Mathla’ Menurut Mazhab Hanafi
sebelumnya, khususnya mengenai kasus-kasus yang tidak terdapat atau tidak jelas ketetapan hukumnya di
dalam al- Qur‟an dan Sunah.
176
Namun, menurutnya qiyas yang benar ialah yang dapat mewujudkan tujuan
as- Syari‟.
177
Ia pun berpendapat bahwa hukum yang berdasarkan qiyas yang benar lebih baik dari pada
hukum yang didasarkan pada hadis-hadis yang tidak benar. Menurutnya, qiyas mempunyai kaidah yang pasti,
yaitu mewujudkan kemaslahatan ummat, dan itulah yang
menjadi tujuan syari‟at.
178
Dalam menetapkan metode qiyas beliau tidak menerapkannya begitu saja. Akan tatapi, ia mengkaji
terlebih dahulu situasi dan kondisi masa terjadinya kasus tertentu. Ia menenempuh metode yang lazim disebut
“ar-Ra‟yu”.
179
Demikian pula dalam menakwilkan atau menafsirkan nash-
nash hukum syari‟at yang tidak jelas atau samar. Sebab itu, dalam dunia fiqh Imam Abu
Hanifah dikenal sebagai “Imam Ahlur-Ra‟yu” ketua
kelompok ahli Pikir.
180
Fiqh Imam Abu Hanifah dilandaskan pada prinsip menghormati kebebasan setiap orang untuk menentukan
kemauannya sendiri
hurriyyah al-iradah.
Ia berpendapat bahwa kemalangan terbesar yang menimpa
manusia ialah bila kemerdekaannya dibatasi atau dirampas. Semua pendapat dan fatwa-fatwa hukum
Imam Abu Hanifah didasarkan pada prinsip kebebasan
176
Ibid
177
As- Syari‟ عر شلا adalah bentuk isim fa‟il dari kata kerja
عرش -
عرش artinya ialah mebuat syari‟at undang-undang maka kata As-Syari‟
maknanya ialah pembuat Syari‟at yakni Allah. Lihat Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, PT. Mahmud Yunus Wadzurriyyah, Jakarta, 1989,
hlm. 195
178
Abdurrahman Asy-Syarkawi, Op.Cit., hlm. 252
179
Ar- Ra‟yu adalah mazhab yang dalam mengahadapi kasus-kasus yang
tidak ditemukan hukumnya dalam Al- Qur‟an dan Sunnah. Mencari
pemecahan hukum dengan berijtihad, yakni memaksimalkan penggunaan akal pikiran untuk menarik kesimpulan hukum melalui metode qiyas. Lihat
Ibid., hlm. 277
180
Abdurrahman Asy-Syarkawi, Op.Cit., hlm. 231
yang menurut hukum Syari‟at harus dilindungi. Menyalahgunakan kebebasan lebih ringan akibatnya dari
pada kalau kebebasan itu dikekang atau dibatasi.
181
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, Imam Abu Hanifah menolak tawaran pangkat dan kedudukan
sebagai hakim agung qadhi al-qudhah. Ia berpikir bahwa turut serta didalam kekuasaan yang zalim sama
artinya dengan berbuat zalim. Dan akhirnya pada masa pemerintahan Khalifah Bani Abasiyah, karena Imam
Abu Hanifah terus menentang kezalimannya ia dijebloskan kedalam penjara disertai dengan hukuman
cambuk. Untuk mencegah agar siksaan kejam itu tidak terdengar oleh kaum Muslim, akhirnya ia diracun.
Demikianlah, akhir kehidupan seorang ahli Fiqih berkebangsaan Persia dan pendiri mazhab
“ar-Ra‟yu”, yang pada tahun-tahun terakhir hidupnya terkenal
dengan nama Imam Besar.
182
Berdasarkan pendapat yang paling kuat Imam Abu Hanifah meninggal pada
tahun 150 H.
183
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas bahwa yang dimaksud dengan mazhab Hanafi ialah sekumpulan
pemikiran Imam Abu Hanifah di bidang hukum-hukum syari‟at yang digali dengan menggunakan dalil-dalil
secara terperinci tafshil, kaidah-kaidah dan ushul, serta memiliki keterkaitan antara satu dan lainnya, lalu
dijadikan sebagai satu kesatuan. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan mazhab Hanafi adalah
ushul dan fiqhnya. Dapatlah dipahami pula bahwa Imam Abu Hanifah mendasarkan mazhabnya pada al-
Qur‟an, Hadis,
Ijma‟, al-Qiyas dan al-Istihsan.
184
181
Ibid., hlm. 256
182
Ibid., hlm. 232-233
183
Ahmad Asy-Syurbasi, Op.Cit., hlm. 69
184
Istihsan sebenarnya merupakan pengembangan dari al-Qiyas. Istihsan menurut bahasa berarti menganngap baik atau mencari yang baik. Menurut
istilah ulama ushul fiqh. Istihsan islah meninggalkan ketentuan qiyas yang jelas ilatnya untuk mengamalkan qiyas yang samar ilatnya, atau
meninggalkan hukum yang bersifat umum dan berpegang kepada hukum
Sebenarnya Imam Abu Hanifah tidak pernah menulis sebuah kitab ataupun buku mengenai pemikiran atau
mazhabnya. Kalaupun
ada kitab-kitab
mengenai mazhabnya itu hanya ditulis oleh murid-muridnya.
185
Sedang di antara kitab-kitab Imam Abu Hanifah adalah: al-Musuan kitab hadis, dikumpulkan oleh muridnya,
al-Makharij kitab ini dinisbahkan kepada Imam Abu Hanifah, diriwayatkan oleh Abu Yusuf, dan Fiqhu al-
Akbar kitab fiqh yang lengkap.
186
Adapun murid-murid Imam Abu Hanifah yang menyebarluaskan atau
membesarkan mazhabnya yang termasyhur adalah: a.
Abu Yusuf Ya‟kub bin Ibrahim Al-Anshari, ia adalah orang yang pertama menyusun buku-buku
menurut mazhabnya Imam Abu Hanifah, mendiktekan
masalah-masalah dan
menyiarkannya, tersiarlah
mazhab Hanafi
kepenjuru bumi. b.
Zufar Bin Hudzail bin Qais Al-Kufi, ia adalah orang yang paling banyak menggunakan qiyas.
c. Muhammad bin Hasan bin Farqad Asy-Syaibani,
ia adalah orang yang paling banyak menulis buku-buku mazhab Hanafi, padanya diambil
mazhab Hanafi, karena dihadapan golongan Hanafiyah hanya ada kitab-kitabnya.
d. Hasan bin Zayadi Al-Lu‟lui Al-Kufi maula
Anshar, ia menulis buku-buku tentang mazhab Hanafi, tetapi buku-buku dan pendapatnya tidak
dapat dianggap
seperti buku-buku
dan pendapatnya Muhammad Asy-Syaibani.
187
yang bersifat pengecualian karena ada dalil yang memperkuatnya. Lihat M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, Cetakan Kedua, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1996, hlm. 189-190
185
M. Ali Hasan, Op.Cit., hlm 35
186
Muhammad Jawad Mughniyah, Op.Cit., hlm. xxvi
187
Hudhari Bik, Tarikh Tasyri‟ Al-Islamy, Alih Bahasa Mohammad Zuhri, Tarjamah Tarikh Al-
Tasyri‟ Al-Islami Sejarah Pembinaan Hukum Islam, Daarul Ihya, Semarang. 1980, hlm. 412
2. Mathla‟ Menurut Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi
berpendapat bahwa
dalam menetapkan awal bulan Hijriah khususnya awal
Ramadan dan Syawal dapat ditempuh dengan dua cara yaitu. Pertama, rukyat oleh kelompok yang besar yang
kriterianya adalah mereka yang menekuni langsung ilmu agama
syara‟, cara seperti ini ditempuh apabila keadaan langit cerah. Orang yang bersaksi melihat
hilalbulan menyatakan kesaksiannya dengan kalimat saya bersaksi. Kedua, jika keadaan langit tidak cerah
karena
terselimuti awan
atau kabut,
maka pemimpinimam cukup memegang kesaksian seorang
Muslim yang adil, berakal dan baligh. Menurut pendapat yang sahih, baik lelaki atau wanita, merdeka atau budak,
sebab masalah rukyat merupakan masalah agama yang nilainya sama dengan meriwayat hadis. Dalam kondisi
seperti ini bagi yang melihat hilal tidak perlu bersaksi dengan mengucapkan kalimat. Kesaksian tersebut dapat
disampaikan dihadapan hakim agung qadhi.
188
Mengenai mathla‟ menurut mazhab Hanafi
„Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitabnya Al-Fiqhu „Ala Madzhabil Arba‟ah menjelaskan bahwasannya apabila
telah ditetapkannya rukyatul hilal pada suatu wilayah. Maka diwajibkan berpuasa bagi seluruh wilayah dan
tidak adanya perbedaan mengenai wilayah yang dekat dan jauh dari wilayah ditetapkannya rukyatul hilal.
Apabila telah sampai kabarnya rukyatul hilal kepada seluruh wilayah. Maka, seluruh penduduk di muka bumi
diwajibkan untuk berpuasa. Dan tidak menjadi pertimbangan dengan adanya perbedaan
mathla‟ hilal secara mutlak.
189
188
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Jilid II, Dar Al- Fikr, Dimsyiq, 1996, hlm. 603-604
189
Abdurrahman Al-Jaziri, Al- Fiqhu „Ala Madzhab Al-Arba‟ah, Juz I,
Dar Al- Fikr, Beirut, 1990, hlm. 550
Dijelaskan juga oleh Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu bahwasannya
pendapat jumhur ulama Mazhab Hanafi mereka berpendapat bahwa rukyat di suatu negeri berlaku untuk
seluruh kaum muslimin di negeri-negeri lain. Sehingga perbedaan
mathla‟ tidak memiliki pengaruh apapun terhadap penentuan masuknya bulan baru Hijriah.
190
Kitab Al-Mabsuth
Lisyaibany di
dalamnya menjelaskan tentang
mathla‟ menurut mazhab Hanafi bahwasannya bila penduduk suatu negara melihat hilal
Ramadan, maka seluruh negara-negara Islam wajib berpuasa bersama-sama dengan penduduk yang melihat
hilal. Dan kesaksian tersebut dapat disampaikan dihadapan
hakim agung
atau kepada
imam pemerintah.
191
Kitab fathul qadir di dalamnya juga menjelaskan tentang mat
hla‟ menurut mazhab Hanafi, bahwasannya apabila rukyatul hilal telah ditetapkan di Mesir, maka
rukyat tersebut diberlakukan bagi semua manusia, yaitu wajib berpuasa bagi semua manusia, baik penduduk
bagian timur berdasarkan rukyatnya, maupun penduduk bagian barat. Atas dasar keumuman dari khitab lafadz
اْوُمُص yang secara mutlak rukyat tersebut hukumnya
diberlakukan secara umum.
192
Hasan Ayub juga menerangkan dalam kitabnya fiqhul „ibadaat biadillatiha fil islam bahwa mayoritas fuqaha
Ahnaf menetapkan
perbedaan mathla‟
tidak berpengaruh, yaitu bila penduduk suatu negara melihat
hilal Ramadan, seluruh negara-negara Islam wajib berpuasa bersamaan dengan penduduk yang melihat
hilal. Orang –orang Kuwait dan Saudi puasa berdasarkan
ru‟yah orang Mesir dan sebaliknya berdasarkan
190
Wahbah Al-Zuhaili, Op.Cit., hlm. 605
191
Al-Mabsuth Lisyaibany, Maktabah Syamilah, hlm. 350
192
Fathul Qadir, Maktabah Syamilah, hlm. 1790
keumuman hadis Rasulullah saw. tentang hisab dan
rukyat.
193
اَمُهْ َع ُها َيِضَر َرَمُع ِنْب ِّللا ِدْبَع ُثْيِدَح .
ُها ىلَص ِها َلْوُسَر نَأ َلاَقَ ف َناَ َمَر َرَكَ َملَسَو ِْيَلَع
: َلَ ِْْا اُوَرَ ت ََح اْوُمْوُصَت َا
. َاَو
ُُوَرَ ت ََح اْوُرِطْفُ ت .
َُل اْوُرُدقاَف ْمُكْيَلَع مُغ ْنإَف ُ
ْيِراَخُبْلا ُاَوَر َ
194
Artinya: “Hadits „Abdullah bin „Umar r.a. bahwasannya Rasulullah saw, menyebut Ramadan, kemudian
beliau bersabda:”Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal bulan sabit, dan
janganlah kamu berhari raya sehingga kamu melihatnya, apabila tertutup oleh mendung
maka perkirakanlah.”
195
H.R. Bukhari
َملَسَو ِْيَلَع ها ىلَص ِِلا َلاَق ُلْوُقَ ي َُْع ها َيِضَر َةَرْ يَرُ َِِْا ْنَع اْوُلِمْكَأَف ْمُكْيَلَع َيُِغ ْنِإَف ِِتَيْؤُرِل اْوُرِطْفَاَو ِِتَيْؤُرِل اْوُمْوُص
َْ ِ َ َ َناَبْعَش َةدِع ُ
ْيِراَخُبْلا ُاَوَر َ
196
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi saw.
bersabda: Berpuasalah bila kalian melihat bulan, dan berbukalah bila kalian melihat
bulan, namun bila bulan itu tertutup atas kalian oleh awan, maka sempernukanlah
193
Hasan Ayub, Fiqhul „Ibadaat Biadillatiha Fil Islam, Alih Bahasa, Abdurrahim, Fikih Ibadah Panduan Lengkap Beribadah Sesuai Sunnah
Rasulullah saw, Cetakan Pertama, Cakra Lintas Media, Jakarta, 2010, hlm. 416
194
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Dar Al-Kutub Al- Ilmiyah, Beirut, 2004, hlm 345. Hadits No 1906, Bab Puasa
195
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al- Lu‟lu‟ Wal Marjan, Alih Bahasa,
Muslich Shabir, Terjemah Al- Lu‟lu‟ Wal Marjan Koleksi Hadits yang
Disepakati oleh Al-Bukhori dan Muslim, Jilid 2, Al-Ridha, Semarang, 1993, hlm. 1-2
196
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Op.Cit., hlm 346. Hadits No 1909, Bab Puasa
hitungan bulan Syakban itu menjadi tiga puluh hari.”
197
H.R. Bukhari. Berdasarkan hadis di atas bahwasannya lafadz
اْوُمْوُص ِتَيْؤُرِل اْوُرِطْفَاَو ِِتَيْؤُرِل ”berpuasalah kamu karena melihat hilal dan
berbukalah kamu karena melihat hilal”. Khitab sasaran
yang dituju adalah seluruh ummat, maka apabila salah seorang mereka menyaksikan hilal pada tempat
manapun, itu berarti rukyat bagi mereka semua.
198
Tidak dibedakan oleh perbedaan geografis dan batas-batas
daerah kekuasaan.
199