Penentuan awal bulan dalam perspektif aboge : Studi terhadap komunitas Aboge Di Purbalingga

(1)

PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE

(STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

ALFINA RAHIL ASHIDIQI NIM :105 044 101 398

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarata, 27 Mei 2009


(3)

PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE (STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh :

Alfina Rahil Ashidiqi NIM : 105044101398 Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Maskufa, MA Sri Hidayati , M. Ag NIP.150 268 590 NIP. 150 282 403

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE (STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 03 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah.

Jakarta, 03 Juni 2009 Dekan

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM NIP : 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua Drs. H. Basiq Djalil, SH., MA

NIP. 150 169 102 (.………..…)

2. Sekretaris Kamarusdiana,S.Ag., MH

NIP. 150 285 972 (….…………..……)

3. Pembimbing I Dra. Maskufa, MA NIP. 150 268 590

(.…………..………) 4. Pembimbing II Sri Hidayati , M. Ag

NIP. 150 282 403 (.………..…………)

5. Penguji I Dr. Euis Nurlaelawati, MA

NIP. 150 277 992 (.……..………)

6. Penguji II Drs. Asep Syarifudin Hidayat, SH., MA


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

!

" !

# ! ! $ !

%

! !

Jakarta, 27 Mei 2009 Alfina Rahil Ashidiqi


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbi al-‘alamina, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Dzat Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, atas segala nikmat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, yang menghantarkan penulis sampai pada tahap akhir studi pada Program Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Hanya karena berkat dan ridho-Nya lah penulis sampai pada tahap menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dalam waktu kurang lebih lima bulan.

Allahumma Shalli `ala Muhammad, shalawat teriring salam tetap tercurahlimpahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW beserta para shahabat dan kerabat dekatnya.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dan di atas semuanya adalah Allah SWT. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil kepada penulis selama menuntun proses penulisan skripsi, terutama kepada :

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

2. Drs. Basiq Djalil SH. M.Hum selaku Ketua Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah, Kamarusdiana, S.Ag. M.Hum dan Ibu Yanti SHI selaku sekretaris dan staf di Prodi Ahwal Al-Syakhshiyah.

3. Ibu Dra. Maskufa, MA selaku Dosen Pembimbing I yang telah rela meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan skripsi.

4. Ibu Sri Hidayati, M.Ag selaku pembimbing II yang telah memberikan dukungan, pengarahan dan bimbingannya dalam pembuatan skripsi.

5. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum yang telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses belajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada saat pembuatan skripsi.

6. Kyai M. Maksudi selaku Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning dan Ki Sanurji yang bersedia diwawancara sebagai narasumber dari penelitian penulis.

7. Orang tua tercinta (H. Sahlan Mushadik dan Hj. Sugiyarti) yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta memberikan nasehat-nasehat kepada penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini.


(8)

8. Semua orang yang pernah hadir dalam kehidupan penulis untuk memberikan ilmu, nasehat, uswatun hasanah, petuah dan gambaran hidup. Jazakumullah khairal jaza`.

9. Serta berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan seluruhnya, semoga amal baik mereka diterima Allah SWT dan skripsi sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca, amin.

Saran dan kritik yang membangun, sangat ditunggu demi kesempurnan penulisan skripsi ini dan wawasan ilmu penulis . Besar harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.amiin

Jakarta, 27 Mei 2009 02 Djumadil Akhir 1430


(9)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………... Daftar Isi ………. Daftar Tabel ………... Daftar Gambar ………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………....

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ………...

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………

D. Studi Kajian Terdahulu ………..

E. Metode Penelitian ………...

F. Sistematika Penulisan ………....

BAB II HISAB RUKYAT

A. Pengertian Hisab Rukyat ………

B. Dasar Hisab Rukyat ………

C. Perkembangan Hisab Rukyat di\ Indonesia……… BAB III PROFIL KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA

A. Seluk Beluk dan Sejarah Kelahiran Aboge ……….

B. Tokoh-Tokoh Aboge ………..

C. Corak Pemikiran Aboge ………..

i iv vi viii

1 6 7 8 11 13

15 20 28

51 53 55


(10)

BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE

A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah ……….. B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah………. C. Praktek Penetapan Awal Bulan Qamariyah……… D. Data –Data Penentuan Awal Bulan Qamariyah ……… E. Tanggapan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Purbalingga ………. F. Telaah Terhadap Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge ……….. BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……….

B. Saran ………..

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Wawancara kepada Tokoh Aboge……… Lampiran 2: Almanaq Kitab Primbon Sembahyang ………... Lampiran 3: Almanaq Kitab Mujarrabat………….. ………..

66 67 77 85 93 95

104 106 108

112 120 121


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 3.1. Kegiatan Keagamaan Harian di Masjid Raden Sayyid

Kuning………... 59

Tabel 2 3.2 Kegiatan Keagamaan Mingguan di Masjid Raden Sayyid

Kuning ……….. 59

Tabel 3 3.3. Kegiatan Keagamaan Bulan Ramadhan di Masjid Raden

Sayyid Kuning………... 62

Tabel 4 4.1. Almanak di kitab PrimbonSembahyang……… 69 Tabel 5 4.2. Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za Pada Almanak

Dengan Cara Sederhana….………... 71 Tabel 6 4.3. Keterangan almanak yang terdapat pada kitab Mujarrabat….. 72 Tabel 7 4.4. Nama hari dan urutannya………. ……… ………... 78 Tabel 8 4.5. Nama Pasaran dan Urutannya………... 78 Tabel 9 4.6. Rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 Sura

pada setiap tahun Aboge………... 79 Tabel 10 4.7. Data Tahun 2009 M ialah Tahun Za (1942 A) menurut


(12)

Tabel 11 4.8. Hari Besar Islam Tahun 2006 M /1427 H / 1939 J ( Alif )…... 86 Tabel 12 4.9. Hari Besar Islam Tahun 2007 M/ 1428 H/ 1940 J (He)….…… 88 Tabel 13 4.10. Hari Besar Islam Tahun 2008 M 1429 H/ 1941 J (Jimawal)…. 89 Tabel 14 4.11. Hari Besar Islam Tahun 2009 M /1430 H/ 1942 J (Za)………. 90 Tabel 15 4.12. Hari Besar Islam Tahun 2010 M /1431 H/ 1943 J (Dal)……… 91 Tabel 16 4.13. Hari Besar Islam Tahun 2011/ M 1432 H/ 1944 J (Ba)…….… 92


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 2.1. Keterangan Ufuk Hakiki………...………. 444 Gambar 2 2.2. Keterangan Ufuk Hissi………….……….. 45


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perbedaan seringkali muncul dalam kehidupan umat manusia, sejak pertamakali manusia diciptakan oleh Allah SWT sampai datangnya hari kiamat. Begitupula perbedaan untuk menentukan awal bulan Qamariyah, yang mana di dalamnya banyak ditemukan perbedaan pendapat, sistem atau cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Hendaknya, hal ini tidak membenarkan kepada pihak sendiri dan saling menyalahkan kepada pihak lain. Karena perbedaan pendapat ini tidak lain untuk kembali pada semangat untuk selalu memurnikan ajaran Allah melalui petunjuk yang dibawakan oleh Rasulullah SAW.1

Perbedaan ini bukan saja menyangkut masalah penentuan hari ataupun tahun semata, tetapi sangat berkaitan dengan masalah ibadah seperti puasa, haji, dan hari raya Idul Fithri dan Idul Adha. Kemudian berimplikasi pada syarat-syarat terpenuhinya suatu ibadah. Maka dari itu penggunaan metode ataupun cara dalam menentukan awal bulan disesuaikan dengan argumentasi yang dipegang oleh suatu kelompok atau organisasi. Hal ini berdasarkan pada suatu ibadah dilakukan sesuai dengan pendapat yang dipahami dan kemampuan untuk memahami sebuah perintah dalam agama. Dan diterangkan pada salah satu ayat al-Quran bahwa la tukallifullaha nafsan illa wus`aha.

1


(15)

Teori dan praktek yang berbeda dalam penentuan awal bulan Qamariyah tidak hanya terjadi pada umat Islam di tanah air, begitupula di Negara-negara lain yang berpenduduk agama Islam. Bahkan, di Saudi Arabia yang notabene tempat dimana agama Islam pertama kali didakwahkan oleh Rasulullah terjadi perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah.2 Maka dari itu tidak heran bilamana perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah juga terjadi di Indonesia. Demikian itu tidak lepas dari keberadaan faktor perkembangan ilmu, budaya, tempat dan sumber daya manusia.

Munculnya perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah sangatlah beragam. Ada yang berbeda dalam pengambilan nash sebagai dasar pijakannya, berbeda dari segi penafsiran suatu nash dan dari sistem dan cara yang berbeda. Salah satunya muncul perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah berdasarkan pada penafsiran suatu hadits yang berbunyi:

ی

ی!

" ی

#$%

&

'

(

)

&

'

* +

ﻡ )

',ی-./

-',ی

( /

0

1

2 /

3

4 %

5

3

Artinya: “Telah menceritakan kepada kita Abdurrahman bin Sallam al-Jumahiy, telah menceritakan kepada kita al-Rabi’ yakni Ibnu Muslim dari Muhammad,

2

Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dan Permasalahannya di Indonesia. Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Editor. Choirul Fuad Yusuf, Bashor A.Hakim (Jakarta:Departemen Agama RI, 2004), h.3.

3

Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al Shahih al –Musamma Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al- Jail, Dar- Al- Afaq), h. 124


(16)

yaitu Ibnu Ziyad dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah karena kamu melihat

hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah

bilangan.(Diriwayatkan oleh imam Muslim)”.

Di Indonesia, secara umum menentukan awal bulan Qamariyah lahir tiga arus utama mazhab hisab rukyah yaitu pertama, mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia (NU), kedua, mazhab hisab yang dipelopori oleh Muhammadiyah dan mazhab imkan al-ru’yah yangdimunculkan oleh Pemerintah.4

Nahdhatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam yang berhaluan ahlussunnah waljamaah berketetapan mencontoh sunah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah wajib menggunakan ru’yatul hilal bilfi’li (melihat hilal secara langsung) atau istikmal (menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari). 5

Muhammadiyah menetapkan hisab wujudul hilal sebagai pegangan dalam penentuan awal bulan Qamariyah.6 Kendatipun demikian, Muhammadiyah menyatakan “apabila ahli hisab menetapkan bahwa (tanggal) bulan belum

4

Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha(Jakarta : Erlangga,2007), h.xvi

5

Rukyat Hilal Indonesia(RHI), “Kriteria Awal Bulan Qamariyah” artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari http://www.rukyatulhilal.org

6


(17)

tampak, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga, Majlis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang muktabar7

Pemerintah sendiri memiliki kewenangan (kompetensi) untuk berusaha menghilangkan perbedaan pendapat. Untuk itu Pemerintah memilih konsep imkanurrukyat dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Konsep ini memadukan antara mazhab rukyat dan mazhab hisab. Aplikasi imkaanurrukyat yaitu sistem hisab digunakan untuk menghitung kemungkinan hilal (tanggal) bulan dirukyat. Kemudian jika menurut data hisab imkaanurrukyat sudah dinyatakan mungkin untuk dirukyat, tetapi praktik di lapangan tidak dapat dirukyat karena mendung atau gangguan cuaca, maka dasar yang digunakan adalah istikmal.8

Selain mazhab hisab rukyat diatas, di Indonesia juga tumbuh pemikiran hisab rukyah mazhab tradisional ala Islam Jawa. Seperti pemikiran hisab rukyat yang dianut oleh Aboge (Penganut Islam Alip Rebo Wage). Hal ini timbul karena persentuhan Islam dengan budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak budaya tersendiri di luar dugaan dan melahirkan pemikiran tersendiri, dalam pemikiran hisab rukyat.9

Aboge ini tersebar di beberapa daerah Indonesia. Salah satunya adalah Aboge yang terdapat di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.

7

Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.

8

Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.

9

Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.


(18)

Melihat pemikiran hisab rukyat Aboge di Purbalingga, penulis tertarik untuk mengangkat fenomena tersebut menjadi penelitian. Karena pemikiran hisab rukyat mazhab tradisional ala Islam Jawa ini menetapkan bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha 1429 H dan tahun-tahun sebelumnya berbeda dengan Pemerintah. Adapun Pemerintah menetapkan bulan puasa pada tahun 2008 dimulai dari hari Senin, tanggal 1 September dan Hari Raya Idul Fitri pada hari Rabu, tanggal 1 Oktober 2008. Mereka menetapkan tanggal 1 Ramadhan jatuh pada hari Rabu tanggal 3 September 2008.10 Dan hari raya Idul fitri 1 Syawal 1429 pada hari Jumat, tanggal 3 Oktober 2008. Pemikiran hisab rukyah ini juga menurut para tokohnya, merupakan cara penghitungan yang telah digunakan para wali sejak abad ke 14 M. Yang mana di ajarkan oleh Syekh Rasid Sayid Kuning dari Kerajaan Pajang. Sehingga pemikiran Hisab Rukyat ini merupakan warisan dari leluhur para wali yang menjadi sebuah pengetahuan sebagai wujud sumbangsih mereka dalam peradaban manusia.

Untuk mengetahui seluk beluk komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga, bagaimana komunitas Aboge menetapkan awal bulan Qamariyah, apa landasan hukum penetapan awal bulan Qamariyah dan bagaimana praktek menggunakan sistem tersebut? Apabila hal tersebut dikaji ulang dan dikembangkan, akan menambah khazanah

10

Ridwan Anshori/Sindo/ahm,Buka Puasa Pertama bagi Pengikut Islam Aboge”, artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari http://www.okezone.com/2008/12/15.


(19)

kemajemukan metode penentuan awal bulan Qamariyah khususnya di Indonesia. Maka dengan bekal pengetahuan yang telah dipelajari, penulis mengangkat realita Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam menentukan awal bulan Qamariyah sebagai bahan penelitian. Akhirnya penulis mengambil judul “PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE (STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)”.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH .

Banyaknya pemikiran penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia membuka peluang sebagai objek penelitian. Salah satunya adalah pemikiran yang berhaluan Aboge. Untuk itu secara umum penelitian ini terbatas pada penetapan awal bulan dalam perspektif Aboge. Adapun perinciannya penulis membatasi sebagaimana berikut:

1. Aboge yang dimaksud oleh penulis adalah Penganut Islam Alip Rebo Wage yang berdomisili di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga. 2. Penentuan awal bulan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan awal bulan

dalam kalender Islam atau dengan kata lain awal bulan Qamariyah.

3. Dalam pembahasan penetapan awal bulan dalam tulisan ini, penulis hanya akan memberikan fokus bahasan mengenai penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha.


(20)

Penentuan awal bulan Qamariyah dalam Islam sangat penting terutama pada bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dimana bulan-bulan tersebut sangat berkaitan dengan ibadah. Dalam kenyataan sering berbeda karena berlainan cara menghitung seperti yang dilakukan Aboge. Hal ini yang ingin penulis telusuri dalam penulisan skripsi ini.

Agar terencana dan sistematis, rumusan tersebut dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut dalam perumusan masalah:

1. Bagaimana seluk beluk komunitas Aboge?

2. Apa sistem yang digunakan untuk menenetapkan awal bulan Qamariyah? 3. Apa dasar hukum penetapan awal bulan Qamariyah menurut komunitas

Aboge?

4. Bagaimana praktek penetapan awal bulan Qamariyah yang dilakukan oleh komunitas Aboge?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui profil tentang Aboge

2. Untuk mengetahui sistem yang digunakan Aboge menentukan awal bulan Qamariyah.

3. Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan Aboge untuk menentukan awal bulan Qamariyah.


(21)

4. Untuk mengetahui praktek penetapan awal bulan Qamariyah yang digunakan oleh Aboge.

Manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Masyarakat

Memberikan informasi mengenai seluk beluk dan sejarah tentang komunitas Aboge khususnya yang berkaitan dengan menentukan awal bulan Qamariyah.

2. Fakultas

Memberikan sumbangsih hasil penelitian guna memperkaya khazanah kemajemukan metode penentuan awal bulan Qamariyah dalam ilmu falak di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah literature kepustakaan khususnya mengenai komunitas Aboge.

3. Penulis

Memanfaatkan ilmu yang sedikit dan lebih menambah wawasan tentang metode penentuan awal bulan Qamariyah dalam kajian ilmu falak.

D. STUDI KAJIAN TERDAHULU

Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap karya ilmiah yang bertema penentuan awal bulan Qamariyah di Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, penulis menemukan tiga skripsi yang berkaitan. Tiga skripsi yang terkait akan dikemukakan oleh penulis secara ringkas untuk mengetahui sisi-sisi perbedaan dengan skripsi penulis.

Pertama, skripsi Ilmanudin dengan judul “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU Dan Muhammadiyah” pada tahun 2004. jenis Penelitian yang digunakan adalah studi lapangan dan didukung dengan studi perpustakaan library research berdasarkan sumber-sumber yang ada diperpustakaan umum. Skripsi ini


(22)

mengusung permasalahan yang membahas perbedaan cara menentukan awal bulan menurut NU dan Muhammadiyah yang melahirkan berbagai perselisihan antar umat Islam, menjadi benalu keharmonisan antara umat Islam dan pengaruh kebijakan Departemen Agama kepada dua ormas tersebut. Dari penelitian tersebut, Ilmanudin mengemukakan solusi berupa penggunaan suatu teknologi yang dikuatkan oleh kebijakan Pemerintah, kesadaran ormas tentang pentingnya menjaga keutuhan kesatuan Islam dan kesadaran hukum masyarakat. Penelitian yang dibuat oleh Ilmanudin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada objek penelitian. Objek penelitian yang digunakan penulis adalah komunitas Aboge yang tinggal di Desa Onje Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.

Kedua, skripsi Eka sartika (Mahasiswa Peradilan agama) dengan mengangkat judul “Penentuan Awal bulan dalam Perspektif Al –Marzukiyah (Studi terhadap kalangan Al- Marzukiyah di Cipinang)” pada tahun 2006. Skripsi ini meneliti bagaimana Al-Marzukiyah menentukan awal bulan Qamariyah, landasan yang digunakan, bagaimana prakteknya dan bagaimana pandangan Al-Marzukiyah melihat kebijakan Pemerintah dalam menentukan awal bulan Qamariyah. Penelitiannya menghasilkan bahwa Al-Marzukiyah adalah segolongan masyarakat yang mengikuti pemahaman dan pemikiran KH. A. Marzuki. Metode penelitian yang digunakan adalah survai yaitu melakukan wawancara dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tersebut menjelaskan


(23)

penetapan awal bulan Al- Marzukiyah berdasarkan peredaran bulan dan bumi sebenarnya yang tergolong dalam sistem hisab hakiki yang beraliran imkanurrukyah. Landasan yang dipakai adalah al-Quran, Hadits dan Pendapat Ulama. Salah satunya didasarkan pada pendapat Ibnu Hajjar dalam kitab Tuhfat Ibn Hajjar bahwa rukyat sangat penting dalam menentukan awal bulan. Dan juga didasarkan pada beberapa kitab lain yaitu Tamyizu al- Hakk Min al- Dholal fii saidi al-hilaal dan Risalah Iqadu al-Niyam Habib Usman bin Abdullah, Fadl al- Rahman fii Raadi al marhum al- sayyid ‘Utsman karangan Kh. Ahmad Marzuki, Taqwiimu al-nayyirayni fi ru’yati al hilaalayni karangan H. Ali Wardi bin H Abdul Ghani dan beberapa kitab karangan lainnya. Penelitian yang dibuat oleh Eka Sartika jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak (salah satunya ) pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah komunitas Aboge yang tinggal di desa Onje Kec. Mrebet. Kab Purbalingga.

Ketiga, adalah skripsi Nur Said (Mahasiswa Peradilan Agama) dengan judul “Problematika Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1427 H/ 2006 M antara PBNU dan PWNU Jawa Timur” pada tahun 2007. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yang menekankan kualitas sesuai dengan pemahaman yang diskriptif. Penelitian ini berupa studi empiris untuk menemukan teori teori proses terjadinya perbedaan penetapan awal bulan syawal 1427/2006 antara PBNU dan PWNU Jawa Timur. Penelitian fokus membahas konsep


(24)

penetapan awal bulan syawal Idul Fitri PBNU dan PWNU Jawa Timur dan penyebab dari perbedaan penetapan awal bulan syawal 1427/2006 h Idul Fitri PBNU dan PWNU JATIM. Penelitian yang dibuat oleh Nur Said jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak (salah satunya ) pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah komunitas Aboge yang tinggal di desa Onje Kecamatan Mrebet, KabupatenPurbalingga.

E. METODE PENELITIAN

Jenis dan Pendekatan Penelitian

Skripsi ini merupakan jenis penelitian lapangan (metode field research). Yang bersifat penelitian deskriptif. Suatu penelitian yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.11

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah pendekatan studi kasus. Yaitu penulis mengambil komunitas Aboge di Purbalingga sebagai objek studi kasus penelitian.

Data Penelitian

Sumber data yang digunakan adalah sumber data Primer dan Sekunder. Data Primer pada skripsi ini adalah hasil wawancara kepada tokoh

11

Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Social, Dasar-Dasar dan Aplikasinya. (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003), Cet. Ke-6,.h.20.


(25)

Aboge dan data-data atau dokumen yang berkaitan tentang Aboge. Sedangkan untuk data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan dengan ilmu falak secara umum atau literatur lain yang dapat memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam skripsi ini. Yaitu, buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya.

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah

a. Wawancara yaitu penulis melakukan wawancara kepada tokoh Aboge di daerah setempat, untuk menggali informasi lebih dalam tentang komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga sebagai objek penelitian penulis, sekaligus sebagai sumber primer dalam penelitian.

b. Dokumentasi (pengumpulan data melalui studi kepustakaan), yaitu penelitian kepustakaan dan literature yang mempunyai relevansi dengan judul baik dari Komunitas Aboge atau pihak lain.

Teknik Pengolahan Data

Seleksi data: setelah memperoleh data dari hasil wawancara dan dokumentasi yang bersifat tertulis. Dari data tersebut diperiksa kembali satu persatu, dan diambil data yang berkaitan dengan penelitian agar tidak terjadi kekeliruan.


(26)

Klasifikasi data: setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan dalam bentuk dan jenis tertentu, kemudian diambil kesimpulan.

Analisa Data

Teknik analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif. Yang memaparkan tentang profil Aboge sampai bagaimana mengaplikasikan cara menentukan awal bulan Qamariyah.

Pedoman Penulisan Laporan

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada ”BukuPedoman Penulisan Skripsi tahun 2007’ yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan laporan penelitian ini terbagi ke dalam lima bab dengan rancangan sebagai berikut.

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang didalamnya dipaparkan latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, studi kajian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan laporan.

Bab kedua menjelaskan konsep objek penelitian yang bersifat literature. Yakni mengenai pengertian hisab rukyah, sejarah dan perkembangannya hisab rukyat di Indonesia yang mencakup aliran-aliran hisab rukyat .


(27)

Bab ketiga yaitu mengupas tentang profil Aboge yang menjelaskan seluk beluk dan sejarah kelahiran Aboge, menyebutkan siapa saja tokoh- tokoh yang berperan dan bagaimana corak pemikiran Aboge dalam keagamaan.

Bab keempat adalah penetapan awal bulan Qamariyah dalam perspektif Aboge. Dalam bab ini membahas inti dari penelitian yaitu dasar pijakan Aboge dalam menetapkan awal bulan. Kemudian system dan praktek dari penetapan awal bulan Qamariyah yang dipakai oleh Aboge, yang disertai data-data penetapan awal bulan Qamariyah sistem aboge, implikasi penetapan awal bulan menurut perspektif aboge, tanggapan Majelis Ulama Indonesia dan telaah penulis terhadap penentuan awal bulan Qamariyah dalam perspektif Aboge,

Bab kelima adalah penutup. Didalamnya berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan beberapa rekomendasi penulis.


(28)

BAB II

HISAB RUKYAT

A. Pengertian Hisab Rukyat

Secara bahasa, hisab berasal dari bahasa Arab yaitu

-ﺡ

-

yang mengandung arti “menghitung atau membilang”.12 Jadi hisab adalah kiraan, perhitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam al-Quran untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab), hari dimana Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil. Seluruh kata hisab muncul dalam al-Qur’an berjumlah 37 kali, yang kesemuanya mengandung arti perhitungan tanpa penggunaan arti yang kabur.13

Secara istilah hisab adalah perhitungan benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan.14 Istilah tersebut masih umum, karena dalam prakteknya penggunaan hisab berbeda tergantung pada tujuan penggunaannya. Apakah ditujukan pada kapan waktu shalat atau menentukan arah kiblat ataupun awal bulan Qamariyah.

12

Louis Ma’luf, Al-Munjid, (Mesir: Al-Mathba’ah Al-Katholikiyah, Cet XVIII, 1918), h. 132.

13

Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007), h. 120.

14

Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, (Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.141.


(29)

Kamus-kamus istilah menyamakan arti ilmu Hisab dengan aritmatic, yang mempunyai pengertian suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang perhitungan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi.15

Dalam disiplin ilmu falak (astronomi), kata hisab mengandung arti sebagai ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang dimaksud di sini adalah lebih khusus pada posisi matahari dan bulan dilihat dari pengamat di bumi. Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan syariah khususnya masalah ibadah misalnya; shalat fardu menggunakan posisi matahari sebagai acuan waktunya, menentukan arah kiblat dengan menghitung posisi bayangan matahari, menentukan awal bulan hijriyah dengan melihat posisi bulan dan mengetahui kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi matahari dan bulan. Ilmu Falak yang mempelajari kaidah-kaidah Ilmu Syariah tersebut dinamakan Falak Syar'i (Ilmu Falak + Ilmu Syariah = Falak Syar'i). Nama yang populer di Indonesia adalah Falak saja.16

15

Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Cet. 1 (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1990), h. 3. Lihat di Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h.6.

16

Rukyatul Hilal Indonesia, “Hisab (Perhitungan Astronomis)”, artikel diakses pada 02 Februari 2009 dari www. hisab-rukyat. html.


(30)

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, hisab adalah salah satu cabang ilmu pasti yang mempelajari angka dalam bentuk penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perakaran.17

Mengenai istilah hisab, Islam juga mengaitkan ilmu menghitung lain yang dikenal dengan nama “ilmu mawaris atau Faraidh”. Ilmu faraidh termasuk dalam ilmu hisab karena adanya persamaan substansi yaitu secara prinsip kedua ilmu tersebut menggunakan perhitungan-perhitungan dan proses perumusan secara pasti.18

Umumnya umat Islam di Indonesia mengenal ilmu falak sebagai ilmu hisab semata. Dalam konteks ini, ilmu hisab yang dimaksud adalah ilmu falak yang digunakan umat Islam untuk melaksanakan praktek-praktek ibadah dengan cara mengetahui dan mempelajari benda-benda langit tentang fisik, gerak, ukuran dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.19

Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan hisab adalah matahari, bulan dan bumi. Itupun terbatas pada status posisinya saja

17

Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Islam, jilid. 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 117.

18

Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah suatu Komparasi,(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h.11.

19

Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi Terhadap Kalangan Al-Marzukiyah”,( Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h.13. Diambil dari Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat,(Jakarta:Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Cet 1,1990). h. 14.


(31)

sebagai akibat oleh pergerakan benda-benda langit yang disebut Astromekanika.20 Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan perhitungan modern yang mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan, ilmu tersebut adalah ilmu ukur bola Sperical Trigonometri.21 Perkembangan-perkembangan tersebut hanya cenderung mengarahkan semakin tingginya akurasi atau kecermatan produk perhitungan ilmu hisab.22 Sebagai pendukung yang lain, ilmu hisab juga menggunakan informasi data yang dikontrol dengan observasi setiap saat.23

Sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah hisab seringkali dikaitkan dalam literature ilmu falak yang berhubungan dengan kedudukan-kedudukan benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bumi dan perubahan– perubahannya. Dengan pesatnya pengaruh ilmu pengetahuan, hisab menjadi lebih berkembang.

Secara bahasa, rukyat berasal dari bahasa Arab yaitu

-

-

yang

mempunyai arti melihat secara kasat mata atau dengan menggunakan akal.24 Arti yang paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”.25

20

Astromekanika adalah bagian dari ilmu astronomi yang mempelajari gerak-dan gaya tarik benda-benda langit dengan menggunakan cara dan teori mekanika. Lihat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 375.

21

Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h.15.

22

Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama ( Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5.

23


(32)

Menurut istilah, rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam tanggal 29 bulan Qamariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka sejak matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak maka malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.26

Dalam literatur fiqh, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.27 Penggunaan hilal diperuntukan menentukan hukum-hukum suatu ibadah dan tergolong syariat para Nabi sebelum Nabi Muhammad.SAW.28 Muhammadiyah memahami rukyat tidak semata-mata melihat secara fisik dengan mata kepala. Tapi melihat dengan mata pikiran yaitu dengan ilmu pengetahuan.29

Rukyat juga dimaksudkan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, awal bulan Syawal dan juga awal bulan Dzulhijjah. Dua bulan yang pertama berkaitan dengan ibadah puasa dan bulan ketiga terakhir berkaitan dengan ibadah haji.

24

Louis Ma’luf, Al-Munjid, h. 243.

25

Farid Ruskanda. 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi (Jakarta: Gema Insani, 2005), h.41.

26

Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 15.

27

Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Islam, jilid. 4 h.180.

28

Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Ru’yah (Solo: Pustaka Darul Islam.tt), h. 32.

29

Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaam di Tengah Perbedaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 136.


(33)

Keberhasilan rukyat hilal sangat bergantung pada kondisi ufuk disebelah barat tempat peninjau, posisi hilal dan kejelian mata.30

Dalam prakteknya, tidak semua orang yang telah menguasai ilmu falak secara teoritis dapat mempraktekan rukyat di lapangan. Dalam pelaksanaan rukyat dibutuhkan ketrampilan dan pengalaman yang banyak. Sehingga Departemen Agama selalu mengadakan rukyatul hilal setiap akhir bulan Hijriyah, untuk memperkirakan ketinggian hilal yang terlihat pada tiap bulan. Dengan demikian dapat menguji kevalidan hisab dalam menghitung posisi benda langit secara nyata, agar penentuan hari-hari yang berkaitan dengan ibadah tidak terjadi kesalahan.

B. Dasar Hisab dan Rukyat

Secara umum, menentukan awal bulan Qamariyah khususnya pada bulan-bulan yang terkait dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, terdapat dua metode yaitu metode rukyat dan metode hisab. Metode rukyat inilah yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak masa Nabi Muhammad SAW.31 Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan rukyat tidak hanya dilakukan dengan mata telanjang tetapi juga dengan teleskop.32

30

Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak. h. 142.

31

Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak,. h. 143.

32


(34)

Dasar penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan adalah 1. Dijelaskan di dalam QS. Yunus(10): 5 yang berbunyi:

!"#$%&

"' ()*

+ $,-. /

01 3

45 167, /

+8 9 :0+;

< =$5> +?

7+ +AB C)D

EF G ),. /

H

+; +I5> J

K

!L M,N

OP

-Q I ,. R

H  ) STUV W +V?

XYZ

,-+D =$5># +V

Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah ( tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.

Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu ( ) yang artinya dan ditetapkan-Nya dan al-hisaba (

!

) yang artinya perhitungan (waktu)

dijadikan dasar bahwa posisi, kedudukan dan saat hilal itu, dapat dihitung. Karena Allah menganjurkan manusia untuk mengetahui waktu dan mendayagunakan kemampuan intelektualnya sebagai makhluk cerdas.33

Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein dan M. Wahbi Sulaiman menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya”

33

Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab(Jakarta: Amythas Publicita, 2007),h.121-122.


(35)

berjumlah dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan dengan bulan dapat diketahui dengan bilangan bulan dan tahun. 34

Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikhul Ibnu Taimiyyah bahwa kata

! "#$%

(supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan kata (Dia menetapkan…) bukan kepada

&$'

(Dia menjadikan…). Karena sifat

matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak berpengaruh dalam mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat lainnya.35

Ayat diatas menjelaskan tujuan dari penciptaan benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan tempat peredarannya bagi kepentingan manusia dalam menjalankan kewajibannya khususnya yang bernilai ibadah maupun muamalah.

2) Didalam QS. Al-Isra’(17): 12 yang berbunyi:

C[> /

.(

1 \]^_ /

QA B+`+V '

<

+3Z , $,[

,\+V '

Q .(

34

Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman, Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), Cet.1, h. 208.

35


(36)

C[> /

,\+V '

1 \]^_

C: b) Zc;

< ' +`Zd+` e

fT#g,[ h;

'i 5R 1

< =$5> +` /

7+

+AB C)D

EF G +.j /

H ^ kl /

m' nT  :0[>oS,[ fT )S.U, (! ﺱ*! + ,

-Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”.

Allah menciptakan pergantian malam menjadi siang, siang menjadi malam dan seterusnya bergantian sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui waktu.

3) Dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah(2): 185 yang berbunyi:

 Z] q

+D g+; 1

B +8r 3sm [

D 'Z k-.

tf7 ^ ^0> e

dW :0 hv+R /

E h;

i 7=w.

QD , Z kU. /

H $,[

7] q

x'i0 ;

+ Z]%y  #$zS [>,[

<

... / 01 ! + -23

Artinya: “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu….

Berdasarkan ayat diatas menjelaskan bahwa penentuan awal Ramadhan. Rukyat menurut para ahli hisab dimaknai sebagai rukyat bil’ilmi


(37)

yaitu penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadhan. Hal ini diperkuat dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.

4) Dijelaskan dalam Hadits

45 ﺡ

45 ﺡ 7 8 9:ﺏ <ﺏ =9

=

<ﺏ > ﺱ = 1? 7 8 @A <ﺏ! <B 8&90B <B C9# !

1B

"@4B D! EF

"B G

"B <ﺏ D!

7

7 ﺱ H$"ﺱ

I9#B D! =#J D!

>#ﺱ

"%

!KL 7 0

!KL

! ﻡ NO

O >:9#B >P G QO !

RO SO "%

!

I

!

T1 !

36

Artinya: “Bercerita kepada kami Yahya Bin Bukair, ia berkata menceritakan kepadaku Al-laits dari uqail dari Ibn Syihab berkata Salim bin Abdullah bin Umar telah menghabarkan kepadaku bahwa Umar ra menyampaikan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda bila kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia (Diriwayatkan oleh Bukhari).

Pada kalimat

I !

O

yang artinya maka kira-kirakanlah pada hadits diatas, ahli hisab memahaminya dengan terbukanya penggunaan hisab dalam penentuan waktu selain rukyat.

Nash-nash yang menerangkan penggunaan rukyat sebagai dasar dalam penetapan awal bulan Qamariyah adalah

1. Disandarkan pada QS. Al-Baqarah(2):189 yang berbunyi:

!L+3 >+ :{

+

| ?J

< Z

}1

kW( M +;

^ ^0> ~ ] ,. / i } . , / •b . D/| R < [|, 36

Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati as-Sanadi, juz 1 (Beirut:Dar al-Kitab al-Islam,t.th), h 325-327. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dengan jalur periwayatan yang berbeda.


(38)

!€  •. ;

1 =wk=

6 )i , /

b .

+; H‚,ƒ^

i

< [m /

!€ (c.

# ;

w RM ZR/m

H

< k-^ /

Zxk•„> ,

!… =, >.U  01 !

/ + -2U

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.

Secara jelas dan gamblang, ayat diatas mengungkapkan bulan sabit (hilal) sebagai tanda- tanda bagi manusia untuk mengetahui hari, bulan tahun dan kepentingan yang bersifat ibadah.

2. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:

=ﺏ! <B V W <ﺏ! X " ﻡ <B ># ﻡ <ﺏ! =4$ Y9ﺏ ! 45 ﺡ = "Z ! [\ﺱ <ﺏ <"ﺡ ! 1B 45 ﺡ

D! EF / X

="P G O I% ! RO! I% ! ﻡ J 7 >#ﺱ I9#B D! =#J =14 ! G! I4B

V $ ! ! #"] O >:9#B ># ﻡ !

37

(

Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan”. ( Diriwayatkan oleh Muslim).”

37

Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al Shahih al –Musamma Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al- Jail, Dar- Al- Afaq), h. 124.


(39)

3. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:

ﺡ B 8^ ﻡ =#B _ 7 =9 <ﺏ =9 45 D! =#`J a=`14 ! <B "@4B D! =F "B <ﺏ! <B 8YO <

>#ﺱ I9#B 7 0O G bﻡ ]K I

GQO ﺕ =%ﺡ ! Rdﺕ e 7\@ ! ! ﺕ =%ﺡ ! ﻡ Nﺕ e `"P

>:9`#B =

I ! O

># ﻡ ! .

38

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya berkata saya telah membacakan kepada Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar semoga Allah Meridhoi keduanya Saw, bahwasanya Nabi SAW telah menuturkan Ramadhan maka Beliau bersabda: ‘janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat hilal ( Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihat hilal(Syawal). Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

4. Disandarkan pula pada Hadits yang berbunyi:

<`B V ` af ! =`ﺏ <`B `"B <`ﺏ I`# ! `91B 45 `ﺡ g `1$ ! 8 h`ﺏ <`ﺏ `" ﻡ 45 ﺡ 19A =ﺏ <ﺏ :ﺏ ﺏ 45 ﺡ B i Bj! / ` X =`ﺏ <

I`4B D! =`F I`# ! 7 `ﺱ `]K 7 `

-D! =#`J 7\`@ ! >#`ﺱ I`9#B

7 `0O !KL

! g $O >:9#B ="P GQO ! ROSO "% !KL ! ﻡ NO "% <95\5

># ﻡ !

39

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaybah, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah dari Nafi, dari Ibnu Umar semoga Allah meridhoi keduanya, bahwasanya Rasulullah SAW menuturkan tentang bulan Ramadhan, lalu beliau berisyarat dengan tangannya seraya berkata sebulan itu sekian, sekian dan sekian (dengan menekuk ibu jarinya pada yang ketiga kali), kemudian beliau berkata: berpuasalah kalian karena terlihat hilal(syawal. Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah bulan itu 30 hari.(Diriwayatkan oleh dari Ibnu Umar.

Dan masih banyak hadits yang menyebutkan rukyatul hilal sebagai cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah pada masa Nabi Muhammad

38

Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 122.

39


(40)

SAW. Menurut Susiknan Azhari, jumlah hadits yang berbicara tentang rukyat sekitar 56 hadits.40 Hal itu didukung oleh keadaan masyarakat di Madinah yang tidak mahir untuk berhitung dan menulis. Dan ini diperkuat dalam hadist yang berbunyi sebagai berikut:

"B <ﺏL <B E14 ! <B "@4B D! =F

7 >#ﺱ I9#B D! =#J k ﻡ L

k 9ﻡ

l e l%: e

!m:X @h ! !m:X !m:X E4$ ﺕ " [ <95\5 ># ﻡ !

41

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda kami adalah ummat yang buta huruf (ummi), tidak dapat menulis dan menghitung. Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini, seperti ini.Ibnu Umar melipat satu jari jempol pada gerakan yang ketiga (29 hari). Satu bulan adalh seperti ini, seperti ini dan seperti ini yaitu genap 30 hari.(diriwayatkan oleh Imam Muslim).

5) Disandarkan pada pendapat Ulama:

Para Imam Madzhab empat sepakat bahwa awal Ramadhan dan Syawal ditetapkan berdasarkan Rukyatul Hilal atau Istikmal sebagaimana berikut:

B e

ﺏ / 1

<9"aZ4" ! 7 0

.

<ﻡ =#B e >@ﺏ

ﺏ [ N ! >@9#B lZ \O

0ﺏ n5

GS >@

%ﺕe 8 %ﺏ 5 8/ ﻡ =#B [ N ! n#B o h !

7 "]L

7 \@ !

EX ! ﺏ 9p

/ $ !

ﻡ <95\5

40

Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat, Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007), h. 53.

41

Muhammad Nashirudin Al-Albani, penerjemah Imron Rosadi, Mukhtashar Shahih Muslim, jil. 1 ( Jakarta: Pustaka Azzam), h. 419.


(41)

Artinya: “Tidak perlu diperhatikan perkataan ahli astronomi. Maka tidak wajib bagi mereka berpuasa berdasarkan hisabnya, dan juga bagi orang yang mempercayai perkataannya, karena pembuat syari’ah (Allah) mengkaitkan (menggantungkan) puasa pada tanda yang tetap dan tidak berubah sama sekali, yaitu ru’yatul hilal atau menyempurnakan bilangan tiga puluh hari.42

Empat Imam madzhab yang bersepakat menentukan awal Ramadhan dan Syawal dengan cara rukyatul hilal ialah Syafii, Hambali, Hanafi dan Maliki. Dari beberapa nash dan kesepakatan empat imam madzhab diatas menjelaskan bahwa penentuan waktu atau awal bulan yang berhubungan dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah berdasarkan pada hilal. Yaitu dengan cara melihat hilal (rukyatul hilal) setelah terbenam matahari pada hari ke 29 atau dengan istikmal, yaitu menyempurnakan bilangan bulan tersebut menjadi 30 hari bilamana rukyat tidak berhasil dilakukan.

C. Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia

1. Sejarah Hisab dan Rukyat di Indonesia

Selama pertengahan pertama abad kedua puluh, peringkat kajian Islam yang paling tinggi termasuk kajian hisab rukyat hanya dapat dicapai di Mekkah, yang kemudian diganti di Kairo. Karena di sana Islam berkembang dan banyaknya para alim ulama dan ilmuwan. Banyak orang yang ingin mengkaji Islam lebih dalam berbondong bondong datang ke sana, tidak

42

Abdur Rahman Al-Jazari, Al-Fiqh Alal Mazahibil Arba’ah, jilid 1 (Beirut: Dar Ihya At-turats Al-Araby), h. 551.


(42)

terkecuali para alim ulama atau ilmuwan Indonesia. Pantas pemikiran hisab rukyat di Jazirah Arab sangat berpengaruh dalam pemikiran hisab rukyat di Indonesia. Seperti Muhammad Manshur al-Batawi yang mengarang kitab Sullamun Nayyirain, ternyata secara historis merupakan hasil dari rihlah ilmiyyah yang beliau lakukan selama di Jazirah Arab. Sumber jadwal yang dipakai berasal dari Ulugh Beik. Begitu pula beberapa kitab hisab rukyat yang berkembang di Indonesia. Dan banyak kitab di Indonesia merupakan hasil cangkokan kitab karya Ulama Mesir yakni Mathla’ al Saids ala Rasdi Al-Jadid.43

Sebelum kedatangan agama Islam, di Indonesia telah tumbuh perhitungan tahun menurut kalender Jawa Hindu atau tahun Saka yang dimulai pada hari Sabtu, 14 Maret 78 M. Namun sejak tahun 1043 H /1633 M yang ketepatan 1555 tahun Saka, tahun Saka diasimilasikan dengan Hijriyah, kalau mulanya tahun Saka berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan Agung diubah menjadi tahun Hijriyah, yakni berdasarkan peredaran bulan, sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun Saka tersebut.44

Sehingga jelas bahwa sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran Hisab Rukyat,

43

Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, ( Jakarta: Erlangga, 2007), h. 47.

44


(43)

hal ini ditandai dengan adanya penggunaan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi.

Penanggalan Hijriyah atau penanggalan Islam digunakan di Indonesia sebagai penanggalan resmi semenjak berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam45. Hal ini menunjukan berkembangnya hisab dan rukyah sebagai metode penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia.

Dengan datangnya penjajahan Belanda penanggalan Masehi mulai diterapkan dalam kegiatan-kegiatan Administrasi Pemerintahan dan dijadikan sebagai penanggalan resmi. Namun umat Islam tetap mempergunakan penanggalan Hijriyyah terutama di daerah-daerah kerajaan Islam. Belanda membiarkan pemakaian dan penanggalan. Adapun pengaturannya diserahkan kepada para penguasa Kerajaan-Kerajaan Islam dalam mengatur hari-hari yang berhubungan dengan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.

Sejak abad pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel matahari dan bulan yang disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik Asmarakandi. Ilmu Hisab ini berkembang dan tumbuh subur terutama di pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab yang dikembangkan para ahli hisab di Indonesia biasanya mabda` (epoch) dan markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya. Seperti Nawawi Muhammad Yunus al-Kadiri dengan karya Risalatul Qamarain dengan

45


(44)

markaz Kediri. Walaupun ada juga yang tetap berpegang pada kitab asal (kitab induk) seperti al-Mathla’ul said fi hisaabil kawakib ala Rasydil Jadid karya Syekh Hussain Zaid al Misra dengan markaz Mesir. Dan sampai sekarang khazanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat dikatakan relative banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan kitab falak dengan cara menanamkan kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat disamping adanya kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab rukyat.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 2 Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur, dan termasuk juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No 2/ UM.7 UM.9/UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967 No.148/ 1968 dan No. 10 tahun 1971. Dalam prakteknya penetapan hari libur terkadang belum seragam, sebagai dampak adanya perbedaan pemahaman antara beberapa pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.46

2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah

46


(45)

Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab.

a. Rukyat

Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang tidak memungkinkan, maka pada bulan tersebut digenapkan menjadi 30 hari (istikmal). 47

b. Hisab

Sistem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal bulan qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab urfi dan hisab hakiki.

1) Hisab Urfi

Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional.48 Hisab urfi yang berkaitan dengan Qamariyah yang terdapat di Indonesia yaitu:

a) Hisab Hijriyah (Arab)

47

Kardiman dkk Garis Tanggal Kalender Islam 1421, (Bogor: BAKOSURTANAL, 2001), h.6 .

48

Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 7.


(46)

Lama peredaran satu bulan sinodis49 selalu berubah-ubah. Sebagai contoh dalam tahun 1978 M. Jarak ijtimak yang terpendek ialah 29 hari 10 jam 27 menit ( Ijtimak Muharam 1398 H ke Shafar) sedang jarak ijtimak yang terpanjang ialah 29 hari 15 jam 11 menit (ijtimak Sya’ban ke Ramadhan). Oleh karena itu maka Dalam hisab urfi ini lama peredaran sinodis bulan dirata-ratakan menjadi 29 hari 12 jam 44 menit atau 29,5306 hari. Lama satu tahun yaitu 12 X 29,5306 hari+354,3672 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 36 detik atau 354 11/30 hari (dengan mengabaikan 36 detik pertahun). Untuk menghilangkan pecahan ini maka diadakan kebulatan masa selama 30 tahun. jadi lama hari dalam 30 tahun yaitu 30 X 354 11/30 hari =10631 hari.50

Hisab urfi ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:

• Permulaan perhitungan (1 Muharam tahun 1 H) ditetapkan

pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Ketentuan ini menurut pendapat Jumhur Ulama ahli hisab, sebab kedudukan hilal

49

Jarak waktu dari satu ijtima ke ijtima’ berikutnya.

50

Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh (Bandung: Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 1990), h. 11.


(47)

pada hari Rabu petang sewaktu matahari terbenam sudah mencapai 5º 57`.51

• Umur bulan Qamariyah adalah 29 dan 30 hari secara

bergantian. kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari.52

• Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan antara 354 dan 355

hari. Tahun basithah berjumlah 354 hari sedang tahun kabisat berjumlah 355 hari. Kelebihan satu hari dalam tahun kabisat dimasukkan dalam bulan Dzulhijjah.

• Tahun-tahun kabisat terjadi 11 kali dalam siklus 30 tahun yaitu jatuh pada tahun ke 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26 dan 29. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa tahun ke 16 bukan tahun kabisat, melainkan tahun ke 15. Pendapat ini merujuk pada rumus yang dikemas dalam syair berikut:

I V Id] &9#T ! q]

r

I NO I1ﺡ s&? a&] <B

29 26 24 21 18 15 13 10 7 5 2

51

Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 11. Dalam buku Perbandingan Tarikh, Muhammad Syakur Chudlori mengutip pendapat Muhammad Ma’shum Bin Ali dalam Durusul Falakiah III bahwa tanggal 1 Muharam 1 H menurut rukyat jatuh pada hari Jumat, 16 Juli 622.

52


(48)

• Pada syair diatas tiap huruf hijaiyah yang bertitik menunjukan

tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik menunjukan tahun basithah. Sebagai contoh tahun 1420 H mempunyai bilangan 10(1420:30= 47 daur sisa 10 tahun), jadi tahun 1420 H adalah tahun kabisat.

• Masa daur (satu siklus) pada tahun Hijriyah terdiri dari 30

tahun yang terdiri dari 11 tahun kabisat (tahun panjang), dan 19 tahun basithah (tahun pendek).53

b) Hisab Islam ala Jawa54

Hisab ini awalnya hitungan Hindu Jawa atau Saka, yang berdasarkan pada peredaran matahari.55 Kemudian dikenal bernama kalender Saka. Kalender ini dipakai nenek moyang kita sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang) direbut kaum Saka (Scythia) dibawah pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Satavahan.

Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Caitra,

53

Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.

54

Irfan Anshory ,”Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari http:www.formmasibumi.com/2008/05/ mengenal- kalender- hijriyah.html.

55


(49)

Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna. Agar kembali sesuai dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan

Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro terang,dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi), masing-masing bagian 15 atau 14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa

adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17.

Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriah. Namun, bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043 Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum'at Legi tanggal 8 Juli 1633


(50)

Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya diseluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak Islam.

Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramadlan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura maksudnya adalah Hari Asyura 10 Muharram. Rabi'ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi'ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya "sesudah Mulud".

Sya'ban merupakan bulan Ruwah, waktunya mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung),saat berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha.

Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau


(51)

jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu.

Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India.

Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari 1, 5, 3, ke-7,ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6), dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Je, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.


(52)

Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8=45/120), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari (mundur ke belakang baik harinya atau pun pasarannya (pancawara), agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah.

Awalnya penggabungan hisab Hindu Jawa atau Soko dengan Hisab Hijriah yaitu pada tahun 1633 M atau tahun 1043H dan tahun Jawa 1555. Pada waktu itu tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat Legi ( 8 Juli) dan selanjutnya sejak waktu itu sampai permulaan tahun 1627 atau tahun 1115 H (17 Mei tahun 1703 M) kurup Jamngiah, artinya selama itu tanggal 1Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat legi (Awahgi= Alip mulai Jumuwah Legi), Kemudian sesudah itu diadakan pergantian kurup menjadi Kamsiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip selama 120 tahun lagi jatuh pada hari Kamis Kliwon (Amiswon= Alip-Kemis Kliwon), berarti pengunduran satu hari beserta pancawaranya. Kemudian setelah Kamsiah berjalan 120 tahun, diadakan pergantian kurup lagi, yaitu diganti menjadi kurup Arbangiah, artinya tanggal 1 Suro tahun Alip selama 120 tahun jatuh pada hari Rabu Wage.(Aboge= Alip-Rebo-Wage) Adapun sekarang ini kurupnya sudah berganti


(53)

menjadi kurup Tsalasiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon (Asopon=Alip-Seloso- Pon).56

Pergantian kurup yang terjadi pada Hisab ini adalah sebagai berikut:57

• Mulai 1 Suro Alip tahun 1555 atau tahun 1043 H (8 Juli 1633) sampai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M) kurupnya jamngiah legi(Angahgi)

• Mulai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M) sampai permulaan tahun 1747 atau 1235 (20 Oktober 1819 M) kurupnya kamsiah kliwon (Amiswon).

• Mulai permulaan tahun 1747 atau 1235 H (20 Oktober 1819 M) sampai permulaan tahun 1867 atau tahun 1355 H (24 Maret 1936 M) kurupnya arbangiah wage (Aboge).

• Mulai permulaan tahun 1867 atau 1355 H(24 Maret 1936 M) kurupnya tsalasiah pon (Asapon)

56

Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.

57


(54)

Dari pergantian kurup diatas terlihat bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagaimana berikut:58

• Pergantian dari kurup jamngiah ke kurup kamsiah baru diumumkan pada hari Kamis Kliwon tanggal 11 Desember 1749 M berarti sudah terlambat 46,5 tahun.

• Pergantian dari kurup kamsiah ke kurup arba’iah baru diumumkan pada hari Jumat Pon tanggal 28 September tahun 1821 M., oleh Keraton Surakarta, berarti sudah terlambat 2 tahun. oleh Keraton Ngajogyakarto baru pada hari Senen Kliwon tanggal 1 Suro tahun 1793 atau 1281 H ( 6 Juni 1864) • Pergantian dari kurup arba’iah ke kurup tsalasiah sudah

diumumkan pada tanggal 1 Dulkangidah tahun Wawu 1865 atau 1353 H (5 Februari1933 M) tersebut surat ketetapan no 54.

Hisab ini tidak berbeda dengan sistem kalender matahari, bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari, sehingga sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah untuk pelaksanaan ibadah.59

58

Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.

59 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern( Jogjakarta: Suara Muhammadiyah,2007), h.102.


(55)

Nurhayati Zen mengutip pemikiran Ahmad Dahlan bahwa hari raya akan jatuh pada tanggal 1 Syawal karena munculnya bulan di arah barat yang berdasarkan hisab. Dengan tanpa harus memandang hari ataupun dasar penghitungan lain, jika hari itu menurut perhitungan pada bulan telah tiba pada tanggal 1 Syawal maka hari raya Idul fitri harus dirayakan. 60

Untuk itu hisab urfi digunakan sebatas membuat kalender yang bersifat jangka panjang. Kalender yang menentukan awal bulan secara taksiran agar mempermudah pencarian data dan kepentingan kehidupan pada masa sekarang. Bukan kalender untuk menentukan waktu yang berkaitan dengan ibadah.

b. Hisab Hakiki61

60 Nurhayati Zen, “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy'ari”artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari http//lppbi.fiba.blogspot.com/2009/03/html.

61


(56)

Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan kepada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah tetap dan juga tidak beraturan, melainkan kadang-kadang 2 bulan berturut-turutumurnya 29 hari atau 30 hari, atau kadang-kadang pula bergantian seperti menurut perhitungan hisab urfi.

Dalam praktek perhitungannya, sistem ini mempergunakan data sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi serta mempergunakan kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola.

Terdapat beberapa aliran dalam menentukan masuknya bulan baru dengan mempergunakan sistem hisab hakiki ini. Pada garis besanya ada dua golongan yaitu yang berpedoman kepada ijtimak semata dan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk pada saat matahari terbenam.

Jika diuraikan lagi, maka akan terdapat 6 golongan, yaitu:62 1) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub 2) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri

3) Golongan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk hakiki 4) Golongan yang berpedoman kepada posisi diatas ufuk hissi 5) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk mar’i 6) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin dapat

dirukyat.

62


(57)

1). Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub.

Golongan ini menetapkan, bahwa jika ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, maka malam dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung.

Sistem ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyat dan tidak memperhitungkan posisi hilal dari ufuk. Asal sebelum matahari terbenam sudah terjadi ijtimak dan hilal masih dibawah ufuk, maka malam hari itu berarti sudah termasuk bulan baru.

2). Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri

Beberapa ahli mensinyalir bahwa timbul suatu pendapat baru yang menghendaki permulaan bulan Qamariyah ditentukan oleh kejadian ijtimak sebelum terbit fajar, maka malam itu sudah masuk awal bulan baru, walaupun pada saat matahari terbenam pada malam itu belum tejadi ijtimak.

Nampaknya sampai saat ini di Indonesia belum ada para ahli yang berpegang kepada ijtimak qablal fajri ini. Mereka baru mensinyalir adanya pendapat ini yang didasarkan atas peristiwa-peristiwa yang sering terjadi akibat penentuan Hari Raya Haji yang dilakukan oleh pemerintah Saudi Arabia.


(58)

3). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk hakiki. Menurut golongan ini untuk masuknya tanggal satu bulan qamariyah, posisi hilal harus sudah berada diatas ufuk hakiki. Dimaksud dengan ufuk hakiki adalah bidang datar yang melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal dari si peninjau lihat gambar 1 pada lembar selanjutnya.

Gambar 2.1. Keterangan Ufuk Hakiki

Pada gambar 1 “Ufuk Hakiki P” adalah merupakan ufuk hakiki bagi si peninjau yang berdiri pada titik P, demikian pula “Ufuk Hakiki Q” adalah ufuk hakiki bagi si peninjau yang berdiri pada titik Q.

Sistem ini tidak memperhitungkan pengaruh tinggi tempat si peninjau. Dapat disimpulkan sistem ini berpendapat bahwa jika setelah terjadi ijtihad, maka hilal sudah wujud diatas ufuk hakiki pada saat terbenam matahari, maka malamnya sudah dianggap bulan baru, sebaliknya jika pada saat terbenam matahari hilal masih berada


(59)

dibawah ufuk hakiki maka malam itu belum dianggap sebagai bulan baru.

4). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk hissi. Golongan ini berpendapat, jika pada pada saat matahari terbenam setelah terjadi ijtimak, hilal sudah wujud diatas ufuk hissi, maka malam itu sudah termasuk tanggal satu bulan baru. Dimaksud dengan ufuk hissi adalah bidang datar yang melalui mata si peninjau dan sejajar dengan ufuk hakiki lihat gambar dibawah ini.

Gambar 2.2. Keterangan Ufuk Hissi

Pada gambar 2 “Ufuk Hissi P” adalah ufuk hissi bagi si peninjau yang berdiri di titik P, sedang “Ufuk Hakiki P” adalah ufuk hakiki bagi si peninjau tersebut. Bedanya kedua ufuk tersebut adalah paralaks ufuk hissi sama dengan ufuk hakiki dikurangi parallaks.

Golongan yang berpegang pada ufuk hissi menentukan ketinggian hilal diukur dari atas permukaan bumi, sedangkan yang berpegang kepada ufuk hakiki mengukur ketinggian itu dari titik pusat


(60)

bumi. Dan nampaknya sistem ini kurang populer, sehingga banyak para ahli yang mengabaikan eksistensi sistem ini.

5). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk mar`i. Sistem ini pada dasarnya sama seperti system hisab yang berpedoman kepada ufuk hakiki dan hissi, yaitu memperhitungkan posisi hilal pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtimak. Hanya saja sistem ini tidak cukup sampai di sana. Setelah diperoleh nilai ketinggian hilal dari ufuk hakiki kemudian ditambahkan koreksi-koreksi terhadap nilai ketinggian itu.

Koreksi-koreksi tersebut adalah a) Kerendahan ufuk

Pengaruh ketinggian tempat si peninjau. Semakun tinggi kedudukan si peninjau semakin besar nilai kerendahan ufuk ini, akibatnya semakin rendahlah ufuk mar`i tersebut.

b) Refraksi

Refraksi adalah perbedaan antara tinggi bendalangit menurut penglihatan dengan tinggi benda langit menurut penglihatan dengan tinggi yang sebenarnya. Contohnya: bila sinar cahaya secara miring menembus lapisan udara yang mengelilingi bumi, cahaya itu membelok ke bawah. Akibatnya semua benda


(61)

langit yang kita awasi terlihat seakan-akan berkedudukan di langit pada tempat yang lebih tinggi dari yang sebenarnya.63

c) Semidiameter (jari-jari)

Yang diperhitungkan oleh sistem ini bukanlah titik pusat hilal, melainkan piringan atasnya. Oleh karena itu harus diadakan penambahan senilai semidiameter terhadap posisi titik pusat hilal. d) Parallaks (beda lihat)

Yang diperhitungkan dalam sistem ini adalah tinggi hilal dari mata si peninjau. Sedang menurut astronomi dari titik pusat bumi, maka ada perbedaan tinggi hilal jika dilihat dari mata si peninjau dan dari titik pusat bumi. Perbedaan ini dikenal dengan istilah “parallaks” (beda lihat).

6). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin dapat dirukyat (imkanur rukyat).

Golongan ini mengemukakan bahwa pada saat matahari terbenam setelah terjadi ijtimak hilal harus mempunyai posisi sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dapat dilihat. Para ahli yang termasuk golongan ini tidak sependapat tentang berapa ukuran ketinggian hilal yang mungkin dapat dilakukan rukyat bilfi`li. Ada yang mengatakan 8º, 7º, 6º, 5º, dan lain sebagainya.

63


(62)

Dari kedua macam sistem hisab diatas, hisab hakiki dianggap lebih sesuai dengan syara’. Karena dalam prakteknya, hisab hakiki memperhitungkan kapan hilal akan muncul atau wujud. Hal itu sesuai dengan hilal sebagai dasar pergantian bulan. Dengan demikian sistem hisab hakiki adalah sistem yang dipergunakan oleh umat Islam untuk menentukan awal bulan yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah. Pada perkembangannya yang terakhir di Indonesia, aliran-aliran Hisab Rukyat terbagi menjadi empat aliran yaitu:

1) Rukyatul Hilal

Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.64

2) Hisab Hakiki Wujudul Hilal

Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender)

64

Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://id.wikipedia .org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS.


(63)

Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.65

3) Imkanur Rukyat

Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:

a) Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau

b) Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.66

4). Rukyat Global

65

Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://id.wikipedia .org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS.

66Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://mutoha.Blogspot .com/2006/09/ hilal-ramadhan.html


(64)

Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.67

Sebagaimaan telah disebutkan, bahwa Pemerintah secara resmi menetapkan awal bulan Qamariyah dengan mempergunakan kriteria Imkaanur Rukyat. Kriteria ini diharapkan menyatukan perbedaan kriteria dalam menentukan awal bulan Qamariyah antar ormas ataupun kelompok ahli hisab ataupun rukyat di Indonesia. Namun usaha penyatuan kriteria penentuan awal bulan Qamariyah nampaknya belum terwujud. Sebab tidak semua ormas dan kelompok ahli hisab ataupun rukyat menerima Imkaanur Rukyat sebagai kriteria yang dipakai untuk menentukan awal bulan Qamariyah.

67

Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://mutoha.Blogspot .com/2006/09/ hilal-ramadhan.html


(65)

BAB III

PROFIL KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA

A. Seluk Beluk Dan Sejarah Kelahiran Aboge 68

Kata Aboge adalah singkatan dari Alip Rebo Wage, yang mempunyai arti Tanggal 1 Muharram Tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo (Rabu) pasaran Wage. Aboge adalah dasar perhitungan almanak (kalender) dalam satu windu atau delapan tahun, maka yang dimaksud Aboge adalah dasar suatu perhitungan.

Gagasan perhitungan Aboge berasal dari para Wali69 yang berasal dari Timur Tengah dan Sunan Kalijaga yang berasal dari tanah Jawa. Mereka memadukan konsep Timur Tengah berupa huruf-huruf hijaiyyah, bulan-bulan hijriyyah dan nama-nama hari dengan konsep Jawa berupa pasaran.

Para wali mewariskan perhitungan Aboge kepada Ki Tepus Rumput sebagai Adipati Onje I untuk mengembangkan perhitungan Aboge di Kadipaten Onje (sekarang bernama Kabupaten Purbalingga). Peran Ki Tepus Rumput mengembangkan perhitungan Aboge, dilanjutkan oleh putra angkatnya yaitu Adipati Onje II (Nyokropati). Tidak berselang waktu yang lama, datanglah seorang ulama` ke Kadipaten Onje yang bernama Ngabdullah Syarif Raden Sayyid Kuning, yang terkenal dengan nama Raden Sayyid Kuning membantu

68

M. Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24 April 2009

69

M. Maksudi mengatakan sebagian dari wali sembilan berasal dari Timur Tengah yaitu Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kali Jaga.


(1)

Kegiatan Harian

No Kegiatan Waktu Kitab Keterangan

1 Pendidikan Iqra’

Ba’da Ashar Iqra Yang diikuti oleh anak-anak

2 Pendidikan al-Qur’an

Ba’da Maghrib Al-Qur’an Yang diikuti oleh anak-anak yang telah tamat iqra.

Kegiatan Mingguan

Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan

Yasinan, Dibaan

Malam Jumat / Ba’da Maghrib

(Khusus malam Jumat Kliwon melakukan tahlil dan istighosah)

Al-Qur’an Bersama-sama

Khataman (Tarekat Naqshabandi yah) bagi para sesepuh ABOGE

Ba’da Jumat dan Selasa Bada Dzuhur. - Bersama-sama

Pengajian Remaja

Malam Minggu Safinatunna

jah, Nashaihul Ibad

Ceramah

Kegiatan Ramadhan

No Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan

1 Pendidikan Setiap Hari, ba’da Ashar

Fiqih(Qawaidul Fiqhiyyah) Tauhid (Aqidatul Awwam)


(2)

2

Tadarusan Setiap hari ba’da Shalat Tarawih

Al-Quran

3

Ceramah agama

Setiap hari ba’da Shubuh

_ Ceramah

22. Bagaimana penentuan awal bulan menurut Aboge? Jawab:

Genep ganjil. (memakai landasan hisab urfi bahwa tiap bulan bergantian lamanyaaantara 30 dan 29 .

23.Berapa jumlah hari dalam setahun? Apakah terdapat tahun kabisat dan tahun basithah?

Jawab :

Dalam satu tahun jumlah hari tetap yaitu 354 hari. Tidak ada tahun kabisat dan basithah.

24.Kapan pergantian hari menurut Aboge ? Jawab:

Pergantian harinya adalah pukul 4 sore. Hal ini berdasarkan pesan nenek moyang, bahwa seseorang lahir hari rabu, maka kalau pergi dihari selasa harus diatas jam 3 keatas karena sesuai dengan hari lahirnya.

25.Apakah ada hubungan dengan komunitas Aboge didaerah lain?

Jawab: Aboge bukan sebuah organisasi yang tersruktur dan tidak terpusatkan, sehingga antara Aboge di satu daerah dengan daerah yang lainnyatidak mempunyai hubungan baik dari sisi organisasi ataupun kekerabatan. Kebetulan Aboge disini termasuk warga Nahdhiyyin, untuk itu kehidupan keagaamaan kami tidak berbeda dengan warga NU lainnya. Namun, kami menentukan awal bulan dengan sistem Aboge sepanjang masa.


(3)

BERITA WAWANCARA

NAMA : Sanurji

KEDUDUKAN DI ABOGE : Sesepuh Aboge HARI /TANGGAL : Jumat, 24 April 2009

TEMPAT : Rumah Kyai M. Maksudi

1. Siapa pencetus Aboge? Jawab : Ya . Wali sanga mba. 2. Siapa tokoh –tokoh Aboge?

Jawab : Wali Sanga , Raden Sayid Kuning lan sa’ keturunane ( berikut keturunannya)

3. Apa latar belakang didirikannnya aboge?

Jawab: Kiye mba ( begini mba ), dingakal baen yah sekang endi ngerti umure Nabi Adam, eh ajah kadohen Nabi Muhammad baen.ya sekang hitungan. ( Maksudnya bahwa secara nalar, darimana mengetahui umur Nabi Muhammad . beliau mengatakan dari hitungan . itungan tersebut dinamakan Aboge.Sebelum ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge(hitungan). Untuk mengetahui hitungan umur.


(4)

4. Dasar hokum apa saja yang digunakan di ABOGE dalam keagamaan?

Jawab :Ya Alquran mba, Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning.

5. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di ABOGE? Jawab: Surat Yunus ayat 5. Surat Yunus ayat 5 yaitu

w"h ! &$' m ! X

( 9F

V B ! "#$% =%ﺡ 7W 4ﻡ

!

"0 !

! <94a !

I# ! n#?

G "#$ 8[ 0 _ e! &sNd an ! ﺏ

Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena dengan hisab selamanya tidak akan berubah

6. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan?

Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang. Kemudian Beliau berkata “Pokoke takon baen karo Maksudi, pada baen. Aku arep lunga.”(artinya jawabannya dengan Maksudi sama, maka bertanyalah dengan Maksudi karena Beliau akan pergi).


(5)

(6)