Tujuan Alat Bukti Peranan Alat Bukti

secara elektronik, magnetik, optik, danatau yang serupa dengan itu; danatau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat, dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan danatau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol, atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapat dipahami atau dibaca.

4. Tujuan Alat Bukti

Tujuan dan guna pernbuktian suatu alat bukti bagi para pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut: a. bagi penuntut unrum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seorang terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan b. bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian merupakan usaha sebaliknya, untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau meringankan pidananya. Untuk itu terdakwa atau penasihat hukum jika mungkin harus mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan atau meringankan pihaknya. Biasanya bukti tersebut disebut bukti kebalikan; Universitas Sumatera Utara c. bagi hakim atas dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat-alat bukti yang ada dalam persidangan baik yang berasal dari penuntut umum atau penasihat hukum terdakwa dibuat dasar untuk membuat keputusan.

5. Peranan Alat Bukti

Agak sulit menjelaskan pengertian alat bukti petunjuk secara konkret. Bahkan dalam praktek peradilan pun, sering rnengalami kesulitan untuk menerapkannya. Kekuranghati-hatian mempergunakannya, putusan yang bersangkutan bisa mengambang pertimbangannya dalam suatu keadaan yang samar. Akibatnya putusan itu lebih dekat kepada sifat penerapan hukum secara sewenang-wenang, karena putusan tersebut didominasi oleh penilaian subjektif yang berlebihan. Untuk menghindari dominasi subjektif hakim yang tidak wajar, mendorong pembuat undang-undang sedini mungkin memperingatkan hakim, supaya penerapan dan penilaian alat bukti petunjuk, dilakukan hakim: a. dengan arif lagi bijaksana. b. serta harus lebih dulu mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksarnaan berdasarkan hati nuraninya. 119 Peringatan Pasal 188 ayat 3 mesti benar-benar dipedomani hakim. Apabila hakim hendak mempergunakan alat bukti petunjuk sebagai dasar penilaian pembuktian kesalahan terdakwa, undang-undang sungguh-sungguh menuntut kesadaran tanggung jawab hati nurani hakim. Tuntutan tanrggungjawab hati nurani itu, memperingatkan agar hakim bersikap arif dan bijaksana. Tidak 119 Harahap, M. Yahya, 2003, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 312. Universitas Sumatera Utara sembrono dan sewenang-wenang. Harus lebih dulu dengan teliti mengadakan pemeriksaan yang menyeluruh secara cermat dan seksama Peringatan yang digariskan dalam Pasal 188 ayat 3, merupakan ajakan kepada hakim. agar sedapat mungkin lebih baik menghindari” penggunaan alat bukti petunjuk dalam penilaian pembuktian kesalahan terdakwa. Hanya dalam keadaan yang sangat penting dan mendesak sekali alat bukti ini dipergunakan. Hakim lebih dulu benar-benar memeriksa dan mempergunakan alat bukti yang iain. Selama alat bukti yang lain masih mencukupi, hakim jangan segera berpaling mencari alat bukti petunjuk. Kalau sudah diusahakan memeriksa alat bukti yang lain sampai pada batas rnaksimal, namun pembuktian belum mencukupi, silahkanlah berpaling kepada alat bukti petunjuk, tetapi jangan cepat putus asa. Belum diusahakan memeriksa alat bukti yang lain secara sungguh, hakim cepat lari ke arah alat bukti petunjuk. Sebaiknya hakim mencoba berkonsultasi dengan penuntut umum untuk mengusahakan alat bukti tambahan. Kita memang mengakui. Pada umumnya kelemahan pembuktian yang selalu dihadapi di sidang pengadilan, disebabkan aparat penyidik kurang sempurna mengumpulkan pembuktian pada satu segi, dan kekurangpengertian penerapan hukum pada segi lain. Silahkan teliti berita acara yang dibuat penyidik dalam taraf pemeriksaan penyidikan. Kadang-kadang sangat singkat, dan tidak mengarah kepada pemeriksaan yang bertujuan membuktikan kesalahan terdakwa. Bahkan yang tertuang dalam berita acara itu sukar dipahami. Itu sebabnya pada masa HIR. berita acara penyidikan yang dibuat oleh Polri selalu diulangi dan disempurnakan lagi oleh pihak penuntut umum. Kembali kepada pokok masalah. Apa arti dan Universitas Sumatera Utara bagairnana definisi yang tepat tentang alat bukti petunjuk? Sekalipun sulit merumuskan defenisinya secara sederhana, dapat menguraikannya bertitik tolak dari bunyi Pasal 188 ayat 1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya. Rumusan pasal itu, agak sulit ditangkap dengan mantap. Barangkali rumusan tersebut dapat dituangkan dengan cara menambah beberapa kata ke dalamnya. Dengan penambahan kata-kata itu dapat disusun dalam kalimat berikut: Petunjuk ialah suatu isyarat yang dapat ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan di mana isyarat itu mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat itu mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut melahirkan atau mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. Baik dalam rumusan yang diatur dalam Pasal 188 ayat 1 maupun dalam rumusan yang disusun, penekanannya terletak pada kata: persesuaian, yakni adanya persesuaian kejadian, keadaan atau perbuatan maupun persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri. Mari kita arnbil contoh untuk lebih mudah memahaminya. A pada tanggal 30 Januari 1984, pergi ke hutan untuk berburu. Kira-kira jam lima sore A melihat rusa serta melepaskan tembakan pada sasaran rusa itu. Ternyata rusa yang ditembaknya lari dan tidak kena. Ia pun pulang ke rumah. Keesokan harinya seorang petani menernukan mayat B di hutan tempat A Universitas Sumatera Utara kernarin sore berburu. Pada mayat B diternukan luka tembak di kepala. Menurut keterangan istri B. sekitar jam empat tiga puluh menit sore ia meninggalkan B di sekitar hutan itu rnengambil kayu, dan ia duluan pulang ke rumah karena hari sudah sore. Di samping keterangan istri B tecrsebut, saksi X menerangkan, melihat sendiri A di sekitar tempat kejadian membawa sepucuk senapan. Sekitar jam lima sore ia mendengar bunyi letusan. Mengenai keterangan saksi X ini A menerangkan, bahwa ia benar pada sore itu berburu di sekitar tempat mayat B dijumpai. Dan menerangkan pula, sekitar jam lima sore menembakkan senapannya satu kali yang ditujukan kepada seekor rusa. tetapi membantah dia yang membunuh B. Kemudian menurut keterangan ahli kedokteran kehakirnan. saat kematian B diperkirakan pada tanggal 30 Januari sekitar jam lima sore. Kematian itu akibat luka tembak di kepala. Lantas menurut keterangan ahli balistik, luka tembak di kepala B sesuai dengan peluru yang ditembakkan A dari senapannya. 120 Dalam contoh di atas kita lihat beberapa persesuaian antara perbuatan, kejadian atau keadaan maupun dengan peristiwa pidana yang terjadi. Antara lain adanya persesuaian antara perbuatan A dengan peristiwa pidana yang terjadi, yaitu pelistiwa pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa B karena akibat luka tembak di kepala yang dilakukan A. Perbuatan penembakan mana diakui oleh A sekalipun bukan ditujukan kepada B tapi ditujukan untuk menembak rusa. Juga terdapat persesuaian beberapa kejadian dan keadaan berdasar keterangan istri B dan saksi X. Istri B menerangkan ia rneninggalkan suaminya di sekitar tempat 120 Harahap, M. Yahya, Ibid, 2003, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 313 Universitas Sumatera Utara kejadian kira-kira jam setengah lima sore . Ia meninggalkan suaminya di tempat itu sedang mengambil kayu api. Persesuaian kejadian dan keadaan antara perbuatan, maupun dengan keadaan ialah keterangan X yang melihat A sedang berada di sekitar tempat kejadian sedang menyandang senapan dan tiada bcrapa lama ia mendengar bunyi letusan sebanyak satu kali. Tapi X tidak menghiraukan hal itu karena telah mengceal A sebagai pemburu. Kalau diteliti contoh di atas, Jelas tampak beberapa isyarat yang memperlihatkan adanya persesuaian perbuatan dengan kejadian atau persesuaian keadaan antara yang satu dengan yang lain. Maupun persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri. Persesuaian pertama dapat dilihat antara perbuatan A dengan peristiwa pidana hilangnya nyawa B. Perbuatan itu ialah tembakan yang dilakukan A. Kemudian persesuaian antara perbuatan dengan kejadian dan keadaan, yakni kejadian terladi sekitar jam lima sore sesuai dengan penembakan yang dilakukan A pada sekitar jam lima sore dau istri B berpisah dengan suaminya di tempat kejadian sekitar jam setengah lima. Hal ini sesuai pula dengan keterangan saksi X melihat A di sekitar tempat itu jam lima sore menyandang senapan, dan tiada berapa lama kemudian mendengar bunyi letusan satu kali. Kejadian. keadaan atau perbuatan tersebut bersesuaian pula dengan keterangan A sendiri. pada tanggal dan jarn yang disebutkan benar berada di sekitar tempat terjadinya peristiwa pidana. la berada di sana untuk berburu rusa dan pada saat melihat seekor rusa melepaskan tembakan satu kali. Dalam contoh ini jelas dilihat terdapat beberapa persesuaian antara kejadian dengan perbuatan maupun dengan pelistiwa pidana yang tejadi. Semua persesuaian tersebut menjadi petunjuk yang mewujudkan suatu kerangka kenyataan yang utuh tentang Universitas Sumatera Utara petistiwa pidana yang terjadi pada tanggal 30 Januari 1984, sekitar jam lima sore yang pelakunya tiada lain daripada si A. karena kealpaannya teiah mengakibatkan hilangnya nyawa B. Kita mengakui contoh yang dikemukakan agak mudah menemukan dan mengkonstruksi persesuaian antara perbuatan, kejadian, atau keadaan maupun dengan peristiwa pidana itu sendiri. Tentu dalarn konkreto. tidak semudah itu membangun suatu persesuaian di antara unsur-unsur tersebut. Namun demikian, dari contoh itu dapat membantu kita memahami pengeltian dan cara penerapan alat bukti petunjuk yang diatur dalam Pasal 188 ayat 1. Harapan kita, seandainya hakim akan mempergunakan alat bukti petunjuk dalam pembuktian suatu perkara pidana, harus mampu dan jeli mempertautkan setiap persesuaian yang ditemukan secara objektif dan proporsional. Benar-benar persesuaian-persesuaian itu mampu mewujudkan suatu petunjuk “nyata dan utuh tentang terjadinya tindak pidana, dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Barangkali ironinya kemampuan yang diperlihatkan seorang hakim dalam pertimbangan putusannya, yang hanya menyimpulkan keterbuktian kesalahan terdakwa dengan alat bukti petunjuk, tetapi tidak menguraikan analisisnya dengan jelas, di mana letak pertautan dan persesuaian yang membentuk petunjuk itu rnenjadi wujud kerangka kenyataan yang membuktikan kesalahan terdakwa. Sering dijumpai putusan hakirn yang hanya menyimpulkan alat bukti petunjuk dalam suatu kalimat baku: kesalahan terdakwa telah terbukti karena adanya persesuaian antara perbuatan dengan tindak pidana. Sebagai contoh yang Universitas Sumatera Utara memperlihatkan keseranpangan hakim dalam masalah ini dapat dilihat pada putusan Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1983 Nomor 185 KPid1982. Baik Pengadilan Negeri rnaupun Pengadilan Tinggi telah menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa. Penjatuhan hukuman cuma didasarkan atas alat bukti petunjuk yang ditarik dan diperoleh hakirn dari pengakuan terdakwa di luar sidang. Untung dalam tingkat kasasi putusan tersebut dibatalkan Mahkamah Agung. Alasan pembatalan didasarkan atas kesalahan penerapan hukun pemburktian, karena telah membuktikan kesalahan terdakwa berdasar satu petunjuk berupa pengakuan di luar sidang. Dalam kasus ini jelas dilihat, betapa sembrononya pengadilan mewujudkan alat bukti petunjuk. hanya semata-mata diambil dari pengakuan terdakwa di luar sidang. 121 Sudah barang tentu sebagai alat bukti yang sah, selamanya diperlukan dalam upaya pembuktian suatu proses pemeriksaan perkara pidana. Inilah prinsip umum yang harus dipedomani. Namun dalam konkreto, tidak demikian halnya. Bagaimanapun, baik penuntut umum maupun hakim pasti akan lebih mengutamakan alat bukti lain, seperti keterangan saksi pada khususnya. Bukankah alat butki keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dan paling menentukan dalam upaya pembuktian suatu perkara pidana? Namun hal ini pun tergantung pada peristiwa pidana yang bersangkutan. Seperti dalam perkara pemalsuan misalnya. barangkali alat bukti surat akan lebih memegang peranan dalam membuktikan kesalahan terdakwa. Sekalipun pada prinsipnya semua alat bukti sarna nilai dan pentingnya, kenyataannya, aparat penegak hukum tetap 121 Harahap, M. Yahya, Ibid, 2003, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 314-315. Universitas Sumatera Utara memulai penggarapan upaya pembuktian dari urutan alat bukti keterangan saksi, surat dan keterangan ahli. Pada taraf pemeriksaan penyidikan pun, aparat penyidik pada lazimnya akan mulai bergerak melangkah mengumpulkan alat bukti keterangan saksi. Demikian juga halnya dalam taraf pemeriksaan di sidang pengadilan. Penuntut umum akan memulai upaya pembuktian dengan mengajukan alat bukti kesaksian. Seandainya alat bukti keterangan saksi belum mencukupi, baru meningkat kepada pemeriksaan alat bukti yang lain. Demikian halnya dengan alat bukti petunjuk, sidang pengadilan baru berpaling mencari alat bukti petunjuk, apabila alat bukti yang lain belum mcncukupi membuktikan kesalahan terdakwa. Jika pernbuktian dengan alat bukti yang lain sudah rnencukupi, pada dasarnya tidak lagi diperlukan alat bukti petunjuk. Kalau begitu, alat bukti petunjuk pada umumnya, baru diperlukan apabila alat bukti yang lain belum mencukupi batas minimurn pernbuktian yang digariskan Pasal 183. Lagi pula, bukankah alat bukti petunluk baru bisa dipergunakan jika telah ada alat bukti yang lain? Karena petunjuk sebagai alat bukti. baru rnungkin dicari dan ditemukan jika telah ada alat bukti yang lain. Persidangan pengadilan tidak mungkin terus melompat mencari dan memeriksa alat bukti petunjuk. sebelum sidang pengadilan memeriksa alat bukti yang lain. sebab petunjuk sebagai alat bukti, bukan alat bukti yang memiliki bentuk substansi tersendiri. Dia tidak rnempunyai wadah sendiri jika dibandingkan dengan alat bukti yang lain. Alat bukti keterangan saksi misalnya, jelas mempunyai bentuk objektif atau wadah sendiri, yaitu orang yang rnemberikan Universitas Sumatera Utara keterangan itu. Dernikian juga alat bukti surat. Mempunyai bentuk wadah sendiri yakni surat yang bersangkutann. Tidak demikian halnya deugan alat bukti petunjuk. Dia tidak mempunyai bentuk wadah sendiri. Bentuknya sebagai alat bukti adalah asessor tergantung pada alat bukti keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa sebagai sumber yang dapat melahirkannya, dan hanya boleh diambil dan diperoleh dari ketiga alat bukti yang lain tersebut. Kalau aiat bukti yang menjadr sumbernya tidak ada diperiksa dalam persidangan pengadilan, dengan sendirinya tidak akan pernah ada alat bukti petunjuk. Sebaliknya alat bukti yang lain bisa saja ada tanpa kehadiran alat bukti petunjuk di sidang pengadilan. Tanpa alat bukti petunjuk, sidang pengadilan mungkin saja mencapai nilai pembuktian yaug cukup dari alat bukti yang lain. Akan tetapi, alat bukti petunjuk tidak akan pernah mampu mencukupi nilai pembuktian tanpa adanya alat bukti yang lain. Bahkan secara eksternal dapat dikatakan, alat bukti petunjuk tidak akan pernah ada selama tidak ada alat bukti yang lain yang menjadi sumber kelahirannya. Dia adalah anak yang dilahirkan dari kandungan alat bukti keterangan saksi atau alat bukti surat maupun dari alat bukti keterangan terdakwa. Memperhatikan uraian di atas, kita dapat mengambil gambaran. petunjuk sebagai bukti yang lahir dari kandungan alat bukti yang lain selamanya tergantung dan bersumber dari alat bukti yang lain, alat bukti petunjuk baru diperlukan dalarn pembuktian, apabila alat bukti yang lain belum dianggap hakim cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Atau dengan kata lain, alat bukti petunjuk baru Universitas Sumatera Utara dianggap mendesak mempergunakannya apabila upaya pembuktian dengan alat bukti yang lain belum mencapai batas minimum penbuktian. Oleh karena itu, hakim harus lebih dulu berdaya upaya mencukupi pembuktian dengan alat bukti yang lain sebelum ia berpaling mempergunakan alat bukti petunjuk, dengan demikian upaya mempergunakan alat bukti petunjuk baru diperlukan pada tingkat keadaau daya upaya pembuktian sudah tidak mungkin diperoleh lagi dari alat bukti yang lain. Dalam batas tingkat keadaan demikianlah upaya pembuktian dengan alat bukti petunjuk sangat diperlukan. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN