Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Antara Indonesia Dengan Malaysia Pada Lembaga Perbatasan General Border Committee (Gbc) Menurut Perspektif Hukum Internasional

(1)

PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN DARAT ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA PADA LEMBAGA PERBATASAN

GENERAL BORDER COMMITTEE (GBC) MENURUT PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH: NIM: 110200149

NIDA SYAFWANI NASUTION

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL Disetujui/Diketehui Oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

NIP. 106403301993031002 Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H.

NIP : 196207131988031003 NIP : 197308012002121002 Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama : NIDA SYAFWANI NASUTION

NIM : 110200149

Judul : PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN DARAT

ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA PADA LEMBAGA PERBATASAN GENERAL BORDER COMMITTEE (GBC) MENURUT PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah benar hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain.

Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut di atas, maka saya bersedia mempertanggunjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk menerima sanksi pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Medan, Maret 2015

NIM: 110200149 Nida Syafwani Nasution


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya Penulis mampu menyelesaikan skripsi ini serta teriring Shalawat dan Salam Penulis haturkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia keluar dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu dan islam. Penulisan skripsi ini berjudul “PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN DARAT ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA PADA LEMBAGA PERBATASAN GENERAL BORDER COMMITTEE (GBC) MENURUT PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas dan memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya, Drs. Azhar Nasution dan Yusda Zahraini Lubis, Amd. yang telah mendoakan serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, bantuan dan pengorbanan yang tak ternilai sehingga saya dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan formal hingga Strata Satu (S1).

Dalam proses penyusunan skripsi ini saya juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, saya menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung S.H,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H.,M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Syafruddin Hasibuan S.H.,M.H., DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak OK Saidin S.H.,M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Bachtiar Hamzah S.H., M.H.selaku Dosen Pembimbing Akademik;

7. Ibu Dr. Chairul Bariah S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Internasional;

8. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Internasional sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II. Terimakasih atas bimbingan, saran, nasihat, dan ilmu yang Bapak berikan selama ini dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai;

9. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I. Terimakasih atas waktu, saran dan bimbingan yang Bapak berikan selama ini hingga saya menyelesaikan skripsi ini;

10.Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11.Kakak tersayang Nila Reyhan Nasution, SKM dan adik tercinta Niskana Sari Mahdiana Nasution yang tak henti memberikan dukungan dan semangat agar skripsi ini selesai;


(5)

12.Bapak Mantan Komandan Resort Militer (Danrem) Kolonel Infantri (purn) H. Amreyza Anwar, SIP, MM. yang merupakan om saya sendiri, yang bertugas di Korem 091/Aji Surya Nata Kusuma Kodam VI/TPR Tahun 2004-2006 di Samarinda, Kalimantan Timur yang memberikan informasi dan menjelaskan secara rinci mengenai daerah perbatasan dan lembaga perbatasan serta mengirimkan buku referensi untuk membantu saya dalam menjabarkan beberapa hal mengenai perbatasan dan lembaga perbatasan dalam skripsi ini;

13.Bapak Saru Arifin, S.H., LL.M. Penulis buku “Hukum Perbatasan Darat Antarnegara” sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang yang dengan kebaikan hatinya memberikan informasi mengenai perbatasan darat dan dengan sabar selalu membalas email saya;

14.Azly Rizaldy Daulay yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini dengan memberikan saran dan mengirimkan buku-buku referensi dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta;

15.Sahabat saya Tengku Devy Malinda yang tak pernah henti memberikan semangat, dukungan, saran dan selalu ada di masa-masa senang hingga sulit yang dijalani bersama dari awal sampai akhir perkuliahan;

16.Tim Delegasi Komunitas Peradilan Semu Fakultas Hukum USU pada National Moot Court Competition (Kompetisi Peradilan Semu Tingkat Nasional) Piala Konservasi I di Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang Tahun 2013: Kak Mentari Hagayna Pelawi, Kak Christina Dona Manalu, Kak deniyanti, Nurul Fatimah, Nur Fairuz Diba Nasution, Yoko Kristanto, Sarabjit Singh Sandhu, Intan Elisabeth, Kartika, M. Hadyan Yunhas Purba, Andreas Lifra, M. Ridho, Taufiq


(6)

Hidayat, M. Rony Meliala, Arishandi Safana, Ritcat Sitorus dan T. Rizki Maulana. Terimakasih telah menjadi keluarga baru yang telah mengajarkan saya banyak hal dan mempercayakan saya sebagai Sekretaris Delegasi sekaligus Koordinator Dana pada tim ini serta diizinkan untuk berjuang, berkompetisi, merasakan suka duka bersama, memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luar biasa untuk menjadi Wakil Universitas di kancah Nasional;

17.Tim Delegasi Fakultas Hukum USU pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada Maret 2014 yaitu Rahmansyah Putra Simatupang dan Abdul Rasyid Mustafa. Terimakasih telah berjuang bersama hingga babak final demi mengharumkan nama Fakultas Hukum USU yang kita cintai ini;

18.Adik-adik Tim Delegasi Fakultas Hukum USU pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta Tahun 2014 yaitu M. Ridho, Nanda Yolandari dan Susilo Raharjo. Terimakasih telah memberikan kepercayaan kepada kakak untuk membimbing dan melatih tim ini hingga mendapatkan Juara II, sehingga penundaan pengerjaan skripsi ini tidak sia-sia;

19.Badan Pengurus Harian Komunitas Peradilan Semu Fakultas Hukum USU Periode 2013-2014 Andreas Lifra, Taufiq Hidayat dan Vinamnya Audina Marpaung. Terimakasih telah berkerjasama selama 1 tahun kepengurusan dan mengalami jatuh bangun bersama untuk membangun wadah yang kita cintai ini. Salam Mooters!


(7)

20.Keluarga Besar Komunitas Peradilan Semu Fakultas Hukum USU Kak Avry Khairunnisa Harahap dan Kak Sari Mariska Siregar serta mooters-moters KPS FH USU yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terkhusus untuk Panitia dan SC Musyawarah KPS FH USU Periode 2013-2014 Taufiq Hidayat, M. Ridho, Vinamya Audina Marpaung, Debora Tampubolon, Bela Titis Gantika, Arishandi Safana, Nurliza Fitriyani Angkat, Ahmad Fadli Hasibuan, Amanda Simangunsong, Dermawan Sitorus, Helen, Daniel Manullang, Elia Frans Silitonga, Fadlan Khairat, Tioneni, Dolly Nasution, David Pasaribu;

21.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum USU. Terkhusus Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum USU Periode 2013-2014: Bang Hary Azhar Ananda, Bang Ihsan Anawali, Kak Nurul Atika, Kak Izma Suci Maivani, Tengku Devy Malinda, Rizky Chairunnisya, Putri Maysari, M. Ibnu Hidayah, T. Azlanshah Alsani, M. Hadyan Yunhas Purba, Bakhtiaruddin, Pupim Biddi, Winaldi, Shanditya, Rafikha Fazal, Ray Bachtian dan Anggie. Terimakasih telah mempercayakan saya sebagai Wakil Bendahara Umum dan berjuang bersama dijalan Allah SWT;

22.Teman terkonyol yang pernah ada “Circle” Tengku Devy Malinda, Rizky Chairunnisya Ramadhani dan Putri Zulfita Maysari yang selalu menghibur di hari-hari terakhir perkuliahan;

23.Rekan-rekan “Penyu” Tengku Devy Malinda, Nur Fairuz Diba Nasution, Astri Sipahutar dan Ulfa Nabila yang selalu saling menyemangati satu sama lain;

24.Rekan-rekan “GK” Nurul Fatimah, Tri Yanto Yeremia Siagian, Firman Sinaga, M. Ibnu Hidayah, T. Azlanshah Alsani, M. Febriyandri, Natasya Rehulina, Grace


(8)

Sitinjak, Fitri Apriliani, Dinda Anwar yang telah mengisi hari-hari selama perkuliahan;

25.Rekan-rekan International Law Student Association (ILSA) Fakultas Hukum USU. Terkhusus M. Virsa Aka dan Nurul Pertiwi;

26.Untuk seluruh teman-teman terbaik selama di Fakultas Hukum USU yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih telah memberikan dukungan dan semangat serta membuat hari-hari selama di perkuliahan menjadi lebih berarti;

Penulis sadar bahwa hasil penulisan skripsi ini tidaklah sempurna. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Akhirnya, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan jasa semua pihak yang telah membantu penulis secara tulus dan ikhlas. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Maret 2015

NIM: 110200149 Nida Syafwani Nasution


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

ABSTRAKSI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 11

D. Keaslian Penulisan ... 12

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II PENGATURAN HUKUM DALAM PENETAPAN PERBATASAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Perbatasan ... 23


(10)

C. Tipe Perbatasan ... 34 D. Pengaturan Hukum Penetapan Perbatasan Menurut Hukum

Internasional ... 36

BAB III PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN DARAT OLEH

PEMERINTAH INDONESIA DI DAERAH PERBATASAN INDONESIA DENGAN MALAYSIA

A. Kondisi Perbatasan Darat Indonesia dengan Malaysia ... 51 B. Kendala dalam Pengelolaan Wilayah Perbatasan ... 68 C. Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Indonesia melalui Badan Nasional

Pengelola Perbatasan (BNPP)

1. Tugas Pokok dan Fungsi ... 80 2. Struktur Organisasi ... 88 3. Pengelolaan Perbatasan ... 90

BAB IV KEWENANGAN GENERAL BORDER COMMITTEE (GBC)

DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN DARAT ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA

A. Struktur dan Tugas General Border Committe (GBC)

1. Struktur General Border Comiittee (GBC) ... 95 2. Tugas General Border Committee (GBC) ... 105 B. Kewenangan General Border Committee (GBC) dalam Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat antara Indonesia dengan Malaysia ... 112 C. Sengketa Perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia ... 115


(11)

D. Penyelesaian Sengketa Perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia melalui General Border Committe (GBC) ... 126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 141 B. Saran ... 143


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel No. 3.1. Pulau Terluar Perbatasan Indonesia ... 53 Tabel No. 3.2. Pembagian Wewenang Pengelolaan Wilayah Perbatasan ... 82 Tabel No. 4.1. Analisis Aspek-aspek Kelembagaan GBC RI-Malaysia ... 101


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar No. 3. 1. Kondisi Tugu Perbatasan Indonesia dan Malaysia ... 57

Gambar No. 4. 1. Peta Ambalat ... 122

Gambar No. 4. 2. Mercusuar Malaysia di Tanjung Datu ... 125

Gambar No. 4. 3. Peta Sengketa Ambalat ... 134


(14)

DAFTAR BAGAN

Bagan No. 3. 1. Struktur Kepengurusan BNPP ... 90 Bagan No. 4. 1. Struktur Organisasi General Border Committee Wilayah


(15)

DAFTAR SINGKATAN

ASEAN : Association of the South East Asia Nations BNPP : Badan Nasional Pengelola Perbatasan CIQS : Cukai, Imigrasi, Karantina dan Keamanan CKP : Cakupan Kawasan Perbatasan

COCC : Coordinated Operation Control Committee ETTI : Exploration Think Tank Indonesia

GBC : General Border Committee ICJ : International Court of Justice JBC : Joint Border Committee

JKLB : Jawatan Kuasa Latihan Bersama LOKPRI : Lokasi Prioritas

MABES TNI : Markas Brsar Tentara Nasional Indonesia MoU : Memorandum of Understanding

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia OBP : Outstanding Boundary Problems PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

PLB : Pos Lintas Batas

PLBD : Pembangunan Pos Lintas Batas Darat PLBL : Pembangunan Pos Lintas Batas Laut POLRI : Kepolisian Republik Indonesia PPLB : Pos Pemeriksaan Lintas Batas


(16)

Propernas : Program Pembangunan Nasional

SDA : Sumber Daya Alam

SDM : Sumber Daya Manusia

Sosek Malindo : Kelompok Kerja Sosial Ekonomi Malindo SOP : Standard Operating Procedures

SPC : Staff Planning Committee

TAC : Treaty of Amity and Cooperation in Southest Asia TKI : Tenaga Kerja Indonesia

TNI : Tentara Nasional Indonesia

UNCLOS : United Nations Convention on the Law Of the Sea WKP : Wilayah Konsentrasi Pengembangan


(17)

ABSTRAKSI

Prof. Dr. Suhaidi S.H., M.H.* Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum.**

Nida Syafwani Nasution***

Perbatasan merupakan tanda berakhirnya kedaulatan suatu negara terhadap wilayah yang dikuasainya. Penetapan perbatasan wilayah Indonesia dan Malaysia masih mengikuti Konvensi Perbatasan pada zaman Britania Raya-Belanda. Sedangkan peta Britania Raya-Belanda pada zaman penjajahan dahulu berbeda dengan kondisi perbatasan dan kondisi alam saat ini. Berdasarkan hal ini maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaturan hukum dalam penentuan perbatasan menurut hukum internasional ? Bagaimana pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh Pemerintah Indonesia di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia ? Bagaimana kewenangan General Border Committe (GBC) dalam pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia ?

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif disebut juga penelitian doctrinal research yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan maupun putusan hakim di pengadilan. Metode penelitian yuridis normatif merupakan prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya dan sifat penelitian adalah deskriptif analitis yakni menggambarkan dan menguraikan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan wilayah perbatasan darat antar negara.

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia mengikuti prinsip self determination dalam proklamasi kemerdekaannya, dan Uti Possidetis dalam penetapan wilayah daratnya, yaitu mencakup seluruh wilayah bekas jajahan Belanda. Sementara dalam penetapan batas wilayah laut menggunakan rezim UNCLOS 1982. Selanjutnya dalam pengelolaan wilayah perbatasan Indonesia sendiri BNPP belum ada di lapangan. Dan GBC berwenang dalam segala hal yang berhubungan dengan perbatasan dan GBC selalu melaksanakan sidang secara rutin yang hasil sidangnya dituangkan dalam bentuk

Memorandum of Understanding (MoU) yang sifatnya mengikat antara kedua belah pihak. Adapun yang menjadi saran yaitu Indonesia dan Malaysia membutuhkan konvensi perbatasan yang baru. Dan diperlukan pengoptimalan peran dari lembaga BNPP untuk mengelola perbatasan Indonesia secara maksimal. Serta pengoptimalan wewenang dari lembaga GBC agar kedua negara patuh dan tunduk atas hasil sidang-sidang GBC.

Kata Kunci: Perbatasan, Indonesia dengan Malaysia, GBC, BNPP.

* Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II


(18)

ABSTRAKSI

Prof. Dr. Suhaidi S.H., M.H.* Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum.**

Nida Syafwani Nasution***

Perbatasan merupakan tanda berakhirnya kedaulatan suatu negara terhadap wilayah yang dikuasainya. Penetapan perbatasan wilayah Indonesia dan Malaysia masih mengikuti Konvensi Perbatasan pada zaman Britania Raya-Belanda. Sedangkan peta Britania Raya-Belanda pada zaman penjajahan dahulu berbeda dengan kondisi perbatasan dan kondisi alam saat ini. Berdasarkan hal ini maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaturan hukum dalam penentuan perbatasan menurut hukum internasional ? Bagaimana pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh Pemerintah Indonesia di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia ? Bagaimana kewenangan General Border Committe (GBC) dalam pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia ?

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif disebut juga penelitian doctrinal research yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan maupun putusan hakim di pengadilan. Metode penelitian yuridis normatif merupakan prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya dan sifat penelitian adalah deskriptif analitis yakni menggambarkan dan menguraikan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan wilayah perbatasan darat antar negara.

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia mengikuti prinsip self determination dalam proklamasi kemerdekaannya, dan Uti Possidetis dalam penetapan wilayah daratnya, yaitu mencakup seluruh wilayah bekas jajahan Belanda. Sementara dalam penetapan batas wilayah laut menggunakan rezim UNCLOS 1982. Selanjutnya dalam pengelolaan wilayah perbatasan Indonesia sendiri BNPP belum ada di lapangan. Dan GBC berwenang dalam segala hal yang berhubungan dengan perbatasan dan GBC selalu melaksanakan sidang secara rutin yang hasil sidangnya dituangkan dalam bentuk

Memorandum of Understanding (MoU) yang sifatnya mengikat antara kedua belah pihak. Adapun yang menjadi saran yaitu Indonesia dan Malaysia membutuhkan konvensi perbatasan yang baru. Dan diperlukan pengoptimalan peran dari lembaga BNPP untuk mengelola perbatasan Indonesia secara maksimal. Serta pengoptimalan wewenang dari lembaga GBC agar kedua negara patuh dan tunduk atas hasil sidang-sidang GBC.

Kata Kunci: Perbatasan, Indonesia dengan Malaysia, GBC, BNPP.

* Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di 3 (tiga) pulau, 4 (empat) provinsi dan 15 (lima belas) kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 (sembilan puluh dua) pulau dan termasuk pulau-pulau kecil1

Perbatasan Indonesia dapat dilihat dari sebelah utara Indonesia berbatasan dengan Malaysia yang berupa daratan di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Barat dan Timur. Selain batas darat, juga berbatasan laut dengan negara Singapura, Malaysia, Filipina. Sebelah timur, berbatasan darat dan laut

.

1Ludiro Madu, dkk. 2010. Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas.


(20)

dengan Papua Nugini di Pulau Irian Jaya. Sebelah selatan berbatasan darat dengan Timor Leste di Nusa Tenggara Timur dan berbatasan laut dengan Australia di Samudra Hindia. Dan sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia.

Indonesia juga disebut sebagai negara kepualauan (archipelago state) yang dinyatakan dalam Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang berbunyi:

“Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan Negara Indonesia. Penentuan batas landas lautan teritorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia. Ketentuan-ketentuan tersebut akan diatur selekas-lekasnya dengan Undang-undang.”

Deklarasi Djuanda tersebut memberikan landasan politis dan hukum yang kuat bagi Indonesia yang saat itu sedang menghadapi tantangan yang sedemikian hebat dalam memperjuangkan teritorialnya di forum Internasional. Menurut Moh. Mahfud MD, deklarasi tersebut menegaskan tiga hal penting. Pertama, sebagai sikap resmi Indonesia yang ketika itu menghadapi kesulitan mempersatukan Irian Jaya karena laut-laut di sekitarnya banyak dianggap sebagai perairan internasional yang bebas dimanfaatkan oleh siapa pun. Kedua, menegaskan bahwa bumi, air,


(21)

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta ruang udara diatasnya harus benar-benar dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Ketiga, pernyataan tentang bentuk nyata Indonesia yang menjadi landasan wawasan nusantara dalam pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan Indonesia sebagai kesatuan politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan2

Dalam konsepsi Hukum Internasional, perbatasan darat Indonesia pasca kemerdekaan tahun 1945 adalah mencakup seluruh wilayah bekas jajahan Belanda sebagai negara pertama yang berkuasa di nusantara

.

3

. Pemerintah Hindia Belanda menetapkan batas dengan Inggris untuk segmen batas darat di Kalimantan dan Papua. Sedangkan Hindia Belanda menetapkan batas darat dengan Portugis di Pulau Timor. Hal ini di dasarkan pada prinsip Uti Possidetis Juris dalam Hukum Internasional (suatu negara mewarisi wilayah penjajahnya)4

2 Moh. Mahfud MD. 2009. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Rajawali

Pers. Hlm. 217.

3 Status Belanda yang digantikan oleh Indonesia tersebut di dalam Konvensi Wina tentang

Suksesi Negara terhadap Perjanjian disebut Predescessor State. Sementara Indonesia sebagai

negara yang menggantikannya disebut Successor State. Lihat Article 2 poin (a) dan (b) Vienna

Convention on Succession of States in respect of Treaties.

4Saru Arifin. 2014. Hukum Perbatasan Darat Negara. Semarang: Sinar Grafika. Hlm. 65. , maka Indonesia dengan negara tetangga hanya perlu menegaskan kembali atau merekonstruksi batas yang telah ditetapkan tersebut. Penegasan kembali atau demarkasi tidaklah semudah yang diperkirakan. Permasalahan yang sering terjadi di dalam proses demarkasi batas darat adalah munculnya perbedaan interpretasi terhadap treaty atau perjanjian yang telah disepakati Hindia Belanda. Selain itu, fitur-fitur alam yang sering digunakan di dalam menetapkan batas darat tentunya dapat berubah seiring dengan perjalanan waktu. Lebih lanjut lagi tidak menutup kemungkinan,


(22)

sosial budaya dan adat daerah setempat juga telah berubah, mengingat rentang waktu yang panjang semenjak batas darat ditetapkan pihak kolonial dulu.

Bagian yang terpenting dari wilayah suatu negara adalah daratannya yang memiliki perbatasan-perbatasan. Garis perbatasan wilayah suatu negara adalah garis imajiner di permukaan bumi (imaginary line on the surface of the earth), yang memisahkan wilayah suatu negara dengan negara lainnya atau dengan laut bebas. Garis perbatasan itu biasanya diberikan tanda-tanda perbatasan yang terdiri dari tanda-tanda alami dan tanda-tanda buatan, yang satu sama lainnya dapat dibedakan. Tanda-tanda alami dapat terdiri dari perairan, bukit atau pegunungan, gurun, hutan dan lainnya. Tanda-tanda buatan adalah tanda-tanda yang memang dibuat untuk tujuan sebagai tanda bagi garis imajiner tersebut. Hal ini dapat terdiri dari pos-pos perbatasan, batu, tembok, pasak, jalan, terusan dan sebagainya5

Pengakuan internasional terhadap suatu negara didasarkan pada terpenuhi tidaknya syarat-syarat berdirinya suatu negara, yang antara lain adalah menyangkut wilayah negara, terutama dalam konteks daratan (land territory), dan

. Penetapan dan penegasan batas wilayah suatu negara dianggap sangat penting dan mendesak, hal tersebut berdasarkan fakta bahwa semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan pembangunan yang memerlukan ruang baru bagi kebutuhan kegiatan suatu negara. Kebutuhan akan ruang ini akan berpengaruh terhadap hilang atau berubahnya batas wilayah suatu negara. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin akan muncul sengketa dan saling klaim terhadap wilayah suatu negara oleh negara lain.


(23)

karenanya tidak ada negara yang diakui tanpa wilayah negara. Dengan demikian, maka suatu negara selalu memiliki wilayah dengan batas-batas tertentu yang diakui secara Internasional, walaupun batas-batas tersebut masih belum ditentukan atau diperselisihkan.

Masalah perbatasan wilayah Indonesia bukan lagi menjadi hal baru saat ini. Sejak Indonesia menjadi negara yang berdaulat, perbatasan sudah menjadi masalah yang bahkan belum menemukan titik terang sampai saat ini. Permasalahan perbatasan tersebut tidak hanya menyangkut batas fisik yang telah disepakati namun juga menyangkut cara hidup masyarakat di daerah tersebut, misalnya para nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah perbatasan.

Permasalahan utama yang masih terus dialami hingga saat ini oleh daerah di perbatasan Malaysia dan Indonesia tepatnya berada di daerah Kalimantan Timur, antara lain: keterisolasian wilayah, infrastuktur dasar, kesejahteraan ekonomi masyarakat. Daerah perbatasan Indonesia umumnya merupakan daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dengan aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang spesifik. Daerah perbatasan yang sangat terpencil dan sulit terjangkau serta aksesibilitas perhubungan yang belum memadai, menyebabkan keterisolasian wilayah. Pada sebagian besar kawasan perbatasan masih sulit dijumpai akses transportasi, walaupun ada biaya yang dibutuhkan masih sangat mahal. Namun daerah perbatasan Indonesia yang terisolasi tersebut seperti yang ada di Kabupaten Nunukan seperti Pulau Krayan dan Pulau Sebatik secara geografis memiliki akses ke wilayah kedaulatan Malaysia yang lebih mudah terjangkau. Kondisi seperti ini tentu menimbulkan masalah di mana


(24)

masyarakat Indonesia yang berada di titik perbatasan tersebut memiliki kecenderungan untuk menikmatikan akses pelayanan sosial ekonomi di wilayah perbatasan negara tetangga Malaysia yang lebih mudah diakses6

Akan tetapi, Indonesia dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo mengupayakan agar kawasan perbatasan sebagai gerbang terdepan untuk pembangunan Indonesia tidak lagi sebagai halaman belakang suatu negara dan mengutamakan negosiasi dalam perselisihan yang terjadi diantara kedua negara. Dengan wacana inilah masyarakat Indonesia yang berada di kawasan perbatasan kembali giat dan percaya pada Pemerintah Indonesia untuk membangun dan mengembangkan kawasan perbatasan dengan memiliki prinsip semangat good neighboorhood policy yang artinya semangat kebijakan negara bertetangga yang baik dalam menyelesaikan masalah perbatasan wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia mengedepankan jalan damai misalnya dengan melakukan

.

Selain persoalan-persoalan di atas, tingkat kesejahteraan masyarakat perbatasan juga menjadi permasalahan utama di kawasan perbatasan Indonesia. Tingginya keluarga miskin di kawasan perbatasan adalah implikasi dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, minumnya infrastruktur sosial ekonomi, rendahnya produktivitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam. Kondisi tersebut diperparah oleh perbedaan tingkat kesejahteraan dengan negara tetangga, khususnya di kawasan yang kondisi kesejahteraan masyarakatnya lebih rendah dibandingkan masyarakat di negara tetangga dalam hal ini Malaysia.

6Sony Sudiar. 2011. Derajat Compliance dalam Rezim Kerjasama Sosek Malindo Tingkat

Daerah Provinsi Kalimantan Timur-Negeri Sabah. Thesis pada program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada. Hlm. 47.


(25)

perundingan/negoisasi untuk mencapai kesepakatan bersama. Meskipun perjanjian tersebut sudah disepakati bersama, tetapi pada kenyataannya sering terjadi sengketa akibat pengakuan sepihak mengenai suatu kepentingan serta tidak displinnya suatu negara dalam menjalankan perjanjian.

Kawasan perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Kawasan perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumberdaya alam, serta keamanan dan keutuhan wilayah. Masalah perbatasan memiliki dimensi yang kompleks. Terdapat sejumlah faktor krusial yang terkait didalamnya seperti yurisdriksi dan kedaulatan negara, politik, sosial ekonomi, dan pertahanan keamanan. Secara garis besar terdapat tiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan antarnegara, yaitu : (1) Penetapan garis batas baik darat maupun laut, (2) Pengamanan kawasan perbatasan, dan (3) Pengembangan dan pengelolaan kawasan perbatasan. Penanganan berbagai permasasalahan pada tiga isu utama diatas masih menghadapi berbagai kendala. Salah satu kendala utama adalah aspek kelembagaan, dimana selama ini pengelolaan perbatasan antarnegara ditangani secara parsial oleh berbagai komite perbatasan yang bersifat ad-hoc maupun oleh instansi pusat terkait secara sektoral. Hal ini menyebabkan solusi untuk menanganani permasalahan yang ditawarkan cenderung parsial dan tidak menyeluruh. Untuk mewujudkan penanganan kawasan perbatasan yang efektif secara nasional diperlukan lembaga pengelola perbatasan antarnegara yang terpadu dan terintegrasi. Sampai sekarang ini belum pernah dilakukan pengkajian dan evaluasi tentang kemampuan institusi atau kelembagaan dalam mengelola


(26)

kawasan perbatasan. Maka dari itu sangat dibutuhkan kinerja nyata dari lembaga yang bersifat ad-hoc ini untuk pengelolaan wilayah perbatasan di masing-masing batas negara, agar tidak merugikan kedua belah pihak dan tidak merusak hubungan baik antara kedua negara. Pengelolaan perbatasan wilayah merupakan sebuah pekerjaan yang tiada akhir selama negara itu berdiri. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila wilayah perbatasan memerlukan sebuah mekanisme pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan karena di ruang perbatasan tersebut akan selalu terjadi pergesekan atau interaksi dengan negara tetangga, baik positif maupun negatif. Dalam merumuskan sebuah kebijakan pengelolaan perbatasan yang terintegrasi dan berkesinambungan, identifikasi permasalahan dan ruang lingkupnya merupakan sebuah langkah awal yang penting. Terkait dengan kebijakan pengelolaan perbatasan di Indonesia, Indonesia telah mendirikan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (yang selanjutnya disebut BNPP) sesuai dengan amanat kehadiran Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 yang diharapkan dapat menjadi payung hukum pemerintah pusat dan daerah untuk mempunyai komitmen yang tinggi dalam upaya pembangunan dan pengelolaan kawasan perbatasan7

7Indra Akuntono. “Mendagri Paparkan Alasan Badan Nasional Pengelola Perbatasan perlu

dipertahankan”. Sebagaimana dimuat dalam

. Selama ini pengelolaan perbatasan dipandang kurang optimal dan terpadu, maka dengan adanya lembaga ini diharapkan pengelolaan kawasan perbatasan lebih bersinergi. BNPP merupakan cermin atau refleksi dari lembaga-lembaga perbatasan darat antara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang langsung berbatasan dengan Indonesia antara lain yang disebut

diakses tanggal 27 Desember 2014


(27)

dengan General Border Committe (yang selanjutnya disebut GBC) untuk kerjasama antara Indonesia dengan Malaysia, Joint Border Committee (yang selanjutnya disebut JBC) untuk kerjasama antara Indonesia dengan Papua New Guinea dan Timor Leste, dan Border Committe untuk kerjasama antara Indonesia dengan Filipina8. Ditinjau dari beberapa lembaga perbatasan diatas bahwa lembaga perbatasan yang mendapat perhatian lebih karena terlalu sering menuai konflik antara kedua negara adalah GBC. Lahirnya GBC berawal dari kerjasama dibidang pertahanan dengan Malaysia melalui Security Arrangement pada tahun 1972, yang kemudian membentuk komite perbatasan. Forum ini awalnya dibentuk untuk mengakrabkan kedua negara, terutama angkatan bersenjatanya, setelah terlibat konfrontasi pada tahum 1963. GBC awalnya hanya menghadapi kekuatan kelompok separatis komunisme di sepanjang wilayah perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak. Kini lembaga ini berhadapan dengan ancaman mutakhir, yaitu terorisme global, illegal logging, illegal mining, illegal fishing, illegal immigration, human trafficking, penyelundupan senjata/narkoba/miras/sembako, perompakan (piracy) dan lain-lain yang mungkin saja memanfaatkan wilayah perbatasan kedua negara9

8Ludiro Madu. Op.Cit. Hlm. 39. 9Saru Arifin. Op.Cit. Hlm. 112.

. Oleh sebab itu, lembaga perbatasan ini bermanfaat untuk isu-isu keamanan di wilayah perbatasan juga, bukan hanya pengelolaan dan pembangunan perbatasan saja. Akan tetapi, kehadiran GBC dirasakan belum berdampak signifikan terhadap Indonesia khususnya, karena jika kita dilihat ke belakang konflik perbatasan Pulau Sipadan dengan Pulau Ligitan harus dibawa ke Mahkamah Internasional. Padahal, telah ada lembaga yang telah dibentuk oleh


(28)

kedua belah negara untuk mengatur dan menyelesaikan konflik perbatasan sehingga tidak merusak hubungan antara kedua negara. Hal ini sangat disayangkan untuk Indonesia karena pada Putusan Mahkamah Internasional menyatakan bahwa yang mengelola Pulau Sipadan dan Ligitan adalah negara Malaysia bukan Indonesia. Untuk itu sangat diperlukan peran BNPP untuk mengelola dan membangun kawasan-kawasan perbatasan Indonesia agar Indonesia tidak kehilangan pulau-pulau yang menjadi perbatasan dengan negara tetangga.

Berdasarkan uraian diatas, maka dianggap penting untuk dilakukan peninjauan dan pengkajian yang mendalam yang ditinjau dari perspektif hukum internasional terhadap pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia oleh lembaga perbatasan GBC demi pengelolaan dan pembangunan yang baik diantara kedua negara tetangga untuk terciptanya prinsip

good neighboorhood policy.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan hukum dalam penetapan perbatasan menurut hukum internasional ?

2. Bagaimana pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh Pemerintah Indonesia di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia ?


(29)

3. Bagaimana kewenangan General Border Committe (GBC) dalam pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum dalam penentuan perbatasan menurut hukum internasional.

2. Untuk mengetahui pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh Pemerintah Indonesia di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia.

3. Untuk mengetahui kewenangan General Border Committe (GBC) dalam pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia.

Adapun manfaat penelitian ini adalah: Manfaat teoritis:

a. Memberikan tambahan literatur sebagai bahan pustaka Hukum Internasional tentang pengelolaan wilayah perbatasan darat antar negara.

b. Memberikan dasar bagi penelitian selanjutnya dalam masalah pengelolaan wilayah perbatasan darat antar negara dan pengaturan lainnya.

Manfaat praktis:

a. Untuk Pemerintah Republik Indonesia, agar dapat memberikan masukan tentang arti penting pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh lembaga perbatasan.

b. Untuk masyarakat luas, agar dapat memberikan gambaran/uraian tentang arti penting pengelolaan wilayah perbatasan darat oleh lembaga perbatasan.


(30)

D. Keaslian Penulisan

Judul skripsi ini adalah “Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Antara Indonesia dengan Malaysia oleh Lembaga Perbatasan General Border Committee (GBC) Menurut Perspektif Hukum Internasional.” Skripsi ini ditulis berdasarkan ide, gagasan serta pemikiran Penulis dengan menggunakan berbagai referensi. Sehingga, bukan hasil dari penggandaan karya tulis, skripsi, thesis bahkan disertasi orang lain dan oleh karena itu keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. Dalam proses penulisan skripsi ini Penulis juga memperoleh data dari buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak dan media elektronik. Jika ada kesamaan pendapat dan kutipan, hal itu semata-mata digunakan sebagai referensi dan penunjang yang Penulis perlukan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini. Demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan belum pernah ada judul yang sama, mirip bahkan persis, demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 20 Oktober 2014.

E. Tinjauan Pustaka

1. Perbatasan

Perbatasan secara umum adalah sebuah garis demarkasi antara dua negara yang berdaulat. Perbatasan adalah garis khayalan yang memisahkan dua atau lebih wilayah politik atau yurisdiksi seperti negara, negara bagian atau wilayah


(31)

subnasional. Pada zaman dahulu banyak perbatasan yang tidak jelas posisinya10. Di beberapa wilayah Indonesia, perbatasan ditandai dengan tapal batas. Tapal batas bisa berupa batu atau tugu berukuran besar ataupun kecil. Kawasan perbatasan mempunyai dua bentuk fisik yaitu berupa kawasan darat, laut dan udara. Batas darat dapat ditandai dengan patok-patok tapal batas, penempatan petugas penjaga perbatasan, maupun kantor imigrasi. Sebaliknya batas laut dan batas udara lebih berupa garis-garis imajiner yang disepakati bersama melalui perjanjian bilateral11

2. Perbatasan Darat Indonesia dengan Malaysia .

Konvensi London 1891 yang ditandatangani oleh Belanda dan Britania Raya menyatakan bahwa ujung timur perbatasan berada pada 4° 10' LU yang terus ke arah barat melintasi Pul tersebut menjadi dua, bagian utara dikuasai oleh Borneo Utara Britania, sedangkan bagian selatan dikuasai ole melintasi selat antara Sebatik dan daratan, yang membentang di sepanjang garis tengah Tambu dan Sikapal hingga ke bukit-bukit yang membentuk daerah aliran sungai Simengaris (di Indonesia) dan Serudung (di Malaysia). Perbatasan ini pada umumnya membentang ke arah barat laut menuju 4° 20'LU, kemudian mengikuti garis pegunungan di sepanjang daerah aliran sungai yang mengalir menuju Laut

10“Wilayah Perbatasan”. Sebagaimana dimuat dalam

tanggal 30 Desember 2014 pukul 18.16 WIB.


(32)

Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata, dan berakhir di Tanjung Datu pada koordinat 109° 38'.8 BT 02° 05'.0 LU di ujung barat Sarawak12

Perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Asia Tenggara mencakup perbatasan darat yang memisahkan kedua negara di Pulau Kalimantan dan perbatasan maritim di sepanjang Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan Laut Sulawesi. Perbatasan darat antara Indonesia-Malaysia membentang sepanjang 2.019 km dari Tanjung Batu di Kalimantan barat laut, melewati dataran tinggi pedalaman Kalimantan, hingga ke Teluk Sebatik dan Laut Sulawesi di sebelah timur Kalimantan. Perbatasan ini memisahkan provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat di Indonesia dengan negara bagian Sabah dan Sarawak di Malaysia

.

13

Wilayah perbatasan di Kalimantan terdapat 8 (delapan) wilayah kabupaten berbatasan langsung dengan negara bagian Malaysia yaitu Serawak dan Sabah. Awalnya dengan kerja sama survey dan penegasan batas internasional antara Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan yang telah dimulai sejak tahun 1973 hingga sekarang, selain hasil survey dan demarkasi batas kedua negara juga kerja sama dibidang lain seperti kerja sama keamanan, penanggulangan bencana, sosial dan ekonomi. Dengan telah diselesaikannya program penegasan batas antar negara walaupun masih ada sejumlah segmen yang belum dapat disepkati, tentunya kedua negara khususnya Indonesia tidak ragu dalam mengimplementasikan penataan ruang dan pembangunan atau pengembangan di

.

12”Perbatasan Indonesia dan Malaysia”. Sebagaimana dimuat dalam

desember 2014 pukul 21.03 WIB

13”Perbatasan Indonesia dengan Malaysia”. Sebagaimana dimuat dalam


(33)

wilayah perbatasan walaupun dalam kenyataan masih banyak ketidakseimbangan atau ketimpangan dalam pembangunan di berbagai sektor maupun tingkat kehidupan atau kesejahteraan masyarakatnya dibandingkan dengan Malaysia14

3. Pengelolaan Wilayah Perbatasan Indonesia

.

Pengelolaan wilayah perbatasan telah dicanangkan oleh masing-masing negara di dunia. Hanya saja Indonesia baru sekarang mengambil tindakan serius terhadap perbatasan semenjak Pulau Sipadan dan Ligitan dinyatakan menjadi milik Malaysia melaluiInternational Court of Justice (ICJ) The Hague pada tahun 2002 adalah ibarat rapor merah bagi diplomasi Indonesia15

Kebijakan-kebijakan saat ini memperlihatkan upaya pemerintah untuk lebih memperhatikan kawasan perbatasan, salah satu kebijakan penting adalah . Maka dengan adanya kasus ini, Indonesia mulai serius untuk mengelola wilayah perbatasan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut NKRI). Pembangunan kawasan perbatasan saat ini dilakukan dengan pendekatan pembangunan yang menempatkan kawasan-kawasan perbatasan bukan lagi sebagai halaman belakang namun merupakan beranda depan Indonesia, sehingga kawasan perbatasan menjadi sangat penting artinya sebagai kesatuan integral pembangunan wilayah di seluruh Indonesia. Pendekatan pengelolaan perbatasan juga bukan mengedepankan aspek keamanan semata, namun lebih menekankan pada pendekatan kemakmuran.

14Ludiro Madu. Op.Cit. Hlm 119.

15”Mengelola Perbatasan Indonesia”. Sebagaimana dimuat dalam


(34)

dengan terbitnya Undang-undang No. 43 tahun 2008 pasal 14 yang menyebutkan untuk mengelola batas wilayah Negara dan mengelola kawasan perbatasan pada tingkat pusat dan kawasan, pemerintah akan membentuk BNPP. Hal ini diperkuat dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 12 tahun 2010 tentang BNPP16

4. Lembaga Perbatasan

.

BNPP sendiri melalui Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan, mempunyai sejumlah tugas strategis antara lain melakukan inventarisasi potensi sumberdaya dan membuat rekomendasi penetapan zona pengembangan ekonomi, pertahanan, sosial budaya, lingkungan hidup dan zona lainnya di Kawasan Perbatasan. Berdasarkan hasil identifikasi lokasi strategis kawasan perbatasan darat yang telah dilakukan, telah teridentifikasi 111 (seratus sebelas) lokasi lokasi prioritas (LOKPRI) untuk pengembangan perbatasan darat yang terintegrasi dengan 38 (tiga puluh delapan) Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) dan Cakupan Kawasan Perbatasan (CKP). Dengan pertimbangan strategi penanganan LOKPRI terbagi ke dalam 3 (tiga) fokus penanganan yang akan dilakukan selama tahun 2011 – 2014.

Untuk pengelolaan wilayah perbatasan saat ini diberikan kepada lembaga perbatasan yang telah dibentuk berdasarkan kesepakatan oleh negara yang berbatasan langsung. Lembaga perbatasan ini yang berwenang untuk mengelola perbatasan masing-masing wilayahnya. Hingga saat ini pengelolaan kawasan perbatasan ditangani oleh 3 (tiga) bentuk kelembagaan yaitu : pertama,

16“Badan Nasional Pengelola Perbatasan”. Sebagaimana dimuat dalam


(35)

komite perbatasan yang merupakan forum kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara tetangga, antara lain GBC antara Indonesia dengan Malaysia, JBC antara Indonesia dengan Papua New Guinea dan Timor Leste, dan Border Committee antara Indonesia dengan Filipina. Kedua, lembaga-lembaga pemerintah terkait, secara sektoral dan teknis. Ketiga, unit atau badan khusus di daerah yang menangani pengelolaan kawasan perbatasan yang bekerja sama dengan negara-negara tetangga17

5. General Border Committe (GBC) .

GBC adalah suatu lembaga atau badan komisi kerja sama bilateral antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia yang menangani masalah pengelolaan dan penyelesaian sertisu-isu seputar perbatasan18. Perjanjian kerjasama dilandasi dari

Security Arrangement 1972 dan 198419

Bagian dari GBC sendiri adalah Kelompok Kerja Sosial Ekonomi (yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah Sosek Malindo) yang dibentuk pada tahun 1985

.

20

17Ludiro Madu. Op. Cit. Hlm 39.

18Saru Arifin. Loc.Cit.

19Levi Syahfitri. 2014. Analisis Derajat Kepatuhan Kerja sama General Border Committee

Malaysia-Indonesia (Studi Kasus: Perbatasan Darat Di Kalimantan). Thesis pada program Pasca

Sarjana Ilmu Hubungan Internasional UGM.

20Feny Novianti Pratiwi. 2013. Implementasi dan Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah Terhadap Perdagangan dan Tatalaksana Impor Barang di Kawasan Perbatasan Indonesia-Malaysia Khususnya Entikong-Serawak ditinjau dari Perspektif Perjanjian Internasional. Thesis pada program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional UGM. Hlm. 4.

. Secara umum tujuan dari sosek malindo adalah meningkatkan kesejahteraan dikawasan perbatasan kedua negara. Kenyataan yang terjadi bahwa terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan yang cukup signifikan antara masyarakat di wilayah Kalimantan barat dengan masyarakat di wilayah Serawak.


(36)

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya21. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan sifat penelitian adalah deskriptif analitis yakni menggambarkan dan menguraikan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan wilayah perbatasan darat antar negara22

Metode penelitian yuridis normatif disebut juga penelitian doctrinal research yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan maupun putusan hakim di pengadilan

.

23

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu metode penulisan yang menggambarkan semua data yang kemudian dianalisis dan dibandingkan

. Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yang merupakan prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam penelitian ini pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti norma hukum yang mengatur tentang pengelolaan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia melalui lembaga perbatasan yang telah dibentuk oleh kedua negara yaitu General Border Committe (GBC).

21Bambang Sunggono. 2009. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada. Hlm. 38

22Zainuddin Ali. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm. 12.


(37)

berdasarkan kenyataan yang sedang berangsung dan selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan masalahnya.

2. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penulisan karya tulis ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang telah jadi, dikumpulkan dan diolah menjadi data yang siap pakai24

a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang relevan dengan masalah penelitian, yakni berupa Undang-undang, Perjanjian Internasional, Deklarasi Djuanda, United Nations Convention on the Law of the Sea (yang selanjutnya disebut UNCLOSS) dan sebagainya.

. Data sekunder dalam penulisan ini terdiri dari :

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, thesis, disertasi, jurnal, makalah, surat kabar, majalah, artikel, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain baik di bidang hukum maupun di luar bidang hukum yang digunakan untuk melengkapi data penelitian ini.

24Zainuddin Ali. Op.Cit. Hlm. 22.


(38)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan di dalam pengumpulan data adalah library research atau studi kepustakaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisis data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, langsung maupun tidak langsung (internet). Dengan demikian akan diperoleh suatu kesimpulan yang lebih terarah dari pokok bahasan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi dokumen terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut :

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dan peraturan perundang-undangan.

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisis Data

Data pada skripsi ini dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah proses kegiatan yang meliputi, mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan dan mensintesiskan data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan menemukan pola, hubungan – hubungan, dan memaparkan


(39)

temuan–temuan dalam bentuk deskripsi naratif yang bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain. Analisis data kualitatif merupakan metode untuk mendapatkan data yang mendalam dan suatu data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah25

G. Sistematika Penulisan

. Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas rumusan masalah, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemikiran dalam menguraikan lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari 5 (lima) bab yang terdapat dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikanya adalah sebagai berikut:

Bab I membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Sebagai bagian awal dari penelitian ini, maka diuraikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian ini dan permasalahan serta urgensi dilakukannya penelitian dalam pengelolaan wilayah perbatasan oleh GBC.


(40)

Bab II membahas tentang pengertian, fungsi, tipe perbatasan dan pengaturan hukum tentang penentuan perbatasan menurut hukum internasional.

Bab III membahas tentang kondisi wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia, kendala-kendala yang terjadi dalam pengelolaan wilayah perbatasan dan upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mengelola wilayah perbatasan dengan membentuk BNPP.

BAB IV membahas tentang lembaga perbatasan GBC secara spesifik dimulai dengan menguraikan struktur, tugas, kewenangan General Border Committee (GBC) dalam mengelola perbatasan antara Indoesia dengan Malaysia serta mengadakan sidang-sidang pertemuan untuk membicarakan pengelolaan perbatasan di perbatasan Indonesia dengan Malaysia.

Bab V membahas tentang penutup dari penelitian ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Sebagai bagian akhir dari skripsi, maka dalam bab ini dirangkum intisari, serta memberikan saran terhadap GBC untuk pengeoptimalan pengelolaan wilayah perbatasan yang mungkin dapat bermanfaat dan dapat diaplikasikan.


(41)

BAB II

PENGATURAN HUKUM DALAM PENETAPAN PERBATASAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Pengertian Perbatasan

Pasal 1 Montevideo Convention on The Right and Duty of The States tahun 1993 menetapkan bahwa sebagai suatu kesatuan negara harus memiliki empat kualifikasi yaitu memiliki penduduk yang tetap, wilayah dengan batas-batas yang jelas, pemerintahan yang efektif dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. Muatan produk hukum tersebut diatas dapat diletakkan pada perspektif kedaulatan sebuah negara, dimana penegasan batas wilayah negara merupakan manifestasi dari kedaulatan sebuah negara. Dalam batas-batas tersebut sebuah negara memiliki complete and exclusive souvereignty (hak berdaulat yang dilaksanakan secara penuh) dalam upaya mewujudkan visi dan tujuannya. Hal inilah yang menjadikan suatu perbatasan menjadi sangat penting bagi masing-masing negara.

Pengertian perbatasan secara umum adalah sebuah garis demarkasi antara dua negara yang berdaulat26

26Rizal Darmaputra. 2009. Manajemen Perbatasan dan Reformasi Sektor Keamanan. Jakarta:

IDSPS Press. Hlm. 3.

. Menurut pakar perbatasan Guo, bahwa kata border

atau perbatasan mengandung pengertian sebagai pembatasan suatu wilayah politik dan wilayah pergerakan. Sedangkan wilayah perbatasan, mengandung pengertian sebagai suatu area yang memegang peranan penting dalam kompetisi politik antar dua negara yang berbeda. Maka demikian, wilayah perbatasan sebenarnya tidak


(42)

hanya terbatas pada dua atau lebih negara yang berbeda, namun dapat pula ditemui dalam suatu negara, seperti kota atau desa yang berada di bawah dua yurisdiksi yang berbeda. Intinya, wilayah perbatasan merupakan area (baik kota atau wilayah) yang membatasi antara dua kepentingan yurisdiksi yang berbeda27

Perbatasan secara politik dapat terbentuk dimana saja, baik dalam negeri manapun dengan negeri lain. Oleh karena itu, wilayah perbatasan dapat digambarkan sebagai suatu faktor pemisahan karena adanya halangan dua sistem kekuasaan politik, sehingga pemerintahan di masing-masing wilayah politik yang berbeda tersebut dapat mengatur dirinya sendiri, seperti terkait dengan ekspor dan impor, apakah yang digunakan instrumen tarif atau non tarif, serta terkait dengan penggunaan visa atau izin imigrasi bagi orang yang ingin memasuki suatu wilayah di perbatasan

.

28

Suatu perbatasan seringkali didefinisikan sebagai garis imajiner di atas permukaan bumi, yang memisahkan wilayah suatu negara dari negara lain.

.

Secara historis, perbatasan sebuah negara atau state’s border, dikenal dengan bersamaan lahirnya negara. Negara dalam pengertian modern sudah mulai dikenal sejak abad ke-18 di Eropa. Perbatasan negara merupakan sebuah ruang geografis yang sejak semula merupakan wilayah perebutan kekuasaan antarnegara, yang terutama ditandai oleh adanya pertarungan untuk memperluas batas-batas antarnegara. Sebagai bagian dari sejarah dan eksistensi negara, riwayat daerah perbatasan tidak mungkin dilepaskan dari sejarah kelahiran dan berakhirnya sebagai negara.

27J. G. Starke. 2007. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: PT. Sinar Grafika.

28Irwan Lahnisafitra. 2005. Kajian Pengembangan Wilayah pada Kawasan Perbatasan


(43)

Namun menurut pakar perbatasan lainnya yaitu Jones, bahwa suatu perbatasan bukan semata-mata sebuah garis pada suatu tanah perbatasan29

Menurut pendapat ahli geografi politik, pengertian perbatasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu boundaries dan frontier. Kedua defenisi ini mempunyai arti dan makna yang berbeda meskipun keduanya saling melengkapi dan mempunyai nilai yang strategis bagi kedaulatan wilayah negara. Perbatasan disebut frontier karena posisinya yang terletak di depan (front) atau dibelakang

(hinterland) dari suatu negara. Oleh karena itu, frontier dapat juga disebut dengan istilah foreland, borderland ataupun march. Sedangkan istilah boundary

digunakan karena fungsinya yang mengikat atau membatasi (bound or limit) suatu unit politik, dalam hal ini adalah negara. Semua yang terdapat di dalamnya terikat menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh serta saling terintegrasi satu dengan yang lain. Boundary paling tepat dipakai apabila suatu negara dipandang sebagai unit spasial yang berdaulat

.

30

Dalam bahasa Inggris, perbatasan memiliki dua istilah, yaitu boundaries dan

frontier. Dalam bahasa sehari-hari, kedua istilah tersebut tidak ada bedanya. Tetapi, dalam perspektif geografi politik, kedua istilah tersebut mempunyai perbedaan makna. Menurut A. E. Moodie, boundaries diartikan sebagai garis-garis yang mendemarkasikan batas-batas terluar dari wilayah suatu negara. Sementara frontier merupakan zona (jalur) dengan lebar yang berbeda yang berfungsi sebagai pemisah dua wilayah yang berlainan negaranya

.

Beberapa pendapat para ahli geopilitik tentang biundaries dan frontier

antara lain sebagai berikut: Menurut A. E. Moodie:

31

29J. G. Starke. Op. Cit.

30Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2008. Batas Wilayah Negara Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.

Hlm. 37.

31A. E. Moodie. 1963. Geography Behind Politics. London: Chinsoun University Library. Hlm.

72.


(44)

Menurut Hans Weiger dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Geography, yaitu:

Boundaries dapat dibedakan menjadi boundaries zone dan boundaries line. Boundaries line adalah garis yang mendemarkasikan batas terluar, sedangkan

boundaries zone mempunyai pengertian yang tidak jauh berbeda dengan frontier. Boundarise zone diwujudkan dalam bentuk kenampakan ruang yang terletak antara dua wilayah. Ruang tersebut menjadi pemisah kedua wilayah negara dan merupakan wilayah yang bebas. Boundary line diwujudkan dalam bentuk garis,

wooden barrier, a grassy path between field (jalan setapak rumput yang memisahkan dua atau lebih lapangan), jalan setapak di tengah hutan, dan lain-lain32

Frontier mempunyai orientasi keluar, sedangkan boundaries lebih berorientasi ke dalam. Frontier merupakan sebuah manifestasi dari kekuatan sentrifugal, sedangkan boundaries merupakan manifestasi kekuatan sentripetal. Perbedaan ini bersumber pada perbedaan orientasi antara frontier dan boundaries. Frontier

merupakan suatu faktor integrasi antara negara-negara tersebut di satu pihak, sedangkan boundaries merupakan suatu faktor pemisah. Boundaries berupa suatu zone transisi antara suasana kehidupan yang berlainan, yang juga mencerminkan kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan dari negara yang saling berbatasan. Sedangkan frontier masih memungkinkan terjadinya saling interpenetrasi pengaruh antar dua negara yang berbatasan/bertetangga

.

Selanjutnya melengkapi pendapat Weiger dan Moodie, Kristof seorang ahli geografi politik dalam tulisannya yang berjudul The Nature of Frontiers and Boundarie (1982) membedakan boundaries dan frontier sebagai berikut:

33

Boundary adalah batas wilayah negara atau perbatasan di mana secara demarkasi letak negara dalam rotasi dunia yang telah ditentukan, dan mengikat secara bersama-sama atas rakyatnya di bawah suatu hukum dan pemerintah yang berdaulat. Frontier adalah daerah perbatasan dalam suatu negara yang mempunyai ruang gerak terbatas akan tetapi karena lokasinya berdekatan dengan negara lain, sehingga pengaruh luar dapat masuk ke negara tersebut yang berakibat munculnya masalah pada sektor ekonomi, politik, dan sosial budaya setempat yang kemudian berpengaruh pula terhadap kestabilan dan keamanan serta integritas suatu negara

. Sedangkan menurut D. Whittersley:

34

32Hans Weiger. 1957. Principlles of Pilitical Geography. New York: Appleton Century.

33Kristof. 1982. The Nature of Frontier and Boundaries.

34D. Whittersley. 1982. Political Geography: a contemporary perspective. New Delhi. Hlm.

101.


(45)

Menurut pendapat Suryo Sakti Hadiwijoyo, perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, yang mana penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosial ekonomi dan sosial budaya setelah ada kesepakatan antarnegara yang berbatasan35

Pada hakikatnya, perbatasan Indonesia adalah batas berakhirnya kedaulatan penuh dari Pemerintah Indonesia terhadap wilayahnya berikut segala isi di atas, permukaan dan di bawahnya. Ini mengandung arti bahwa secara hukum (nasional dan internasional) kedaulatan penuh Pemerintah Indonesia hanya sampai di kawasan-kawasan perbatasan NKRI yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam menjalankan kedaulatannya ini, Pemerintah Indonesia berhak melakukan apa saja

(to govern itself) terhadap isi dan ruang kawasan perbatasannya sesuai dengan cita .

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara mendefenisikan kawasan perbatasan negara adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara tetangga.

Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perbatasan adalah suatu kawasan yang berbatasan dengan wilayah negara lain sebagaimana sebelumnya telah ditetapkan garis batasnya melalui sebuah kesepakatan/perjanjian antar dua atau lebih negara yang bertetangga, dimana kawasan perbatasan tersebut merupakan tanda berakhirnya kedaulatan suatu negara terhadap wilayah yang dikuasainya.


(46)

dan tujuan negara Indonesia serta arah pembangunan negara Indonesia sebagaiamana telah digariskan melalui rencana-rencana pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Di samping itu, dalam melaksanakan kedaulatan penuhnya di kawasan perbatasan, Pemerintah Indonesia berhak menolak segala campur tangan/intervensi dari pihak atau negara lain. Demikian juga sebaliknya, Pemerintah Indonesia tidak dapat melakukan intervensi terhadap kawasan yang bukan dibawah yursdiksi kedaulatannya. Intervensi terhadap kawasan perbatasan diperbolehkan sepanjang ada kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan pihak atau negara lain36

Terdapat beberapa nilai-nilai yang terkandung di kawasan perbatasan Indonesia yaitu nilai kedaulatan, integritas, kesetaraan, kesepakatan dan hormat-menghormati, pembangunan negara dan kerjasama, kepastian hukum, ideologi, politis, ekonomis/kesejahteraan, sosial dan budaya, pertahanan keamanan, geografis dan spasial serta teknologi. Sedangkan asas/prinsip yang terkandung dalam kawasan perbatasan Indonesia adalah asas transnasional, persamaan kedaulatan (principle of the sovereign equality), pengakuan (non-recognition principle), pertahanan dan keamanan (self defence principle), kerjasama, keberlanjutan (sustainability principle), desentralisasi, dekonsentrasi, pembantuan, keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum, penggunaan teknologi dan negara kepulauan

.

37 .

36Mahendra Putra Kurnia. 2011. Hukum Kewilayahan Indonesia. Malang: Universitas

Brawijaya Press. Hlm. 83.


(47)

B. Fungsi Perbatasan

Berdasarkan pengertian perbatasan diatas, bahwasannya dapat disimpulkan bahwa perbatasan mempunyai beberapa fungsi. Fungsi perbatasan juga mengalami perkembangan zaman. Pada zaman dahulu fungsi perbatasan umumnya sebagai berikut:

1. Garis pertahanan

Garis pertahanan digunakan untuk mengetahui batas yurisdiksi setiap masing-masing negara. Sehingga negara yang satu dengan negara yang lain tidak mengambil alih atas yurisdiksi suatu wilayah yang bukan merupakan bagian wilayahnya.

2. Batas wilayah kekuasaan negara

Perbatasan sebagai batas wilayah kekuasaan negara agar suatu pemerintahan negara mengetahui sampai dimana kedaulatan wilayahnya dan kewenangannya untuk mengelola wilayahnya.

3. Untuk melindungi industri di dalam wilayah

Hal ini dilakukan agar pemerintah suatu negara dapat mengadakan pajak-pajak tarif tertentu, seperti tarif lintas batas. Hal yang demikian akan mempengaruhi pemasaran bagi hasil-hasil produksi industri tersebut. Jadi perbatasan disini mempunyai fungsi perdagangan.

4. Fungsi legal (hukum)

Perbatasan merupakan batas berlakunya hukum suatu negara. Penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan, hendaknya mematuhi hukum-hukum yang berlaku bagi negara di mana mereka tinggal walaupun penduduk tersebut mungkin


(48)

mempunyai adat istiadat yang sama dengan adat-istiadat penduduk di seberang garis perbatasan negaranya. Akan tetapi dengan timbulnya supranasionalisme yang didasarkan atas kepentingan ekonomi dan kebudayaan, beberapa negara mau melepaskan sebagian dari kekuasaannya untuk kepentingan bersama mereka38

1. Fungsi pertahanan dan keamanan

. Fungsi perbatasan secara umum bagi masing-masing negara yaitu:

Fungsi ini sangat terkait dengan pemahaman perbatasan secara geostrategis yang diyakini sebagai penjelmaan kedaulatan politik suatu negara. Makna yang terkait di dalamnya sangat luas, tidak hanya memberikan kepastian hukum atas yurisdiksi wilayah teritorial Indonesia, akan tetapi juga berkaitan dengan aspek-aspek lain seperti kewenangan administrasi pemerintahan nasional dan lokal, kebebasan navigasi, lalu lintas perdagangan, serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Sebagai wilayah batas antar negara, perbatasan juga merupakan sabuk pengaman (security belt) yang berada pada lingkaran prioritas pertama dalam strategi pertahanan keamanan Indonesia terhadap segala bentuk potensi ancaman dari luar, baik dalam bentuk idiologi, politik serta sosial budaya dan pertahanan keamanan.

2. Fungsi kesejahteraan

Sebagai pintu gerbang negara, wilayah perbatasan tentu memiliki keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Dalam konteks ini, wilayah perbatasan dipandang dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktifitas ekonomi perdagangan. Sehingga perbatasan dapat dilihat

38”Konsep Dasar Perbatasan”. Sebagaimana yang dimuat dalam

Diakses


(49)

sebagai daerah kerja sama antar negara bersebelahan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat di daerah perbatasan kedua negara. Fungsi ini sangat penting mengingat realitas kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan darat masih terbelakang , dengan kondisi wilayah yang umumnya terpencil, tingkat pendidikan dan kesehatan rendah dan seringjkali dijumpai penduduk yang tergolong dalam kategori miskin. Apabila fungsi kesejahteraan dapat diwujudkan akan berdampak positif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat perbatasan. Terciptanya kesejahteraan masyarakat akan berdampak langsung terhadap daya tangkal terhadap berbagai kegiatan illegal maupun provokasi pihak lawan yang dapat membahayakan kedaulatan negara. Dengan kata lain, terlaksananya fungsi kesejahteraan di wilayah perbatasan dapat secara efektif membantu menciptakan suatu kekuatan pertahanan dan keamanan. 3. Fungsi lingkungan

Fungsi ini terkait dengan karakteristik di wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang negara yang mempunyai keterkaitan saling mempengaruhi dengan kegiatan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional39

1. Fungsi legal .

Menurut Saru Arifin bahwa fungsi perbatasan ada 3 yaitu:

Yaitu adanya garis batas yang berfungsi untuk menegaskan batas suatu wilayah dengan suatu standar yurisdiksi dan peraturan negara yang berlaku.

39”Konsep Dasar Perbatasan”. Sebagaimana yang dimuat dalam


(50)

2. Fungsi kontrol

Yaitu setiap pergerakan orang maupun barang yang masuk atau keluar dari suatu wilayah perbatasan diatur dan menjadi kontrol negara tersebut.

3. Fungsi fiskal

Yaitu merupakan pelengkap dari fungsi kontrol yang memberikan hak kepada suatu negara untuk menerapkan harga fiskal negara yang dituju40

1. Fungsi militer strategis

.

Selain beberapa fungsi perbatasan diatas yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, maka fungsi perbatasan menurut hukum internasional oleh Jean Marc F. Blanchard dalam bukunya Linking Border Disputes and War: An Instutional Statist Theory menyatakan bahwa perbatasan memiliki 7 fungsi yaitu:

Dalam konteks ini perbatasan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan militer strategis suatu negara, terutama pembangunan sistem pertahanan laut, darat dan udara untuk menjaga diri dari ancaman eksternal.

2. Fungsi Ekonomis

Perbatasan berfungsi sebagai penetapan wilayah tertentu dimana suatu negara melakukan kontrol terhadap arus modal, perdagangan antarnegara, investasi asing, pergerakan barang antarnegara. Fungsi ekonomis perbatasan juga memberikan patokan bagi suatu negara untuk melakukan eksplorasi sumber-sumber alam secara legal pada wilayah tertentu.


(51)

3. Fungsi Konstitutif

Berdasarkan konsep hukum international modern suatu negara berdaulat wajib memiliki wilayah perbatasan yang terdefinisikan dengan jelas. Artinya, perbatasan menetapkan posisi konstitutif negara tertentu di dalam komunitas international. Suatu negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah yang merupakan teritorialnya sebagaimana ditetapkan oleh perbatasan yang ada.

4. Fungsi identitas nasional

Sebagai pembawa identitas nasional, perbatasan memiliki fungsi pengikat secara emosional terhadap komunitas yang ada dalam teritori tertentu. Kesamaan pengalaman dan sejarah, secara langsung maupun tidak langsung telah mengikat masyarakat secara emosional untuk mengklaim identitas dan wilayah tertentu. 5. Fungsi persatuan nasional

Melalui pembentukan identitas nasional perbatasan ikut menjaga persatuan nasional. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan nasional, para pemimpin negara biasanya mengombinasikan simbol dan jargon dengan konsep teritori dan perbatasan. Konsep-konsep seperti kekuatan maritim dan kekuatan darat biasanya dipakai untuk mendorong warga agar menjadi persatuan dan kesatuan nasional. 6. Fungsi pembangunan negara bangsa

Perbatasan sangat membantu dalam pembangunan dan pengembangan negara bangsa karena memberikan kekuatan bagi negara untuk menentukan bagaimana sejarah bangsa dibentuk, menentukan simbol-simbol apa yang dapat diterima secara luas, dan menentukan identitas bersama secara normatif maupun kultural.


(52)

7. Fungsi pencapaian kepentingan domestik

Perbatasan berfungsi untuk memberikan batas geografis bagi upaya negara untuk mencapai kepentingan nasional di bidang politik, sosial, ekonomi, pendidikan, pembangunan infrastruktur, konservasi energi, dan sebagainya. Perbatasan juga menetapkan sampai sebatas mana negara dapat melakukan segala upayanya untuk mencapai kepentingan nasionalnya41

C. Tipe Perbatasan

.

Berkaitan dengan fungsi-fungsi perbatasan tersebut, maka setiap negara perlu untuk melakukan tindakan yang dapat menjamin keamanan di wilayah perbatasan. Karena kawasan perbatasan identik dengan kebijakan politik yang berbeda-beda pada dua atau lebih wilayah yang saling berbatasan tersebut, sehingga hal ini sangat penting karena kemampuan negara untuk menjaga keamanan perbatasannya dapat menjamin kelangsungan hidup negara tersebut untuk kedepannya.

Berdasarkan pengertian dan fungsi perbatasan, maka O. J. Martinez, mengelompokkan perbatasan kedalam berbagai tipe, yaitu:

1. Alinated borderland

Yaitu suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi aktivitas lintas batas, sebagai akibat berkecamuknya perang, konflik, dominasi nasionalisme, kebencian ideologis, permusuhan agama, perbedaan kebudayaan, serta persaingan etnik.

41Ganewati Wuryandari. 2009. Keamanan di Perbatasan Indonesia-Timor Leste. Jakarta:


(53)

2. Coexistent borderland

Yaitu suatu wilayah perbatasan dimana konflik lintas batas bisa ditekan sampai ke tingkat yang bisa dikendalikan meskipun masih muncul persoalan yang penyelesaiaannya berkaitan dengan masalah kepemilikan sumber daya alam yang strategis di perbatasan.

3. Interdependent borderland

Yaitu suatu wilayah perbatasan yang kedua sisinya secara simbolik dihubungkan oleh hubungan internasional yang relatif stabil. Penduduk di kedua bagian daerah perbatasan, juga di kedua negara terlibat dalam berbagai kegiatan perekonomian yang saling menguntungkan dan kurang lebih dalam tingkat yang setara, misalnya salah satu pihak mempunyai fasilitas produksi sementara yang lain memiliki tenaga kerja yang murah.

4. Integrated borderland

Yaitu suatu wilayah perbatasan yang kegiatan ekonominya merupakan sebuah kesatuan, nasionalisme jauh menyurut pada kedua negara dan keduanya tergabung dalam sebuah persekutuan yang erat. Hal ini terjadi di kawasan perbatasan antara Amerika Serikat dan Kanada42

Mengacu kepada tipologi Martinez diatas, Riwanto Tirtosudarmo mengkategorikan wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia termasuk di antara tipe kedua dan ketiga yaitu coexistent dan interdependent borderland.

Panjang garis perbatasan yang dimiliki Indonesia seperti yang terbentang dari .


(54)

Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat dengan Malaysia (Sabah dan Serawak) adalah sejauh 2.004 kilometer43

Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang bertetangga yang sebelum diperkenalkannya konsep negara modern tidak mengenal batas-batas fisik maupun batas-batas kultural. Semenjak era kolonialisme Eropa Barat kedua negara meiliki konsep sebagai negara modern yaitu Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan Malaysia pada 31 Agustus 1957. Konsekuensi adalah terciptanya garis demarkasi antara kedua negara yang kemudian disebut sebagai perbatasan

.

44

D. Pengaturan Hukum Penetapan Perbatasan Menurut Hukum Internasional

. Berdasarkan hal ini, maka dalam penetuan titik patok perbatasan secara konseptual menggunakan koordinat titik-titik batas, yang dilampiri sebuah peta ilustrasi umum dari garis batas yang disepakati. Karena sifat garis batas yang sangat penting, sebagai penanda mulai dan berakhirnya hak dan kewajiban suatu negara, maka letak pastinya di lapangan perlu ditegaskan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memasang tanda-tanda batas di sepanjang garis batas yang diperjanjikan.

Penetapan mengenai batas wilayah suatu negara antara masa lalu dengan perkembangan mutakhir di bidang hukum internasional telah mengalami perubahan. Pada masa lalu, batas wilayah suatu negara banyak dipengaruhi oleh kegiatan kolonialisme dengan berbagai variannya, seperti okupasi, preskripsi, cessi, akresi, penaklukan dan akuisisi.

43Saru Arifin. Op.Cit. Hlm. 56. 44Ludiro Madu. Op. Cit. Hlm. 139


(55)

Pada zaman ini telah ada pedoman dari hukum internasional yang ditungkan dalam sumber-sumber hukum internasional. Sumber hukum internasional adalah kumpulan peraturan dan prinsip-prinsip yang dijadikan sebagai rujukan oleh ahli atau pakar hukum internasional saat akan memberlakukan suatu ketentuan hukum internasional. Sumber hukum internasional sangat mempengaruhi argumentasi hukum yang akan dikemukakan dalam suatu putusan hukum internasional45

1. Perjanjian Internasional (International Conventions) .

Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional terdiri dari :

Perjanjian internasional mengakibatkan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saling menyetujui, menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional. Kedudukan perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional sangat penting mengingat perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum karena dibuat secara tertulis.

2. Kebiasaan International (International Custom)

Tidak setiap kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum, ada dua syarat untuk dapat dikatakan menjadi sumber hukum, yaitu: harus terdapat suatu kenbiasaan yang bersifat umum (unsur material) dan kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (unsur psikologis)46

45”Sumber Hukum Internasional”. Sebagaimana dimuat dalam

.

yang diakses pada tanggal 18 februari 2015 pukul 20.15 WIB.

46Rochimuddin. “Sumber Hukum Internasional”. Sebagaimana dimuat dalam

yang diakses pada


(56)

3. Prinsip-prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab

Adanya prinsip-prinsp hukum umum sebagai sumber hukum primer, sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif, karena prinsip-prinsip hukum umum ini melandasi semua hukum yang ada di dunia, baik hukum internasional maupun hukum nasional.

4. Keputusan Pengadilan/Yurisprudensi Internasional (judicial decisions) Keputusan-keputusan peradilan memberikan peranan yang cukup penting dalam membantu pembentukan norma-norma baru hukum internasional. Keputusan-keputusan Mahkamah Internasional dapat berupa keputusan yang bukan atas pelaksanaan hukum positif tetapi atas dasa prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.

5. Pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya/Doktrin (Theachings of the most highly qualified publicists)

Pendapat para sarjana terkemuka, mengenai suatu masalah tertentu, meskipun bukan merupakan hukum positif, seringkali dikutip untuk memperkuat pendapat tentang adanya atau kebenaran dari suatu norma hukum. Pendapat para sarjana akan lebih berpengaruh jika dikemukakan oleh perkumpulan professional47

Dalam perkembangan mutakhir, batas wilayah negara tersebut lebih ditentukan oleh sumber-sumber dan proses-proses hukum internasional seperti self

.

47Rochimuddin. “Sumber Hukum Internasional”. Sebagaimana dimuat dalam


(57)

determination, asas uti possidetis juris, dan perjanjian batas negara. Ketiga cara ini telah diakui oleh masyarakat internasional sebagai suatu cara dalam penentuan wilayah bagi negara yang baru merdeka dari belenggu penjajah maupun yang baru berdiri melalui pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri48

a. Self Determination

.

Self determination merupakan salah satu dari sumber hukum internasional karena sebagai salah satu prinsip-prinsip hukum umum yang telah diakui oleh negara beradab yang dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman untuk penentuan perbatasan suatu negara menurut hukum internasional. Pengertian hak untuk menentukan nasib sendiri (the rights of self determination) dapat dijelaskan dalam 2 arti. Pertama dapat diartikan sebagai hak dari suatu bangsa dalam sebuah negara untuk menentukan bentuk pemerintahannya sendiri. Hak demikian sudah diakui dalam hukum internasional, khususnya dalam deklarasi mengenai hak dan kewajiban negara-negara yang dibuat oleh panitia hukum internasional pada tahun 1949 dan dimuat dalam pasal 1 yang menyebutkan: “Every state has the right to independence and hence to exercise freely, without dictation by any other state, all its legal powers, including the choice of its own form of gevornment”.

Kedua, hak menentukan nasib sendiri dapat berarti sebagai hak dari sekelompok orang atau bangsa untuk mendirikan sendiri suatu negara yang


(58)

merdeka. Konsep self determination ini menjadi perhatian serius oleh PBB ketika pada tanggal 26 Juni 1945 Piagam PBB ditandatangani di SanFransisco49

Hak penentuan nasib sendiri (right of self determination) oleh suatu bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis di abad ke 18. Hak ini berkembang sejalan dengan perkembangan politik dunia, permasalahan etnis, dan pemberontakan dari etnis-etnis di Amerika dan Eropa

.

50

Pasal 1 ayat (2) Piagam PBB menyatakan: “To develop friendly relations among nations based on respect for the principle of equal rights and self determination of peoples, and to take other approppriate measures to strengthen

. Pada faktanya, selama Perang Dunia I, konsep penentuan nasib sendiri menjadi instrumen penting dalam kelahiran suatu individual nation-state yang saat itu berjuang memisahkan diri dari Kerajaan Austro-Hungaria dan Kerajaan Utsmani. Meskipun demikian, hak penentuan nasib sendiri tidak pernah diakui sebagai suatu hak dalam praktek hukum internasional sampai diadopsinya hak ini dalam Piagam PBB pasal 1 ayat (2) pada Juni 1945 dimana doktrin dari self determination dikodifikasi atau diberlakukan sebagai hukum internasional positif.

Meskipun Piagam PBB hanya sedikit memberikan pengaturan tentang

“self determination”, akan tetapi Piagam PBB telah memberikan beberapa doktrin mengenai hak penentuan nasib sendiri. Prinsip-prinsip mengenai penentuan nasib sendiri dengan jelas disebutkan adalah pertama kali pada pasal 1 ayat (2) dan kemudian pasal 55 Piagam PBB.

49Suryokusumo Sumaryo. 1997. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Bandung:

Penerbit Alumni. Hlm. 167.

50G. J. Simpson. 1996. “The Diffusion of Sovereignty: Self Determination in the Post Colonial


(1)

Hadi Waluyo. 2006. Perlibatan TNI AD dalam Mempertahankan Kedaulatan Pulau-Pulau Terdepan di Wilayah Daratan NKRI. Jakarta: Yudhagama.

Hans Weiger. 1957. Principlles of Pilitical Geography. New York: Appleton Century.

Helen Ghebrewebet. 2006. Identifying Units of Statehood and Determining International Boundaries: A Revised Look at the Doctrine of Uti Possidetis and the Principle of Self Determination. Verlag Peter Lang.

Ikhwanuddin. 2005. Kajian Penyusunan Kelembagaan Pengembangan Kawasan Perbatasan Antar Negara. Jakarta.

J. G. Starke. 2007. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: PT. Sinar Grafika. Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional Kontemporer. Bandung: PT. Refika Aditama.

Joshua Castellino. 2005. International Law and Indogenous People. Martinus Nijhoff Publishers

Kristof. 1982. The Nature of Frontier and Boundaries.

Ludiro Madu, dkk. 2010. Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mahendra Putra Kurnia. 2011. Hukum Kewilayahan Indonesia. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Malcolm N. Shaw. 1986. Title to Territory in Africa: Intrnational Legal Issue. Oxford: Clarendon Press.

Moh. Mahfud MD. 2009. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Rajawali Pers.


(2)

P. Thornberry. 1993. The Democratic or Internal Aspect of Self Determination. Martinus Nijhoff Publishers.

Partnership Policy Paper. 2011. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Indonesia. Jakarta.

Rizal Darmaputra. 2009. Manajemen Perbatasan dan Reformasi Sektor Keamanan. Jakarta: IDSPS Press.

Robert Siburian. 2004. Kondisi Perekonomian Masyarakat Perbatasan: Entikong dan Nunukan dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta: LIPI.

Saru Arifin. 2014. Hukum Perbatasan Darat Negara. Semarang: Sinar Grafika. Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung.

Sumarsono. 2012. Kebijakan Umum Pengelolaan Lintas Batas Negara. Jakarta: Badan Nasional Pengelola Perbatasan.

Suryokusumo Sumaryo. 1997. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Bandung: Penerbit Alumni.

Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2008. Batas Wilayah Negara Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.

Zainuddin Ali. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Zulkifli Rangkuti. 2010. Pengelolaan Perbatasan ditinjau dari Sisi Sosial, Ekonomi dan Ekologi. Jakarta: Selected Works.

Instrumen Hukum Deklarasi Djuanda 1957


(3)

Konvensi Perbatasan Inggris dengan Belanda 1915 Konvensi Perbatasan Inggris dengan Belanda 1918 Konvensi Wina 1969

Konvensi Wina 1986

Montevideo Covention on The Right and Duty Of The States 1993

Piagam PBB

Security Arrangement 1972 Security Arrangement 1984

Statuta Mahkamah Internasional

United Nations Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS)

Vienna Convention on Succession of States in respect of Treaties

Jurnal

G. J. Simpson. 1996. “The Diffusion of Sovereignty: Self Determination in the Post Colonial Age”. Stanford Journal of International Law 32

Media Cetak

Yoedi Swastanto. 2015. “Kalimantan Jadi Percontohan Perbatasan”. Kompas. 28 Januari 2015. Hlm. 5.

Yoedi Swastanto. 2015. “Rapat Kerja Kemlu RI Awali Lawatan Presiden”. Kompas. 2 Februari 2015. Hlm. 8.


(4)

Thesis

Feny Novianti Pratiwi. 2013. Implementasi dan Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap Perdagangan dan Tatalaksana Impor Barang di Kawasan Perbatasan Indonesia-Malaysia Khususnya Entikong-Serawak ditinjau dari Perspektif Perjanjian Internasional. Thesis pada program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional UGM

Irwan Lahnisafitra. 2005. Kajian Pengembangan Wilayah pada Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat-Serawak. Thesis pada program Pasca Sarjana Teknik Sipil ITB Bandung.

Levi Syahfitri. 2014. Analisis Derajat Kepatuhan Kerja sama General Border Committee Malaysia-Indonesia (Studi Kasus: Perbatasan Darat Di Kalimantan).

Thesis pada program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional UGM.

Sony Sudiar. 2011. Derajat Compliance dalam Rezim Kerjasama Sosek Malindo Tingkat Daerah Provinsi Kalimantan Timur-Negeri Sabah. Thesis pada program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada.

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945


(5)

Wawancara

Wawancara dengan Mantan Komandan Resort Militer (Danrem) Kolonel Infantri (purn) H. Amreyza Anwar, SIP, MM. Yang bertugas di Korem 091/Aji Surya Nata Kusuma Kodam VI/TPR Tahun 2004-2006 di Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 10 februari 2015.

Website


(6)