Pengertian dan Dasar Hukum Bulan Hijriah

                                    ُ ةَبْو تلا : 37 - 36 َ Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. 36 Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. disesatkan orang- orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, Maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. syaitan menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.37 ”. 48 Q.S. at-Taubah Ayat 36-37. Berdasarkan ayat di atas, Allah telah menetapkan bahwa peredaran Bumi mengitari Matahari mempunyai batasan 48 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Diponegoro, Bandung, 2010, hlm. 157 waktu dalam satu tahunnya yakni dua belas kali lunasi datangnya hilal, yang mana satu tahun Syamsiah adalah 365, 2422 hari, sedangkan satu tahun Hijriah adalah 354 hari, karena satu bulan dalam tahun Hijriah adalah 29, 5306 hari. jadi satu tahun Hijriah sebelas hari lebih pendek dari pada tahun Syamsiah. 49 Ayat di atas juga menjelaskan untuk memakai kalender lunar yang murni dengan menghilangkan bulan nasi‟. 50 Yakni bulan tambahan yang mana penambahan bulan itu untuk menyesuaikan dengan musim. Dalam prakteknya, annasi‟ mengulur atau menambah bulan biasa dilakukan dengan menambah satu bulan tambahan setiap tiga tahun untuk menggenapkan selisih hari antara tahun Syamsiah dan Hijriah yang sebelas hari. 51 Setelah wafatnya Rasulullah saw, kalender Hijriah kemudian mulai di berlakukan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Dua tahun setelah Umar bin Khattab memerintah, beliau menemukan sebuah dokumentasi yang tertulis bulan Syakban dengan tanpa menyebutkan tahunnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bulan Syakban yang mana?. 52 Berdasarkan permasalahan ini, muncullah gagasan khalifah untuk menentukan sistem kalender Islam. Setelah bermusyawarah, maka ditetapkanlah bahwa kalender Islam itu dimulai dari tahun hijrahnya Nabi Muhammad saw. bersama sahabatnya dari Mekah ke Madinah. Penetapan tersebut atas dasar pertimbangan bahwasannya di Madinah Islam mulai nampak keberadaannya, dan mulai terbentuk 49 Rohmat, 2014, Op.Cit., hlm. 21 50 Rohmat, Ilmu Falak II Penentuan Awal Bulan Qamariyah dan Syamsiyah, Seksi Penerbitan Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2014, hlm. 102 51 Rohmat, 2014, Op.Cit., hlm. 22 52 Said Jamhari, Faisal, dan Abdul Qadir Zaelani, Penentuan Awal Bulan Qamariyah antara Mazhab Hisab dan Rukyat dan Upaya Penyatuannya, Cetakan Pertama, Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IAIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2015, hlm. 13-14 pemerintahan yang islami. Sistem penanggalan yang ditetapkan oleh khalifah Umar ini yang kemudian di kenal dengan istilah kalender Hijriah. 53 Adapun nama-nama bulan pada Kalender Hijriah yaitu: Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul akhir, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah. Lamanya satu bulan Hijriah didasarkan pada waktu yang berselang antara dua ijtimak, yaitu rata-rata 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Ukuran waktu tersebut disebut satu periode bulan sinodisthe synodic month syahr al-iqtironi. Satu periode bulan sinodis ini bukanlah waktu yang diperlukan oleh bulan yang mengelilingi bumi atau satu kali putaran penuh, melainkan waktu yang berselang antara dua posisi sama yang dibuat oleh Bumi, Bulan dan Matahari. Waktu tersebut lebih panjang dari waktu yang diperlukan oleh Bulan dalam mengelilingi Bumi sekali putaran penuh. 54 Waktu yang diperlukan oleh Bulan dalam mengelilingi Bumi satu kali putaran penuh disebut satu periode bulan sideris the siderical month syahr an-nujumi yaitu memakan waktu selama 27 hari 7 jam 43 menit 11,6 detik. 55 Ketentuan syara‟ ataupun dasar hukum tentang bulan Hijriah telah dijelaskan dalam nash al- Qur‟an dan juga hadis. Adapun ayat al- Qur‟an yang berkaitan dengan bulan Hijriah yaitu:                                ُ ةرقبلا : 189 َ 53 Ibid. 54 Said Jamhari, Faisal, dan Abdul Qadir Zaelani, Op.Cit., hlm. 16-17 55 Ibid. Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: bulan sabit adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadahhaji. Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya, dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung. ” 56 al-Baqarah : 189                          ُ سنوي : 5 َ Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinardan bulan bercahaya dan ditetapkanNya manzilah- manzilah tempat-tempat bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada orang-orang yang mengetahui. ” 57 Yunus : 5 Berdasarkan ayat di atas bahwasannya Allah swt. menciptakan siang dan malam dan juga mengatur pergantiannya secara teliti sebagai tanda atas kekuasaan- Nya, dan pengertian itu berguna bagi manusia untuk kehidupan mereka sehari-hari. 58 Juga dengan silih bergantinya siang dan malam, manusia dapat mengetahui 56 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Diponegoro, Bandung, 2010, hlm. 29 57 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al- Qur‟an dan Terjemahnya, Diponegoro, Bandung, 2010, hlm. 208 58 Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1991, hlm. 538 dan menghitung bilangan hari-hari, bulan dan tahun dan dapat pula menentukan waktu beribadah dan hubungan muamalah. 59                                         َبْوَتلا : 36 Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang- orang yang bertakwa.” 60 At- Taubah:36 Berdasarkan ayat di atas maksudnya ialah sesungguhnya bilangan bulan itu ada 12 bulan di dalam ketetapan Allah, akibat pengaturan peredaran bulan dan penentuan orbit- orbitnya, sejak Dia menciptakan langit dan bumi menurut tatanan yang kita ketahui, seperti adanya malam dan siang hingga sekarang, dan menjelaskan tentang bulan-bulan haram Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab, 59 Ibnu Katsir, Mukhtashor Tafsir Ibnu Katsir, Alih Bahasa, Salim Bahreisy Dan Said Bahreisy, jilid 5, PT. Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 16 60 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Diponegoro, Bandung, 2010, hlm. 157 maksudnya bulan haram yaitu pada bulan-bulan ini diharamkan untuk mengadakan peperangan. 61 Ketentuan syara‟ ataupun dasar hukum tentang bulan Hijriah dijelaskan juga dalam nash hadis Rasulullah saw. adapun hadis yang berkaitan dengan bulan Hijriah diantaranya yaitu: ىلَص ِها َلْوُسَر نَأ اَمُهْ َع ُها َيِضَر َرَمُع ِنْب ِّللا ِدْبَع ُثْيِدَح َلاَقَ ف َناَ َمَر َرَكَ َملَسَو ِْيَلَع ُها : َاَو َلَ ِْْا اُوَرَ ت ََحاْوُمْوُصَتَا َُلاْوُرُدقاَف ْمُكْيَلَع مُغ ْنإَف ُُوَرَ ت ََحاْوُرِطْفُ ت ُ ْيِراَخُبْلا ُاَوَر َ 62 Artinya: “Hadis „Abdullah bin „Umar r.a. bahwasannya Rasulullah saw, menyebut Ramadan, kemudian beliau bersabda:”Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal bulan sabit, dan janganlah kamu berhari raya sehingga kamu melihatnya, apabila tertutup oleh mendung maka perkirakanlah.” 63 H.R. Bukhari َملَسَو ِْيَلَع ها ىلَص ِِلا َلاَق ُلْوُقَ ي َُْع ها َيِضَر َةَرْ يَرُ َِِْا ْنَع َناَبْعَش َةدِع اْوُلِمْكَأَف ْمُكْيَلَع َيُِغ ْنِإَف ِِتَيْؤُرِل اْوُرِطْفَاَو ِِتَيْؤُرِل اْوُمْوُص َْ ِ َ َ ُ ْيِراَخُبْلا ُاَوَر َ 64 Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Berpuasalah bila kalian melihat bulan, dan berbukalah bila kalian melihat bulan, namun 61 Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, Alih Bahasa, Hery Noer Ali Dkk., Terjemah Tafsir al-Maraghi, Cetakan Pertama, Penerbit Toha Putera, Semarang, 1987, hlm. 192-193 62 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Dar Al-Kutub Al- Ilmiyah, Beirut, 2004, hlm 345. Hadits No 1906, Bab Puasa 63 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al- Lu‟lu‟ Wal Marjan, Alih Bahasa, Muslich Shabir, Terjemah Al- Lu‟lu‟ Wal Marjan Koleksi Hadits yang Disepakati oleh Al-Bukhori dan Muslim, Jilid 2, Al-Ridha, Semarang, 1993, hlm. 1-2 64 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Op.Cit., hlm 346. Hadits No 1909, Bab Puasa bila bulan itu tertutup atas kalian oleh awan, maka sempernukanlah hitungan bulan Syakban itu menjadi tiga puluh hari.” 65 H.R. Bukhari. Berdasarkan hadis di atas inilah yang menjadi pangkal persoalan dalam penentuan awal bulan Hijriah. Di mana berpangkal pada zahir hadis tersebut, para ulama berbeda pendapat dalam memahaminya sehingga melahirkan perbedaan pendapat. 66 Secara umum hadis di atas ini menunjukkan bahwa siapa saja yang telah melihat bulan hilal, maka kaum muslimin wajib mengikuti rukyat tersebut, karena lafaz kamu dalam hadis itu bisa diartikan dengan seluruh umat Islam yang akan berpuasa. Namun menurut para ahli Fiqh hadis ini lebih menunjukkan geografi orang yang melakukan rukyat, bukan untuk seluruh umat Islam. Namun demikian, jumhur ulama menyatakan bahwa apabila beberapa daerah dipimpin oleh satu kepala negara, sekalipun berjauhan, maka apabila kepala negara telah mengumumkan dimulainya puasa dengan rukyat yang telah dilakukan di suatu daerah kekuasaannya maka seluruh umat Islam di negara tersebut wajib mengikuti pengumuman atau ketetapan pemerintah tersebut. 67

B. Metode dan Sistem Penentuan Awal Bulan Hijriah

1. Perbedaan Metode Penentuan Awal Bulan Hijriah Penentuan awal bulan Hijriah adalah suatu hal yang sangat penting dan sangat diperlukan ketepatannya bagi umat Islam, sebab pelaksanaan ibadah dalam ajaran Islam banyak yang dikaitkan dengan metode penanggalan ini. Sejak zaman Rasulullah saw. dalam 65 Safuan Alfandi, Samudra Pilihan Hadits Shahih Bukhari, Sendang Ilmu, Solo, 2015, hlm. 162 66 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012, hlm. 91-92 67 Susiknan Azhari, 2008, Op.Cit., hlm. 141 perjalanannya hingga sekarang, umat Islam telah melakukan kegiatan untuk menentukan awal bulan Hijriah. Kegiatan penentuan awal bulan Hijriah ini telah mengalami berbagai perkembangan, baik yang menyangkut metode maupun yang lainnya. Perkembangan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan penafsiran dalam memahami ayat-ayat al- Qur‟an dan hadis Nabi. Di samping itu, juga disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya yang ada hubungannya dengan penentuan awal bulan Hijriah. 68 Adapun metode dalam menetapkan awal bulan Hijriah pada garis besarnya terbagi menjadi dua macam metode, pertama metode rukyat, kedua metode hisab. 69 \ a. Metode Rukyat Rukyat adalah bentuk masdar dari lafaz bahasa Arab yang asal kata kerjanya adalah ىَأَر - ىَرَ ي yang artinya melihat. 70 Yang maknanya berarti ْوَأ ِْ َعْلِاب ُرَظ لا ِ ْقَعْلِاب “melihat dengan mata atau dengan akal”. Namun, pengertian rukyat dengan makna tersebut jarang sekali digunakan, kata rukyat merupakan istilah yang dipakai oleh para ahli Fiqh atau masyarakat luas untuk pengertian bulan baru hilal yang ada hubungannya dengan awal bulan Hijriah. 71 Hilal adalah bulan sabit pertama yang teramati di ufuk 72 barat sesaat setelah Matahari terbenam, 68 Departemen Agama RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Editor, Choirul Fuad Yusuf dan Bashori A. Hakim, Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI. Jakarta, 2004, hlm. 23 69 Rohmat, 2014, Op.Cit., hlm.44 70 Ahmad Warson Munawwir, Op.Cit., hlm. 460 71 Rohmat, 2014, Op.Cit., hlm. 112 72 Ufuk atau horizon secara praktis merupakan garis batas pandangan manusia. Jadi jika manusia berada ditempat ketika pandangannya bisa mengarah bebas tanpa ada yang menghalangi, maka garis terjauh yang bisa tampak sebagai goresan garis cahaya yang tipis, dan bila menggunakan teleskop dengan pemroses citra bisa tampak sebagai garis cahaya tipis di tepi bulatan Bulan yang mengarah ke Matahari. 73 Penegasan ini memang diperlukan sebab terkadang kita melihat di ufuk timur sebelum matahari terbit, rupanya seperti hilal, tetapi ini bukan hilal melainkan bulan usia hari terakhir, sebelum terjadi ijtimak. 74 Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa rukyat merupakan suatu kegiatan atau usaha untuk melihat hilal atau bulan sabit di langit ufuk sebelah Barat sesaat setelah Matahari terbenam menjelang awal bulan baru khususnya menjelang bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah untuk menetapkan kapan awal bulan dimulai. 75 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rukyatul hilal merupakan pengawasan dengan mata terhadap adanya hilal pada akhir bulan Hijriah guna menentukan hari apakah jatuhnya tanggal satu bulan yang baru. 76 dilihat merupakan garis ufuk. Untuk memperoleh pandangan secara lepas, sebaiknya seseorang pengamat memilih lokasi di pinggir laut tanpa pulau atau gunung yang menghalangi pemandangannya. Semakin tinggi posisi seseorang, maka semakin luas pandangan yang tercakup, dan semakin jauh serta semakin rendah garis ufuk yang terlihat. Untuk itu, tempat yang paling ideal untuk melakukan pengamatan hilal adalah tempat yang tinggi, di pinggir laut lepas. Lihat Farid Ruskanda, 100 masalah hisab dan rukyat, telaah syari‟ah, sains dan teknologi,Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hlm. 22-23 73 Jayusman, Ilmu Falak II: Fiqh Hisab Rukyah Penentuan Awal Bulan Kamariah, Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2016, hlm. 26 74 Panitia seminar nasional sehari penetuan awal bulan qamariyah antara hisab dan rukyat, Op.Cit., hlm. 8 75 Said Jamhari, Faisal, dan Abdul Qadir Zaelani, Op.Cit., hlm 42 76 Suyuthi Ali, Ilmu Falak I, Jilid I, Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 105