Yang dimaksud dengan peristiwa, misalnya: pada tanggal 17 Agustus diadakan peringatan hari kemerdekaan lndonesia. Sesuatu kenyataan atau
pengalaman yang selamanya dan selalu mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian. Misalnya: Kendaraan yang larinya 100
kmjam, maka kendaraan tersebut akan tidak stabil dan sulit dihentikan seketika, arak adalah termasuk minuman keras yang dalam takaran tertentu
bisa menyebabkan seseorang mabuk Sistem pembuktian di dalam Hukum Acara Pidana menganut sistem
negatif negatief wettelijk bewijsleer yang berarti yang dicari oleh hakim yaitu kebenaran materil. Berdasarkan sistem pembuktian ini, pembuktian didepan
pengadilan agar suatu pidana dapat dijatuhkan oleh hakim, harus memenuhi dua syarat mutlak, yaitu: alat bukti yang cukup dan keyakinan hakim.
2. Alat Bukti
Pengertian “alat bukti yang cukup” dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyebutkan:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”,
dan Pasal 96 UUPPLH, maka alat bukti yang cukup tersebut sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 96 UUPPLH.
Dipenuhinya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, belum cukup untuk menjatuhkan hukuman pada tersangka, perlu adanya keyakinan hakim
Universitas Sumatera Utara
untuk itu. Sebaliknya, jika hakim sudah cukup yakin akan kesalahan tersangka, namun tidak tersedia alat bukti yang cukup, hakim juga tidak dapat menjatuhkan
pidana, artinya hakim tidak dapat menjatuhkan pidana hanya didasarkan kepada keyakinannya saja tanpa dibarengi dua alat bukti yang sah.
Suatu alat bukti bukti yang dipergunakan di pengadilan perlu memenuhi beberapa syarat, diantaranya:
a. diperkenankan oleh undang-undang untuk dipakai sebagai alat bukti.
b. reability, yaitu alat bukti tersebut dapat dipercaya keabsahannya.
c. necessity, yakni alat bukti yang diajukan memang diperlukan untuk
membuktikan suatu fakta. d.
relevance, yaitu alat bukti yang diajukan mempunyai relevansi dengan fakta yang akan dibuktikan.
118
3. Jenis-Jenis Alat Bukti
Pada awalnya, alat bukti diatur dalam Pasal 295 HlR, yang macamnya disebutkan sebagai berikut:
a. keterangan saksi; b. surat-surat;
c. pengakuan; d. tanda-tanda petunjuk.
118
Syahrin, Alvi, Op. Cit., 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Sofmedia, Jakarta, hal. 13 – 14
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan dalam KUHAP, macam-macam alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu:
Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli; c, surat;
d. petunjuk; e. keterangan terdakwa.
Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Dan urutan penyebutan alat bukti dapat disimpulkan bahwa pembuktian dalarn perkara
pidana, lebih dititikberatkan pada keterangan saksi. Keterangan ahli merupakan hal yang baru dalam hukum acara pidana
Indonesia. Hal ini merupakan pengakuan bahwa dengan adanya kemajuan teknologi, seorang hakim tidak bisa mengetahui segala hal, untuk itu diperlukan
bantuan seorang ahli. Pada mulanya keterangan ahli hanya sebagai penerang bagi hakim seperti
yang diatur dalam Pasal 306 HIR. Hakim sekali-kali tidak diwajibkan untuk meyakini pendapat seorang ahli apabila keyakinan hakim bertentangan dengan
pendapat ahli tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Pengakuan terdakwa sudah dibuang di dalam KUHAP, diganti dengan keterangan terdakwa. Keterangan terdakwa mempunyar arti yang lebih luas
daripada pengakuan terdakwa. Dalam keterangan terdakwa dimungkinkan adanya pengakuan dari seorang terdakwa.
Pengakuan terdakwa dahulu merupakan target utama, sehingga dalam praktek pemeriksaan pendahuluan sekarang pemeriksaan penyidikan sering
terjadi penekanan secara fisik dan psikis untuk mendapatkan pengakuan tersangka.
Dahulu ada pendapat bahwa pengakuan merupakan raja dari segala alat bukti, dengan alasan siapa yang paling tahu suatu perbuatan pidana terjadi kecuali
diri terdakwa sendiri. Dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 96, alat bukti yang diperkenankan adalah terdiri atas: a.
keterangan saksi; b.
keterangan ahli; c.
surat; d.
petunjuk; e.
keterangan terdakwa; danatau f.
alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang- undangan.
Alat bukti lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 huruf “f” UUPPLH, yaitu meliputi, informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
Universitas Sumatera Utara
secara elektronik, magnetik, optik, danatau yang serupa dengan itu; danatau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat, dan didengar yang
dapat dikeluarkan dengan danatau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara
elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol, atau perporasi yang memiliki makna
atau yang dapat dipahami atau dibaca.
4. Tujuan Alat Bukti