Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Malaysia

11. Melaksanakan sidang apabila terjadi konflik antara 2 negara dengan tempat pelaksanaan sidang secara bergantian. 12. Apabila terjadi sengketa perbatasan, maka harus dibawa ke dalam forum GBC untuk dirundingkan dan diselesaikan. 13. Menjaga pos perbatasan bersama antara kedua negara 14. Apabila terjadi permasalahan dalam perbatasan seperti illegal logging, human traficking dan sebagainya akan dibawa ke dalam forum GBC dan akan ditindak lanjuti 160 .

C. Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Malaysia

Sengketa perbatasan merupakan salah satu sengketa internasional yang paling sensitif. Sengketa ini tidak jarang meningkat menjadi sebuah konflik politik antar dua negara tetangga yang berdampak serius baik secara sosial, budaya, dan ekonomi terutama bagi penduduk yang tinggal di daerah perbatasan. Dalam konteks ini, sesuai dengan hasil penelitian di lapangan beberapa penyebab terjadinya sengketa perbatasan, khususnya di perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia sebagai contoh kasus, banyak dipicu oleh persoalan penafsiran terhadap perjanjian perbatasan di zaman kolonial yang berbeda dengan kondisi perbatasan saat ini 161 160 Hasil wawancara dengan Mantan Komandan Resort Militer Danrem Kolonel Infantri purn H. Amreyza Anwar, SIP, MM. Yang bertugas di Korem 091Aji Surya Nata Kusuma Kodam VITPR Tahun 2004-2006 di Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 10 februari 2015. 161 Saru Arifin. Op. Cit. Hlm. 192. . Penetapan titik patok batas wilayah negara telah memiliki dasar hukum yang kuat berupa: Universitas Sumatera Utara a. Konvensi Perbatasan Tahun 1891 Konvensi ini diinterpretasikan dengan pertukaran Nota pada tanggal 16 Maret dan 3 Oktober 1905 dan dilengkapi dengan konvensi tanggal 26 Maret 1928. Pembuatan konvensi ini didasari oleh keinginan kedua belah pihak untuk menentukan batas-batas antara wilayah milik Belanda di Pulau Kalimantan dan negara-negara bagian di pulau tersebut yang berada di bawah protektorat Inggris. Dalam konvensi tahun 1891 ini disepakati beberapa hal yang mendasar sebagai berikut: Pertama, mengenai batas-batas wilayah darat dari sebelah timur Pulau Kalimantan sampai ke sebelah barat, khususnya di Tanjung Datu Kalimantan Barat. Dalam ketentuan Pasal 1 Konvensi 1891 dinyatakan bahwa batas antara wilayah-wilayah yang dimiliki oleh Belanda di Kalimantan wilayah negara-negara protektorat Inggris di pulau yang sama, harus bermula dari 4° 10” Lintang Utara di pantai timur Kalimantan. Selanjutnya, garis batas harus diteruskan dari 4° 10’ Lintang Utara ke arah barat, mengikuti arah barat-barat laut, diantara Sungai Semenggaris dan Sungai Soedang hingga mencapai titik dimana garis 117° Bujur Timur memotong garis paralel 4° 20” wilayah Belanda. Kedua, selain disepakati mengenai beberapa titik koordinat perbatasan masing-masing sebagaimana disebutkan diatas, kedua belah pihak sepakat bahwa letak garis batas yang tepat seperti yang telah dijelaskan diatas, dan harus ditentukan kemudian oleh persetujuan kedua belah pihak pada waktu Universitas Sumatera Utara yang oleh Belandadan pemerintah Inggris dianggap tepat. Hal ini ditindak lanjuti kemudian dengan Protokol 1915 antara Inggris dengan Belanda. Ketiga, berisi hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh masing- masing pihak dalam pengaturan lalu lintas penduduk dan barang pada masing-masing wilayah 162 b. Konvensi Perbatasan Tahun 1915 . Konvensi perbatasan tahun 1951 yang dilakukan oleh Inggris dan Belanda ini merupakan penyempurnaan dari konvensi tahun 1891. Dalam konvensi tahun 1915 ini bats-batas wilayah negara masing-masing telah diuraikan lebih detail dibandingkan dengan konvensi 1891. Dalam konvensi 1915 ini berisi hasil kesepakatan tim survei kedua belah pihak terhadap titik-titik koordinat sepanjang perbatasan yang dilakukan melalui perjalanan darat selama 8 bulan, terhitung 8 Juni 1912, hingga tanggal 30 Januari 1913. Selama periode tersebut Komisi Negeri Belanda telah melakukan pengamatan-pengamatan astronomi dan survei-survei topografi yang diperlukan, dan hasilnya dinyatakan benar dan cukup sufficient untuk penentuan batas. Konvensi 1915 ini sifatnya lebih detail dan teknis dalam penetuan batas- batas titik koordinat perbatasan berdasarkan konvensi tahun 1891 sebelumnya. Ketika diadakan survei bersama oleh kedua belah pihak kemudian disepakati untuk membuat pilar-pilar sebagai tanda perbatasan, antara lain: 162 Saru Arifin. Ibid. Hlm 94. Universitas Sumatera Utara 1. Dua pilar pada tepi yang berseberangan dari Sungai Pentjiangan, keduanya diberi tanda “G.P.1” 2. Satu pilar di tepi kanan Sungai Agisan, diberi tanda “G.P.3” 3. Satu pilar pada tepi kiri Sungai Seboeda, diberi tanda “G.P.2”. Semuanya terletak pada paralel 4° 20’ Lintang Utara. Dalam konvensi 1915 tersebut, tampak bahwa kedua belah pihak sepakat menggunakan perbatasan imaginer berupa sungai-sungai atau perbatasan air lainnya watershed, baik yang ada di pegunungan maupun di tempat lainnya. Perbatasan yang ditandai dengan batas-batas alam, secara visual akan lebih mudah diidentifikasikan. Hal ini tentu akan lebih memudahkan dalam penentuan patok-patok batas wilayah darat masing-masing bagi pemerintahan berikutnya melalui penelusuran kembali petunjuk yang ada di dalam konvensi tersebut 163 c. Konvensi Perbatasan Tahun 1918 . Pada konvensi tahun 1918 ini, kesepakatan perbatasan lebih banyak ditekankan pada perbatasan yang menggunakan batas-batas pegunungan. Hal ini sedikit berbeda dengan konvensi 1915 yang banyak difokuskan pada batas-batas air watershed. Berikut ini adalah hasil kesepakatan survei yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak dalam menentukan batas negaranya masing-masing setelah dilakukan survei lapangan. Dari tugu triangulasi Gunung Api, dimana sebuah pilar telah didirikan, garis batas mengarah kira-kira ke Barat Daya sejauh 450 m menuju ke 163 Saru Arifin. Ibid. Universitas Sumatera Utara sebuah titik di Gunung Api, dimana sebuah pilar telah didirikan, selanjutnya garis ini mengikuti watershed menurun kira-kira ke arah Barat Daya sejauh 650 m menuju ke sebuah titik dimana sebuah pilar telah didirikan. Selanjutnya ke arah barat dan sedikit ke utara sejauh 700 m hingga mencapai sebuah titik pada jalan setapak yang menghubungkan tugu astronomi Gumbang dengan Siding, dimana sebuah pilar telah didirikan. Selanjutnya mengikuti jalan setapak tersebut pada umumnya dalam arah timur laut sejauh 500 m ke titik batu aum, dimana sebuah pilar telah didirikan selanjutnya mengikuti garis lurus yang mengarah kira-kira ke barat laut sedikit ke utara ke aliran pertama , anak Sungai Odong sejauh 600 m 164 164 Saru Arifin. Ibid. . Perjanjian perbatasan Indonesia dengan Malaysia berpedoman kepada perjanjian perbatasan yang dibuat oleh Inggris dan Belanda sebagai negara yang menjajah Indonesia dan Malaysia pada waktu lampau. Ketiga perjanjian perbatasan yang dilakukan Britania Raya-Belanda tersebut menegaskan delitimasi perbatasan antara kedua negara yang menggunakan titik-titik koordinat pada wilayah perbatasan darat, baik yang alamiah maupun buatan. Kejelasan delitimasi tesebut sangat berpengaruh terhadap penegasan batas melalui kegiatan demarkasi di lapangan. Universitas Sumatera Utara Daerah perbatasan yang telah disepakati dengan konvensi perbatasan pada masa lampau, tidak luput dari persengketaan. Sengketa perbatasan yang telah dibawa ke dalam forum GBC adalah sebagai berikut: 1. Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan Awalnya, persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status quo akan tetapi, ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempatididuduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di pulau Sipadan dan Ligitan. Pulau Sipadan adalah pulau yang luasnya hanya 4 km² itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah, dari jumlahnya fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tetapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau- pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, meminta agar pembangunan dihentikan. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum Universitas Sumatera Utara diputus siapa pemiliknya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya 165 2. Sengketa Perairan Ambalat . Persoalan klaim diketahui setelah pada tahun 1967 dilakukan pertemuan teknis pertama kali mengenai hukum laut antara Indonesia dan Malaysia. Kedua belah pihak bersepakat kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo. Pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia-Malaysia, kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan dan Ligitan. Tentunya hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut. Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10 arah utara melewati Pulau Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian 165 ”Sengketa Sipadan dan Ligitan”. Sebagaimana dimuat dalam http:id.wikipedia.orgwikiSengketa_Sipadan_dan_Ligitan yang diakses pada tanggal 22 februari 2015 pukul 0.58 WIB. Universitas Sumatera Utara Tapal Batas Kontinental Indonesia-Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970 166 . Gambar No. 4.1. Peta Ambalat Sumber: http:nassamothree.blogspot.com201205normal-0-false-false-false-en- us-x-none.html 3. Sengketa Pulau Tanjung Datu-Camar Bulan Isu perbatasan di sekitar Desa Temajuk, Dusun Camar Bulan sekitar Tanjung Datu mencuat. Batas darat Indonesia-Malaysia di sekitar Tanjung Datu mengikuti batas yg telah ditetapkan oleh Belanda dan Inggris sebagai penjajahpendahulu yang waktu itu menguasai BorneoKalimantan. Dalam Hukum Internasional dikenal prinsip Uti Possidetis Juris, artinya wilayah dan batas wilayah suatu negara, mengikuti wilayah dan batas wilayah pendahulupenjajahnya. Prinsip Uti Possidetis Juris inilah yg dijadikan dasar oleh 166 ”Sengketa Blok Ambalat”. Sebagaimana dimuat dalam http:nassamothree.blogspot.com201205normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html yang diakses pada tanggal 28 Februari 2015 pukul 16.27 WIB. Universitas Sumatera Utara Indonesia dan Malaysia saat menetapkan batas wilayah di sekitar Tanjung Datu. Prinsip ini juga dominan dianut oleh negara-negara di Asia Tenggara 167 Jika merujuk pada teori klasik pembuatan batas, ada empat tahap yang harus dilakukan yaitu alokasi, delimitasi, demarkasi, dan administrasi. Ini dikemukakan oleh Stephen B. Jones pada tahun 1945 dan dipercaya masih benar adanya sampai saat ini. Alokasi adalah proses penentuan secara umum kawasan yang menjadi milik satu pihak dan pihak lain, tanpa melakukan pembagian secara akuratteliti. Proses ini bersifat politis. Delimitasi adalah penetapan garis batas secara teliti di atas peta, berdasarkan proses alokasi sebelumnya. Demarkasi adalah proses penegasan titik dan garis batas dengan pemasangan pilarpatok di lapangan berdasarkan delimitasi sebelumnya. Tahap terakhir adalah administrasi yang berarti adalah Pengelolaan perbatasan, termasuk pemeliharaan titikgaris . 168 Dalam hal batas Indonesia-Malaysia di Kalimantan, proses alokasi dan delimitasi sesungguhnya sudah final karena sudah dilakukan oleh Inggris dan Belanda. Yang belum diselesaikan adalah demarkasi yang akibatnya juga menghambat proses administrasi atau pengelolaan. Karena mengikuti prinsip uti possidetis juris, penegasan batas oleh Indonesia-Malaysia dilakukan berdasarkan perjanjian penetapan batas yang sudah disepakati oleh Inggris dan Belanda di masa penjajahan. Ada tiga produk hukum yang dijadikan acuan yaitu Konvensi antara Belanda dan Inggris dalam menentukan garis batas di Kalimantan, ditandatangani di London tangga 20 Juni 1891, Protokol antara Inggris dan . 167 ”Memahami Persoalan Perbatasan di Camar BulanTanjung Datu”. Sebagaimana dimuat dalam http:www.borderstudies.info?p=1224 yang diakses pada tanggal 22 februari 2015 pukul 12.44 WIB. 168 ”Memahami Persoalan Perbatasan di Camar BulanTanjung Datu”. Sebagaimana dimuat dalam http:www.borderstudies.info?p=1224. Ibid. Universitas Sumatera Utara Belanda perihal garis batas Negara Utara Kalimantan dan Wilayah Belanda di Kalimantan, ditandatangani di London 28 September 1915, dan Konvensi terkait kelanjutan delimitasi dari garis batas antara negara–negara di Kalimantan dibawah Proteksi Inggris dan Wilayah Belanda di pulau tersebut. Ditandatangani di Den Haag, 26 Maret 1928. Untuk singkatnya, ketiga produk ini disebut perjanjian 1891, 1915 dan 1918 169 Inti dari proses penegasan batas Indonesia-Malaysia di Kalimantan adalah menerjemahkan isi perjanjian 1891, 1915 dan 1918 menggunakan cara, pendekatan dan teknologi baru sehingga bisa dinyatakan dalam bentuk posisi akurat berupa koordinat. Dalam menyatakan posisi garis batas, perjanjian Inggris dan Belanda menggunakan deskripsi seperti garis batas dari puncak gunung A ke B melalui punggungan daratan. Dalam hal ini, digunakan deskripsi yang cukup rinci tetapi tidak menyebut posisi yang akurattepat berupa koordinat. Sementara itu, penegasan batas Indonesia-Malaysia dewasa ini menginginkan penggunaan posisi yang tentu saja akurat berupa koordinat. Tugas tim penegasan batas adalah menerjemahkan deskripsi menjadi posisi akurat berupa koordinat. Kegiatan ini melibatkan tim gabungan Indonesia dan Malaysia untuk menentukan posisi titik- titik batas di lapangan sesuai deskripsi pada perjanjian Inggris-Belanda . 170 Tidak mudah menerjemahkan deskripsi menjadi posisi akurat, pasti ada perbedaan penafsiran. Perubahan bentang alam adalah salah satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan penafsiran itu. Misalnya, di perjanjian Inggris- . 169 ”Memahami Persoalan Perbatasan di Camar BulanTanjung Datu”. Sebagaimana dimuat dalam http:www.borderstudies.info?p=1224. Ibid. 170 ”Memahami Persoalan Perbatasan di Camar BulanTanjung Datu”. Sebagaimana dimuat dalam http:www.borderstudies.info?p=1224. Ibid. Universitas Sumatera Utara Belanda dikatakan adanya sungai tetapi sungai itu bisa jadi sudah tidak ada karena perubahan alam. Perbedaan penafsiran ini menyebabkan adanya segmen garis batas yang tertunda penyelesaiannya. Untuk segmen yang sudah disepakati, Indonesia dan Malaysia telah membuat Nota Kesepahaman MoU yang sifatnya mengikat 171 . Segmen yg belum disepakati disebut dengan Outstanding Boundary Problems OBP dan terus menjadi perihal yang dirundingkan unutk diselesaikan. Khusus untuk segmen di Camar BulanTanjung Datu, perjanjian Inggris dan Belanda tahun 1981 mengatakan, pada intinya, garis batas adalah di sepanjang watershedbatas aliran air. Dalam bahasa sederhana, watershed adalah punggungan daratan pemisah aliran air. Gambar No. 4. 2. Mecusuar Malaysia di Tanjung Datu Sumber: http:www.borderstudies.info?p=1224. 171 ”Memahami Persoalan Perbatasan di Camar BulanTanjung Datu”. Sebagaimana dimuat dalam http:www.borderstudies.info?p=1224. Ibid. Universitas Sumatera Utara Sengketa Pulau ini semakin memanas dikarenakan Malaysia mendirikan mercusuar di wilayah Tanjung Datu. Ini yang membuat Indonesia tidak terima dengan hal yang dilakukan oleh Malaysia karena daerah itu masih disengketakan dan belum adanya keputusan milik siapa pulau tersebut. Hal ini kemudian dibawa ke dalam forum GBC untuk ditindak lanjuti. D. Penyelesaian Sengketa Perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia melalui General Border Committee GBC Perbatasan sebagai daerah frontier dari suatu negara yang berbatasan dengan negara lain, kerap sekali menimbulkan sengketa. Meskipun terbentuknya perbatasan tersebut telah terdefenisikan dalam sebuah perjanjian. Menurut Malcom Shaw, persoalan krusial yang kerap menjadi pemicu terjadinya sengketa adalah pada aplikasi praktis dari perjanjian perbatasan yang telah dibuat pada masa kolonial, seperti perbedaan penafsiran terhadap perjanjian, pengakuan secara diam-diam dan lain sebagainya 172 Dalam hukum internasional, dikenal dua model penyelesaian sengketa internasional, penyelesaian sengketa secara hukum dan non hukum. Penyelesaian sengketa secara hukum yaitu metode diplomasi yang mencakup negosiasi, inquairy, mediasi, jasa baik dan konsiliasi. Metode berikutnya adalah metode legal yang mencakup arbitrase, The International Court of Justice, dan pengadilan-pengadilan lainnya dalam hubungan regional. Penyelesaian sengketa . 172 Malcom Shaw. Op. Cit. Hlm. 248. Universitas Sumatera Utara secara non hukum seperti diplomasi dalam pertemuan dua atau lebih negara dalam suatu forum seperti GBC atau lembagaforum lainnya 173 1. Negosiasi perundingan . Menurut pasal 33 ayat 1 Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut: Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga. 2. Enquiry penyelidikan Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta. 3. Good offices jasa-jasa baik Yaitu pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka. 4. Mediation mediasi Yaitu pihak ketiga campur tangan untuk mengadakan rekonsiliasi tuntutan-tuntutan dari para pihak yang bersengketa. Dalam mediasi pihak ketiga lebih aktif. 5. Consiliation Konsiliasi Merupakan kombinasi antara penyelesaian sengketa dengan cara enquiry dan mediasi. 173 Saru Arifin. Op. Cit. Hlm. 186. Universitas Sumatera Utara 6. Arbitration arbitrasi Yaitu pihaknya adalah negara, individu, dan badan-badan hukum. Arbitrasi lebih flexible dibanding dengan penyelesain sengketa melalui pengadilan. 7. Penyelesain sengketa menurut hukum Dalam penyelesaian ini para pihak yang bersengketa akan mengajukan masalahnya ke Mahkamah Internasional. Mahkamah internasional ini bertugas untuk menyelesaikan tuntutan yang diajukan dan mengeluarkan keputusan yang bersifat final dan mengikat para pihak. Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari PBB, jadi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. 8. Badan-badan regional Melibatkan lembaga atau organisasi regional baik sebelum maupun sesudah PBB berdiri. 9. Cara-cara damai lainnya Cara-cara damai lainnya yang diakui oleh PBB 174 Metode penyelesaian sengketa non hukum ini dapat dijadikan rujukan kepada negara-negara lainnya. Metode penyelesaian sengketa non hukum ini bukan berarti tidak memiliki aspek hukumnya, akan tetapi metode ini lebih mengedepankan proses perdamaian dan win-win solution diantara kedua negaralebih tanpa merusak hubungan diplomatik diantara kedua negara yang sedang bersengketa. Karena negara-negara ini menganggap akan lebih baik jika . 174 M. Lutfi Chakim. “Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai”. Sebagaimana dimuat dalam http:www.lutfichakim.com201108penyelesaian-sengketa-internasional.html yang diakses pada tanggal 28 februari 2015 pukul 21.58 WIB. Universitas Sumatera Utara persengketaan dibicarakan dalam sebuah forum daripada dibawa ke Mahkamah Internasional yang kelak akan berdampak pada hubungan diplomatik kedua negara. Prosedur penyelesaian sengketa melalui GBC dilakukan sebagai berikut: 1. Adanya laporan dan bukti-bukti yang valid dari Indonesia atau Malaysia maupun keduanya terhadap hal yang disengketakan dan disampaikan kepada GBC. 2. Permasalahan ini dibawa ke dalam forum GBC dan disidangkan di negara Indonesia ataupun Malaysia berdasarkan kesepakatan di negara mana akan dilaksanakan sidang GBC. Sidang GBC dilaksanakan selama 1 tahun sekali dengan tempat sidang secara bergantian antara kedua negara dan diperbolehkan mengadakan sidang lebih dari satu kali selama 1 tahun apabila banyak hal yang penting ataupun banyak sengketa yang terjadi di perbatasan. 3. Sidang GBC dipimpin oleh ketua GBC. 4. Kedua belah pihak menyampaikan bukti-bukti dalam sidang dan pimpinan GBC mengutus tentara bersama yaitu tentara Indonesia dan Malaysia untuk melakukan survey bersama terhadap hal yang disengketakan. 5. Tentara Indonesia dan Malaysia melakukan survey bersama dan mengumpulkan data-data mengenai hal yang disengketakan lalu menyerahkannya pada sidag GBC selanjutnya. 6. Setelah bukti-bukti diserahkan maka pimpinan sidang memutuskan perkara kepada kedua negara. Universitas Sumatera Utara 7. Setelah putusnya perkara, maka masing-masing delegasi menandatangani Memorandum of Understanding MoU atau biasa disebut Nota Kesepahaman yang telah diputus dan sifatnya mengikat bagi kedua negara 175 GBC merupakan tindak lanjut dari Konvensi Perbatasan Belanda dan Inggris pada waktu menjajah bangsa Indonesia dan Malaysia terdahulu. Sehingga untuk tidak munculnya perbedaan pendapat dan menimbulkan persengketaan maka lembaga GBC ini hadir untuk mewadahi forum diplomasi untuk perbatasan kedua negara yang terkadang kondisi peta perbatasan zaman Hindia Belanda- Britania Raya berbeda dengan kondisi perbatasan saat ini yang telah berubah karena bencana alam. Maka dari itu dibuat sidang rutin oleh GBC. Adapun penyelesaian sengketa perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia melaui GBC adalah sebagai berikut: . 1. Penyelesaian sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan akhirnya dibawa ke forum GBC, akan tetapi kedua negara ketika pertemuan tidak ingin membahas lebih lanjut dan di dalam sidang GBC masing-masing tetap mengklaim Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan milik negara masing-masing sejak zaman penjajahan Belanda-Britania Raya. Dikarenakan tidak menemukan titik temu dalam sidang GBC dan kedua negara masing-masing tidak ingin membahas dalam lembaga perbatasan tersebut maka pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia dalam KTT 175 Hasil wawancara dengan Mantan Komandan Resort Militer Danrem Kolonel Infantri purn H. Amreyza Anwar, SIP, MM. Yang bertugas di Korem 091Aji Surya Nata Kusuma Kodam VITPR Tahun 2004-2006 di Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 10 februari 2015. Universitas Sumatera Utara pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa Kepualauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan setara Brimob melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau 176 Setelah hampir 30 tahun, perundingan tiba pada jalan buntu, karena baik Indonesia yang bertahan pada posisi dan argumentasi bahwa kedua pulau tersebut telah menjadi bagian wilayahnya sejak masa penjajahan Belanda, maupun Malaysia yang juga meyakini kedaulatannya atas pulau-pulau tersebut sejak masa kolonial Inggris, tetap bertahan pada posisi masing-masing. Pada 1997 kedua belah pihak sepakat menempuh jalan hukum yaitu dengan menyerahkan sengketa tersebut kepada Mahkamah Internasional . 177 Kedua pihak sepakat untuk mengajukan penyelesaian sengketa tersebut ke Mahkamah Internasional dengan menandatangani dokumen “Special Agreement for the Submission to the International Court of Justice on the Dispute between Indonesian and Malaysia concerning the Sovereignty over Pulau Ligitan and Pulau Sipadan” di Kuala Lumpur pada tanggal 31 Mei 1997. Pada tanggal 2 . 176 Ika Wulan. “Sengketa Sipadan dan Ligitan”. Sebagaimana dimuat dalam https:ikawulan30.wordpress.com20130407sengketa-sipadan-dan-ligitan yang diakses pada tanggal 1 Maret 2015. 177 Ika Wulan. “Sengketa Sipadan dan Ligitan”. Sebagaimana dimuat dalam https:ikawulan30.wordpress.com20130407sengketa-sipadan-dan-ligitan. Ibid. Universitas Sumatera Utara November 1998, kesepakatan khusus yang telah ditandatangani itu kemudian secara resmi disampaikan kepada Mahkamah Internasional, melalui suatu “joint letter” atau notifikasi bersama. Proses argumentasi tertulis “written pleadings“ dari kedua belah pihak dianggap rampung pada akhir Maret 2000 di Mahkamah Internasional. Argumentasi tertulis itu terdiri atas penyampaian “memorial”, “counter memorial“, dan “reply” ke Mahkamah Internasional 178 Proses penyelesaian sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional memasuki tahap akhir, yaitu proses argumentasi lisan “oral hearing“, yang berlangsung dari tanggal 3-12 Juni 2002. Pada kesempatan itu, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda selaku pemegang kuasa hukum RI, menyampaikan argumentasi lisannya “agent’s speech“, yang kemudian diikuti oleh presentasi argumentasi yuridis yang disampaikan Tim Pengacara Republik Indonesia. Mahkamah Internasional kemudian menyatakan bahwa keputusan akhir atas sengketa tersebut akan ditetapkan pada Desember 2002. Pada tanggal 17 Desember 2002, Mahkamah Internasional di Den Haag menetapkan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Kerajaan Malaysia atas dasar “efektivitas” karena Malaysia telah melakukan upaya administrasi dan pengelolaan konservasi alam di kedua pulau tersebut . 179 Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari Mahkamah Internasional, sementara satu . 178 Ika Wulan. “Sengketa Sipadan dan Ligitan”. Sebagaimana dimuat dalam https:ikawulan30.wordpress.com20130407sengketa-sipadan-dan-ligitan. Ibid. 179 Ika Wulan. “Sengketa Sipadan dan Ligitan”. Sebagaimana dimuat dalam https:ikawulan30.wordpress.com20130407sengketa-sipadan-dan-ligitan. Ibid. Universitas Sumatera Utara hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim, yaitu pemerintah Inggris penjajah Malaysia telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an 180 2. Penyelesaian Sengketa Perairan Ambalat . Dalam hal ini GBC tidak berhasil menyelesaikan sengketa perbatasan antara kedua negara dikarenakan kedua negara tidak menemukan titik temu dan masing-masing negara tetap bersitegang dan kurangnya peran GBC dalam penyelesaian sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan ini sehingga masalah ini akhirnya dibawa ke Mahkamah Internasional. Pada 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia akan tetapi, kembali pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan serta merta menyatakan dirinya sebagai negara kepulauan dan secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat kedalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10 ′ arah utara melewati pulau Sebatik. Tentu peta ini pun sama nasibnya dengan terbitan Malaysia pada tahun 1969 yaitu diprotes dan tidak diakui oleh pihak Indonesia dengan berkali-kali 180 ”Sengketa Sipadan dan Ligitan”. Sebagaimana dimuat dalam http:id.wikipedia.orgwikiSengketa_Sipadan_dan_Ligitan. Loc. Cit. Universitas Sumatera Utara pihak Malaysia membuat sendiri peta sendiri padahal telah adanya perjanjian Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia–Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970 181 Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan . Gambar No. 4. 3. Peta Sengketa Ambalat Kawasan perairan Ambalat menyimpan kandungan minyak dan gas bumi dalam jumlah besar. Menurut ahli geologi dari lembaga konsultan Exploration 181 ”Kronologi Sengketa Ambalat”. Sebagaimana dimuat dalam http:garudamiliter.blogspot.com201205ambalat.html yang diakses pada tanggal 22 februari 2015 pukul 1.06 WIB. Universitas Sumatera Utara Think Tank Indonesia ETTI Andang Bachtiar, satu titik tambang di Ambalat menyimpan cadangan potensial 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas. perairan Ambalat, yang terdiri atas tiga blok–East Ambalat dikelola Chevron, Ambalat ENI Lasmo, dan Bougainvillea–secara bisnis dan ekonomi sangat menjanjikan 182 Malaysia mengklaim wilayah perairan Ambalat, yang mencakup 25.700 kilometer persegi atau hampir seluas seluruh Provinsi Sulawesi Selatan. Kedua wilayah kerja minyak dan gas bumi itu diberi nama Blok ND-6 dan ND-7. Sebelumnya, kedua blok itu dinamakan Blok Y dan Z. Selanjutnya Krisis Blok Ambalat atara Pemerintah Indonesia dan Malaysia terus memanas. Sebanyak 13 kali kapal dan pesawat Angkatan Tentara Malaysia memasuki wilayah kedaulatan Indonesia di Ambalat, Kalimantan Timur . 183 Hal ini akhirnya dibawa ke dalam forum GBC, akan tetapi awalnya tidak menemukan titik temu antara kedua negara. Indonesia dan Malaysia telah melakukan upaya diplomasi dalam forum ini akan tetapi kedua negara tetap mengklaim peariran ini adalah milik masing-masing negara dan tidak ingin diadakannya survey kembali terhadap peta dan batas-batas lintas di perbatasan. Akhirnya setelah melalui proses yang cukup panjang kedua negara sepakat untuk menyerahkan permasalahan ini ke proses perundingan, dan dalam sidang ke 37 GBC hanya membahas sebatas penetapan aturan pelibatan rules of engagement antarkedua belah pihak, misalnya jika terjadi penahanan terhadap awak kapal . 182 ”Kronologi Sengketa Ambalat”. Sebagaimana dimuat dalam https:aguskuswanto.wordpress.com20090604kronologi-sengketa-ambalat. Ibid. 183 ”Kronologi Sengketa Ambalat”. Sebagaimana dimuat dalam https:aguskuswanto.wordpress.com20090604kronologi-sengketa-ambalat. Ibid. Universitas Sumatera Utara salah satu pihak oleh pihak lain dan kedua negara mengedepankan upaya saling menguntungkan kedua belah pihak terhadap Ambalat 184 Perairan Ambalat menjadi sengketa dikarenakan letaknya yang begitu dekat dengan Pulau Sipadan dan Ligitan. UNCLOS mengatur kewenangan suatu negara akan laut. Disebutkan bahwa sebuah negara pantai coastal state berhak atas laut teritorial sejauh 12 mil laut, zona tambahan sejauh 24 mil laut, zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut, dan landas kontinen dasar laut sejauh 350 mil laut atau lebih . 185 184 ”Ambalat Tidak dibahas dalam GBC”. Sebagaimana dimuat dalam . Pasca kasus Sipadan dan Ligitan, Malaysia langsung mengklaim laut teritorial dan ZEE yang menumpangi laut teritorial, termasuk karang Unarang dan blok Ambalat. Secara pasti Mahkamah Internasional tidak memutuskan mencabut konvensi dan protokol London tersebut dan tidak mengatur batas wilayah Indonesia dan Malaysia. Walaupun berdasarkan UNCLOS, blok Ambalat termasuk wilayah Indonesia, tapi Indonesia memiliki trauma politik yang tidak baik pasca kalah di Mahkamah Internasional soal Pulau Sipadan-Ligitan. Dengan percaya diri, 2005 Malaysia mengklaim blok Ambalat sebagai wilayahnya. Bahkan Malaysia sudah menawarkan kawasan ini kepada perusahaan minyak multinasional, Shell. Sebenarnya Malaysia bukanlah Negara kepulauan seperti yang telah ditentukan dalam UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi baik oleh Indonesia maupun Malaysia. Dalam pasal 121 UNCLOS 1982 menerangkan bahwa pulau – pulau kecil di tengah laut hanya mempunyai http:alutsista.blogspot.com200812ambalat-tidak-di-bahas-dalam-gbc.html yang diakses pada tanggal 21 februari 2015 pukul 18.41 WIB. 185 ”Konvensi PBB Tentang Hukum LautUNCLOS. Sebagaimana dimuat dalam http:www.tabloiddiplomasi.orgprevious-isuue105-september-2010929-konvensi-pbb-tentang- hukum-laut-unclos.html yang diakses pada tanggal 1 Maret 2015 pukul 11.42 WIB. Universitas Sumatera Utara laut teritorial, ZEE dan landas kontinen, tetapi tidak bisa dijadikan penetapan batas landas kontinen. Penetapan batas landas kontinen dua negara tidak bisa di mulai dari pulau-pulau kecil, tetapi harus di mulai dari garis pangkal dengan menggunakan normal base line atau straight base line. Karena itu Pulau Sipadan dan Ligitan tidak bisa memakai garis batas landas kontinen dalam penetapannya melainkan di ukur dari garis pangkal laut teritorial di hadapan daratan Sabah dan pulau Sebatik Malaysia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia baik dari jalur Diplomasi maupun militer. Tapi terhadap masalah ini belum didapatkan jalan keluarnya. Setelah melewati tahapan yang cukup panjang akan perairan Ambalat ini, maka sengketa ini dibicarakan lagi di dalam sidang GBC dan GBC memutuskan bahwa perairan ambalat merupakan milik Indonesia dan disepakati oleh kedua belah pihak dengan menandatangani MoU. Indonesia langsung mendirikan mercusuar di wilayah Ambalat 186 3. Penyelesaian Sengketa Pulau Tanjung Datu-Camar Bulan . Untuk menyelesaikan sengketa ini maka kembali diadakan survei tahun 1976, ternyata daerah Camar BulanTanjung Datu relatif datar tidak berbukit, sedangkan dalam peta Britania Raya-Belanda memiliki bukit. Mesti tidak mudah, 186 Hasil wawancara dengan Mantan Komandan Resort Militer Danrem Kolonel Infantri purn H. Amreyza Anwar, SIP, MM. Yang bertugas di Korem 091Aji Surya Nata Kusuma Kodam VITPR Tahun 2004-2006 di Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 10 februari 2015. Universitas Sumatera Utara tetap tim bersama Indonesia-Malaysia berhasil memutuskan garis watershed sesuai datametodeteknologi yang tersedia ketika itu 187 . Gambar No. 4. 4. Peta Pulau Tanjung Datu Sumber: http:www.borderstudies.info?p=1224 Dalam pertemuan GBC, pihak Indonesia merasa ragu-ragu dan tidak puas dengan hasil survey tahun 1976 dan mengusulkan dilakukan survey ulang. Malaysia menyetujui dan selanjutnya dilakukan survey ulang menggunakan alat dan metode yang lebih teliti. Survei ulang ini dilakukan pada tahun 1978. Ternyata hasil survei 1976 dan 1978 menunjukkan hasil yg sama, bahwa pada kawasan tersebut terdapat watershed meskipun pembuktiannya tidak mudah karena kawasannya relatif datar. Temuan survey ulang tahun 1978 itu kemudian dituangkan dalam MoU tahun 1978. Artinya, batas darat Indonesia-Malaysia di Camar BulanTanjung Datu berhasil ditetapkan dan itu sudah sesuai dengan perjanjian Inggris-Belanda yaitu mengikuti watershed. Dengan demikian, segmen 187 ”Memahami Persoalan Perbatasan di Camar BulanTanjung Datu”. Sebagaimana dimuat dalam http:www.borderstudies.info?p=1224. Ibid. Universitas Sumatera Utara batas darat di Camar BulanTanjug Datu sudah disepakati oleh Indonesia dan Malaysia dan tidak termasuk OBP. Dengan disepakatinya segmen Camar BulanTanjung Datu ini, kini Indonesia-Malaysia punya 9 OBP yang masih harus diselesaikan 188 Garis batas yang ditetapkan berdasarkan MoU 1978 itu melengkung sedemikian rupa membentuk kantong ke arah Indonesia. Melihat bentuknya, memang mungkin muncul dugaan bahwa garis ini tidak adil bagi Indonesia. Namun perlu diperhatikan, garis ini mengikuti bentang alam watershed dan merupakan hasil pengukuransurvey teliti berdasarkan perjanjian Inggris-Belanda tahun 1891, bukan dokumen atau peta lainnya yang bukan bagian dari Perjanjian Inggris-Belanda 1891. Akhirnya, persoalan Tanjung Datu dan Camar Bulan berhasil diselesaikan di dalam forum GBC tanpa harus dibawa ke Mahkamah Internasional dan wilayah Tanjung Datu-Camar Bulan sah menjadi milik Indonesia dan telah dituangkat dalam MoU yang sifatnya mengikat. Oleh sebab itu, Malaysia membongkar mercusuar yang telah dibangun di wilayah Tanjung Datu dan Indonesia mulai membangun wilayah tersebut. Setelah selesai dan mendapatkan data yang valid mengenai kejelasan pulau ini maka tim GBC bersama-sama mengelola wilayah ini . 189 188 Hasil wawancara dengan Mantan Komandan Resort Militer Danrem Kolonel Infantri purn H. Amreyza Anwar, SIP, MM. Yang bertugas di Korem 091Aji Surya Nata Kusuma Kodam VITPR Tahun 2004-2006 di Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 10 februari 2015. 189 Hasil wawancara dengan Mantan Komandan Resort Militer Danrem Kolonel Infantri purn H. Amreyza Anwar, SIP, MM. Yang bertugas di Korem 091Aji Surya Nata Kusuma Kodam VITPR Tahun 2004-2006 di Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 10 februari 2015. . Universitas Sumatera Utara Kedua pihak yaitu Malaysia dan Indonesia melalui lembaga GBC ini selalu bersepakat bahwa akan lebih baik jika suatu perkara dibahas dalam forum GBC saja, karena jika dibawa ke Mahkamah Internasional akan berdampak tidak baik kepada masing-masing negara baik dari segi diplomasi, kerja sama dalam bidang politik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan dan sebagainya yang sedang dijalian antara kedua negara. Dapat disimpulkan bahwasannya pengelolaan wilayah perbatasan dan penyelesaian sengketa oleh GBC kurang maksimal. Hal ini dilihat dari kondisi perbatasan yang masih terjadi kesenjangan diantara kedua negara dan penyelesaian sengketa antara kedua negara masih ada yang dibawa ke Mahkamah Internasional, padahal telah ada lembaga GBC untuk menyelesaikan masalah perbatasan antara kedua negara ini dan GBC dapat mengeluarkan MoU yang disetujui oleh kedua negara dan sifatnya mengikat antara kedua belah pihak. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengaturan hukum dalam penetapan perbatasan menurut Hukum Internasional yaitu self determination, asas uti possidetis juris, dan perjanjian batas negara. Ketiga cara ini telah diakui oleh masyarakat internasional sebagai suatu cara dalam penetapan wilayah bagi negara yang baru merdeka dari belenggu penjajah maupun yang baru berdiri melalui pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri. Indonesia mengikuti prinsip self determination dalam proklamasi kemerdekaannya, dan Uti Possidetis dalam penetapan wilayah daratnya, yaitu mencakup seluruh wilayah bekas jajahan Belanda. Sementara dalam penetapan batas wilayah laut menggunakan rezim UNCLOS 1982. 2. Pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh Pemerintah Indonesia di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia melalui lembaga perbatasan Badan Nasional Pengelola Perbatasan BNPP. BNPP merupakan badan pengelola yang salah satu tugasnya adalah melakukan koordinasi pelaksanaan, sehingga BNPP merupakan institusi yang bersifat koordinatif dan sekaligus operasional. BNPP adalah refleksi dari lembaga GBC yang dibentuk oleh Indonesia untuk mengelola, membangun, mengembangkan serta menyelesaikan masalah yang terjadi di kawasan perbatasan. Tugas dan kondisi ini bertolak belakang dengan lapangan, dimana eksistensi Universitas Sumatera Utara