bertindak apakah bisa mengabaikan hukum dengan melakukan cara-cara paksa. Sementara putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan diperintahkan agar
lahan tersebut dirampas untuk negara jika dibiarkan tetap diduduki atau tetap dalam keadaan dikuasai secara fisik oleh massa dan karyawan, kerugian negara akan terus
bertambah. Tim Eksekusi harus lebih matang dan hati-hati, serta lebih arif dan bijak dalam melakukan sosialisasi sebab melalui sosialisasi inilah jalan satu-satunya untuk
dapat melakukan eksekusi dengan pertimbangan agar tidak melanggar HAM. Hambatan-hambatan yang ditemukan oleh Tim Eksekusi, baik pada eksekusi
atau sosialisasi
139
sebelumnya Sosialisasi I, II, dan III tetap saja mengalami hambatan yang sama tidak ada ubahnya antara satu dengan yang lainnya dimana
massa dan atau karyawan tidak menginginkan dilakukannya eksekusi terhadap Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas yang telah ditanami sawit seluas
± 47.000 Ha. Para pendemo membawa senjata tajam berupa egrek, dodos, dan lain-lain sebagai
antisipasi jika Tim Eksekusi tetap akan melakukan rencananya maka mereka akan melakukan perlawanan fisik.
C. Upaya-Upaya yang Dilakukan Dalam Menghadapi Hambatan-Hambatan
Berdasarkan pelaksanaan Inpres No.4 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh
Wilayah Republik Indonesia, Menteri Kehutanan melalui surat No.S.348Menhut-
139
Semula direncanakan untuk melakukan eksekusi, namun karena keadaan tidak memungkin dilakukan eksekusi, maka program TIM Eksekusi berubah seketika menjadi Peninjauan Lokasi atau
disebut dengan Sosialisasi.
Universitas Sumatera Utara
IV2008, meminta Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan untuk memerintahkan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara dan Kepala Dinas
Kehutanan Kabupaten Tapanuli Selatan agar melakukan identifikasi dan inventarisasi serta memberikan peringatan terakhir kepada para perambah untuk segera
meninggalkan Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas. Saat ini, kawasan hutan Register 40 Padang Lawas dirambah oleh kurang lebih 24 perusahaan dengan luas
sekitar 80.000 hektar.
140
Para perambah melakukan pembukaan lahan dengan modus operandi mengubah-ubah nama perusahaan, melakukan penebangan pohon, pembakaran hutan,
dan diakhiri dengan penanaman kelapa sawit. Pada tahun 2000, Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara dan Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Sumatera Utara
telah memberi peringatan beberapa kali dan telah melakukan operasi BALAKKA I, namun pembukaan lahan tersebut tetap terjadi. Dalam hal ini, para perambah dinilai
telah melakukan tindak pidana sesuai pasal 50 ayat 3 huruf a, b, dan c jo Pasal 78 ayat 2 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 55 ayat 1 KUHP, UU
No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini ditindaklanjuti dengan dilakukannya operasi BALAKKA II.
Perambahan yang dilakukan oleh ke-24 perusahaan tersebut, lokasinya satu hamparan dengan Koperasi Bukit Harapan di kawasan hutan negara Register 40 Padang Lawas
yang telah dipidana dan telah memiliki kekuatan hukum tetap, yaitu sanksi denda Rp.
140
http:saroha-halakhuta.blogspot.com, diakses tanggal 3 Januari 2012. Lihat juga: Harian Analisa, Kamis 30 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
5 Milyar, areal seluas ± 47.000 Ha dirampas untuk negara, dan pemiliknya, D.L.
Sitorus, dipidana kurungan 8 tahun penjara. Upaya yang dilakukan dalam waktu dekat, Kejaksaan akan melakukan
eksekusi berupa pengambilalihan manajemen perusahaan perkebunan yang menguasai kawasan hutan Register 40 Padang Lawas. Setelah eksekusi, Departemen
Kehutanan akan mengelola Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas dengan luas total sekitar
± 47.000 Ha tersebut secara lestari bagi pembangunan hutan tanaman industri. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman sejenis dan jenis lain
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan yang
terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008.
141
Dalam menghadapi hambatan massa dan atau karyawan, Tim Eksekusi melakukan berbagai upaya sampai lahan tersebut dapat dirampas melalui pendekatan-
pendekatan secara terpadu dengan menjelaskan rencana kepada pihak-pihak atau wakil dari pendemo yang memiliki posisi strategis misalnya melakukan dialog
dengan Nimrot Sitorus selaku Sekretaris PT. Torganda merangkap sebagai juru bicara dan Hendrik Siburian sebagai Pimpro Bukit Harapan I. Dalam dialog yang
dibicarakan adalah mengenai kelanjutan hidup dari para karyawan yang bergantung pada pengelolaan kelapa sawit. Pemerintah tetap akan memperhatikan kesejahteraan
para karyawan melalui pemanfaatan hasil panen sawit ke depannya karena yang
141
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
terpenting adalah hanya pengambilalihan manajemen saja dari manajemen lama ke manajemen baru yakni Pemerintah.
Sosialisasi untuk eksekusi sudah dilaksanakan 3 tiga tahap dan tidak pernah berhasil hanya dapat dilakukan dialog terhadap para wakil pendemo bahwa dalam hal
ini ada tiga putusan yaitu putusan pidana, perdata, dan tata usaha negara dalam satu objek perkara.
142
Sebab massa dan atau karyawan melalui wakilnya tetap menolak eksekusi berdasarkan alasan-alasan bahwa putusan Mahkamah Agung RI Nomor:
2642 KPid2006 atas nama terpidana DL Sitorus tidak sah dengan alasan bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 134KTUN2007 yang
menyatakan batalnya surat Menteri Kehutanan RI No.S.419Menhut-II2004 tertanggal 13 Oktober 2004 dan alasan kedua terdapatnya tiga putusan yaitu putusan
pidana, perdata, dan tata usaha negara dalam satu objek perkara adalah melanggar HAM.
143
Upaya yang dilakukan dalam menjawab hal ini, selanjutnya dalam kegiatan berikutnya ketika dilakukan sosialisasi atau eksekusi fisik ke depannya, Tim Eksekusi
akan mempertimbangkan dengan menyertakan pihak pengadilan untuk menjelaskan
142
http:pasarlatong.blogspot.com2009_10_01_archive.html, diakses tanggal 3 Januari 2012. Tim Advokat masyarakat Padang Lawas, mengatakan eksekusi yang telah dilakukan melanggar hak
asasi manusia, sebab dalam satu objek perkara ada tiga putusan hukum, pidana, perdata, dan tata usaha negara. Untuk perkara perdata, keabsahan sertifikat sejumlah 1.820 yang dimiliki masyarakat
dinyatakan sah oleh pengadilan. Pengadilan Tinggi Medan pada tingkat banding memutuskan sertifikat itu sah, dan jaksa mengajukan kasasi belum putus. Begitu juga dengan putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta dan PK Mahkamah Agung yang menyidangkan perkara surat Menteri Kehutanan yang mencabut hak KPKS Bukit Harapan mengelola lahan, di tingkat PT, putusan kasasi
Mahkamah Agung, dan PK Mahkamah Agung membatalkan dan menolak PK Menteri Kehutanan atas surat pencabutan hak mengelola Nomor 5149 Tahun 2004.
143
Menganalisis alasan-alasan yang dikemukakan oleh wakil pendemo di atas, lihat: pembahasan dalam sub bab Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia yang telah dibahas sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
alasan-alasan hukum berkaitan dengan ketiga putusan di atas dan alasan mengenai perbedaan putusan MA yang menurut Majelis Hakim PT. DKI Jakarta perkara
tersebut merupakan perselisihan persengketaan hak karena adanya gugatan KPKS Bukit Harapan melawan Menteri Kehutanan Republik Indonesia tentang Pembatalan
Surat Menteri Kehutanan Nomor 419Menhut-II2004 tertanggal 12 Oktober 2004 yang mencabut izin prinsip yang telah diberikan dalam Surat Nomor 1680Menhut-
III2002 tertanggal 26 September 2002 dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dalam putusannya Nomor 12G2006PTUN.Jkt tertanggal 12 Juli
2006 bahwa perkara Nomor 12G2006PTUN.Jkt dimaksud saat ini dalam masih dalam proses banding dan belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Namun menurut Majelis Hakim Mahkamah Agung RI, apapun keputusan PTUN dalam gugatan KPKS Bukit Harapan melawan Menteri Kehutanan RI,
kawasan hutan Padang Lawas tetap tidak berubah sebagai hutan negara sebab yang dipermasalahkan dalam gugatan tersebut adalah menyangkut surat yang dikeluarkan
oleh Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan dengan Nomor 1680Menhut- III2002 tertanggal 26 September 2002 atas permohonan Jonggi Sitorus selaku Ketua
KPKS Bukit Harapan untuk memohon Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu IUPHHBK dan bukan merubah fungsi kawasan hutan menjadi areal
perkebunan kelapa sawit. Surat yang dikeluarkan oleh Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan dengan Nomor 1680Menhut-III2002 tersebut masih harus ditindaklanjuti
dan yang berhak untuk itu adalah Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai upaya dalam penambahan biaya eksekusi ke depannya, belum tampak adanya gambaran jumlah nominalnya namun menurut perkembangannya
biaya-biaya yang akan dikeluarkan dalam pelaksanaan atau eksekusi materil putusan Mahkamah Agung RI No.2642 KPid2006 atas nama terpidana DL Sitorus tetap
dibebankan kepada Departemen Kehutanan RI sebagai pihak yang mewakili Pemerintah untuk mengambil alih manajemen Kawasan Hutan Register 40 Padang
Lawas dalam hal ini adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN