinya akibat jauhnya jarak dari permukiman
dengan fasilitas yang ada. Optimalisasi potensi sumber daya alam dan pengembangan ekonomi di kawasan perbatasan akan sulit dilakukan. Rendahnya
tingkat pendidikan, keterampilan, serta kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menghambat pengembangan ekonomi kawasan perbatasan
untuk dapat bersaing dengan wilayah negara tetangga
93
. Rendahnya jumlah dan kualitas kesejahteraan penduduk dengan penyebaran yang tidak merata
dibandingkan dengan luas wilayah dan garis perbatasan yang panjang, yang berimplikasi pada kegiatan pelintas batas yang ilegal; selain itu banyaknya Tenaga
Kerja Indonesia TKI yang bekerja di negara tetangga sebagai pekerja kasar seperti buruh perkebunan, bangunan, dan pembantu rumah tangga, juga turut
menurunkan harkat bangsa
94
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana
.
Ketersediaan prasarana dan sarana, baik sarana dan prasarana wilayah maupun fasilitas sosial ekonomi masih jauh dari memadai. Jaringan jalan dan angkutan
perhubungan darat maupun laut masih sangat terbatas, yang menyebabkan sulit
92
Partnership Policy Paper. 2011. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Indonesia. Jakarta. Hlm. 6.
93
BNPP. 2014. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara di Indonesia. Jakarta. Hlm. 22.
94
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2002. Strategi dan Konsepsi Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara. Jakarta. Hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
berkembangnya kawasan perbatasan, karena tidak memiliki keterkaitan sosial maupun ekonomi dengan wilayah lain. Kondisi prasarana dan sarana komunikasi
seperti pemancar atau transmisi radio dan televisi serta sarana telepon di kawasan perbatasan umumnya masih relatif minim. Terbatasnya sarana komunikasi dan
informasi menyebabkan masyarakat perbatasan lebih mengetahui informasi tentang negara tetangga daripada informasi dan wawasan tentang Indonesia.
Ketersediaan sarana dasar sosial dan ekonomi seperti pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan pasar juga sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kawasan perbatasan
sulit untuk berkembang dan bersaing dengan wilayah negara tetangga
95
95
BNPP. Op. Cit. Hlm. 21.
. Terbatasnya infrastruktur seperti sarana dan prasarana dasar seperti sarana dan
prasarana permukiman, jaringan air bersih, jaringan drinase, sarana dan prasarana transportasi, telekomunikasi, dan lainnya menyebabkan wilayah ini memiliki
aksesibilitas yang rendah dan terisolasi dari wilayah sekitarnya. Bila dibandingkan dengan negara tetangga contohnya Malaysia, maka kesenjangan infrastrukturnya
semakin jelas. Negara Malaysia memiliki aksesibilitas yang cukup baik, dimana jalan sudah di bangun hingga ke desa-desa di kawasan perbatasan Malaysia.
Fasilitas sosial dan umum untuk tingkat desa dan kecamatan yang lebih baik, dengan investasi infrastruktur perkapita yang lebih baik serta fasilitas transportasi
dan telekomunikasi yang jauh lebih baik. Berbagai kendala infrastruktur wilayah kawasan perbatasan Kalimantan seperti minimnya akses darat, laut dan udara dari
dan ke kawasan perbatasan, minimnya infrastruktur informasi dan telekomunikasi,
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan kebutuhan biaya yang sangat mahal untuk mendatangi wilayah perbatasan tersebut
96
3. Pemanfaatan Sumber Daya Alam
. Jika hal ini dibiarkan akan lebih menambah kesenjangan dan ketertinggalan ekonomi wilayah ini, padahal daerah perbatasan memiliki
sumber daya yang begitu banyak akan tetapi tidak dimanfaatkan dan dikelola dengan baik.
Potensi sumberdaya alam yang berada kawasan perbatasan, baik di wilayah darat maupun laut cukup besar, namun sejauh ini upaya pengelolaannya belum
dilakukan secara optimal. Potensi sumberdaya alam yang memungkinkan dikelola di sepanjang kawasan perbatasan, antara lain sumber daya kehutanan,
pertambangan, perkebunan, pariwisata, dan perikanan. Selain itu, devisa negara yang dapat digali dari kawasan perbatasan dapat diperoleh dari kegiatan
perdagangan antarnegara. Upaya optimalisasi potensi sumber daya alam harus memperhatikan daya dukung lingkungan, sehingga tidak mengakibatkan
kerusakan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial. Pada sebagian besar kawasan perbatasan, upaya pemanfaatan SDA dilakukan secara ilegal dan tak
terkendali, sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup. Berbagai dampak lingkungan seperti polusi asap lintas batas
hedge pollution, banjir, longsor, tenggelamnya pulau kecil, dan sebagainya pada umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan illegal, seperti penebangan liar di
kawasan hutan dan pengerukan pasir di pulau-pulau kecil yang tidak terkendali. Hal ini cukup sulit ditangani, karena keterbatasan pengawasan pemerintah di
96
Zulkifli Rangkuti. 2010. Pengelolaan Perbatasan ditinjau dari Sisi Sosial, Ekonomi dan Ekologi. Jakarta: Selected Works. Hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
kawasan perbatasan dan belum ditegakkannya supremasi hukum secara adil dan tegas
97
4. Penegasan status daerah perbatasan
.
Antara lain ditujukan oleh masing-masing terdapatnya beberapa wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga namun belum
dimasukkan ke dalam wilayah persetujuan lintas batas oleh kedua negara, terutama dalam kaitannya dengan larangan untuk mengelola dan mengembangkan
wilayah penyangga sepanjang garis perbatasan
98
5. Keterbatasan sumber pendanaan
.
Daerah perbatasan relatif kurang diberikan prioritas pengembangannya dibandingkan dengan daerah lainnya di dalam kategori daerah tertinggal,
sehingga semakin memperlebar tingkat kesenjangan antar daerah
99
6. Kebijakan pembangunan
. Padahal daerah perbatasan adalah gerbang dari suatu negara dimana memiliki sumber daya
alam yang banyak dan kurang dioptimalkan dikarenakan keterbatasan pendanaan yang diberikan kepada daerah perbatasan oleh Pemerintah Indonesia.
Selama beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan masih belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan
pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan
potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan.
97
BNPP. Op. Cit. Hlm. 30.
98
Suryo Sakti Hadiwijoyo. Op. Cit. Hlm. 174.
99
Suryo Sakti Hadiwijoyo. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
GBHN 1999–2004 telah mengamanatkan arah kebijakan pengembangan daerah perbatasan yaitu “meningkatkan pembangunan di seluruh daerah, terutama di
Kawasan Timur Indonesia, daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah”
100
Demikian pula dalam Program Pembangunan Nasional Propenas 2000–2004 dinyatakan “program pengembangan daerah perbatasan bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi kawasan perbatasan, dan memantapkan ketertiban dan
keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain”. Sasarannya adalah terwujudnya peningkatan kehidupan sosial-ekonomi dan ketahanan sosial
masyarakat, terkelolanya potensi wilayah, dan ketertiban serta keamanan kawasan perbatasan
.
101
7. Ekonomi dan sosial budaya
. Sekalipun demikian, sejauh ini belum tersusun suatu kebijakan nasional yang
memuat arah, pendekatan, dan strategi pengembangan kawasan perbatasan yang bersifat menyeluruh dan mengintegrasikan fungsi dan peran seluruh stakeholders
kawasan perbatasan, baik di pusat maupun daerah, secara menyeluruh dan terpadu. Hal ini mengakibatkan penanganan kawasan perbatasan terkesan
terabaikan dan bersifat parsial.
Paradigma pengelolaan kawasan perbatasan di masa lampau sebagai ”halaman belakang” wilayah NKRI membawa implikasi terhadap kondisi kawasan
perbatasan saat ini yang tersolir dan tertinggal dari sisi sosial dan ekonomi.
100
BNPP. Op. Cit. Hlm. 19.
101
BNPP. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Munculnya paradigma ini, disebabkan oleh sistem politik dimasa lampau yang sentralistik dan sangat menekankan stabilitas keamanan. Secara historis,
hubungan Indonesia dengan beberapa negara tetangga pernah dilanda konflik, serta seringkali terjadinya pemberontakan-pemberontakan di dalam negeri.
Konsekuensinya, persepsi penanganan kawasan perbatasan lebih didominasi pandangan untuk mengamankan perbatasan dari potensi ancaman dari luar
external threat dan cenderung memposisikan kawasan perbatasan sebagai sabuk keamanan security belt. Hal ini telah mengakibatkan kurangnya pengelolaan
kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan melalui optimalisasi potensi sumberdaya alam, terutama yang dilakukan oleh investor swasta.
Kehidupan masyarakat di kawasan perbatasan yang miskin infrastruktur dan tidak memiliki aksesibilitas yang baik, pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi
sosial ekonomi di negara tetangga. Kawasan perbatasan di Kalimantan, kehidupan sosial ekonomi masyarakat, pada umumnya berkiblat ke wilayah
negara tetangga. Hal ini disebabkan adanya infrastruktur yang lebih baik atau pengaruh sosial ekonomi yang lebih kuat dari wilayah negara tetangga. Secara
jangka panjang, adanya kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang politik
102
Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi di setiap kawasan perbatasan baik laut maupun darat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya jumlah keluarga
prasejahtera di kawasan perbatasan serta kesenjangan sosial ekonomi dengan masyarakat di wilayah perbatasan negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh
.
102
BNPP. Ibid. Hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
akumulasi berbagai faktor, seperti rendahnya mutu sumber daya manusia, minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya produktifitas masyarakat dan
belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam di kawasan perbatasan. Implikasi lebih lanjut dari kondisi kemiskinan masyarakat di kawasan perbatasan
mendorong masyarakat terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi ilegal guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini selain melanggar hukum dan potensial
menimbulkan kerawanan dan ketertiban juga sangat merugikan negara. Selain kegiatan ekonomi ilegal, kegiatan ilegal lain yang terkait dengan aspek politik,
ekonomi dan keamanan juga terjadi di kawasan perbatasan laut seperti penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak. Kegiatan ilegal ini
terorganisir dengan baik sehingga perlu koordinasi dan kerjasama bilateral yang baik untuk menuntaskannya
103
8. Pertahanan dan keamanan
.
Masalah-masalah pelanggaran hukum, penciptaan ketertiban dan penegakan hukum di perbatasan perlu diantisipasi dan ditangani secara seksama. Luasnya
wilayah, serta minimnya prasarana dan sarana telah menyebabkan belum optimalnya aktifitas aparat keamanan dan kepolisian. Pertahanan dan keamanan
negara di kawasan perbatasan saat ini perlu ditangani melalui penyediaan jumlah personil aparat keamanan dan kepolisian serta prasarana dan sarana pertahanan
dan keamanan yang memadai. Sebagai konsekuensi terbatasnya prasarana, sarana dan sumberdaya manusia di bidang pertahanan dan keamanan, misalnya aparat
kepolisian dan TNI-AL beserta kapal patrolinya, telah menyebabkan lemahnya
103
BNPP. Ibid. Hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
pengawasan di sepanjang garis perbatasan di darat maupun perairan di sekitar pulau-pulau terluar. Disamping itu, lemahnya penegakan hukum akibat adanya
kolusi antara aparat dengan para pelanggar hukum, menyebabkan semakin maraknya pelanggaran hukum di kawasan perbatasan
104
Keberadaan Pos Lintas Batas PLB dan Pos Pemeriksaan Lintas Batas PPLB beserta fasilitas Bea Cukai, Imigrasi, Karantina, dan Keamanan CIQS sebagai
gerbang yang mengatur arus keluar masuk orang dan barang di kawasan perbatasan sangat penting. Sebagai pintu gerbang negara, sarana dan prasarana ini
diharapkan dapat mengatur hubungan sosial dan ekonomi antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat di wilayah negara tetangganya. Dengan adanya
sarana dan prasarana perbatasan akan mengurangi keluar-masuknya barang- barang illegal. Namun demian, jumlah sarana dan prasarana PLB, PPLB, dan
CIQS di kawasan perbatasan masih minim . Sebagai contoh, di
kawasan perbatasan darat, berbagai praktek pelanggaran hukum seperti aktifitas pencurian kayu illegal logging, penyelundupan barang, dan penjualan manusia
human trafficking, serta permasalahan identitas kewarganegaraan ganda masih sering terjadi. Demikian pula di kawasan perbatasan laut, sering terjadi
pembajakan dan perompakan, penyelundupan senjata, penyelundupan manusia seperti tenaga kerja, bayi, dan wanita, maupun pencurian ikan.
105
9. Terbatasnya kelembagaan dan aparat
.
Keterbatasan lembaga yang ditugaskan di daerah perbatasan, dengan tingkat kerawanan yang tinggi dan tidak diiringi dengan fasilitas yang memadai, sehingga
104
BNPP. Ibid. Hlm. 29
105
BNPP. Ibid. Hlm 30.
Universitas Sumatera Utara
banyak yang tidak merasa nyaman dan aman ketika melaksanakan tugas di wilayah perbatasan
106
. Hal ini berimplikasi terhadap penyelenggaraan fungsi- fungsi pelayanan kepada masyarakat setempat yang relatif kurang memadai
107
Pengelolaan kawasan perbatasan belum dilakukan secara terpadu dengan mengintegrasikan seluruh sektor terkait. Sampai saat ini, permasalahan beberapa
kawasan perbatasan masih ditangani secara ad hoc, sementara temporer dan parsial serta lebih didominasi oleh pendekatan keamanan security melalui
beberapa komite committee, sehingga belum memberikan hasil yang optimal. Komite-komite kerjasama penanganan masalah perbatasan yang ada saat ini
antara lain General Border Comitee GBC RI–Malaysia, Joint Border Committee JBC RI–Papua New Guinea, dan Joint Border Committee RI- Timor Leste
.
108
Pengelolaan perbatasan negara secara terpadu sangat strategis dan mendesak untuk dilakukan, karena menyangkut dengan integritas Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Salah satu hal yang turut memberikan kontribusi terhadap belum optimalnya pengelolaan dan penanganan permasalahan perbatasan saat ini adalah
belum jelasnya kewenangan dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Sesuai UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, pengaturan tentang pengembangan
kawasan perbatasan secara hukum berada dibawah tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten. Kewenangan pemerintah pusat hanya ada pada pintu-pintu
.
106
Suryo Sakti Hadiwijoyo. Loc. Cit. Hlm. 174.
107
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Op. Cit. Hlm. 14.
108
BNPP. Op. Cit. Hlm. 31.
Universitas Sumatera Utara
perbatasan border gate yang meliputi aspek kepabeanan, keimigrasian, karantina, serta keamanan dan pertahanan CIQS
109
a. Belum memadainya kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan
kawasan perbatasan mengingat penangannya bersifat lintas administrasi wilayah pemerintahan dan lintas sektoral, sehingga masih memerlukan
koordinasi dari institusi yang secara hirarkis lebih tinggi .
Dengan demikian Pemerintah Daerah dapat mengembangkan kawasan perbatasan selain di pintu-pintu masuk tersebut, tanpa menunggu pelimpahan kewenangan
dari Pemerintah Pusat. Namun demikian dalam pelaksanaannya pemerintah daerah belum melaksanakan kewenangannya tersebut. Hal ini dapat disebabkan
beberapa faktor:
b. Belum tersosialisasikannya peraturan dan perundang-undangan mengenai
pengelolaan kawasan perbatasan c.
Terbatasnya anggaran pembangunan pemerintah daerah d.
Masih adanya tarik menarik kewenangan pusat-daerah, misalnya dalam pengelolaan kawasan konservasi seperti hutan lindung dan taman nasional
sebagai international inheritance yang selama ini menjadi kewenangan pemerintah pusat Departemen Kehutanan
110
10. Kerjasama antarnegara dalam penanggulangan pelanggaran hukum di perbatasan.
.
Hingga saat ini belum optimalnya kerjasama antarnegara dalam penanggulangan pelanggaran hukum di perbatasan. Kerjasama antarnegara untuk menanggulangi
pelanggaran hukum di kawasan perbatasan seperti illegal logging, illegal fishing,
109
BNPP. Ibid.
110
BNPP. Ibid. Hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
penyelundupan kayu, pelanggaran batas negara, dan berbagai jenis pelanggaran lainnya belum dilaksanakan secara optimal. Di beberapa daerah kepulauan,
misalnya Kepulauan Riau, di Sangihe dan Talaud, perairan Kalimantan Timur, Papua dan NTB dan NTT, masih banyak nelayan asing terutama dari Thailand
dan Filipina yang melakukan kegiatan penangkapan tanpa ijin karena ketidaktahuan batas laut antara kedua negara
111
C. Pengelolaan Wilayah Perbatasan Indonesia melalui Badan Nasional Pengelola Perbatasan BNPP